• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model pengorgansasian masyarakat dalam meningkatkan kesadaran lingkungan; studi ketokohan Harini Bambang Wahono dalam melakukan pengorganisasian masyarakat di Kampung Banjarsari RW 08 Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak Jakarta Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model pengorgansasian masyarakat dalam meningkatkan kesadaran lingkungan; studi ketokohan Harini Bambang Wahono dalam melakukan pengorganisasian masyarakat di Kampung Banjarsari RW 08 Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak Jakarta Selatan"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Ketokohan Harini Bambang Wahono dalam Melakukan Pengorganisasian Masyarakat di Kampung Banjarsari RW 08 Kel. Cilandak

Barat Kec. Cilandak Jakarta Selatan)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

B U H O R I

106054103692

KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

DALAM MENINGKATKAN KESADARAN LINGKUNGAN (Studi Ketokohan Harini Bambang Wahono dalam Melakukan Pengorganisasian Masyarakat di Kampung Banjarsari Rw 08 Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak Jakarta Selatan)” telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi pada tanggal 21 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana untuk Program Strata 1 (S-1) pada Konsentrasi Kesejahteraan Sosial Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam.

Jakarta, 21 Desember 2010

Sidang Munaqosyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. Wahidin Saputra, MA Ahmad Zaky, Msi

NIP. 197009031996031001 NIP. 150411158

Anggota:

Penguji I Penguji II

Siti Nafsiyah, MSW Lisma D Fuaida, M.Si

NIP. 19740101 200112 2002 NIP. 198005272007102001

Pembimbing

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Jakarta, 20 September 2010

(4)

i Buhori

MODEL PENGORGANISASIAN MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN KESADARAN LINGKUNGAN

(Studi Ketokohan Harini Bambang dalam Melakukan Pengorganisasian Wahono di Kampung Banjarsari Rw 08 Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak Jakarta Selatan)

Permasalahan lingkungan telah lama disadari sebagai ancaman serius bagi kehidupan manusia sehingga dalam penanggulangannya telah dilakukan tindakan nyata. Ironisnya, peristiwa-peristiwa yang ditakutkan seperti bencana alam, kekeringan, keracunan, punahnya hewan dan tumbuhan, naiknya permukaan laut dan tenggelamnya berbagai pulau serta lain sebagainya telah datang silih berganti pada setiap tahunnya. Ini terjadi karena penanggulangan masih bersifat parsial.

Penanggulangan secara komprehensif merupakan tuntutan mendesak saat ini. Salah satu upaya itu adalah membangun paradigma pembangunan yang berorientasi ramah lingkungan dan berbasis pemberdayaan masyarakat. Pengorganisasian masyarakat sebagai bagian dari pemberdayaan masyarakat menjadi alternatif cara organisator Harini Bambang Wahono dalam membangun kesadaran lingkungan masyarakat di Kampung Banjarsari RW 08 Kel.Cilandak Barat Kec. Cilandak Jakarta Selatan. Kontribusi positif Harini terhadap lingkungannya ikut mendorong inisiatif lokal di berbagai daerah lain.

Atas dasar itu, meneliti model pengorganisasian masyarakat dalam meningkatkan kesadaran lingkungan yang dilakukan oleh Harini Bambang Wahono di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak Jakarta Selatan menjadi penting bagi peneliti. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dimana peneliti sendiri menjadi instrument penelitiannya. Untuk memperoleh data yang valid, peneliti melakukan wawancara kepada perwakilan dari tiga unsur yaitu praktisi 1 orang, kader 1 orang, 2 orang masyarakat biasa dan 2 orang kepemerintahan. Selain itu, untuk memperkuat data yang diperoleh dari hasil wawancara, peneliti juga melakukan triangulasi data pada pengamatan dan dokumentasi.

(5)

Alhamdulillah, pujian setinggi-tingginya penulis panjatkan kepada Allah

SWT Tuhan semesta alam, Tuhan yang telah menjadikan langit dan bumi ini

penuh dengan tanda-tanda kebesaranNnya, penguasa kehidupan dan penentu

kematian atas segala anugrah, nikmat, dan petunjuk yang dikaruniakanNya

sehingga penulis bisa memikirkan, merefleksikan dan menuangkan pikiran dalam

bentuk tulisan ini. Shalawat dan salam semoga selalu disampaikan untuk

junjungan nabi besar Muhammad Saw, beserta keluarga, sahabat dan para

pengikut setianya.

Suatu kenikmatan yang luar biasa yang tidak bisa diungkapkan dengan

kuasa kata setelah rampungnya skripsi ini. Harus diakui, dengan serba

keterbatasan yang ada sangatlah berat menyelesaikan skripsi ini, akan tetapi

motivasi dalam diri penulis mendongkrak semangat dan memecah

hambatan-hambatan yang ada.

Skripsi ini berjudul Model Pengorganisasian Masyarakat dalam

Meningkatkan Kesadaran Lingkungan (Studi Ketokohan Harini Bambang

Wahono dalam Melakukan Pengorganisasian Masyarakat di Kampung

Banjarsari Rw 08 Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak Jakarta Selatan).

Judul ini lahir dari munculnya kekaguman penulis terhadap usaha yang telah

dilakukan oleh Harini Bambang Wahono dalam melakukan penyadaran

(6)

Harapan penulis, skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif terhadap

wawasan mahasiswa secara umum, khususnya mahasiswa UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan,

maka kritik yang membangun tentu menjadi asupan yang sangat penting.

Perlu penulis sampaikan, banyak sekali orang yang berjasa dan membantu

dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua

orang tua penulis, berkat doa dan wejangan-wejangan mereka sehingga penulis

mampu menangkap sari-sari pengalaman dan memecah kebuntuan dalam

menghadapi permasalahan. Kepada kakak-kakaku dan adik-adiku yang

bahu-membahu mendorong penulis menyelesaikan skripsi ini. Dukungan moril dan

materil ini memberikan sumbangsih besar dalam penyelesaian skripsi ini, semoga

Allah Swt membalas kebaikan dan cinta yang mereka berikan dengan balasan

yang berlipat. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Ismet Firdaus, M.Si, selaku pembimbing yang dengan tulus memberikan

pengarahan, petunjuk dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

2. Bapak Dr. Arief Subhan, MA, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas wejangannya.

3. Bapak Drs. Wahidin Saputra, MA, selaku Pembantu Dekan I Fakultas

Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, atas

(7)

bimbingannya.

5. Bapak Drs. Study Rizal LK, MA, Pembantu Dekan III Fakultas Dakwah

dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terimakasih atas

kritiknya.

6. Ibu Siti Nafsiyah, MSW ketua Jurusan Konsentrasi Kesejahteraan Sosial

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas arahannya.

7. Dosen-dosen Konsentrasi Kesejahteraan Sosial yang telah mendidik dan

memberikan dispensasi waktunya terhadap skripsi ini.

8. Kepada teman-teman FORMACI (Forum Mahasiswa Ciputat), HIMA

Persis Ciputat, BEM Jurusan Kesejahteraan Sosial periode 2008-2009,

BEM Fakultas Dakwah periode 2010-2011, KOMFAKDA periode

2008-2009, AIC (Aula Insan Cita) era 2008-2008-2009, kosan (Cak Roeney, A Gyn,

Cak May, Chui, Dani, Adit, Kambing, Alfi dan Angel) dan cak-cak yang

lain atas perjuangannya.

Akhirnya, segala kebenaran hanya milik-Nya, semoga Allah SWT

membalas jasa kebaikan mereka dengan balasan yang setimpal. Dan

mudah-mudahan skripsi ini membawa angin segar terhadap berbagai permasalahan

lingkungan yang berkembang.

