(Studi Ketokohan Harini Bambang Wahono dalam Melakukan Pengorganisasian Masyarakat di Kampung Banjarsari RW 08 Kel. Cilandak
Barat Kec. Cilandak Jakarta Selatan)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
B U H O R I
106054103692KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
DALAM MENINGKATKAN KESADARAN LINGKUNGAN (Studi Ketokohan Harini Bambang Wahono dalam Melakukan Pengorganisasian Masyarakat di Kampung Banjarsari Rw 08 Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak Jakarta Selatan)” telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi pada tanggal 21 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana untuk Program Strata 1 (S-1) pada Konsentrasi Kesejahteraan Sosial Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam.
Jakarta, 21 Desember 2010
Sidang Munaqosyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. Wahidin Saputra, MA Ahmad Zaky, Msi
NIP. 197009031996031001 NIP. 150411158
Anggota:
Penguji I Penguji II
Siti Nafsiyah, MSW Lisma D Fuaida, M.Si
NIP. 19740101 200112 2002 NIP. 198005272007102001
Pembimbing
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Jakarta, 20 September 2010
i Buhori
MODEL PENGORGANISASIAN MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN KESADARAN LINGKUNGAN
(Studi Ketokohan Harini Bambang dalam Melakukan Pengorganisasian Wahono di Kampung Banjarsari Rw 08 Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak Jakarta Selatan)
Permasalahan lingkungan telah lama disadari sebagai ancaman serius bagi kehidupan manusia sehingga dalam penanggulangannya telah dilakukan tindakan nyata. Ironisnya, peristiwa-peristiwa yang ditakutkan seperti bencana alam, kekeringan, keracunan, punahnya hewan dan tumbuhan, naiknya permukaan laut dan tenggelamnya berbagai pulau serta lain sebagainya telah datang silih berganti pada setiap tahunnya. Ini terjadi karena penanggulangan masih bersifat parsial.
Penanggulangan secara komprehensif merupakan tuntutan mendesak saat ini. Salah satu upaya itu adalah membangun paradigma pembangunan yang berorientasi ramah lingkungan dan berbasis pemberdayaan masyarakat. Pengorganisasian masyarakat sebagai bagian dari pemberdayaan masyarakat menjadi alternatif cara organisator Harini Bambang Wahono dalam membangun kesadaran lingkungan masyarakat di Kampung Banjarsari RW 08 Kel.Cilandak Barat Kec. Cilandak Jakarta Selatan. Kontribusi positif Harini terhadap lingkungannya ikut mendorong inisiatif lokal di berbagai daerah lain.
Atas dasar itu, meneliti model pengorganisasian masyarakat dalam meningkatkan kesadaran lingkungan yang dilakukan oleh Harini Bambang Wahono di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak Jakarta Selatan menjadi penting bagi peneliti. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dimana peneliti sendiri menjadi instrument penelitiannya. Untuk memperoleh data yang valid, peneliti melakukan wawancara kepada perwakilan dari tiga unsur yaitu praktisi 1 orang, kader 1 orang, 2 orang masyarakat biasa dan 2 orang kepemerintahan. Selain itu, untuk memperkuat data yang diperoleh dari hasil wawancara, peneliti juga melakukan triangulasi data pada pengamatan dan dokumentasi.
Alhamdulillah, pujian setinggi-tingginya penulis panjatkan kepada Allah
SWT Tuhan semesta alam, Tuhan yang telah menjadikan langit dan bumi ini
penuh dengan tanda-tanda kebesaranNnya, penguasa kehidupan dan penentu
kematian atas segala anugrah, nikmat, dan petunjuk yang dikaruniakanNya
sehingga penulis bisa memikirkan, merefleksikan dan menuangkan pikiran dalam
bentuk tulisan ini. Shalawat dan salam semoga selalu disampaikan untuk
junjungan nabi besar Muhammad Saw, beserta keluarga, sahabat dan para
pengikut setianya.
Suatu kenikmatan yang luar biasa yang tidak bisa diungkapkan dengan
kuasa kata setelah rampungnya skripsi ini. Harus diakui, dengan serba
keterbatasan yang ada sangatlah berat menyelesaikan skripsi ini, akan tetapi
motivasi dalam diri penulis mendongkrak semangat dan memecah
hambatan-hambatan yang ada.
Skripsi ini berjudul “Model Pengorganisasian Masyarakat dalam
Meningkatkan Kesadaran Lingkungan (Studi Ketokohan Harini Bambang
Wahono dalam Melakukan Pengorganisasian Masyarakat di Kampung
Banjarsari Rw 08 Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak Jakarta Selatan)”.
Judul ini lahir dari munculnya kekaguman penulis terhadap usaha yang telah
dilakukan oleh Harini Bambang Wahono dalam melakukan penyadaran
Harapan penulis, skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif terhadap
wawasan mahasiswa secara umum, khususnya mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan,
maka kritik yang membangun tentu menjadi asupan yang sangat penting.
Perlu penulis sampaikan, banyak sekali orang yang berjasa dan membantu
dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua
orang tua penulis, berkat doa dan wejangan-wejangan mereka sehingga penulis
mampu menangkap sari-sari pengalaman dan memecah kebuntuan dalam
menghadapi permasalahan. Kepada kakak-kakaku dan adik-adiku yang
bahu-membahu mendorong penulis menyelesaikan skripsi ini. Dukungan moril dan
materil ini memberikan sumbangsih besar dalam penyelesaian skripsi ini, semoga
Allah Swt membalas kebaikan dan cinta yang mereka berikan dengan balasan
yang berlipat. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada:
1. Ismet Firdaus, M.Si, selaku pembimbing yang dengan tulus memberikan
pengarahan, petunjuk dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
2. Bapak Dr. Arief Subhan, MA, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas wejangannya.
3. Bapak Drs. Wahidin Saputra, MA, selaku Pembantu Dekan I Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, atas
bimbingannya.
5. Bapak Drs. Study Rizal LK, MA, Pembantu Dekan III Fakultas Dakwah
dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terimakasih atas
kritiknya.
6. Ibu Siti Nafsiyah, MSW ketua Jurusan Konsentrasi Kesejahteraan Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas arahannya.
7. Dosen-dosen Konsentrasi Kesejahteraan Sosial yang telah mendidik dan
memberikan dispensasi waktunya terhadap skripsi ini.
8. Kepada teman-teman FORMACI (Forum Mahasiswa Ciputat), HIMA
Persis Ciputat, BEM Jurusan Kesejahteraan Sosial periode 2008-2009,
BEM Fakultas Dakwah periode 2010-2011, KOMFAKDA periode
2008-2009, AIC (Aula Insan Cita) era 2008-2008-2009, kosan (Cak Roeney, A Gyn,
Cak May, Chui, Dani, Adit, Kambing, Alfi dan Angel) dan cak-cak yang
lain atas perjuangannya.
Akhirnya, segala kebenaran hanya milik-Nya, semoga Allah SWT
membalas jasa kebaikan mereka dengan balasan yang setimpal. Dan
mudah-mudahan skripsi ini membawa angin segar terhadap berbagai permasalahan
lingkungan yang berkembang.
