• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PROFIL HARINI BAMBANG WAHONO DAN GAMBARAN

2. Kepribadian dan Motivasi Terhadap Lingkungan Hidup

Sejarah masa kecilnya menjadi dorongan dalam menekuni kepedulian terhadap lingkungan saat ini, yaitu suasana kenyamanan, teduh dan pepohonan hijau yang rindang di Pasar Legi, Solo. Ia pun menceritakan bagaimana pemerintahan kolonial belanda yang sangat tegas agar sampah diselesaikan di sumbernya dan melakukan penghijauan. Akan tetapi, keprihatinan muncul di benaknya, sekarang permasalahan lingkungan di Indonesia, terutama sampah, telah menjadi isu nasional, bahkan beberapa tahun lalu Bandung sampai pada posisi darurat sampah. Kejadian itu menurutnya sungguh miris di tengah kekaguman dunia internasional terhadap Indonesia mengenai aset udaranya yang bersih.1

Kesungguhan dan keinginan kuat Harini bermula dari pesan yang disampaikan oleh suaminya sebelum meninggal, suaminya berpesan “cintailah tanah air dan berjuanglah dengan hati”,2 dari pesan inilah ia meneruskan kecintaan terhadap tanah airnya (selama ini hanya mengendap dalam perasaannya) untuk beranjak bergerak, bersikap dan beraksi.

Selain itu, sikap dan perilaku peduli lingkungan Harini terbina dari sejak kecil oleh ayahnya, yang seorang mantri tani pada zaman penjajahan Belanda. Salah satu bentuk pembinaannya adalah dengan memberikan tangggung jawab yang sama pada masing-masing anaknya untuk menanam dan memelihara pohon buah-buahan sampai mendapatkan hasil.

1

Arsip Aplikasi STPP, Manajemen Bidang Lingkungan Hidup, (Maret 2009), h. 5 2

Seperti halnya tokoh-tokoh lain, hambatan dan tantangan pun segera datang mengujinya. Menurutnya, “siapa pun, dengan tujuan ingin memberikan kesadaran kepada masyarakat dan itu positif, maka harus menemui banyak tantangan, itu harus! tidak boleh tidak! Karena disitulah saya belajar”.3 Dalam perjalananya, tantangan itu pun tidak hanya datang dari tetangganya saja, tapi orang-orang di sekelilingnya pun sering sekali membuat wanita 77 tahun ini putus asa.

Tantangan itu bisa tergambar dalam ceritanya sekitar beberapa tahun yang lalu. Saat itu di rumahnya, yang mungil itu, kedatangan tamu besar dari pejabat tinggi negara, atas dasar kekaguman kepada tindak-tanduk Harini mengorganisasi masyarakat dalam rangka memberikan penyadaran terhadap perlindungan lingkungan, hari itu dirinya mendapat pujian tinggi. Harini pun merasakan uforia keberhasilan. Sejak saat itu, tamu-tamu dari kalangan pejabat sering melakukan kunjungan ke rumahnya. Harini melihat peristiwa ini pentinng untuk mebangun jaringan lebih luas kedepan. Tapi yang terjadi justru malah di luar dugaannya, kader-kader, teman berserta warga sekitar terjebak pada kecemburuan sosial berat, selama tiga bulan Harini tidak mendapatkan simpati. Maka peristiwa ini merupakan pelajaran berharga.

Saat ini, Harini tinggal bersama cucu-cucunya, dan ia pun menularkan kecintaannya terhadap lingkungan kepada mereka. Hasilnya, mereka menjadi kader muda terdepan di waktu ia sudah tidak sanggup memenuhi undangan pelatihan atau mengajar. Harini telah memiliki kader yang loyal (didasari atas

3

kesadaaran) terhadap aktivitasnya, bahkan mereka pun sudah mampu melakukan kaderisasi ke luar.

Kini, setelah hampir seperempat abad tinggal di Kampung Banjarsari ini, murid-murid sekolah dasar, aktivis PKK, kepala desa, aktivis lingkungan, mahasiswa, profesor, hingga menteri pernah menyinggahi rumah sederhananya. Sepetak ruangan rumahnya yang sederhana menjadi tempat pelatihan pengolahan sampah terpadu, penghijauan pekarangan rumah, pelatihan bahasa Inggris bagi anak-anak sekitarnya dan lain sebagainya.

Kepribadian Harini yang ramah, toleran, kuat dan berkarakter tidak lepas dari pengalaman dalam menghadapi tantangan yang telah silih berganti menerpanya. Sampai saat ini, ia selalu berpesan kepada generasi muda untuk memulai sesuatunya dari hati, persoalan teknis (metode atau cara) mengenai apa yang baik menurutnya itu akan mengikuti, asalkan ada keinginan untuk terus belajar. Keinginan terus belajar dari seorang pemimpin atau leader jelas sangat dibutuhkan, maka untuk hal ini tidak ada tawar-menawar. Sosok suami dan pesan sejarah hidupnya baik masa kecil maupun sekarang memberikan kekuatan melampaui harapannya sendiri. Dalam bersikap, ia selalu memberi penghargaan kepada orang lain, perhatiannya tulus dan haus kritik.

Dalam keseharian selama ini, warga masyarakat Banjarsari lebih akrab memanggil “ibu Bambang:” kepada Harini, sementara anak-anak kecil lebih akrab memanggilnya “eyang”. Bagi Harini sendiri sebetulnya lebih nyaman dipanggil ibu Bambang, menurutnya panggilan itu terkesan sederhana dan lebih akrab. Tapi Harini tidak merasa nyaman ketika ada orang yang

memanggilnya “embah”, karena panggilan itu biasaya diasosiasikan kepada perempuan senja yang tidak produktif.

3. Tiga Tokoh Utama

Kesadaran masyarakat mengenai lingkungan tidak serta merta terjadi, ada beberapa faktor yang membentuknya, salah satunya adalah inisiatif lokal. Akan tetapi, ada keunikan lain dari inisiatif lokal di Kampung Banjarsari ini yaitu motor penggerak awal dan sentralnya para kaum perempuan (ibu-ibu rumah tangga). Dari hasil identifikasi awal ada tiga tokoh utama yaitu, Harini Bambang Wahono, Ibu Agustin Riyanto dan Ibu Nina Sidle.

Dari ketiga tokoh itu, Harini merupakan perintis dan memiliki pengaruh yang paling besar terhadap sejarah terbentuknya kesadaran masyarakat Kampung Banjarsari. Hal ini tebukti dari inisiatif awal yang dibangunnya pada tahun 1970-an, saat itu Harini

Kepribadian yang lugas, tegas, integritas tinggi, pantang menyerah, dan mudah bergaul memberikan nilai lebih dalam proses penyadaran masyarakat. Pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya sangat luas dan berperan pada berbagai lapisan masyarakat.

Sementara dua tokoh lainnya memiliki fungsi dan tanggung jawab lebih khusus, Ibu Agustin misalnya, ia lebih berperan terhadap tugas edukasi dan pemberian model, karena keahlian yang dimilikinya lebih kepada hal-hal teknis seperti pemanfaatan dan pengelolaan sampah. Lalu, Ibu Nina Sidle lebih fokus pada penyadaran lingkungan untuk masyarakat menengah atas, karena secara ekonomi dan pergaulan posisi tawarnya lebih tinggi.4

4

Dari hasil wawancara dengan salah satu anggota masyarakat RW 08 Banjarsari, mamandang Harini sebagai sosok yang terbuka, terus belajar dengan kegagalan yang ada dan sabar.5

B. Gambaran Umum Kampung Banjarsari Cilandak Barat Jakarta Selatan

Dokumen terkait