(8)

1. Bagan Alur Penelitian ... 13

2. Peta Wilayah RW 08 Kapung Banjarsari ... 39

3. Strategi Perubahan Dasar ... 48

4. Alur Karakteristik Taktik dan Teknik Perubahan ... 51

5. Peran Praktisi yang Menonjol ... 52

6. Alur Media Perubahan ... 55

7. Irisan Indikator Pengorganisasian Masyarakat ... 60

8. Alur Model Pengorganisasian Masyarakat ... 66

(9)

ABSTRAK ... i

B. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah ... 8

1. Pembatasan Masalah ... 8

2. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 9

1. Tujuan Penelitian ... 9

2. Manfaat Penelitian ... 9

D. Metodologi Penelitian ... 10

E. Pedoman Penulisan Skripsi ... 14

F. Tinjauan Pustaka ... 14

G. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II LANDASAN TEORI A. Model Pengorganisasian Masyarakat ... 17

1. Pengertian Model ... 17

2. Pengertian Pengorganisasian ... 18

3. Pengertian Masyarakat ... 19

4. Pengertian Pengorganisasian Masyarakat ... 20

B. Pemberdayaan Masyarakat ... 29

C. Kesadaran Lingkungan... 30

D. Modal Sosial ... 31

BAB III PROFIL HARINI BAMBANG WAHONO DAN GAMBARAN UMUM KAMPUNG BANJARSARI CILANDAK BARAT JAKARTA SELATAN A. Profil Harini Bambang Wahono... 32

1. Aktivitas dan Prestasi ... 32

2. Kepribadian dan Motivasi Terhadap Lingkungan Hidup ... 34

B. Gambaran Umum Kampung Banjarsari ... 38

1. Sejarah Berdirinya Kampung Banjarsari ... 38

(10)

5. Kondisi Demografis Kampung Banjarsari ... 41

6. Aktivitas dan Kelembagaan Masyarakat ... 43

BAB IV PRESENTASI DAN ANALISA DATA A. Identifikasi Model Pengorganisasian Masyarakat ... 46

1. Tujuan Tindakan ... 48

2. Pandangan Mengenai Struktur Komunitas dan Permasalahannya ... 48

3. Strategi Perubahan Dasar ... 49

4. Karakteristik Taktik dan Teknik Perubahan Dasar ... 51

5. Peran Praktisi yang Menonjol ... 53

6. Media Perubahan Dasar ... 55

7. Orientasi Terhadap Strutur Kekuasaan ... 57

8. Batasan Definisi Sistem Klien ... 58

9. Pandangan Mengenai Kepentingan dari Kelompok ... 59

10.Konsepsi Mengenai Populasi Klien ... 60

11.Konsepsi Mengenai Peran Klien ... 60

B. Penjelasan Model Pengorganisasian ... 61

C. Alur Pengorganisasian Kampung Banjarsari ... 63

1. Persiapan Pada Diri Praktisi ... 63

2. Interaksi/Pendekatan dengan Masyarakat ... 64

3. Membangun Kontak ... 65

4. Diskusi Kelompok Melalui Forum Warga ... 65

5. Membuat Aturan atau Komitmen... 65

6. Pemetaan Permasalahan ... 66

7. Pembentukan Kelompok Kecil ... 66

8. Perencanaan Pengorganisasian... 67

9. Pembentukan Organisasi ... 67

10.Membangun Jaringan ... 67

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 71

B. Saran-saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA

(11)

1 A. Latar Belakang Masalah

Seperti yang kita ketahui, tren pembangunan di segala bidang merupakan

tuntutan dari peningkatan penduduk yang cepat dan kebutuhan akan kesejahteraan

hidup dengan standar kehidupan yang lebih baik. Hal tersebut tentunya bertujuan

untuk melepaskan masyarakat dari kemiskinan dan memberikan harapan yang

lebih baik di masa yang akan datang. Lebih jauh, pemerintah telah lama

memberikan pemahaman dan rangsangan kepada masyarakat untuk dapat

memecahkan permasalahannya sendiri, namun yang terjadi pembangunan justru

menjadi pemicu bagi timbulnya permasalahan yang baru, sehingga tujuan yang

hendak dicapai semakin jauh dari yang diinginkan. Salah satu permasalahan yang

sering muncul seiring dengan peningkatan pembangunan adalah permasalahan

lingkungan hidup.

Saat ini, pertimbangan aspek lingkungan hidup selalu diabaikan dalam

program-program perencanaan pembangunan, beberapa indikasi mengenai hal itu

diantaranya semakin berkurangnya kebutuhan dasar masyarakat seperti

pencemaran lingkungan air, tanah dan udara. Program pembangunan yang

mengarah pada eksploitasi sumberdaya alam pada kenyataannya dapat merusak

tatanan sosial dan keseimbangan kemanusiaan; merusak kehidupan masyarakat

dan sumberdaya hutan dan tanah, menimbulkan penyakit, dan menurunkan

(12)

Dampak dari pembangunan yang salah urus itu sudah banyak terdengar

kasusnya di Indonesia, seperti beberapa eksploitasi alam yang dilakukan oleh

perusahaan-perusahaan kecil sampai berskala nasional dan multi nasional.

Dampak ini pun tidak hanya terjadi di tanah air yang kita diami ini saja, di

belahan dunia yang lain dampaknya sudah terjadi sedemikian hebat, seperti yang

terjadi di Amerika Serikat, yaitu sebagai berikut:

Peristiwa NEPA 1969, peristiwa ini adalah reaksi terhadap kerusakan lingkungan oleh aktivitas manusia yang makin meningkat, antara lain tercemarnya lingkungan oleh pestisida serta limbah insdustri dan transportasi, rusaknya habitat tumbuhan dan hewan langka, serta menurunnya nilai estetika alam. Sejak permulaan tahun 1950-an Los Angeles di negara bagian Kalifornia, Amerika Serikat, telah terganggu oleh asap-kabut atau asbut (smog = smoke + fog), yang menyelubungi kota, mengganggu kesehatan dan merusak tanaman. Asbut berasal dari gas limbah kendaraan dan pabrik yang mengalami fotooksidasi dan terdiri atas ozon, peroksiasetil nitrat (PAN), nitrogenoksida, dan zat lainnya. Dengan adanya inversi termal di udara pada waktu-waktu tertentu, asbut terperangkap di udara di atas kota.1

Peristiwa di atas mengundang reaksi dari masyarakat luas dengan beragam

cara, mulai dari melakukan demonstrasi lingkungan, peningkatan riset-riset

mengenai dampak lingkungan sampai pada tulisan-tulisan keprihatinan baik

dalam bentuk novel atau karya ilmiah. Dalam buku Analisis Dampak Lingkungan

dijelaskan reaksi Rachel Carson dalam karyanya, seperti berikut :

Pada tahun 1962 terbit buku Rachel Carson yang berjudul The Silent

Spring (Musim Semi Yang Sunyi). Dalam Bab I bukunya itu Carson

antara lain menyatakan: “Penyakit misterius telah menyerang ayam; sapi serta domba sakit dan mati. Di mana-mana terdapat bayangan kematian. Para petani berbicara tentang banyaknya kematian dalam keluarga mereka. Para dokter mengahadapi teka-teki penyakit baru. Kematian tiba-tiba yang tidak dapat diterangkan penyebabnya terjadi di antara orang dewasa maupun anak-anak yang tiba-tiba menjadi sakit waktu bermain-main dan meninggal dalam waktu beberapa jam.2

1

Otto Soemarwoto, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, (Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 2005), cet 11, h. 1

2

(13)

Isi dalam buku tersebut setidaknya memberikan makna mengenai ancaman

serius dari dampak lingkungan yang sudah menjadi isu dunia. Hasilnya, Carson

mendapat perhatian luas dan memberikan dorongan positif bagi kesadaran

masyarakat luas dari berbagai kalangan awam, akademisi, politikus, agamawan

sampai pada profesional bisnis.

Beberapa bukti itu menunjukan bahwa isu mengenai perlindungan

lingkungan merupakan permasalahan paling mendesak yang dihadapi umat

manusia saat ini. Akan tetapi sepertinya belum tumbuh kesadaran manusia untuk

memahami pentingnya menjaga kelestarian lingkungan secara utuh sehingga

harus dipikirkan cara penanggulangan yang komprehensif.

Berbarengan dengan upaya penanggulangan permasalahan lingkungan,

dewasa ini telah muncul beberapa upaya-upaya rekonstruksi paradigma

pembangunan berbasis ramah lingkungan hingga tataran praktis, baik melalui

jalur dialogal maupun radikal. Pada jalur dialogal para politsi, akademisi

/profesional memainkan peranan penting, terutama kontribusinya terhadap

beberapa undang-undang atau peraturan yang mengarah pada perbaikan

lingkungan. Praktisi/aktivis bergerak pada jalur radikal, yaitu bagaimana mereka

menularkan pandangan-pandangan hingga pada titik kesadaran masyarakat.

Namun seringkali usaha-usaha di atas terpotong di tengah jalan, bahkan

menyerah sebelum “perang”. Hal ini membuktikan masih mendominasinya

kepentingan-kepentingan sesaat yang berujung pada kerugian lingkungan. Maka,

menjadi persyaratan mutlak bagi pemerintah untuk memposisikan diri secara tegas

terhadap penyelamatan lingkungan. Ketegasan itu harus didukung dengan

(14)

membutuhkan keseriusan dan partisipasi seluruh unsur yang terkait. Konsep

perubahan kesadaran pada akar rumput (bottom-up) saat ini penting dipikirkan

oleh pemerintah, karena hal ini akan terjadi aksi yang terintegrasi antara

pemerintah dan masyarakat (bottom-up plus top-bottom) dalam menghadapi

persoalan lingkungan kini dan masa depan. Jika partisipasi yang terintegrasi telah

terjadi, maka pemerintah tidak lagi menanggung beban permasalahan sendirian.