1. Bagan Alur Penelitian ... 13
2. Peta Wilayah RW 08 Kapung Banjarsari ... 39
3. Strategi Perubahan Dasar ... 48
4. Alur Karakteristik Taktik dan Teknik Perubahan ... 51
5. Peran Praktisi yang Menonjol ... 52
6. Alur Media Perubahan ... 55
7. Irisan Indikator Pengorganisasian Masyarakat ... 60
8. Alur Model Pengorganisasian Masyarakat ... 66
ABSTRAK ... i
B. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah ... 8
1. Pembatasan Masalah ... 8
2. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 9
1. Tujuan Penelitian ... 9
2. Manfaat Penelitian ... 9
D. Metodologi Penelitian ... 10
E. Pedoman Penulisan Skripsi ... 14
F. Tinjauan Pustaka ... 14
G. Sistematika Penulisan ... 15
BAB II LANDASAN TEORI A. Model Pengorganisasian Masyarakat ... 17
1. Pengertian Model ... 17
2. Pengertian Pengorganisasian ... 18
3. Pengertian Masyarakat ... 19
4. Pengertian Pengorganisasian Masyarakat ... 20
B. Pemberdayaan Masyarakat ... 29
C. Kesadaran Lingkungan... 30
D. Modal Sosial ... 31
BAB III PROFIL HARINI BAMBANG WAHONO DAN GAMBARAN UMUM KAMPUNG BANJARSARI CILANDAK BARAT JAKARTA SELATAN A. Profil Harini Bambang Wahono... 32
1. Aktivitas dan Prestasi ... 32
2. Kepribadian dan Motivasi Terhadap Lingkungan Hidup ... 34
B. Gambaran Umum Kampung Banjarsari ... 38
1. Sejarah Berdirinya Kampung Banjarsari ... 38
5. Kondisi Demografis Kampung Banjarsari ... 41
6. Aktivitas dan Kelembagaan Masyarakat ... 43
BAB IV PRESENTASI DAN ANALISA DATA A. Identifikasi Model Pengorganisasian Masyarakat ... 46
1. Tujuan Tindakan ... 48
2. Pandangan Mengenai Struktur Komunitas dan Permasalahannya ... 48
3. Strategi Perubahan Dasar ... 49
4. Karakteristik Taktik dan Teknik Perubahan Dasar ... 51
5. Peran Praktisi yang Menonjol ... 53
6. Media Perubahan Dasar ... 55
7. Orientasi Terhadap Strutur Kekuasaan ... 57
8. Batasan Definisi Sistem Klien ... 58
9. Pandangan Mengenai Kepentingan dari Kelompok ... 59
10.Konsepsi Mengenai Populasi Klien ... 60
11.Konsepsi Mengenai Peran Klien ... 60
B. Penjelasan Model Pengorganisasian ... 61
C. Alur Pengorganisasian Kampung Banjarsari ... 63
1. Persiapan Pada Diri Praktisi ... 63
2. Interaksi/Pendekatan dengan Masyarakat ... 64
3. Membangun Kontak ... 65
4. Diskusi Kelompok Melalui Forum Warga ... 65
5. Membuat Aturan atau Komitmen... 65
6. Pemetaan Permasalahan ... 66
7. Pembentukan Kelompok Kecil ... 66
8. Perencanaan Pengorganisasian... 67
9. Pembentukan Organisasi ... 67
10.Membangun Jaringan ... 67
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 71
B. Saran-saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA
1 A. Latar Belakang Masalah
Seperti yang kita ketahui, tren pembangunan di segala bidang merupakan
tuntutan dari peningkatan penduduk yang cepat dan kebutuhan akan kesejahteraan
hidup dengan standar kehidupan yang lebih baik. Hal tersebut tentunya bertujuan
untuk melepaskan masyarakat dari kemiskinan dan memberikan harapan yang
lebih baik di masa yang akan datang. Lebih jauh, pemerintah telah lama
memberikan pemahaman dan rangsangan kepada masyarakat untuk dapat
memecahkan permasalahannya sendiri, namun yang terjadi pembangunan justru
menjadi pemicu bagi timbulnya permasalahan yang baru, sehingga tujuan yang
hendak dicapai semakin jauh dari yang diinginkan. Salah satu permasalahan yang
sering muncul seiring dengan peningkatan pembangunan adalah permasalahan
lingkungan hidup.
Saat ini, pertimbangan aspek lingkungan hidup selalu diabaikan dalam
program-program perencanaan pembangunan, beberapa indikasi mengenai hal itu
diantaranya semakin berkurangnya kebutuhan dasar masyarakat seperti
pencemaran lingkungan air, tanah dan udara. Program pembangunan yang
mengarah pada eksploitasi sumberdaya alam pada kenyataannya dapat merusak
tatanan sosial dan keseimbangan kemanusiaan; merusak kehidupan masyarakat
dan sumberdaya hutan dan tanah, menimbulkan penyakit, dan menurunkan
Dampak dari pembangunan yang salah urus itu sudah banyak terdengar
kasusnya di Indonesia, seperti beberapa eksploitasi alam yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan kecil sampai berskala nasional dan multi nasional.
Dampak ini pun tidak hanya terjadi di tanah air yang kita diami ini saja, di
belahan dunia yang lain dampaknya sudah terjadi sedemikian hebat, seperti yang
terjadi di Amerika Serikat, yaitu sebagai berikut:
Peristiwa NEPA 1969, peristiwa ini adalah reaksi terhadap kerusakan lingkungan oleh aktivitas manusia yang makin meningkat, antara lain tercemarnya lingkungan oleh pestisida serta limbah insdustri dan transportasi, rusaknya habitat tumbuhan dan hewan langka, serta menurunnya nilai estetika alam. Sejak permulaan tahun 1950-an Los Angeles di negara bagian Kalifornia, Amerika Serikat, telah terganggu oleh asap-kabut atau asbut (smog = smoke + fog), yang menyelubungi kota, mengganggu kesehatan dan merusak tanaman. Asbut berasal dari gas limbah kendaraan dan pabrik yang mengalami fotooksidasi dan terdiri atas ozon, peroksiasetil nitrat (PAN), nitrogenoksida, dan zat lainnya. Dengan adanya inversi termal di udara pada waktu-waktu tertentu, asbut terperangkap di udara di atas kota.1
Peristiwa di atas mengundang reaksi dari masyarakat luas dengan beragam
cara, mulai dari melakukan demonstrasi lingkungan, peningkatan riset-riset
mengenai dampak lingkungan sampai pada tulisan-tulisan keprihatinan baik
dalam bentuk novel atau karya ilmiah. Dalam buku Analisis Dampak Lingkungan
dijelaskan reaksi Rachel Carson dalam karyanya, seperti berikut :
Pada tahun 1962 terbit buku Rachel Carson yang berjudul The Silent
Spring (Musim Semi Yang Sunyi). Dalam Bab I bukunya itu Carson
antara lain menyatakan: “Penyakit misterius telah menyerang ayam; sapi serta domba sakit dan mati. Di mana-mana terdapat bayangan kematian. Para petani berbicara tentang banyaknya kematian dalam keluarga mereka. Para dokter mengahadapi teka-teki penyakit baru. Kematian tiba-tiba yang tidak dapat diterangkan penyebabnya terjadi di antara orang dewasa maupun anak-anak yang tiba-tiba menjadi sakit waktu bermain-main dan meninggal dalam waktu beberapa jam.2
1
Otto Soemarwoto, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, (Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 2005), cet 11, h. 1
2
Isi dalam buku tersebut setidaknya memberikan makna mengenai ancaman
serius dari dampak lingkungan yang sudah menjadi isu dunia. Hasilnya, Carson
mendapat perhatian luas dan memberikan dorongan positif bagi kesadaran
masyarakat luas dari berbagai kalangan awam, akademisi, politikus, agamawan
sampai pada profesional bisnis.
Beberapa bukti itu menunjukan bahwa isu mengenai perlindungan
lingkungan merupakan permasalahan paling mendesak yang dihadapi umat
manusia saat ini. Akan tetapi sepertinya belum tumbuh kesadaran manusia untuk
memahami pentingnya menjaga kelestarian lingkungan secara utuh sehingga
harus dipikirkan cara penanggulangan yang komprehensif.
Berbarengan dengan upaya penanggulangan permasalahan lingkungan,
dewasa ini telah muncul beberapa upaya-upaya rekonstruksi paradigma
pembangunan berbasis ramah lingkungan hingga tataran praktis, baik melalui
jalur dialogal maupun radikal. Pada jalur dialogal para politsi, akademisi
/profesional memainkan peranan penting, terutama kontribusinya terhadap
beberapa undang-undang atau peraturan yang mengarah pada perbaikan
lingkungan. Praktisi/aktivis bergerak pada jalur radikal, yaitu bagaimana mereka
menularkan pandangan-pandangan hingga pada titik kesadaran masyarakat.
Namun seringkali usaha-usaha di atas terpotong di tengah jalan, bahkan
menyerah sebelum “perang”. Hal ini membuktikan masih mendominasinya
kepentingan-kepentingan sesaat yang berujung pada kerugian lingkungan. Maka,
menjadi persyaratan mutlak bagi pemerintah untuk memposisikan diri secara tegas
terhadap penyelamatan lingkungan. Ketegasan itu harus didukung dengan
membutuhkan keseriusan dan partisipasi seluruh unsur yang terkait. Konsep
perubahan kesadaran pada akar rumput (bottom-up) saat ini penting dipikirkan
oleh pemerintah, karena hal ini akan terjadi aksi yang terintegrasi antara
pemerintah dan masyarakat (bottom-up plus top-bottom) dalam menghadapi
persoalan lingkungan kini dan masa depan. Jika partisipasi yang terintegrasi telah
terjadi, maka pemerintah tidak lagi menanggung beban permasalahan sendirian.
