• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORITIS

B. Organisational Learning (OL)

1. Definisi Organisasi Belajar

Organisasi belajar dapat dipandang sebagai tanggapan atas makin meningkatnya dinamika dan “unpredictable”-nya lingkungan bisnis. Ada beberapa penulis yang mengemukakan definisi:

“Inti organisasi belajar adalah kemampuan organisasi untuk memanfaatkan kapasitas mental dari semua anggotanya guna menciptakan sejenis proses yang akan menyempurnakan organisasi” (Dixon, 1994 dalam Mustafa, 2001:9).

“Organisasi di mana orang-orangnya secara terus-menerus mengembangkan kapasitasnya guna menciptakan hasil yang benar-benar mereka inginkan, dimana pola-pola berfikir baru dan berkembang dipupuk, dimana aspirasi kelompok diberi kebebasan, dan dimana orang-orang secara terus-menerus belajar mempelajari (learning to learn) sesuatu secara bersama” (Seng, 1990).

Di samping itu ada satu definisi yang mencoba menguraikannya secara lebih komprehensif. "Organisasi belajar adalah organisasi yang di dalamnya terdapat sistem, mekanisme, dan proses, yang digunakan secara kontinu oleh anggota-anggotanya guna meningkatkan kapabilitas sehingga mampu mencapai sasaran pribadinya dan komunitas di mana dia berpartisipasi (Skyrme dalam Mustafa, 2001:9).

2. Pokok Pikiran Organisasi Belajar

Beberapa pokok pikiran penting yang mencirikan organisasi belajar adalah:

a. Adaptif pada lingkungan eksternal

b. Terus-menerus meningkatkan kapabilitas untuk berubah

c. Mengembangkan kemampuan belajar secara individual dan kolektif d. Menggunakan hasil belajar untuk mencapai hasil yang lebih baik.

Pengetahuan organisasi dapat dipahami sebagai proses dimana pengetahuan baru diciptakan (Argyris & Schon, 1978; Crossan dkk; 1999; DeGeus, 1988; Dodgson, 1993; Huber, 1991; Lei dkk; 1996; Levitt & March,

1988; McGill & Slocum, 1993; Snell dkk, 1996 dalam Martinez dkk). Menurut Pedler et al dalam Ariani (2003) Organisasi belajar adalah organisasi yang mendukung kegiatan proses pembelajaran bagi semua anggota dan secara terus-menerus mengadakan perubahan. Terdapat tiga fase (tipe) belajar, yaitu: Mempelajari fakta-fakta, pengetahuan, proses, dan prosedur. Diaplikasikan pada situasi buruk yang telah diketahui.

1. Mempelajari keterampilan kerja baru yang bisa ditransfer ke situasi lain. Diaplikasikan pada situasi baru yang memerlukan perubahan. Membawa pakar dari luar organisasa merupakan cara yang bermanfaat.

2. Belajar beradaptasi, diaplikasikan pada situasi yang lebih baik. 3. Belajar mempelajari sesuatu.

Menurut Crossan dkk (1995 dalam Micaela dkk dan Buddy Ibrahim) proses belajar ini terjadi pada tiga tingkatan, yaitu tingkatan individu, tim, dan organisasi/masyarakat untuk mengaplikasikan tipe belajar diatas yaitu: 1. Tingkat Individu, Sebelum proses belajar dimulai seorang pemimpin harus

mengetahui terlebih dahulu apa yang menjadi motivasi karyawan dan pola berfikir mereka untuk melaksanakan motivasi tersebut. Apabila suasana lingkungan motivasi tercipta, maka proses belajar individu akan menjadi efektif.

2. Tingkat Tim, mengelolah tim merupakan kunci fungsi kepemimpinan untuk proses belajar tim, aktivitas tim penting untuk perbaikan kualitas, karena:

a. Kompleksitas masalah memerlukan tim lintas fungsional.

b. Kemampuan kreativitas kolektif dalam tim mempunyai efek lebih besar terhadap organisasi dari pada belajar sendiri sebagai individu.

c. Belajar bersama sebagai tim mempunyai efek besar terhadap organisasi daripada belajar sendiri sebagai individu.

d. Bila suatu tim/group belajar bersama-sama sesuatu, hal ini akan menjadi asset group maupun asset individual.

3. Organisasi

Secara berurutan sistem, strategi, struktur, prosedur dan budaya perusahaan dimana semuanya mesti diadaptasi di setiap situasi perusahaan. Jenis terakhir dari organisasi belajar dihadapi pada sistem dan budaya organisasi dengan menguasai pengetahuan dan pertukaran ide pada individu baru.

Secara umum dari literatur implementasi organisasional learning

adalah proses mendapatkan pengetahuan baru (Micaela dkk, 2008). Transfer, perluasan dan mengunakan pengetahuan adalah elemen kunci perusahaan mendapatkan terus menerus keunggulan kompetitif dan keberhasilan (Lei dkk, 1996; Miner & Mezias, 1996; Teece, 1998 dalam Micaela dkk, 2008).