Padahal, agama telah jelas memproklamirkan mengenai pentingnya

menjaga alam dan lingkungannya. Seperti ajakan Nabi Muhammad kepada

umatnya, Nabi bersabda:

Kebersihan itu sebagian dari pada Iman.3

Sabda nabi di atas menjadi tanda mengenai ketegasan Nabi terhadap

pentingnya memelihara lingkungan.

Sejalan dengan hadits nabi mengenai upaya tegas dalam merespon

permasalahan lingkungan ini, yaitu melakukan penghijauan dan pengelolaan

sampah oleh masyarakat Kampung Banjarsari RW 08 Kel. Cilandak Barat Kec.

Cilandak Jakarta Selatan. Mereka telah sadar bahwa pelestarian dan

penyelamatan lingkungan akan berdampak langsung pada berbagai permasalahan

lainnya, misalnya; penyakit menular atau bencana alam. Maka, hal ini patut

diberikan apresiasi yang tinggi.

Perilaku sadar lingkungan masyarakat Kampung Banjarsari ini tidak serta

merta terjadi, dari pengamatan pendahuluan, ada satu tokoh masyarakat setempat

yang mengorganisir perubahan ini. Namanya Harini Bambang Wahono, wanita

3

(15)

berusia 75 tahun ini memiliki semangat pemberdayaan masyarakat yang

berorientasi lingkungan yang luar biasa!. Berkat wanita ini dan kepercayan

UNESCO menjadikan Kampung Banjarsari sebagai kawasan hijau percontohan di

Jakarta dan telah mendapatkan beberapa penghargaan baik nasional maupun

internasional.

Selain itu, kampung Banjarsari telah melahirkan beberapa kawasan lain yang

tidak kalah asrinya, maka kampung Banjarsari menjadi perintis dan menjadi role

model yang terus diadopsi. Ada perbedaan mendasar bagaimana Harini

membangun kesadaran lingkungan masyarakatnya, yaitu tidak melalui garis

instruksi yang biasanya muncul dari hirarkis yang dibentuk, tetapi semua proses

berbasis kesadaran.

Beberapa media baik cetak maupun elektronik telah banyak memberitakan

keberhasilan Kampung Banjarsari ini, seperti salah satu stasiun televisi Indosiar

pada program FOKUS yang menyoroti cara berfikir masyarakat dan peran Harini

Bambang Wahono, berikut petikannya:

Pernahkah anda mendengar keberadaan Kampung Banjarsari yang terletak di kawasan Cilandak Jakarta Selatan. Keberhasilan kawasan pemukiman ini menciptakan kawasan yang bersih dan asri tak terlepas dari manajemen pengelolaan sampah lingkungan yang di lakukan oleh para ibu - ibu di kawasan ini.

Sejumlah tehnik pengelolaan sampah dikembangkan sehingga sampah tak lagi menjadi limbah, namun bisa di manfaatkan untuk lingkungan.

Sampahku adalah masalahku, demikian slogan yang menjadi moto para kaum ibu PKK Banjarsari Cilandak Jakarta Selatan. Untuk menaruh perhatian pada lingkungan sejak tahun 1982. Sampah di sadari sebagai sumber masalah sehingga perlu di olah dengan baik.

(16)

Adalah sosok Harini Bambang Wahono yang menjadi salah satu perintis pengolahan sampah di Kampung Banjarsari. Bahkan di usianya yang tak lagi muda kini, ia masih giat mengajarkan tehnik pengolahan sampah kepada warga agar sampah menjadi ramah lingkungan.

Kini mulai dikembangkan pengolahan dengan sistem ifektif makro organizam (IM). Dimana larutan tersebut dicampur mulasis atau tetes tebu atau bisa juga gula pasir di dalam air tanah. Campuran ini diaduk merata pada sampah yang akan dijadikan pupuk. Teknologi ini memudahkan proses prementasi dan cepat menjadi pupuk.

Bermula dari kesadaran dalam keluarga Banjarsari berubah menjadi kampung yang asri. Bahkan Banjarsari kini menjadi sekolah kilat pengolahan sampah organik yang ramai dikunjungi warga dari berbagai kota. (Rafael Don Bosco/Kiki Suhartono/Dv).4

Sementara majalah tempointeraktif menyoroti penghargaan dan berbagai

prestasi serta dijadikannya sebagai tujuan wisata di DKI Jakarta, berikut

penggalan beritanya:

“…Keasrian kampung Banjarsari tersiar keluar. Pada 2000, wilayah ini mendapat penghargaan sebagai juara nasional Konservasi Alam dan Penghijauan dari Departemen Pertanian dan Kehutanan. Setahun kemudian, Presiden Megawati Soekarnoputri menganugerahkan penghargaan Kalpataru bagi Harini, kini 76 tahun.

Pemerintah Kota Madya Jakarta Selatan juga menjadikan Banjarsari sebagai salah satu tujuan wisata di Jakarta Selatan. Banyak warga dari Jakarta dan kota lain melakukan studi banding pengelolaan lingkungan yang sehat dan bersih. Harini menyediakan kursus singkat daur ulang sampah bagi para tamu…”5

Dari uraian di atas tampak jelas bahwa peran Harini dalam hal kesadaran

lingkungan di masyarakat Banjarsari begitu sentral. Maka tidak heran dalam

beberapa pemberitaan atau permintaan terhadapnya memiliki porsi lebih besar.

Kemudian, apa yang telah dilakukan oleh Harini ini tanpa disadari

(17)

kebijakan. Dari wawancara awal, baginya sebuah sikap konsisten dan integritas

tinggi akan berujung pada inisiatif lokal yang sangat berarti dan sebagai seorang

Community Organizer beliau melihat dengan sungguh-sungguh potensi yang

dimiliki warganya. Hal lainnya adalah efek besar terhadap peningkatan

kesejahteraan masyarakat sekitarnya, jadi ada dua keuntungan, kelestarian

lingkungan dan kesejahteraan.

Dalam ilmu kesejahteraan sosial usaha Harini ini termasuk salah satu dari

dua pendekatan pemberdayaan masyarakat, yaitu pengorganisasian masyarakat,

karena menitik beratkan pada pembangunan kesadaran masyarakat. Sementara

pendekatan pengembangan masyarakat lebih fokus pada pengembangan yang

bersifat fisik masyarakat. Usaha Harini ini menyisakan pertanyaan bagi penulis,

bagaimana model pengorganisasian masyarakat yang digunakannya.

Melakukan penelitian lebih jauh mengenai model pengorganisasian dalam

meningkatkan kesadaran lingkungan yang dilakukan oleh Harini Bambang

Wahono ini tentunya menjadi masukan yang berharga (di tengah-tengah masih

didominasinya oleh fokus peningkatan standar ekonomi bagi kesejahteraan

masyarakat), khususnya perkembangan ilmu pemberdayaan masyarakat, umunya

ilmu kesejahteraan sosial, dan untuk itu penulis menuangkannya dalam judul

skripsi “Model Pengorganisasian Masyarakat dalam Meningkatkan

Kesadaran Lingkungan (Studi Ketokohan Harini Bambang Wahono dalam

Melakukan Pengorganisasian Masyarkat di Kampung Banjarsari Rw 08 Kel.

(18)

B. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Pada penelitian ini, penulis memberikan batasan permasalahan yang

akan dipaparkan. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya perluasan

materi yang akan dibahas. Pokok masalah yang akan dibahas adalah

bagaimana model pengorganisasian masyarakat dalam meningkatkan

kesadaran lingkungan yang dilakukan oleh Harini Bambang Wahono. Model

pengorganisasian masyarakat di sini berkaitan dengan identifikasi (temuan

indikator-indikator pengorganisasian masyarakat) model pengorganisasian

masyarakat dan penjelasannya, dan alur pengorganisasian masyarakat.

2. Rumusan Masalah

Dari pembatasan masalah tersebut, penulis membuat rumusan masalah

secara garis besar, yaitu “Bagaimana model pengorganisasian masyarakat

dalam meningkatkan kesadaran lingkungan yang dilakukan oleh Harini

Bambang Wahono di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak

Jakarta Selatan?"

Secara lebih rinci dari rumusan masalah tersebut sebagai berikut:

1. Bagaimana identifikasi model pengorganisasian masyarakat dalam

meningkatkan kesadaran lingkungan yang dilakukan oleh Harini

Bambang Wahono di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec.

Cilandak Jakarta Selatan?

2. Bagaimana penjelasan model pengorganisasian masyarakat dalam

(19)

Bambang Wahono di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec.

Cilandak Jakarta Selatan?