Padahal, agama telah jelas memproklamirkan mengenai pentingnya
menjaga alam dan lingkungannya. Seperti ajakan Nabi Muhammad kepada
umatnya, Nabi bersabda:
Kebersihan itu sebagian dari pada Iman.3
Sabda nabi di atas menjadi tanda mengenai ketegasan Nabi terhadap
pentingnya memelihara lingkungan.
Sejalan dengan hadits nabi mengenai upaya tegas dalam merespon
permasalahan lingkungan ini, yaitu melakukan penghijauan dan pengelolaan
sampah oleh masyarakat Kampung Banjarsari RW 08 Kel. Cilandak Barat Kec.
Cilandak Jakarta Selatan. Mereka telah sadar bahwa pelestarian dan
penyelamatan lingkungan akan berdampak langsung pada berbagai permasalahan
lainnya, misalnya; penyakit menular atau bencana alam. Maka, hal ini patut
diberikan apresiasi yang tinggi.
Perilaku sadar lingkungan masyarakat Kampung Banjarsari ini tidak serta
merta terjadi, dari pengamatan pendahuluan, ada satu tokoh masyarakat setempat
yang mengorganisir perubahan ini. Namanya Harini Bambang Wahono, wanita
3
berusia 75 tahun ini memiliki semangat pemberdayaan masyarakat yang
berorientasi lingkungan yang luar biasa!. Berkat wanita ini dan kepercayan
UNESCO menjadikan Kampung Banjarsari sebagai kawasan hijau percontohan di
Jakarta dan telah mendapatkan beberapa penghargaan baik nasional maupun
internasional.
Selain itu, kampung Banjarsari telah melahirkan beberapa kawasan lain yang
tidak kalah asrinya, maka kampung Banjarsari menjadi perintis dan menjadi role
model yang terus diadopsi. Ada perbedaan mendasar bagaimana Harini
membangun kesadaran lingkungan masyarakatnya, yaitu tidak melalui garis
instruksi yang biasanya muncul dari hirarkis yang dibentuk, tetapi semua proses
berbasis kesadaran.
Beberapa media baik cetak maupun elektronik telah banyak memberitakan
keberhasilan Kampung Banjarsari ini, seperti salah satu stasiun televisi Indosiar
pada program FOKUS yang menyoroti cara berfikir masyarakat dan peran Harini
Bambang Wahono, berikut petikannya:
Pernahkah anda mendengar keberadaan Kampung Banjarsari yang terletak di kawasan Cilandak Jakarta Selatan. Keberhasilan kawasan pemukiman ini menciptakan kawasan yang bersih dan asri tak terlepas dari manajemen pengelolaan sampah lingkungan yang di lakukan oleh para ibu - ibu di kawasan ini.
Sejumlah tehnik pengelolaan sampah dikembangkan sehingga sampah tak lagi menjadi limbah, namun bisa di manfaatkan untuk lingkungan.
Sampahku adalah masalahku, demikian slogan yang menjadi moto para kaum ibu PKK Banjarsari Cilandak Jakarta Selatan. Untuk menaruh perhatian pada lingkungan sejak tahun 1982. Sampah di sadari sebagai sumber masalah sehingga perlu di olah dengan baik.
Adalah sosok Harini Bambang Wahono yang menjadi salah satu perintis pengolahan sampah di Kampung Banjarsari. Bahkan di usianya yang tak lagi muda kini, ia masih giat mengajarkan tehnik pengolahan sampah kepada warga agar sampah menjadi ramah lingkungan.
Kini mulai dikembangkan pengolahan dengan sistem ifektif makro organizam (IM). Dimana larutan tersebut dicampur mulasis atau tetes tebu atau bisa juga gula pasir di dalam air tanah. Campuran ini diaduk merata pada sampah yang akan dijadikan pupuk. Teknologi ini memudahkan proses prementasi dan cepat menjadi pupuk.
Bermula dari kesadaran dalam keluarga Banjarsari berubah menjadi kampung yang asri. Bahkan Banjarsari kini menjadi sekolah kilat pengolahan sampah organik yang ramai dikunjungi warga dari berbagai kota. (Rafael Don Bosco/Kiki Suhartono/Dv).4
Sementara majalah tempointeraktif menyoroti penghargaan dan berbagai
prestasi serta dijadikannya sebagai tujuan wisata di DKI Jakarta, berikut
penggalan beritanya:
“…Keasrian kampung Banjarsari tersiar keluar. Pada 2000, wilayah ini mendapat penghargaan sebagai juara nasional Konservasi Alam dan Penghijauan dari Departemen Pertanian dan Kehutanan. Setahun kemudian, Presiden Megawati Soekarnoputri menganugerahkan penghargaan Kalpataru bagi Harini, kini 76 tahun.
Pemerintah Kota Madya Jakarta Selatan juga menjadikan Banjarsari sebagai salah satu tujuan wisata di Jakarta Selatan. Banyak warga dari Jakarta dan kota lain melakukan studi banding pengelolaan lingkungan yang sehat dan bersih. Harini menyediakan kursus singkat daur ulang sampah bagi para tamu…”5
Dari uraian di atas tampak jelas bahwa peran Harini dalam hal kesadaran
lingkungan di masyarakat Banjarsari begitu sentral. Maka tidak heran dalam
beberapa pemberitaan atau permintaan terhadapnya memiliki porsi lebih besar.
Kemudian, apa yang telah dilakukan oleh Harini ini tanpa disadari
kebijakan. Dari wawancara awal, baginya sebuah sikap konsisten dan integritas
tinggi akan berujung pada inisiatif lokal yang sangat berarti dan sebagai seorang
Community Organizer beliau melihat dengan sungguh-sungguh potensi yang
dimiliki warganya. Hal lainnya adalah efek besar terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat sekitarnya, jadi ada dua keuntungan, kelestarian
lingkungan dan kesejahteraan.
Dalam ilmu kesejahteraan sosial usaha Harini ini termasuk salah satu dari
dua pendekatan pemberdayaan masyarakat, yaitu pengorganisasian masyarakat,
karena menitik beratkan pada pembangunan kesadaran masyarakat. Sementara
pendekatan pengembangan masyarakat lebih fokus pada pengembangan yang
bersifat fisik masyarakat. Usaha Harini ini menyisakan pertanyaan bagi penulis,
bagaimana model pengorganisasian masyarakat yang digunakannya.
Melakukan penelitian lebih jauh mengenai model pengorganisasian dalam
meningkatkan kesadaran lingkungan yang dilakukan oleh Harini Bambang
Wahono ini tentunya menjadi masukan yang berharga (di tengah-tengah masih
didominasinya oleh fokus peningkatan standar ekonomi bagi kesejahteraan
masyarakat), khususnya perkembangan ilmu pemberdayaan masyarakat, umunya
ilmu kesejahteraan sosial, dan untuk itu penulis menuangkannya dalam judul
skripsi “Model Pengorganisasian Masyarakat dalam Meningkatkan
Kesadaran Lingkungan (Studi Ketokohan Harini Bambang Wahono dalam
Melakukan Pengorganisasian Masyarkat di Kampung Banjarsari Rw 08 Kel.
B. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Pada penelitian ini, penulis memberikan batasan permasalahan yang
akan dipaparkan. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya perluasan
materi yang akan dibahas. Pokok masalah yang akan dibahas adalah
bagaimana model pengorganisasian masyarakat dalam meningkatkan
kesadaran lingkungan yang dilakukan oleh Harini Bambang Wahono. Model
pengorganisasian masyarakat di sini berkaitan dengan identifikasi (temuan
indikator-indikator pengorganisasian masyarakat) model pengorganisasian
masyarakat dan penjelasannya, dan alur pengorganisasian masyarakat.
2. Rumusan Masalah
Dari pembatasan masalah tersebut, penulis membuat rumusan masalah
secara garis besar, yaitu “Bagaimana model pengorganisasian masyarakat
dalam meningkatkan kesadaran lingkungan yang dilakukan oleh Harini
Bambang Wahono di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak
Jakarta Selatan?"
Secara lebih rinci dari rumusan masalah tersebut sebagai berikut:
1. Bagaimana identifikasi model pengorganisasian masyarakat dalam
meningkatkan kesadaran lingkungan yang dilakukan oleh Harini
Bambang Wahono di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec.