Disini hubungan itu menjadi poin positif tersendiri antara pengetahuan organisasi yang efektif akan meningkatkan kemampuan organisasi (Inkepen: 2000) dan penciptaan pengetahuan baru (Grant: 1996), dengan kemampuan dan pengetahuan, OL akan membawa

perkembangan interpretasi baru akibat fakta dan situasi (Fiol: 1994). Dalam perjalanannya, OL akan menguntungkan keunggulan kompetitif. Hal ini tidak hanya terjadi di Departemen R&D tetapi organisasi keseluruhan dan akan membawa reaksi dan kontrol pada internal dan eksternal pengetahuan untuk sekarang dan aktivitas masa depan. Untuk memahaminya OL memiliki maksud ganda; disisi pertama proses mendapatkan keahlian atau “Know how” (mampu memproduksi hal baru), dan sisi kedua “Know whay” maksudnya mampu memahami dan mampu mengkonsep sebuah pengalaman (Kim: 1993) dalam Martinez, 2008:2. Lebih dari dua dekade perkembangan yang pesat di Manajemen

Mutu Terpadu (TQM) seperti kemampuan strategi untuk mendukung perusahaan dengan keunggulan kompetitif. Secara umum, peneliti berpendapat TQM memiliki efek positif terhadap penghasilan perusahaan. Selain itu banyak literatur dengan isu tertentu menghubungkan TQM dan kualitas produk dan non keuangan.

Literatur berpendapat sistem TQM dapat mengembangkan pengetahuan organisasi (OL). terbukti sekarang ini beberapa karya tulis menghasilkan sebuah sistem TQM dihubungkan dengan penciptaan pengetahuan. Sekarang ini review literatur mengindikasikan teori dasar yang mana kedepanya bagaimana sistem TQM dapat membantu organisasi untuk belajar, mereka tidak memberikan kenyataan yang dapat di generalkan.

Secara teoritis, philosophy TQM dapat dimanfaatkan untuk belajar. Beberapa pendapat berkembang dibawah ini. Ditempat pertama, TQM menekankan perkembangan personil, motivasi dan pelatihan. Keseluruhan elemen ini berada pada level individu. Menggunakan lingkaran kualitas atau tindakan indisipliner bagian kelompok untuk penyelesaian masalah menggunakan alat kualitas yang akan mendorong pengetahuan kelompok (Aune, 1998; Cruise Obrien, 1995; Hill, 1996) dalam Martinez dkk (2008). Kepemimpinan dan dukungan manajemen, akan meningkatkan pemahaman sistem keseluruhan, berupa tiang-tiang dari philosophy TQM. Hal ini menjadi iklim yang baik sebagai poin awal pengetahuan organisasi . Selanjutnya dibutuhkan tujuan terus-menerus membantu organisasi mengembangkan tehnik baru dan kemampuan (Lima dkk, 1999) dalam Martinez dkk (2008).

Banyak penelitian menghubungkan TQM dan learning (Senge: 1990). Beliau membagi menjadi bagian yang berbeda disamping OL. Bagian itu Sebagai berikut:

a. Systems thinking: orang dalam organisasi belajar bekerja dalam lingkungan sistemik. Inti berfikir sistem adalah kesadaran akan keterkaitan dirinya dalam tim, keterkaitan tim dengan organisasi, keterkaitan tim dengan lingkungan yang lebih luas lagi

b. Personal mastering: Dalam organisasi belajar, individu dan profesinya dipandang sebagai faktor yang krusial untuk membawa keberhasilan organisasi. Oleh karena itu individu tidak boleh berhenti belajar. Dia

harus memiliki visi (mimpi) pribadi, harus kreatif, dan harus komit pada kebenaran. 7 Habits of Effective People.

c. Mental Models: Respon atau perilaku kita atas lingkungan dipengaruhi oleh asumsi yang ada dalam pikiran kita tentang pekerjaan dan organisasi. Kognitif. Persoalannya muncul ketika mental kita terbatas atau bahkan tidak berfungsi, sehingga menghalangi perkembangan organisasi. Dalam organisasi belajar model mental menjadi tidak terbatas, melainkan bebas dan selalu bisa berubah. Jika organisasi menginginkan berubah menjadi organisasi belajar maka harus bisa mengatasi ketakutan-ketakutan atau kecemasan-kecemasan untuk berpikir.

d. Shared Vision: Tujuan, nilai, misi akan sangat berdampak pada perilaku dalam organisasi, jika dibagikan dan dipahami bersama, dan dimiliki oleh semua anggota organisasi. Gambaran masa depan organisasi merupakan juga mimpi-mimpi indah kelompok dan individu. Visi bersama akan menghasilkan komitmen yang kokoh dari individu daripada visi yang hanya datang dari atas.

e. Team Learning: Tim senantiasa ada dalam setiap organisasi. Sebutannya bermacam-macam: departemen, unit, divisi, panitia, dan lain sebagainya. Seringkali seorang individu berfungsi di beberapa tim. Dalam organisasi individu harus mampu mendudukan dirinya dalam tim. Dia harus mampu berpikir bersama, berdialog, saling melengkapi, saling mengoreksi kesalahan. Individu melihat dirinya sendiri sebagai

satu unit yang tidak bisa terpisahkan dari unit lain, dan saling tergantung.