3. Bagaimana alur pengorganisasian masyarakat dalam meningkatkan

kesadaran lingkungan yang dilakukan oleh Harini Bambang Wahono

di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun secara umum tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui

model pengorganisasian masyarakat dalam meningkatkan kesadaran

lingkungan yang dilakukan oleh Harini Bambang Wahono di Kampung

Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak Jakarta Selatan.

Secara khusus tujuan penelitian ini untuk menjelaskan:

a. Identifikasi dan penjelasan model pengorganisasian masyarakat yang

dilakukan oleh Harini Bambang Wahono dalam meningkatkan

keasadaran lingkungan di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat

Kec. Cilandak Jakarta Selatan.

b. Alur pengorganisasian masyarakat yang dilakukan oleh Harini

Bambang Wahono dalam meningkatkan kesadaran lingkungan di

Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec. Cilandak Jakarta

Selatan.

2. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian yang dilakukan ini, peneliti berharap hasilnya

(20)

a. Akademis

1) Memberikan tambahan khasanah keilmuan, khususnya di bidang

ilmu kesejahteraan sosial mengenai model-model pengorganisasian

masyarakat.

2) Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa mengenai model

pengorganisasian masyarakat yang dilakukan oleh Harini Bambang

Wahono di Kampung Banjarsari Kel. Cilandak Barat Kec.

Cilandak Jakarta Selatan.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam melaksanakan

pengorganisasian masyarakat dalam meningkatkan kesadaran lingkungan.

D. Metodologi Penelitian

1. Unit analisis

Satuan kajian biasanya ditetapkan dalam rancangan penelitian.6 Untuk

menjaring sebanyak mungkin berbagai informasi dari berbagi sumber, maka

pencatatan datanya menggunakan sampel bertujuan (puposive sampling).

Dalam penelitian ini yang menjadi unit analisis adalah keterwakilan unsur dari

proses pengorganisasian, yaitu satu orang praktisi (wakil dari unsur

pengorganisasi), 1 orang kader, 2 orang masyarakat biasa sebagai unsur yang

diorganisasi dan 2 orang (Wakil lurah & pengurus RW 08) dari struktural

masyarakat sebagai unsur pendukung.

6

(21)

2. Pendekatan penelitian

Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor dalam Syamsir Salam menjelaskan

bahwa metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

perilaku yang dapat diamati.7 Sementara menurut Nawawi pendekatan

kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjaring

informasi dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu objek dihubungkan

dengan pemecahan suatu masalah baik dari sudut pandang teoritis maupun

praktis. Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan

informasi-informasi dalam situasi sewajarnya untuk dirumuskan menjadi suatu

generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia.8

Dari penjelasan di atas, maka pemilihan pendekatan kualitatif ini

bertujuan ingin mendapatkan gambaran model pengorganisasian dalam

meningkatkan kesadaran lingkungan di Kampung Banjarsari yang dilakukan

oleh Harini Bambang Wahono.

3. Sumber data

a. Data primer yaitu berupa data yang diperoleh dari sasaran penelitian

atau partisipan. Data primer yang penulis maksud adalah pengamatan

yang bersifat partisipatoris, artinya penulis melihat langsung proses

pengorganisasian, dan melakukan wawancara.

7

Syamsir Salam, Metode Penelitian Sosial (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h.30. 8

(22)

b. Data sekunder yaitu berupa catatan atau dokumen yang diambil dari

berbagai literatur, buku-buku, internet atau tulisan yang berhubungan

dengan masalah yang diteliti, seperti brosur, modul-modul pelatihan

arsip, dan lain-lain.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:

c. Pengamatan, dalam hal ini penulis melakukan pengamatan secara

langsung terhadap bagaimana proses dan model pengorganisasian

dalam meningkatkan kesadaran lingkungan.

d. Interview atau wawancara, merupakan suatu alat pengumpulan

informasi secara langsung tentang beberapa jenis data.9 Alat yang

digunakan dalam pencatatan data berupa alat tulis dan rekaman melalui

Hand Phone (HP).

e. Dokumentasi, hal ini digunakan untuk memperoleh data yang tidak

diperoleh dengan pengamatan dan interview, tetapi hanya diperoleh

dengan cara melakukan penelusuran data dengan menelaah buku,

majalah, surat kabar, jurnal, internet, modul-modul pelatihan dan

sumber lain yang berkaitan dengan apa yang sedang diteliti oleh

penulis.

5. Analisis Data

Dalam melakukan analisa data penulis menggunakan teknik biografi,

dimana langkah-langkah analisis data dimulai dari mengorganisir file

pengalaman objektif tentang hidup objek penelitian seperti perjalanan hidup,

9

(23)

beberapa karya, penghargaan atau prestasi dan kontribusi yang pernah

dilakukan.

Peneliti menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu cara

melaporkan data dengan menerangkan, memberi gambaran dan

mengklasifikasikan serta menginterpreasikan data yang terkumpul secara apa

adanya kemudian disimpulkan.10

6. Keabsahan Data

Pada teknik keabsahan data, penulis melakukan diskusi secara analitis

dimana hasil penelitian sementara diekspos. Kemudian, dilakukan pola

pengoreksian bersama teman sejawat untuk kemudian melakukan perbaikan

secara terus menerus dan menfokuskan pada isu yang sedang diteliti. Teknik

pemeriksaan keabsahan data memiliki beberapa kriteria, yaitu :

a. Kredibilitas dengan teknik triangulasi yaitu memeriksa keabsahan data

yang memanfaatkan sesuatu yang lain.11 Adapun teknik triangulasi

yang dilakukan adalah triangulasi metode yaitu membandingkan

pandangan seseorang dengan dokumentasi. Dalam hal ini penulis

membandingkan pandangan seseorang dengan dokumentasi yang ada.

b. Keajegan pengamatan dengan maksud menemukan ciri-ciri dan

unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan isu yang sedang dicari,

kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.12 Pada

penelitian ini penulis hanya memusatkan jawaban sesuai dengan

rumusan masalah saja.

10

UI, Materi Mata Kuliah Metode Penelitian Sosial, h. 34. 11

Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, h. 330. 12

(24)

7. Bagan Alur Penelitian

Secara ringkas, metodologi yang digunakan dalam penelitian ini dapat

di lihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 1. Bagan Alur Penelitian

E. Pedoman Penulisan Skripsi

Untuk tujuan mempermudah, teknik penulisan yang dilakukan dalam

skripsi ini merujuk pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” yang

ditertbitkan oleh CeQda UIN Jakarta 2008.

F. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini, penulis melakukan tinjauan pustaka pada tugas akhir

yang berjudul “Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (Studi Kasus Rt 02 Rw

07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota

Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat”, yang disusun oleh Merry Silalahi

mahasiswi Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. OBSERVASI

1. MELIHAT 2. MENDENGAR

ANALISA DATA HASIL

STUDI LITERATUR

INTERPRETASI KATEGORISASI IDENTIFIKASI PENGUMPULAN

DATA

WAWANCARA MENDALAM

(25)

Penelitian tersebut memberikan gambaran tentang pengelolaan sampah

berbasis masyarakat yang diterapkan oleh komunitas Komplek Perumahan Dwi

Ratna dengan membuat pupuk kompos yang dilakukan secara individu dan

membuat kerajinan tangan secara berkelompok. Selain itu, pengembangan

pengelolaan sampah dipinggiran Sungai Kapuas memerlukan pengembangan

masyarakat dan pengembangan teknologi yang didukung oleh pemerintah.

Adapun permasalahan yang dihadapi masyarakat untuk dapat melaksanakan

pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah kepemimpinan ketua RT dan

komunikasi pemerintah dan masyarakat.13

Melakukan tinjauan pustaka pada tesis tersebut merupakan ketertarikan

penulis dalam studi proses pemberdayaan (pengelolaan sampah) berbasis

masyarakat. Apa yang dilakukan penelitian skripsi ini tentu menjadi bahan

perbandingan terhadap tesis tersebut.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, metodologi penelitian, pedoman penulisan skripsi,

tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

BAB II Landasan teori, yang terdiri dari:

13

(26)

Pertama, model pengorganisasian masyarakat, yang di dalamnya

menguraikan tentang pengertian model, pengorganisasian,

masyarakat, pengorganisasian masyarakat, dan model-model

pengorganisasian masyarakat.

Kedua, pemberdayaan masyarakat, yang menguraikan tentang

pengertian pemberdayaan masyarakat.

Ketiga, kesadaran lingkungan, yang menguraikan tentang

pengertian kesadaran, lingkungan, dan kesadaran lingkungan.

Keempat, modal sosial, yang menguraikan tentang pengertian

modal sosial.