Cilandak Jakarta Selatan?
2. Bagaimana penjelasan model pengorganisasian masyarakat dalam
Bambang Wahono di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec.
Cilandak Jakarta Selatan?
3. Bagaimana alur pengorganisasian masyarakat dalam meningkatkan
kesadaran lingkungan yang dilakukan oleh Harini Bambang Wahono
di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun secara umum tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui
model pengorganisasian masyarakat dalam meningkatkan kesadaran
lingkungan yang dilakukan oleh Harini Bambang Wahono di Kampung
Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak Jakarta Selatan.
Secara khusus tujuan penelitian ini untuk menjelaskan:
a. Identifikasi dan penjelasan model pengorganisasian masyarakat yang
dilakukan oleh Harini Bambang Wahono dalam meningkatkan
keasadaran lingkungan di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat
Kec. Cilandak Jakarta Selatan.
b. Alur pengorganisasian masyarakat yang dilakukan oleh Harini
Bambang Wahono dalam meningkatkan kesadaran lingkungan di
Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak Jakarta
Selatan.
2. Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian yang dilakukan ini, peneliti berharap hasilnya
a. Akademis
1) Memberikan tambahan khasanah keilmuan, khususnya di bidang
ilmu kesejahteraan sosial mengenai model-model pengorganisasian
masyarakat.
2) Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa mengenai model
pengorganisasian masyarakat yang dilakukan oleh Harini Bambang
Wahono di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec.
Cilandak Jakarta Selatan.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam melaksanakan
pengorganisasian masyarakat dalam meningkatkan kesadaran lingkungan.
D. Metodologi Penelitian
1. Unit analisis
Satuan kajian biasanya ditetapkan dalam rancangan penelitian.6 Untuk
menjaring sebanyak mungkin berbagai informasi dari berbagi sumber, maka
pencatatan datanya menggunakan sampel bertujuan (puposive sampling).
Dalam penelitian ini yang menjadi unit analisis adalah keterwakilan unsur dari
proses pengorganisasian, yaitu satu orang praktisi (wakil dari unsur
pengorganisasi), 1 orang kader, 2 orang masyarakat biasa sebagai unsur yang
diorganisasi dan 2 orang (Wakil lurah & pengurus RW 08) dari struktural
masyarakat sebagai unsur pendukung.
6
2. Pendekatan penelitian
Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor dalam Syamsir Salam menjelaskan
bahwa metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati.7 Sementara menurut Nawawi pendekatan
kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjaring
informasi dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu objek dihubungkan
dengan pemecahan suatu masalah baik dari sudut pandang teoritis maupun
praktis. Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan
informasi-informasi dalam situasi sewajarnya untuk dirumuskan menjadi suatu
generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia.8
Dari penjelasan di atas, maka pemilihan pendekatan kualitatif ini
bertujuan ingin mendapatkan gambaran model pengorganisasian dalam
meningkatkan kesadaran lingkungan di Kampung Banjarsari yang dilakukan
oleh Harini Bambang Wahono.
3. Sumber data
a. Data primer yaitu berupa data yang diperoleh dari sasaran penelitian
atau partisipan. Data primer yang penulis maksud adalah pengamatan
yang bersifat partisipatoris, artinya penulis melihat langsung proses
pengorganisasian, dan melakukan wawancara.
7
Syamsir Salam, Metode Penelitian Sosial (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h.30. 8
b. Data sekunder yaitu berupa catatan atau dokumen yang diambil dari
berbagai literatur, buku-buku, internet atau tulisan yang berhubungan
dengan masalah yang diteliti, seperti brosur, modul-modul pelatihan
arsip, dan lain-lain.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:
c. Pengamatan, dalam hal ini penulis melakukan pengamatan secara
langsung terhadap bagaimana proses dan model pengorganisasian
dalam meningkatkan kesadaran lingkungan.
d. Interview atau wawancara, merupakan suatu alat pengumpulan
informasi secara langsung tentang beberapa jenis data.9 Alat yang
digunakan dalam pencatatan data berupa alat tulis dan rekaman melalui
Hand Phone (HP).
e. Dokumentasi, hal ini digunakan untuk memperoleh data yang tidak
diperoleh dengan pengamatan dan interview, tetapi hanya diperoleh
dengan cara melakukan penelusuran data dengan menelaah buku,
majalah, surat kabar, jurnal, internet, modul-modul pelatihan dan
sumber lain yang berkaitan dengan apa yang sedang diteliti oleh
penulis.
5. Analisis Data
Dalam melakukan analisa data penulis menggunakan teknik biografi,
dimana langkah-langkah analisis data dimulai dari mengorganisir file
pengalaman objektif tentang hidup objek penelitian seperti perjalanan hidup,
9
beberapa karya, penghargaan atau prestasi dan kontribusi yang pernah
dilakukan.
Peneliti menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu cara
melaporkan data dengan menerangkan, memberi gambaran dan
mengklasifikasikan serta menginterpreasikan data yang terkumpul secara apa
adanya kemudian disimpulkan.10
6. Keabsahan Data
Pada teknik keabsahan data, penulis melakukan diskusi secara analitis
dimana hasil penelitian sementara diekspos. Kemudian, dilakukan pola
pengoreksian bersama teman sejawat untuk kemudian melakukan perbaikan
secara terus menerus dan menfokuskan pada isu yang sedang diteliti. Teknik
pemeriksaan keabsahan data memiliki beberapa kriteria, yaitu :
a. Kredibilitas dengan teknik triangulasi yaitu memeriksa keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain.11 Adapun teknik triangulasi
yang dilakukan adalah triangulasi metode yaitu membandingkan
pandangan seseorang dengan dokumentasi. Dalam hal ini penulis
membandingkan pandangan seseorang dengan dokumentasi yang ada.
b. Keajegan pengamatan dengan maksud menemukan ciri-ciri dan
unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan isu yang sedang dicari,
kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.12 Pada
penelitian ini penulis hanya memusatkan jawaban sesuai dengan
rumusan masalah saja.
10
UI, Materi Mata Kuliah Metode Penelitian Sosial, h. 34. 11
Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, h. 330. 12
7. Bagan Alur Penelitian
Secara ringkas, metodologi yang digunakan dalam penelitian ini dapat
di lihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 1. Bagan Alur Penelitian
E. Pedoman Penulisan Skripsi
Untuk tujuan mempermudah, teknik penulisan yang dilakukan dalam
skripsi ini merujuk pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” yang
ditertbitkan oleh CeQda UIN Jakarta 2008.
F. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, penulis melakukan tinjauan pustaka pada tugas akhir
yang berjudul “Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (Studi Kasus Rt 02 Rw
07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota
Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat”, yang disusun oleh Merry Silalahi
mahasiswi Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. OBSERVASI
1. MELIHAT 2. MENDENGAR
ANALISA DATA HASIL
STUDI LITERATUR
INTERPRETASI KATEGORISASI IDENTIFIKASI PENGUMPULAN
DATA
WAWANCARA MENDALAM
Penelitian tersebut memberikan gambaran tentang pengelolaan sampah
berbasis masyarakat yang diterapkan oleh komunitas Komplek Perumahan Dwi
Ratna dengan membuat pupuk kompos yang dilakukan secara individu dan
membuat kerajinan tangan secara berkelompok. Selain itu, pengembangan
pengelolaan sampah dipinggiran Sungai Kapuas memerlukan pengembangan
masyarakat dan pengembangan teknologi yang didukung oleh pemerintah.
Adapun permasalahan yang dihadapi masyarakat untuk dapat melaksanakan
pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah kepemimpinan ketua RT dan
komunikasi pemerintah dan masyarakat.13
Melakukan tinjauan pustaka pada tesis tersebut merupakan ketertarikan
penulis dalam studi proses pemberdayaan (pengelolaan sampah) berbasis
masyarakat. Apa yang dilakukan penelitian skripsi ini tentu menjadi bahan
perbandingan terhadap tesis tersebut.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metodologi penelitian, pedoman penulisan skripsi,
tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II Landasan teori, yang terdiri dari:
13
Pertama, model pengorganisasian masyarakat, yang di dalamnya
menguraikan tentang pengertian model, pengorganisasian,
masyarakat, pengorganisasian masyarakat, dan model-model
pengorganisasian masyarakat.
Kedua, pemberdayaan masyarakat, yang menguraikan tentang
pengertian pemberdayaan masyarakat.