Dari komponen tersebut, Dervitsiotis (1998) dalam Mustafa (2001) mengkutip poin TQM memiliki persamaan dengan ciptaan dari sebuah “learning organization”, poin persamaan adalah:

a. Penciptaan budaya baru dimana perubahan yang lebih baik b. Peningkatan karyawan, di level individu dan kelompok

c. Mencoba menggabungkan pandangan setiap orang dalam organisasi

d. Menggunakan fakta sebagai dasar informasi untuk penyelesaian masalah

e. Tujuan jangka panjang adalah perioritas pada jangka pendek; f. Menggunakan pengetahuan untuk setiap wilayah tertentu

3. Ciri-Ciri Organisational Learning/ Organisasi Belajar

Adapun ciri-ciri Organisasi Belajar (Mustafa, 2001) adalah:

1)Misi dan Visi Perusahaan dinyatakan dan dipahami secara luas oleh anggota organisasi

2)Mengalirkan Misi dan Visi ke Kelompok, Divisi, dan Depatemen. 3)Misi dan Visi perusahaan merupakan inspirasi yang membimbing

kinerja setiap anggota organisasi

4)Menyediakan pelatihan berkesinambungan bagi setiap anggota di setiap tingkatan

5)Para manajer mengalirkan jenis-jenis pelatihan kepada para anak buahnya. 6)Mengembangkan budaya kerja dalam tim.

7)Memberdayakan pegawai agar mampu bekerja tanpa arahan langsung dari manajer, atau melaksanakan “continuous improvement” berdasarkan visi bersama.

8)Memelihara iklim keterbukaan

9)Mendorong eksperimen-eksperimen kerja dan keberanian mengambil resiko, dan mencegah saling menyalahkan.

10) Komunikasi terbuka agar semua pegawai “well-informed” – (tidak percaya pada rumor).

11) Memiliki mekanisme kesadaran untuk menyebarkan pengetahuan dan pemahaman

12) Keputusan diambil berdasarkan fakta

13) Di semua level, diajarkan dan diaplikasikan cara mendiaknosis, analisis, dan pengambilan keputusan

14) Konstan menilai pasar, pesaing, lingkungan, dan mengevaluasi ulang strategi-strateginya

15)Mencobakan gagasan baru, menyebarkannya jika berhasil, atau membuang dan memperbaikinya jika gagal.

16)Berinvestasi pada Litbang (R&D)

17)Sering memperkenalkan proses kerja baru, produk dan pelayanan baru 18)Secara konstan memperbaiki kapabilitas dan kinerja

19)Memahami klien atau pelanggan, dan berdialog dengan mereka secara berkesinambungan

20)Menetapkan tujuan yang jelas, dan yakin tujuan tersebut diketahui oleh semua orang

21)Mendorong semua pegawai untuk secara konstan menantang kondisi

“status quo”

22)Mengurangi permainan politik dalam perusahaan 23)Menghargai, menghargai, menghargai

24)Memperpendek siklus waktu kerja di semua proses 25)Tidak memelihara sikap “berpuas diri”

26)Memiliki pegawai yang kepuasan kerja dan kebanggaan atas pekerjaan tinggi

27)Fokus pada pencegahan ketimbang perbaikan

28)Melibatkan setiap orang dalam “continuous improvement”

4.Penciptaan Iklim Organisational Learning/OL

Adapun cara untuk mulai menciptakan iklim Organisational Learning

salah satu cara adalah :

a. Mulai dari “top” – membantu untuk memberikan daya dorong

b. Mulai dari masalah yang kronis (menahun) – selalu baik untuk memunculkan pemikiran

d. Mulai dengan mendiagnosa organisasi – Dept SDM dapat dijadikan konsultan (seharusnya)

e. Kaitkan dengan proses yang sedang berlangsung

f. Kaji ulang proses dan sistem yang ada – audit untuk mengetahui

“capability gap”

g. Kembangkan sistem baru

Penelitian yang dilakukan Moreno dkk (2005) dalam micaela dkk (2007) menemukan hubungan antara implementasi sistem TQM dan OL. Walaupun penelitiannya terfokus pada perusahaan sektor jasa, pada kenyataannya ketika mendiskusikan penelitiannya ini menyimpulkan TQM tidak hanya pada sektor manufaktur saja. Hal ini mendukung penelitian Crosby (1992) dalam Ariani (2003:223) bahwa OL mempunyai hubungan yang erat dengan TQM hal ini didasari TQM meliputi pengembangan SDM, perbaikan komunikasi, dan penggunaan informasi yang terbaru dan perubahan struktur organisasi melalui kerja tim yang multi skilled.

Dokumen terkait