BAB III Profil Harini Bambang Wahono dan Gambaran Umum Kampung

Banjarsari Cilandak Barat Jakarta Selatan, menguraikan tentang

aktifitas dan prestasi, kepribadian dan motivasi terhadap

lingkungan hidup, tiga tokoh utama, sejarah berdirinya RW 08,

letak dan kondisi geografis Kelurahan Cilandak Barat, kondisi

demografis Kelurahan Cilandak Barat, kondisi geografis dan akses

menuju lokasi RW 08 Banjarsari, kondisi demografi RW 08

Kampung Banjarsari, serta aktivitas dan kelembagaan masyarakat.

BAB IV Hasil penelitian, menguraikan tentang identifikasi model

pengorganisasian masyarakat (menjelaskan temuan-temuan

indikator-indikator pengorganisasian masyarakat) dan penjelasan

model pengorganisasiannya, dan alur pengorganisasian

masyarakat.

(27)

17 A. Model Pengorganisasian Masyarakat

Model pengorganisasian masyarakat merupakan kalimat yang terdiri dari

tiga kata yang membentuknya yaitu, model-pengorganisasian-masyarakat. Pada

kata pengorganisasian terdapat kata dasar organisasi, maka penjelasan secara

terpisah mengenai makna atau maksud arti dari kata-kata itu menjadi penting

(dimaksudkan untuk menghindari kekeliruan atau maksud yang bias karena

adanya perbedaan dari pemaknaan) sebelum mendefinisikan secara keseluruhan

kalimat model pengorganisasian masyarakat.

1. Pengertian Model

Di sini penulis menuliskan dua sumber yang mengartikan kata model

yaitu, menurut Kamus Ilmiah Populer, kata model berarti bentuk mode; bentuk rupa bentuk; contoh.1 Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata model diartikan sebagai (1) pola (contoh, acuan, ragam, dsb), sesuatu yang akan

dibuat atau dihasilkan; (2) orang yang dipakai sebagai contoh untuk dilukis

(difoto); (3) orang yang (pekerjaannya) memperagakan contoh pakaian yang

akan dipasarkan; (4)barang tiruan yang kecil dengan bentuk (rupa) tepat benar

seperti yang ditiru.2

1

Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: ARKOLA, 2001), h. 476

2

(28)

Dari dua pengertian di atas, penulis mendefinisikan kata model ini

(terutama hubungannya dengan model pengorganisasian masyarakat) lebih

kepada contoh, bentuk (non fisik) atau pola.

2. Pengertian Pengorganisasian

Kata pengorganisasian memiliki kata dasar organisasi, maka

pengertian kata pengorganisasian dimulai dari kata organisasi. Menurut

Kamus Ilmiah Populer, kata organisasi berarti penyusunan dan pengaturan bagian-bagian hingga menjadi suatu kesatuan; susunan dan aturan dari

berbagai bagian sehingga merupakan kesatuan yang teratur; gabungan kerja

sama (untuk mencapai tujuan tertentu).3 Sementara dalam Kamus Populer Lengkap, kata organisasi diartikan sebagai suatu persatuan atau keadaan kesatuan, susunan yang teratur dan berdisiplin.4 Dalam Kamus Bahasa

Indonesia, kata organisasi berarti susunan atau kesatuan dari berbagai-bagai bagian (orang) sehingga merupakan kesatuan yang teratur. Menurut James L.

Gibson, John M. Ivencevich, James H Donnely Jr. organisasi didefinisikan

sebagai kesatuan yang memungkinkan anggota mencapai tujuan yang tidak

dapat dicapai melalui tindakan individu secara terpisah.5

Tentang pengorganisasian, ada dua sumber dimana masing-masing

memberikan pengertian sedikit berbeda. Hani Handoko mengartikan

pengorganisasian sebagai suatu proses untuk merancang struktur formal,

mengelompokan dan mengatur serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan di

antara para anggota organisasi, agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan

3

Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, h. 547 4

Tigor Pangaribuan, Kamus Populer Lengkap, (Bandung: Pustaka Setia, 1996), h. 119 5

(29)

efisien.6 Sementara menurut Ida Indrawati mendefinisikan organisasi sebagai

proses penyusunan pembagian kerja ke dalam unit-unit kerja dan fungsinya

beserta penetapannya dengan cara yang tepat mengenai orang-orangnya

(staffing) yang harus menduduki fungsi-fungsi itu beriktu penentuannya

dengan tepat tentang hubungan wewenang dan tanggung jawab.7

Dari berbagai pendapat tersebut, penulis berusaha memberikan

pengertian tentang pengorganisasian secara lebih jelas yaitu, pengorganisasian

merupakan proses pengelompokan, penyatuan, dan pengaturan orang-orang

untuk dapat digerakan/dimobilisasi sebagai suatu kesatuan (semuanya atas

dasar kesadaran dari masing-masing anggota, bukan berdasarkan instruksi),

sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan dengan tujuan mencapai

cita-cita yang diharapkan/ditetapkan.

3. Pengertian Masyarakat

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, ada dua pengertian masyarakat yaitu

( (1) sekumpulan orang yang hidup bersama pada suatu tempat atau wilayah

dengan ikatan aturan tertentu; (2) segolongan orang yang memiliki kesamaan

tertentu.8 Pengertian masyarakat menurut Alexis de Tocqueville (Hikam,

1996) yaitu sebagai wilayah sosial yang teroganisasikan dan bercirikan antara

lain: kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self-generating), dan

keswadayaan (self-suporting), dan memiliki kemandirian yang tinggi bila

6

Dydiet Hardjito, Teori Organisasi Dan Teknik Pengorganisasian, h. 76 7

Ida Indrawati, Tanya-Jawab Pengantar Manajemen Organisasi, (Bandung: CV. ARMICO, 1988), h. 9

8

(30)

berhadapan dengan negara, serta mempunyai keterikatan dengan norma-norma

atau nilai-nilai hukum yang diikuti.9

Ada dua konsep masyarakat (Mayo, 1998:162)10 yang penulis

gabungkan sehingga masyarakat didefinisikan sebagai sebuah “tempat

bersama”,yakni sebuah wilayah geografis yang sama dengan dasar

“kepentingan bersama”, yakni kesamaan kepentingan berdasarkan kebudayaan

dan identitas.

4. Pengertian Pengorganisasian Masyarakat

Pengorganisasian Masyarakat adalah suatu kegiatan yang dilakukan

oleh individu-individu atau sekumpulan orang yang didorong oleh

kesadarannya tentang berbagai persoalan di masyarakat, kemudian berupaya

untuk melakukan perubahan bersama-sama masyarakat dengan menggunakan

segala potensi yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Selain itu,

pengorganisasian juga bertugas untuk mencapai cita-cita masyarakat sipil

yang dicita-citakan. Untuk melakukan pengorganisasian masyarakat terlebih

dahulu para pendamping / community organizer harus mempunyai

kemampuan untuk memahami berbagai hal mengenai pengorganisasian

masyarakat dan mampu mentransfer pemahamannya pada masyarakat.11

Istilah ‘pengorganisasian rakyat’ atau yang dikenal dengan

pengorganisasian masyarakat mengandung pengertian yang luas dari kedua

akar katanya. Istilah rakyat tidak hanya terbatas pada perkauman (community)

yang khas dalam konteks yang lebih luas, juga pada masyarakat (society) pada

9

Modul Pelatihan Pengorganisasian Rakyat, (Jakarta: Indonesian Institute for Civil Society (INCIS), 2003), cet. Ke-1, hal. 14

10

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: Anggota IKAPI, 2005) hal. 57

11

(31)

umumnya. Pengorganisasian lebih dimaknai sebagai suatu kerangka

menyeluruh dalam rangka memecahkan masalah ketidakadilan sekaligus

membangun tatanan yang lebih adil.12

Dari beberapa pengertian di atas, penulis mendefinisikan

pengorganisasian masyarakat ini sebagai upaya menyeluruh yang dilakukan

oleh individu-individu atau sekumpulan orang atas dasar kesadaran sendiri

untuk mencapai cita-cita atau harapan dan keluar dari permasalahan yang

dihadapi secara mandiri. Dalam proses pengorganisasian masyarakat ada

beberapa faktor inti, misalnya peran aktor pengorganisasi. Namun, faktor lain

dari diri aktor ini juga berpengaruh yaitu sifat kepemimpinan, cara atau

pendekatan yang dilakukan dan usaha teru menerus (kontinue).