Ketiga, kesadaran lingkungan, yang menguraikan tentang
pengertian kesadaran, lingkungan, dan kesadaran lingkungan.
Keempat, modal sosial, yang menguraikan tentang pengertian
modal sosial.
BAB III Profil Harini Bambang Wahono dan Gambaran Umum Kampung
Banjarsari Cilandak Barat Jakarta Selatan, menguraikan tentang
aktifitas dan prestasi, kepribadian dan motivasi terhadap
lingkungan hidup, tiga tokoh utama, sejarah berdirinya RW 08,
letak dan kondisi geografis Kelurahan Cilandak Barat, kondisi
demografis Kelurahan Cilandak Barat, kondisi geografis dan akses
menuju lokasi RW 08 Banjarsari, kondisi demografi RW 08
Kampung Banjarsari, serta aktivitas dan kelembagaan masyarakat.
BAB IV Hasil penelitian, menguraikan tentang identifikasi model
pengorganisasian masyarakat (menjelaskan temuan-temuan
indikator-indikator pengorganisasian masyarakat) dan penjelasan
model pengorganisasiannya, dan alur pengorganisasian
masyarakat.
17 A. Model Pengorganisasian Masyarakat
Model pengorganisasian masyarakat merupakan kalimat yang terdiri dari
tiga kata yang membentuknya yaitu, model-pengorganisasian-masyarakat. Pada
kata pengorganisasian terdapat kata dasar organisasi, maka penjelasan secara
terpisah mengenai makna atau maksud arti dari kata-kata itu menjadi penting
(dimaksudkan untuk menghindari kekeliruan atau maksud yang bias karena
adanya perbedaan dari pemaknaan) sebelum mendefinisikan secara keseluruhan
kalimat model pengorganisasian masyarakat.
1. Pengertian Model
Di sini penulis menuliskan dua sumber yang mengartikan kata model
yaitu, menurut Kamus Ilmiah Populer, kata model berarti bentuk mode; bentuk rupa bentuk; contoh.1 Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata model diartikan sebagai (1) pola (contoh, acuan, ragam, dsb), sesuatu yang akan
dibuat atau dihasilkan; (2) orang yang dipakai sebagai contoh untuk dilukis
(difoto); (3) orang yang (pekerjaannya) memperagakan contoh pakaian yang
akan dipasarkan; (4)barang tiruan yang kecil dengan bentuk (rupa) tepat benar
seperti yang ditiru.2
1
Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: ARKOLA, 2001), h. 476
2
Dari dua pengertian di atas, penulis mendefinisikan kata model ini
(terutama hubungannya dengan model pengorganisasian masyarakat) lebih
kepada contoh, bentuk (non fisik) atau pola.
2. Pengertian Pengorganisasian
Kata pengorganisasian memiliki kata dasar organisasi, maka
pengertian kata pengorganisasian dimulai dari kata organisasi. Menurut
Kamus Ilmiah Populer, kata organisasi berarti penyusunan dan pengaturan bagian-bagian hingga menjadi suatu kesatuan; susunan dan aturan dari
berbagai bagian sehingga merupakan kesatuan yang teratur; gabungan kerja
sama (untuk mencapai tujuan tertentu).3 Sementara dalam Kamus Populer Lengkap, kata organisasi diartikan sebagai suatu persatuan atau keadaan kesatuan, susunan yang teratur dan berdisiplin.4 Dalam Kamus Bahasa
Indonesia, kata organisasi berarti susunan atau kesatuan dari berbagai-bagai bagian (orang) sehingga merupakan kesatuan yang teratur. Menurut James L.
Gibson, John M. Ivencevich, James H Donnely Jr. organisasi didefinisikan
sebagai kesatuan yang memungkinkan anggota mencapai tujuan yang tidak
dapat dicapai melalui tindakan individu secara terpisah.5
Tentang pengorganisasian, ada dua sumber dimana masing-masing
memberikan pengertian sedikit berbeda. Hani Handoko mengartikan
pengorganisasian sebagai suatu proses untuk merancang struktur formal,
mengelompokan dan mengatur serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan di
antara para anggota organisasi, agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan
3
Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, h. 547 4
Tigor Pangaribuan, Kamus Populer Lengkap, (Bandung: Pustaka Setia, 1996), h. 119 5
efisien.6 Sementara menurut Ida Indrawati mendefinisikan organisasi sebagai
proses penyusunan pembagian kerja ke dalam unit-unit kerja dan fungsinya
beserta penetapannya dengan cara yang tepat mengenai orang-orangnya
(staffing) yang harus menduduki fungsi-fungsi itu beriktu penentuannya
dengan tepat tentang hubungan wewenang dan tanggung jawab.7
Dari berbagai pendapat tersebut, penulis berusaha memberikan
pengertian tentang pengorganisasian secara lebih jelas yaitu, pengorganisasian
merupakan proses pengelompokan, penyatuan, dan pengaturan orang-orang
untuk dapat digerakan/dimobilisasi sebagai suatu kesatuan (semuanya atas
dasar kesadaran dari masing-masing anggota, bukan berdasarkan instruksi),
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan dengan tujuan mencapai
cita-cita yang diharapkan/ditetapkan.
3. Pengertian Masyarakat
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, ada dua pengertian masyarakat yaitu
( (1) sekumpulan orang yang hidup bersama pada suatu tempat atau wilayah
dengan ikatan aturan tertentu; (2) segolongan orang yang memiliki kesamaan
tertentu.8 Pengertian masyarakat menurut Alexis de Tocqueville (Hikam,
1996) yaitu sebagai wilayah sosial yang teroganisasikan dan bercirikan antara
lain: kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self-generating), dan
keswadayaan (self-suporting), dan memiliki kemandirian yang tinggi bila
6
Dydiet Hardjito, Teori Organisasi Dan Teknik Pengorganisasian, h. 76 7
Ida Indrawati, Tanya-Jawab Pengantar Manajemen Organisasi, (Bandung: CV. ARMICO, 1988), h. 9
8
berhadapan dengan negara, serta mempunyai keterikatan dengan norma-norma
atau nilai-nilai hukum yang diikuti.9
Ada dua konsep masyarakat (Mayo, 1998:162)10 yang penulis
gabungkan sehingga masyarakat didefinisikan sebagai sebuah “tempat
bersama”,yakni sebuah wilayah geografis yang sama dengan dasar
“kepentingan bersama”, yakni kesamaan kepentingan berdasarkan kebudayaan
dan identitas.
4. Pengertian Pengorganisasian Masyarakat
Pengorganisasian Masyarakat adalah suatu kegiatan yang dilakukan
oleh individu-individu atau sekumpulan orang yang didorong oleh
kesadarannya tentang berbagai persoalan di masyarakat, kemudian berupaya
untuk melakukan perubahan bersama-sama masyarakat dengan menggunakan
segala potensi yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Selain itu,
pengorganisasian juga bertugas untuk mencapai cita-cita masyarakat sipil
yang dicita-citakan. Untuk melakukan pengorganisasian masyarakat terlebih
dahulu para pendamping / community organizer harus mempunyai
kemampuan untuk memahami berbagai hal mengenai pengorganisasian
masyarakat dan mampu mentransfer pemahamannya pada masyarakat.11
Istilah ‘pengorganisasian rakyat’ atau yang dikenal dengan
pengorganisasian masyarakat mengandung pengertian yang luas dari kedua
akar katanya. Istilah rakyat tidak hanya terbatas pada perkauman (community)
yang khas dalam konteks yang lebih luas, juga pada masyarakat (society) pada
9
Modul Pelatihan Pengorganisasian Rakyat, (Jakarta: Indonesian Institute for Civil Society (INCIS), 2003), cet. Ke-1, hal. 14
10
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: Anggota IKAPI, 2005) hal. 57
11
umumnya. Pengorganisasian lebih dimaknai sebagai suatu kerangka
menyeluruh dalam rangka memecahkan masalah ketidakadilan sekaligus
membangun tatanan yang lebih adil.12
Dari beberapa pengertian di atas, penulis mendefinisikan
pengorganisasian masyarakat ini sebagai upaya menyeluruh yang dilakukan
oleh individu-individu atau sekumpulan orang atas dasar kesadaran sendiri
untuk mencapai cita-cita atau harapan dan keluar dari permasalahan yang
dihadapi secara mandiri. Dalam proses pengorganisasian masyarakat ada
beberapa faktor inti, misalnya peran aktor pengorganisasi. Namun, faktor lain
dari diri aktor ini juga berpengaruh yaitu sifat kepemimpinan, cara atau
pendekatan yang dilakukan dan usaha teru menerus (kontinue).