Terkait dengan model praktek pengorganisasian masyarakat, Rothman dan

Tropman membaginya ke dalam 3 model, yaitu pengorganisasian masyarakat

lokal (locality development model), perencanaan sosial (social planning), dan aksi

sosial (social action).13

Pertama, pengorganisasian masyarakat lokal (locality development model)

adalah proses yang ditujukan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi

bagi masyarakat melalui partisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu

sendiri. Anggota masyarakat dipandang bukan sebagai sistem klien yang

bermasalah melainkan sebagai masyarakat yang unik dan memiliki potensi, hanya

saja potensi tersebut belum sepenuhnya dikembangkan.14 Ada beberapa perbedaan

mendasar dengan dua model lainnya, misalnya tentang orientasi atau tujuan

12

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, hal. 57 13

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan, Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003), h. 66

14

(32)

tindakan terhadap masyarakat, pengorganisasian masyarakat lokal lebih

mementingkan “proses” dari pada tujuan atau hasil. Selain itu, masing-masing

anggota masyarakat bertanggung jawab atas penentuan dan pemilihan strategi

yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut.15

Kedua, perencanaan sosial (social planning) menunjuk pada proses

pragmatis untuk menentukan keputusan dan menetapkan tindakan dalam

memecahkan masalah sosial tertentu seperti kemiskinan, pengangguran,

kenakalan remaja, kebodohan (buta huruf), kesehatan masyarakat yang buruk

(rendahnya usia harapan hidup, tingginya tingkat kematian bayi, kekurangan gizi)

dan lain-lain.16 Hal yang membedakan dengan pengorganisasian lokal adalah

orientasinya lebih kepada “tugas” (task).17

Ketiga, aksi sosial (social action) tujuan dan sasaran utama aksi sosial

adalah perubahan-perubahan fundamental dalam kelembagaan dan struktur

masyarakat proses pendistribusian kekuasaan (distribution of power), sumber

(distribustion of sources) dan pengambilan keputusan (distribustion of decision

making). Pendekatan aksi sosial didasari suatu pandangan bahwa masyarakat adalah sistem klien yang seringkali menjadi “korban” ketidakadilan struktur.18

Aksi sosial berorientasi pada dua tujuan baik tujun proses maupun tujuan hasil.

Strutur kekuasaan (pemerintah) menjadi faktor eksternal yang menjadi sasaran

aksi.19

15

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan, Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003), h. 66

16

Suharto, Edi, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat hal. 44 17

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan, Masyarakat dan Intervensi Komunitas, h. 69

18

Suharto, Edi, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, hal. 45 19

(33)

Selain penjelasan mengenai definisi dari masing-masing model, Rothman

dan Tropman juga menjelaskan indikator dari masing-masing model, hal ini

ditujukan untuk melakukan perbandingan yang lebih rinci. Adapun tabel indikator

dari tiga model pengorganisasian masyarakat ini adalah sebagai berikut:

Tabel. 1

Tiga Model Praktek Pengorganisasian Masyarakat

(34)
(35)

masalah.

Dari tabel di atas hanya digambarkan secara ringkas mengenai penjelasan

setiap indikatornya, adapun penulis menjelaskan secara lebih terperinci dari

masing-masing indikator pada setiap model adalah sebagai berikut:20

1. Kategori Tujuan Tindakan Terhadap Masyarakat

Seperti yang sudah dijelaskan, ada dua tujuan utama mengenai

pengorganisasian masyarakat yang pertama lebih mengacu pada ‘tugas’ (task),

sementara lainnya lebih berorientasi pada ‘proses’. Pada model A, masyarakat

dalam hal ini dilihat sebagai ‘konsumen’ dilibatkan dalam proses pembuatan

kebijakan, penentuan tujuan, dan pemecahan masalah. Pada model B,

sebaliknya, tidak ada pelibatan penerima pelayanan. Pada model C, kedua

tujuan itu menjadi prioritas, si penerima layanan harus ikut terlibat dalam

keseluruhan proses (penyadaran, pemberdayaan dan tindakan aktual) dan dia

bersifat aktif, hal itu bertujuan untuk melakukan perubahan struktur kekuasaan

(pemerintah) ke arah yang memenuhi prinsip demokrasi, kemerataan dan

keadilan.

2. Asumsi Yang Terkait Dengan Struktur Masyarakat dan Kondisi

Permasalahannya

Pada model A, masyarakat ini seringkali dipimpin oleh sekelompok

kecil pemimpin-pemimpin konvesional dan terdiri dari populasi yang buta

huruf dan ada perbedaan sangat jauh dalam keterampilan pemecahan masalah.

Adanya kesenjangan itu disebabkan tertutupnya komunitas kecil oleh

komunitas yang lebih luas. Pada model B, seorang perencana sosial melihat

20

(36)

komunitas atau masyarakat kecil ini terdiri dari masalah sosial yang inti

seperti pengangguran, gizi buruk perumahan dan lain-lain. Pada model C,

seorang praktisi pada model ini melihat komunitas sebagai (terdiri dari) hirarki

dari privilage dan kekuasaan.21

3. Strategi Perubahan Dasar

Pada model A, adanya upaya penetuan dan pemecahan masalah secara

mandiri serta melibatkan sebanyak mungkin warga. Pada model B, identik

dengan mengumpulkan fakta yang ada dan melakukan analisa sebelum

memilih tindakan yang tepat seperti apa. Tenaga perubahnya pun di luar

komunitas (sebagai penerima) dan upaya pengembangannya pun tidak ada

pelibatan. Pada model C, melakukan pengumpulan fakta yang melibatkan si

penerima, sehingga akhirnya mampu mengenali “musuh”, lalu mengorganisir

diri dan siap memberikan tekanan kepada sasaan mereka.

4. Karakteristik Taktik dan Teknik Perubahan Dasar

Pada model A, yang paling ditekankan model ini adalah kesepakatan

bersama. Namun Blakely menekankan pentinya teknik deliberatif dan kooperatif, hal ini untuk mempertegas perbedaan dengan model lainnya. Pada

model B, taktik dan teknik sangat berpengaruh, maka seringkali pada model

ini melakukan analisa mendalam. Pada model C, lebih pada taktik konflik.

5. Peran Praktisi

Pada model A, praktisi lebih banyak berperan sebagai enabler, membantu mengidentifikasi kebutuhan dan masalah mereka sehingga mandiri

dalam melakukan pemecahannya medianya melakukan mobilisasi. Pada

21

(37)

model B, peran praktisi lebih sebagi expert (pakar). Penekanannya pada cara

penemuan fakta (berdasarkan penelitian), implementasi program (pewujudan)

dan memiliki relasi dengan birokrasi dan tenaga profesional.

6. Media Perubahan

Medianya perubahan pada model A melakukan manipulasi organisasi

(relasi antar organisasi). Pada model C, lebih sebagai advokat dan aktifis.

Medianya memanipulasi organisasi yang kemudian mempengaruhi proses

politik.

7. Orientasi Terhadap Strutur Kekuasaan

Pada model A, strutur kekuasaan dalam hal ini adalah sudah terdapat

masyarakat itu sendiri atau bagian dari masyarakat. Dalam menentukan tujuan

atau kebijakan selalu atas dasar kesepakatan bersama (saling menguntungkan)

artinya tidak berpihak pada satu kelompok tertentu. Pada model B, strutur

kekuasaan di sini biasanya sebagai pendukung atau bos dari praktisi, maka

kecenderungan hasil perencanaanya pun syarat ‘titipan’. Dalam

pelaksanaanya, praktisi membutuhkan dana, infrastrutur dan fasilitas lainnya,

maka keberhasilan lobi bergantung pada data yang faktual dari hasil analisa

dan penelitian sebelumnya. Pada model C, kelompok klien lebih dilihat

sebagai partisipan dan struktur kekuaan tidak dapat menjangkau atau menola

memberikan pelayanan (dengan alasan khusus), misalnya sentimen agama.

8. Batasan definisi sistem klien dalam komunitas (konstituensi)

Pada model A, klien adalah orang atau warga yang tingga dalam suatu

tempat yang bersifat lokal. Pada model B, klien dibatasi pada keseluruhan

(38)

komunitas fungsional), lebih cenderung tidak dibatasi oleh geografis. Pada model C,

klien adalah segmen dalam komunitas atau bagian tertentu yang memiliki

keterpinggiran.

9. Asumsi mengenai kepentingan kelompok-kelompok (subpart) dalam

suatu komunitas

Pada model A, semua atas kepentingan, niat baik, dan kesepakatan

bersama. Pada model B, orientasinya terkadang pragmatis (jangka pendek)

dan hanya masalah tertentu, akhirnya “aktor”tidak memiliki peran. Pada

model C, kepentingan selalu dilihat berbeda dan bertentangan, maka

penyelesaiannya adalah aksi dengan tujuan mempengaruhi proses politik

sehingga diharapkan terjadi pemerataan.

10.Konsepsi mengenai populasi klien

Pada model A, klien dipandang sebagai warga sederajat, yang

memiliki kekuatan potensi terpendam yang perlu diperhatikan. Setiap warga

adalah sumber daya aset. Pada model B, klien cenderung pasif, dia hanya

menerima layanan. Pada model C, klien adalah ‘korban’, pemerintah atau

penguasa dalam hal ini yang paling bertanggung jawab, maka hubungan antara

pengorganisasian jenis ini dengan penguasa selalu kontra.