Terkait dengan model praktek pengorganisasian masyarakat, Rothman dan
Tropman membaginya ke dalam 3 model, yaitu pengorganisasian masyarakat
lokal (locality development model), perencanaan sosial (social planning), dan aksi
sosial (social action).13
Pertama, pengorganisasian masyarakat lokal (locality development model)
adalah proses yang ditujukan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi
bagi masyarakat melalui partisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu
sendiri. Anggota masyarakat dipandang bukan sebagai sistem klien yang
bermasalah melainkan sebagai masyarakat yang unik dan memiliki potensi, hanya
saja potensi tersebut belum sepenuhnya dikembangkan.14 Ada beberapa perbedaan
mendasar dengan dua model lainnya, misalnya tentang orientasi atau tujuan
12
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, hal. 57 13
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan, Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003), h. 66
14
tindakan terhadap masyarakat, pengorganisasian masyarakat lokal lebih
mementingkan “proses” dari pada tujuan atau hasil. Selain itu, masing-masing
anggota masyarakat bertanggung jawab atas penentuan dan pemilihan strategi
yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut.15
Kedua, perencanaan sosial (social planning) menunjuk pada proses
pragmatis untuk menentukan keputusan dan menetapkan tindakan dalam
memecahkan masalah sosial tertentu seperti kemiskinan, pengangguran,
kenakalan remaja, kebodohan (buta huruf), kesehatan masyarakat yang buruk
(rendahnya usia harapan hidup, tingginya tingkat kematian bayi, kekurangan gizi)
dan lain-lain.16 Hal yang membedakan dengan pengorganisasian lokal adalah
orientasinya lebih kepada “tugas” (task).17
Ketiga, aksi sosial (social action) tujuan dan sasaran utama aksi sosial
adalah perubahan-perubahan fundamental dalam kelembagaan dan struktur
masyarakat proses pendistribusian kekuasaan (distribution of power), sumber
(distribustion of sources) dan pengambilan keputusan (distribustion of decision
making). Pendekatan aksi sosial didasari suatu pandangan bahwa masyarakat adalah sistem klien yang seringkali menjadi “korban” ketidakadilan struktur.18
Aksi sosial berorientasi pada dua tujuan baik tujun proses maupun tujuan hasil.
Strutur kekuasaan (pemerintah) menjadi faktor eksternal yang menjadi sasaran
aksi.19
15
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan, Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003), h. 66
16
Suharto, Edi, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat hal. 44 17
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan, Masyarakat dan Intervensi Komunitas, h. 69
18
Suharto, Edi, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, hal. 45 19
Selain penjelasan mengenai definisi dari masing-masing model, Rothman
dan Tropman juga menjelaskan indikator dari masing-masing model, hal ini
ditujukan untuk melakukan perbandingan yang lebih rinci. Adapun tabel indikator
dari tiga model pengorganisasian masyarakat ini adalah sebagai berikut:
Tabel. 1
Tiga Model Praktek Pengorganisasian Masyarakat
masalah.
Dari tabel di atas hanya digambarkan secara ringkas mengenai penjelasan
setiap indikatornya, adapun penulis menjelaskan secara lebih terperinci dari
masing-masing indikator pada setiap model adalah sebagai berikut:20
1. Kategori Tujuan Tindakan Terhadap Masyarakat
Seperti yang sudah dijelaskan, ada dua tujuan utama mengenai
pengorganisasian masyarakat yang pertama lebih mengacu pada ‘tugas’ (task),
sementara lainnya lebih berorientasi pada ‘proses’. Pada model A, masyarakat
dalam hal ini dilihat sebagai ‘konsumen’ dilibatkan dalam proses pembuatan
kebijakan, penentuan tujuan, dan pemecahan masalah. Pada model B,
sebaliknya, tidak ada pelibatan penerima pelayanan. Pada model C, kedua
tujuan itu menjadi prioritas, si penerima layanan harus ikut terlibat dalam
keseluruhan proses (penyadaran, pemberdayaan dan tindakan aktual) dan dia
bersifat aktif, hal itu bertujuan untuk melakukan perubahan struktur kekuasaan
(pemerintah) ke arah yang memenuhi prinsip demokrasi, kemerataan dan
keadilan.
2. Asumsi Yang Terkait Dengan Struktur Masyarakat dan Kondisi
Permasalahannya
Pada model A, masyarakat ini seringkali dipimpin oleh sekelompok
kecil pemimpin-pemimpin konvesional dan terdiri dari populasi yang buta
huruf dan ada perbedaan sangat jauh dalam keterampilan pemecahan masalah.
Adanya kesenjangan itu disebabkan tertutupnya komunitas kecil oleh
komunitas yang lebih luas. Pada model B, seorang perencana sosial melihat
20
komunitas atau masyarakat kecil ini terdiri dari masalah sosial yang inti
seperti pengangguran, gizi buruk perumahan dan lain-lain. Pada model C,
seorang praktisi pada model ini melihat komunitas sebagai (terdiri dari) hirarki
dari privilage dan kekuasaan.21
3. Strategi Perubahan Dasar
Pada model A, adanya upaya penetuan dan pemecahan masalah secara
mandiri serta melibatkan sebanyak mungkin warga. Pada model B, identik
dengan mengumpulkan fakta yang ada dan melakukan analisa sebelum
memilih tindakan yang tepat seperti apa. Tenaga perubahnya pun di luar
komunitas (sebagai penerima) dan upaya pengembangannya pun tidak ada
pelibatan. Pada model C, melakukan pengumpulan fakta yang melibatkan si
penerima, sehingga akhirnya mampu mengenali “musuh”, lalu mengorganisir
diri dan siap memberikan tekanan kepada sasaan mereka.
4. Karakteristik Taktik dan Teknik Perubahan Dasar
Pada model A, yang paling ditekankan model ini adalah kesepakatan
bersama. Namun Blakely menekankan pentinya teknik deliberatif dan kooperatif, hal ini untuk mempertegas perbedaan dengan model lainnya. Pada
model B, taktik dan teknik sangat berpengaruh, maka seringkali pada model
ini melakukan analisa mendalam. Pada model C, lebih pada taktik konflik.
5. Peran Praktisi
Pada model A, praktisi lebih banyak berperan sebagai enabler, membantu mengidentifikasi kebutuhan dan masalah mereka sehingga mandiri
dalam melakukan pemecahannya medianya melakukan mobilisasi. Pada
21
model B, peran praktisi lebih sebagi expert (pakar). Penekanannya pada cara
penemuan fakta (berdasarkan penelitian), implementasi program (pewujudan)
dan memiliki relasi dengan birokrasi dan tenaga profesional.
6. Media Perubahan
Medianya perubahan pada model A melakukan manipulasi organisasi
(relasi antar organisasi). Pada model C, lebih sebagai advokat dan aktifis.
Medianya memanipulasi organisasi yang kemudian mempengaruhi proses
politik.
7. Orientasi Terhadap Strutur Kekuasaan
Pada model A, strutur kekuasaan dalam hal ini adalah sudah terdapat
masyarakat itu sendiri atau bagian dari masyarakat. Dalam menentukan tujuan
atau kebijakan selalu atas dasar kesepakatan bersama (saling menguntungkan)
artinya tidak berpihak pada satu kelompok tertentu. Pada model B, strutur
kekuasaan di sini biasanya sebagai pendukung atau bos dari praktisi, maka
kecenderungan hasil perencanaanya pun syarat ‘titipan’. Dalam
pelaksanaanya, praktisi membutuhkan dana, infrastrutur dan fasilitas lainnya,
maka keberhasilan lobi bergantung pada data yang faktual dari hasil analisa
dan penelitian sebelumnya. Pada model C, kelompok klien lebih dilihat
sebagai partisipan dan struktur kekuaan tidak dapat menjangkau atau menola
memberikan pelayanan (dengan alasan khusus), misalnya sentimen agama.
8. Batasan definisi sistem klien dalam komunitas (konstituensi)
Pada model A, klien adalah orang atau warga yang tingga dalam suatu
tempat yang bersifat lokal. Pada model B, klien dibatasi pada keseluruhan
komunitas fungsional), lebih cenderung tidak dibatasi oleh geografis. Pada model C,
klien adalah segmen dalam komunitas atau bagian tertentu yang memiliki
keterpinggiran.
9. Asumsi mengenai kepentingan kelompok-kelompok (subpart) dalam
suatu komunitas
Pada model A, semua atas kepentingan, niat baik, dan kesepakatan
bersama. Pada model B, orientasinya terkadang pragmatis (jangka pendek)
dan hanya masalah tertentu, akhirnya “aktor”tidak memiliki peran. Pada
model C, kepentingan selalu dilihat berbeda dan bertentangan, maka
penyelesaiannya adalah aksi dengan tujuan mempengaruhi proses politik
sehingga diharapkan terjadi pemerataan.
10.Konsepsi mengenai populasi klien
Pada model A, klien dipandang sebagai warga sederajat, yang
memiliki kekuatan potensi terpendam yang perlu diperhatikan. Setiap warga
adalah sumber daya aset. Pada model B, klien cenderung pasif, dia hanya
menerima layanan. Pada model C, klien adalah ‘korban’, pemerintah atau
penguasa dalam hal ini yang paling bertanggung jawab, maka hubungan antara
pengorganisasian jenis ini dengan penguasa selalu kontra.
11.Konsepsi mengenai peran klien
Pada model A, klien berpartisipasi aktif. Pada model B, klien sebagai
penerima. Pada model C, klien bersama praktisi berstatus ‘bawahan’ (yang
B. Pemberdayaan Masyarakat
Adapun Edi Suharto dalam bukunya Membangun Masyarakat, Memberdayakan Rakyat, mengatakan:
Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Pemberdayaan menunjuk pada kempuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atas kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.22
Dalam bukunya yang lain Pekerjaan Sosial Di Dunia Industri, Edi Suharto mendefinisikan pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah proses maupun
hasil yaitu, serangkaian aktivitas yang terorganisir dan ditunjukan untuk
meningkatkan kekuasaan, kapasitas atau kemampuan personal, interpersonal atau
politik sehingga individu, keluarga, atau masyarakat mampu melakukan tindakan
guna memperbaiki situasi-situasi yang mempengaruhi hidupnya.23
Sementara menurut Ginanjar Kartasasmita pemberdayaan masyarakat
adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial.
Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat
"peoplecentered, participatory, empowering, and sustainable" seperti dikatakan
oleh Robert Chamber (1995).24
22
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, hal.57 23
Edi Suharto, Pekerjaan Sosial Di Dunia Industri, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2007), h. 144
24
C. Kesadaran Lingkungan
1. Pengertian Kesadaran
Kesadaran merupakan asal kata dari sadar, menurut Kamus Bahasa Indonesia, kata sadar berarti (1) insaf; merasa; tahu dan mengerti. (2) ingat kembali (pingsan), (tidur). Kesadaran memiliki arti (1) keinsafan; keadaan
mengerti. (2) hal yang dirasakan atau dialami oleh seseorang.25
2. Pengertian Lingkungan
Arti kata lingkungan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah (1) daerah (kawasan) yang termasuk di dalamnya; (2) golongan; kalangan: (3)
semua yang mempengaruhi pertumbuhan manusia atau hewan.26
Ada keterkaitan antara kesadaran lingkungan dengan perilakunya,
sadar akan lingkungan mencakup semua pada taraf/tahapa (persepsi, sikap,
dan aksi), sementara perilaku sudah “action”/mengamalkan. Seperti apa yang
dikemukakan oleh Byer (1996) mendefinisikan behaviore sebagai semua keputusan, praktek dan tindakan yang dilakukan oleh individu maupun
kelompok. Lebih lanjut mengenai perilaku terhadap lingkungan, Byers
mengatakan bahwa perilaku yang memiliki dampak positif terhadap alam
dapat digolongkan perilaku peduli lingkungan.27
Dari beberapa keterkaitan antar definisi di atas, penulis mendefinisikan
kesadaran lingkungan sebagai keseluruhan upaya sadar baik pada tingkat
persepsi, sikap dan tingkah laku yang memiliki dampak positif bagi
lingkungan. Pada tahapan perilaku, sadar akan lingkungan pada seseorang
25
Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia, h. 1240 26
Ibid., h.865 27
biasanya terkait dengan sebab-akibat atau sejarah kehidupannya (dampak
negatif dan positif secara langsung) atau dengan kata lain kesadarannya pada
tingkat persepsi berubah menjadi sikap dan diteruskan pada aksi (perilaku).
D. Modal Sosial
Ada banyak sumber yang memberikan pengertian mengenai modal sosial,
di bawah ini hanya dua pengertian yang menurut penulis cukup mewakili yaitu,
sebagai berikut:
Modal sosial dapat diartikan sebagai sumber (resource) yang timbul dari adanya interaksi antara orang-orang dalam suatu komunitas. Namun demikian, pengukuran modal sosial jarang melibatkan pengukuran terhadap interaksi itu sendiri. Melainkan, hasil interaksi tersebut, seperti terciptanya atau terpeliharanya kepercayaan antar warga masyarakat. sebuah interaksi dapat terjadi dalam skala individu atau institusional. Secara individual, interaksi terjad manakala relasi intim antara individu terjalin satu sama lain sehingga terbentuk ikatan emosional. Setiap masyarakat memiliki sumberdaya tertentu yang dapat dikembangkan untuk mengatasi masalah bersama.28
Sementara dalam sumber lain disebutkan bahwa Francis Fukuyama
mendefiniskan modal sosial sebagai nilai atau norma yang diakui bersama oleh
anggota suatu kelompok atau masyarakat, yang memungkinkan terjadinya
kesepahaman dan kerja sama di antara mereka.29
Modal sosial menurut penulis adalah kepercayaan warga masyarakat dari
hasil interaksi yang terus menerus. Kepercayaan tidak serta merta timbul, tetapi
ada beberapa pemicu atau faktor pendukung, misalnya, “aktor interaksi” atau
faktor ketokohan.
28
Merry Silalahi, Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (Studi Kasus Rt 02 Rw 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat), (Bogor: Tesis Program Jurusan Pengembangan Masyarakat, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, 2009), h. 27
29
32
GAMBARAN UMUM KAMPUNG BANJARSARI CILANDAK BARAT
JAKARTA SELATAN
A. Profil Harini Bambang Wahono
1. Aktifitas dan Prestasi
Namanya Harini Bambang Wahono, saat ini ia tinggal di Jl. Banjarsari
XIV No. 4 A Kel. Cilandak Barat Kec. Jakarta Selatan, wanita kelahiran Solo
25 November 1931 (77 tahun) ini memiliki beragam aktivitas sosial
kemasyarakatan, mulai dari praktisi lingkungan, Ketua Kelompok Tani
Perkotaan Dahlia, PKK Pokja IV, mentor pada pelatihan pengelolaan sampah
terpadu, relawan kesehatan WHO, pengajar bahasa Inggris untuk anak-anak di
sekitar lingkungan dan lain-lain.
Latar belakang pendidikan sekolah rakyat pada zaman penjajahan
Jepang merupakan pelajaran berharga bagi perkembangan kepribadian Harini
yang pada akhirnya berpengaruh sangat penting untuk kemajuan Kampung
Banjarsari kedepan. Mencintai secara sungguh-sungguh terhadap tanah air
merupakan pesan yang selalu diingat Harini. Melindungi dan memelihara
lingkungan atau memberikan perlakuan posistif apapun terhadap lingkungan
adalah harga mati. Maka baginya, bepikir dan bertindak harus selalu
beriringan di setiap usaha. Selain itu, pendidikan dari ayahnya juga memberi
pengaruh yang cukup besar pada kepribadiannya, dua pesan yang selalu ia
Dari keseluruhan aktivitasnya, ia mendapatkan tanggung jawab yang
penting dan selalu memiliki peran sentral. Ia pun sering diundang untuk
berbicara di berbagai seminar dan pelatihan mengenai penghijauan dan
pengelolaan sampah. Salah satu pengalaman menariknya adalah ketika diberi
kesempatan untuk memberikan pesan di hadapan 15 pemimpin negara, maka
sejak saat itu ia menjadi pembicara berlisensi nasional dan internasional.