11.Konsepsi mengenai peran klien

Pada model A, klien berpartisipasi aktif. Pada model B, klien sebagai

penerima. Pada model C, klien bersama praktisi berstatus ‘bawahan’ (yang

(39)

B. Pemberdayaan Masyarakat

Adapun Edi Suharto dalam bukunya Membangun Masyarakat, Memberdayakan Rakyat, mengatakan:

Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Pemberdayaan menunjuk pada kempuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atas kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.22

Dalam bukunya yang lain Pekerjaan Sosial Di Dunia Industri, Edi Suharto mendefinisikan pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah proses maupun

hasil yaitu, serangkaian aktivitas yang terorganisir dan ditunjukan untuk

meningkatkan kekuasaan, kapasitas atau kemampuan personal, interpersonal atau

politik sehingga individu, keluarga, atau masyarakat mampu melakukan tindakan

guna memperbaiki situasi-situasi yang mempengaruhi hidupnya.23

Sementara menurut Ginanjar Kartasasmita pemberdayaan masyarakat

adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial.

Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat

"peoplecentered, participatory, empowering, and sustainable" seperti dikatakan

oleh Robert Chamber (1995).24

22

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, hal.57 23

Edi Suharto, Pekerjaan Sosial Di Dunia Industri, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2007), h. 144

24

(40)

C. Kesadaran Lingkungan

1. Pengertian Kesadaran

Kesadaran merupakan asal kata dari sadar, menurut Kamus Bahasa Indonesia, kata sadar berarti (1) insaf; merasa; tahu dan mengerti. (2) ingat kembali (pingsan), (tidur). Kesadaran memiliki arti (1) keinsafan; keadaan

mengerti. (2) hal yang dirasakan atau dialami oleh seseorang.25

2. Pengertian Lingkungan

Arti kata lingkungan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah (1) daerah (kawasan) yang termasuk di dalamnya; (2) golongan; kalangan: (3)

semua yang mempengaruhi pertumbuhan manusia atau hewan.26

Ada keterkaitan antara kesadaran lingkungan dengan perilakunya,

sadar akan lingkungan mencakup semua pada taraf/tahapa (persepsi, sikap,

dan aksi), sementara perilaku sudah “action”/mengamalkan. Seperti apa yang

dikemukakan oleh Byer (1996) mendefinisikan behaviore sebagai semua keputusan, praktek dan tindakan yang dilakukan oleh individu maupun

kelompok. Lebih lanjut mengenai perilaku terhadap lingkungan, Byers

mengatakan bahwa perilaku yang memiliki dampak positif terhadap alam

dapat digolongkan perilaku peduli lingkungan.27

Dari beberapa keterkaitan antar definisi di atas, penulis mendefinisikan

kesadaran lingkungan sebagai keseluruhan upaya sadar baik pada tingkat

persepsi, sikap dan tingkah laku yang memiliki dampak positif bagi

lingkungan. Pada tahapan perilaku, sadar akan lingkungan pada seseorang

25

Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia, h. 1240 26

Ibid., h.865 27

(41)

biasanya terkait dengan sebab-akibat atau sejarah kehidupannya (dampak

negatif dan positif secara langsung) atau dengan kata lain kesadarannya pada

tingkat persepsi berubah menjadi sikap dan diteruskan pada aksi (perilaku).

D. Modal Sosial

Ada banyak sumber yang memberikan pengertian mengenai modal sosial,

di bawah ini hanya dua pengertian yang menurut penulis cukup mewakili yaitu,

sebagai berikut:

Modal sosial dapat diartikan sebagai sumber (resource) yang timbul dari adanya interaksi antara orang-orang dalam suatu komunitas. Namun demikian, pengukuran modal sosial jarang melibatkan pengukuran terhadap interaksi itu sendiri. Melainkan, hasil interaksi tersebut, seperti terciptanya atau terpeliharanya kepercayaan antar warga masyarakat. sebuah interaksi dapat terjadi dalam skala individu atau institusional. Secara individual, interaksi terjad manakala relasi intim antara individu terjalin satu sama lain sehingga terbentuk ikatan emosional. Setiap masyarakat memiliki sumberdaya tertentu yang dapat dikembangkan untuk mengatasi masalah bersama.28

Sementara dalam sumber lain disebutkan bahwa Francis Fukuyama

mendefiniskan modal sosial sebagai nilai atau norma yang diakui bersama oleh

anggota suatu kelompok atau masyarakat, yang memungkinkan terjadinya

kesepahaman dan kerja sama di antara mereka.29

Modal sosial menurut penulis adalah kepercayaan warga masyarakat dari

hasil interaksi yang terus menerus. Kepercayaan tidak serta merta timbul, tetapi

ada beberapa pemicu atau faktor pendukung, misalnya, “aktor interaksi” atau

faktor ketokohan.

28

Merry Silalahi, Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (Studi Kasus Rt 02 Rw 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat), (Bogor: Tesis Program Jurusan Pengembangan Masyarakat, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, 2009), h. 27

29

(42)

32

GAMBARAN UMUM KAMPUNG BANJARSARI CILANDAK BARAT

JAKARTA SELATAN

A. Profil Harini Bambang Wahono

1. Aktifitas dan Prestasi

Namanya Harini Bambang Wahono, saat ini ia tinggal di Jl. Banjarsari

XIV No. 4 A Kel. Cilandak Barat Kec. Jakarta Selatan, wanita kelahiran Solo

25 November 1931 (77 tahun) ini memiliki beragam aktivitas sosial

kemasyarakatan, mulai dari praktisi lingkungan, Ketua Kelompok Tani

Perkotaan Dahlia, PKK Pokja IV, mentor pada pelatihan pengelolaan sampah

terpadu, relawan kesehatan WHO, pengajar bahasa Inggris untuk anak-anak di

sekitar lingkungan dan lain-lain.

Latar belakang pendidikan sekolah rakyat pada zaman penjajahan

Jepang merupakan pelajaran berharga bagi perkembangan kepribadian Harini

yang pada akhirnya berpengaruh sangat penting untuk kemajuan Kampung

Banjarsari kedepan. Mencintai secara sungguh-sungguh terhadap tanah air

merupakan pesan yang selalu diingat Harini. Melindungi dan memelihara

lingkungan atau memberikan perlakuan posistif apapun terhadap lingkungan

adalah harga mati. Maka baginya, bepikir dan bertindak harus selalu

beriringan di setiap usaha. Selain itu, pendidikan dari ayahnya juga memberi

pengaruh yang cukup besar pada kepribadiannya, dua pesan yang selalu ia

(43)

Dari keseluruhan aktivitasnya, ia mendapatkan tanggung jawab yang

penting dan selalu memiliki peran sentral. Ia pun sering diundang untuk

berbicara di berbagai seminar dan pelatihan mengenai penghijauan dan

pengelolaan sampah. Salah satu pengalaman menariknya adalah ketika diberi

kesempatan untuk memberikan pesan di hadapan 15 pemimpin negara, maka

sejak saat itu ia menjadi pembicara berlisensi nasional dan internasional.

Keberhasilan mengorganisasikan dan membangun kesadaran

masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan sekitarnya membuahkan hasil,

dimana pada tahun 2001 kampung Banjarsari mendapat penghargaan Juara

Penghijauan dan Konservasi Alam dari perlombaan yang diselenggarakan

pemerintah. Penghargaan juara ini juga menjadi bukti kesungguhan dari studi

bandingnya ke Philipina dan Thailand setahun sebelumnya. Masih pada tahun

2001, wanita 77 tahun ini mendapat penghargaan KALPATARU dari

pemerintah atas perannya terhadap perlindungan lingkungan. Pengabdian dan

kegigihan terhadap penghijauan lingkungan dan upaya pengelolaan sampah

berbasis masyarakat mendorong masyarakat lain untuk mengikuti jejaknya.

Atas jasanya ini, pada tahun 2003 ia mendapat penghargaan sebagai

Perempuan Pilihan Metro TV. Selanjutnya, pada tahun 2004 Bank Permata

memberikan penghargaan sebagai Insan Permata. Setahun kemudian, yaitu

pada tahun 2005 pemerintah DKI Jakarta memberikan penghargaan atas

pengabdian PKK selama 30 tahun.

Memiliki segudang prestasi di usia senja terbilang sangat langka,

(44)

inspirasi bagi semua orang, terutama generasi muda yang masih memiliki

banyak waktu.