Keberhasilan mengorganisasikan dan membangun kesadaran
masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan sekitarnya membuahkan hasil,
dimana pada tahun 2001 kampung Banjarsari mendapat penghargaan Juara
Penghijauan dan Konservasi Alam dari perlombaan yang diselenggarakan
pemerintah. Penghargaan juara ini juga menjadi bukti kesungguhan dari studi
bandingnya ke Philipina dan Thailand setahun sebelumnya. Masih pada tahun
2001, wanita 77 tahun ini mendapat penghargaan KALPATARU dari
pemerintah atas perannya terhadap perlindungan lingkungan. Pengabdian dan
kegigihan terhadap penghijauan lingkungan dan upaya pengelolaan sampah
berbasis masyarakat mendorong masyarakat lain untuk mengikuti jejaknya.
Atas jasanya ini, pada tahun 2003 ia mendapat penghargaan sebagai
Perempuan Pilihan Metro TV. Selanjutnya, pada tahun 2004 Bank Permata
memberikan penghargaan sebagai Insan Permata. Setahun kemudian, yaitu
pada tahun 2005 pemerintah DKI Jakarta memberikan penghargaan atas
pengabdian PKK selama 30 tahun.
Memiliki segudang prestasi di usia senja terbilang sangat langka,
inspirasi bagi semua orang, terutama generasi muda yang masih memiliki
banyak waktu.
2. Kepribadian dan Motivasi Terhadap Lingkungan Hidup
Sejarah masa kecilnya menjadi dorongan dalam menekuni kepedulian
terhadap lingkungan saat ini, yaitu suasana kenyamanan, teduh dan pepohonan
hijau yang rindang di Pasar Legi, Solo. Ia pun menceritakan bagaimana
pemerintahan kolonial belanda yang sangat tegas agar sampah diselesaikan di
sumbernya dan melakukan penghijauan. Akan tetapi, keprihatinan muncul di
benaknya, sekarang permasalahan lingkungan di Indonesia, terutama sampah,
telah menjadi isu nasional, bahkan beberapa tahun lalu Bandung sampai pada
posisi darurat sampah. Kejadian itu menurutnya sungguh miris di tengah
kekaguman dunia internasional terhadap Indonesia mengenai aset udaranya
yang bersih.1
Kesungguhan dan keinginan kuat Harini bermula dari pesan yang
disampaikan oleh suaminya sebelum meninggal, suaminya berpesan “cintailah
tanah air dan berjuanglah dengan hati”,2 dari pesan inilah ia meneruskan kecintaan terhadap tanah airnya (selama ini hanya mengendap dalam
perasaannya) untuk beranjak bergerak, bersikap dan beraksi.
Selain itu, sikap dan perilaku peduli lingkungan Harini terbina dari
sejak kecil oleh ayahnya, yang seorang mantri tani pada zaman penjajahan
Belanda. Salah satu bentuk pembinaannya adalah dengan memberikan
tangggung jawab yang sama pada masing-masing anaknya untuk menanam
dan memelihara pohon buah-buahan sampai mendapatkan hasil.
1
Arsip Aplikasi STPP, Manajemen Bidang Lingkungan Hidup, (Maret 2009), h. 5 2
Seperti halnya tokoh-tokoh lain, hambatan dan tantangan pun segera
datang mengujinya. Menurutnya, “siapa pun, dengan tujuan ingin memberikan kesadaran kepada masyarakat dan itu positif, maka harus menemui banyak tantangan, itu harus! tidak boleh tidak! Karena disitulah saya belajar”.3 Dalam perjalananya, tantangan itu pun tidak hanya datang dari tetangganya saja, tapi orang-orang di sekelilingnya pun sering sekali membuat
wanita 77 tahun ini putus asa.
Tantangan itu bisa tergambar dalam ceritanya sekitar beberapa tahun
yang lalu. Saat itu di rumahnya, yang mungil itu, kedatangan tamu besar dari
pejabat tinggi negara, atas dasar kekaguman kepada tindak-tanduk Harini
mengorganisasi masyarakat dalam rangka memberikan penyadaran terhadap
perlindungan lingkungan, hari itu dirinya mendapat pujian tinggi. Harini pun
merasakan uforia keberhasilan. Sejak saat itu, tamu-tamu dari kalangan pejabat sering melakukan kunjungan ke rumahnya. Harini melihat peristiwa
ini pentinng untuk mebangun jaringan lebih luas kedepan. Tapi yang terjadi
justru malah di luar dugaannya, kader-kader, teman berserta warga sekitar
terjebak pada kecemburuan sosial berat, selama tiga bulan Harini tidak
mendapatkan simpati. Maka peristiwa ini merupakan pelajaran berharga.
Saat ini, Harini tinggal bersama cucu-cucunya, dan ia pun menularkan
kecintaannya terhadap lingkungan kepada mereka. Hasilnya, mereka menjadi
kader muda terdepan di waktu ia sudah tidak sanggup memenuhi undangan
pelatihan atau mengajar. Harini telah memiliki kader yang loyal (didasari atas
3
kesadaaran) terhadap aktivitasnya, bahkan mereka pun sudah mampu
melakukan kaderisasi ke luar.
Kini, setelah hampir seperempat abad tinggal di Kampung Banjarsari
ini, murid-murid sekolah dasar, aktivis PKK, kepala desa, aktivis lingkungan,
mahasiswa, profesor, hingga menteri pernah menyinggahi rumah
sederhananya. Sepetak ruangan rumahnya yang sederhana menjadi tempat
pelatihan pengolahan sampah terpadu, penghijauan pekarangan rumah,
pelatihan bahasa Inggris bagi anak-anak sekitarnya dan lain sebagainya.
Kepribadian Harini yang ramah, toleran, kuat dan berkarakter tidak
lepas dari pengalaman dalam menghadapi tantangan yang telah silih berganti
menerpanya. Sampai saat ini, ia selalu berpesan kepada generasi muda untuk
memulai sesuatunya dari hati, persoalan teknis (metode atau cara) mengenai
apa yang baik menurutnya itu akan mengikuti, asalkan ada keinginan untuk
terus belajar. Keinginan terus belajar dari seorang pemimpin atau leader jelas
sangat dibutuhkan, maka untuk hal ini tidak ada tawar-menawar. Sosok suami
dan pesan sejarah hidupnya baik masa kecil maupun sekarang memberikan
kekuatan melampaui harapannya sendiri. Dalam bersikap, ia selalu memberi
penghargaan kepada orang lain, perhatiannya tulus dan haus kritik.
Dalam keseharian selama ini, warga masyarakat Banjarsari lebih akrab
memanggil “ibu Bambang:” kepada Harini, sementara anak-anak kecil lebih
akrab memanggilnya “eyang”. Bagi Harini sendiri sebetulnya lebih nyaman
dipanggil ibu Bambang, menurutnya panggilan itu terkesan sederhana dan
memanggilnya “embah”, karena panggilan itu biasaya diasosiasikan kepada
perempuan senja yang tidak produktif.
3. Tiga Tokoh Utama
Kesadaran masyarakat mengenai lingkungan tidak serta merta terjadi,
ada beberapa faktor yang membentuknya, salah satunya adalah inisiatif lokal.
Akan tetapi, ada keunikan lain dari inisiatif lokal di Kampung Banjarsari ini
yaitu motor penggerak awal dan sentralnya para kaum perempuan (ibu-ibu
rumah tangga). Dari hasil identifikasi awal ada tiga tokoh utama yaitu, Harini
Bambang Wahono, Ibu Agustin Riyanto dan Ibu Nina Sidle.
Dari ketiga tokoh itu, Harini merupakan perintis dan memiliki
pengaruh yang paling besar terhadap sejarah terbentuknya kesadaran
masyarakat Kampung Banjarsari. Hal ini tebukti dari inisiatif awal yang
dibangunnya pada tahun 1970-an, saat itu Harini
Kepribadian yang lugas, tegas, integritas tinggi, pantang menyerah,
dan mudah bergaul memberikan nilai lebih dalam proses penyadaran
masyarakat. Pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya sangat luas dan
berperan pada berbagai lapisan masyarakat.
Sementara dua tokoh lainnya memiliki fungsi dan tanggung jawab
lebih khusus, Ibu Agustin misalnya, ia lebih berperan terhadap tugas edukasi
dan pemberian model, karena keahlian yang dimilikinya lebih kepada hal-hal
teknis seperti pemanfaatan dan pengelolaan sampah. Lalu, Ibu Nina Sidle
lebih fokus pada penyadaran lingkungan untuk masyarakat menengah atas,
karena secara ekonomi dan pergaulan posisi tawarnya lebih tinggi.4
4