2. Kepribadian dan Motivasi Terhadap Lingkungan Hidup

Sejarah masa kecilnya menjadi dorongan dalam menekuni kepedulian

terhadap lingkungan saat ini, yaitu suasana kenyamanan, teduh dan pepohonan

hijau yang rindang di Pasar Legi, Solo. Ia pun menceritakan bagaimana

pemerintahan kolonial belanda yang sangat tegas agar sampah diselesaikan di

sumbernya dan melakukan penghijauan. Akan tetapi, keprihatinan muncul di

benaknya, sekarang permasalahan lingkungan di Indonesia, terutama sampah,

telah menjadi isu nasional, bahkan beberapa tahun lalu Bandung sampai pada

posisi darurat sampah. Kejadian itu menurutnya sungguh miris di tengah

kekaguman dunia internasional terhadap Indonesia mengenai aset udaranya

yang bersih.1

Kesungguhan dan keinginan kuat Harini bermula dari pesan yang

disampaikan oleh suaminya sebelum meninggal, suaminya berpesan “cintailah

tanah air dan berjuanglah dengan hati”,2 dari pesan inilah ia meneruskan kecintaan terhadap tanah airnya (selama ini hanya mengendap dalam

perasaannya) untuk beranjak bergerak, bersikap dan beraksi.

Selain itu, sikap dan perilaku peduli lingkungan Harini terbina dari

sejak kecil oleh ayahnya, yang seorang mantri tani pada zaman penjajahan

Belanda. Salah satu bentuk pembinaannya adalah dengan memberikan

tangggung jawab yang sama pada masing-masing anaknya untuk menanam

dan memelihara pohon buah-buahan sampai mendapatkan hasil.

1

Arsip Aplikasi STPP, Manajemen Bidang Lingkungan Hidup, (Maret 2009), h. 5 2

(45)

Seperti halnya tokoh-tokoh lain, hambatan dan tantangan pun segera

datang mengujinya. Menurutnya, “siapa pun, dengan tujuan ingin memberikan kesadaran kepada masyarakat dan itu positif, maka harus menemui banyak tantangan, itu harus! tidak boleh tidak! Karena disitulah saya belajar”.3 Dalam perjalananya, tantangan itu pun tidak hanya datang dari tetangganya saja, tapi orang-orang di sekelilingnya pun sering sekali membuat

wanita 77 tahun ini putus asa.

Tantangan itu bisa tergambar dalam ceritanya sekitar beberapa tahun

yang lalu. Saat itu di rumahnya, yang mungil itu, kedatangan tamu besar dari

pejabat tinggi negara, atas dasar kekaguman kepada tindak-tanduk Harini

mengorganisasi masyarakat dalam rangka memberikan penyadaran terhadap

perlindungan lingkungan, hari itu dirinya mendapat pujian tinggi. Harini pun

merasakan uforia keberhasilan. Sejak saat itu, tamu-tamu dari kalangan pejabat sering melakukan kunjungan ke rumahnya. Harini melihat peristiwa

ini pentinng untuk mebangun jaringan lebih luas kedepan. Tapi yang terjadi

justru malah di luar dugaannya, kader-kader, teman berserta warga sekitar

terjebak pada kecemburuan sosial berat, selama tiga bulan Harini tidak

mendapatkan simpati. Maka peristiwa ini merupakan pelajaran berharga.

Saat ini, Harini tinggal bersama cucu-cucunya, dan ia pun menularkan

kecintaannya terhadap lingkungan kepada mereka. Hasilnya, mereka menjadi

kader muda terdepan di waktu ia sudah tidak sanggup memenuhi undangan

pelatihan atau mengajar. Harini telah memiliki kader yang loyal (didasari atas

3

(46)

kesadaaran) terhadap aktivitasnya, bahkan mereka pun sudah mampu

melakukan kaderisasi ke luar.

Kini, setelah hampir seperempat abad tinggal di Kampung Banjarsari

ini, murid-murid sekolah dasar, aktivis PKK, kepala desa, aktivis lingkungan,

mahasiswa, profesor, hingga menteri pernah menyinggahi rumah

sederhananya. Sepetak ruangan rumahnya yang sederhana menjadi tempat

pelatihan pengolahan sampah terpadu, penghijauan pekarangan rumah,

pelatihan bahasa Inggris bagi anak-anak sekitarnya dan lain sebagainya.

Kepribadian Harini yang ramah, toleran, kuat dan berkarakter tidak

lepas dari pengalaman dalam menghadapi tantangan yang telah silih berganti

menerpanya. Sampai saat ini, ia selalu berpesan kepada generasi muda untuk

memulai sesuatunya dari hati, persoalan teknis (metode atau cara) mengenai

apa yang baik menurutnya itu akan mengikuti, asalkan ada keinginan untuk

terus belajar. Keinginan terus belajar dari seorang pemimpin atau leader jelas

sangat dibutuhkan, maka untuk hal ini tidak ada tawar-menawar. Sosok suami

dan pesan sejarah hidupnya baik masa kecil maupun sekarang memberikan

kekuatan melampaui harapannya sendiri. Dalam bersikap, ia selalu memberi

penghargaan kepada orang lain, perhatiannya tulus dan haus kritik.

Dalam keseharian selama ini, warga masyarakat Banjarsari lebih akrab

memanggil “ibu Bambang:” kepada Harini, sementara anak-anak kecil lebih

akrab memanggilnya “eyang”. Bagi Harini sendiri sebetulnya lebih nyaman

dipanggil ibu Bambang, menurutnya panggilan itu terkesan sederhana dan

(47)

memanggilnya “embah”, karena panggilan itu biasaya diasosiasikan kepada

perempuan senja yang tidak produktif.

3. Tiga Tokoh Utama

Kesadaran masyarakat mengenai lingkungan tidak serta merta terjadi,

ada beberapa faktor yang membentuknya, salah satunya adalah inisiatif lokal.

Akan tetapi, ada keunikan lain dari inisiatif lokal di Kampung Banjarsari ini

yaitu motor penggerak awal dan sentralnya para kaum perempuan (ibu-ibu

rumah tangga). Dari hasil identifikasi awal ada tiga tokoh utama yaitu, Harini

Bambang Wahono, Ibu Agustin Riyanto dan Ibu Nina Sidle.

Dari ketiga tokoh itu, Harini merupakan perintis dan memiliki

pengaruh yang paling besar terhadap sejarah terbentuknya kesadaran

masyarakat Kampung Banjarsari. Hal ini tebukti dari inisiatif awal yang

dibangunnya pada tahun 1970-an, saat itu Harini

Kepribadian yang lugas, tegas, integritas tinggi, pantang menyerah,

dan mudah bergaul memberikan nilai lebih dalam proses penyadaran

masyarakat. Pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya sangat luas dan

berperan pada berbagai lapisan masyarakat.

Sementara dua tokoh lainnya memiliki fungsi dan tanggung jawab

lebih khusus, Ibu Agustin misalnya, ia lebih berperan terhadap tugas edukasi

dan pemberian model, karena keahlian yang dimilikinya lebih kepada hal-hal

teknis seperti pemanfaatan dan pengelolaan sampah. Lalu, Ibu Nina Sidle

lebih fokus pada penyadaran lingkungan untuk masyarakat menengah atas,

karena secara ekonomi dan pergaulan posisi tawarnya lebih tinggi.4

4

Gambar

gambaran dan
Gambar 1. Bagan Alur Penelitian
Tabel. 1 Tiga Model Praktek Pengorganisasian Masyarakat
GAMBARAN UMUM KAMPUNG BANJARSARI CILANDAK BARAT
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengolahan data yang dapat dilakukan terhadap citra digital antara lain adalah menampilkan bentuk gambar, melakukan perubahan pada gambar, dan mencetak citra

Rina Rifqie Mariana, M.P. Mazarina Devi, M.Si. Wiwik Wahyuni, M.Pd. Titi Mutiara Kiranawati, M.P. Soenar Soekopitojo, M.Si. Ummi Rohajatien, M.P. M.Si... 12 33 *)

Status mahasiswa yang cuti maupun tidak aktif pada semester tertentu terrekam dalam transkrip akademik ; (Pasal 6 ayat (3))..

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 172 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah, perlu

Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 2, angka 3, dan angka 4 tidak dilaksanakan pada waktunya, perusahaan pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat

Mutasi jabatan memberikan pengaruh signifikan terhadap prestasi kerja karyawan dalam hal tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sugeng

Yang dipelajari: Biologi, Mekanika Teknik, Matematika, Kimia, Klimatologi,Statistika, Thermodinamika, Ergonomika, Ilmu Tanah, Ekonomi teknik, Teknologi Pertanian,

BPR BKPD Cikatomas Tasikmalaya dapat dipertahankan dan ditingkatkan lagi dan diperlukan pengecekan yang lebih teliti lagi terhadap pencatatan transaksi kredit, nomur urut