• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR TEORI

A. Osilasi Pegas Massa

Sistem ini terdiri dari sebuah massa dan pegas yang disusun secara

vertikal seperti pada gambar 1. Sebuah massa π‘š digantungkan pada ujung bebas pegas yang mempunyai konstanta π‘˜. Sedangkan ujung pegas lainnya berada pada titik tetap. Ketika massa π‘š disimpangkan sejauh π‘₯ dari titik seimbang 𝑂 akan timbul suatu gaya 𝐹 yang menarik benda kembali ke posisi seimbangnya. Akan tetapi setelah benda mencapai posisi seimbangnya

benda tersebut memiliki energi kinetik sehingga melampaui posisi tersebut.

Benda lalu mencapai simpangan maksimal, untuk kemudian kembali lagi ke

posisi seimbangnya [Young dan Freedman, 2002]. Gerakan ini akan terus

berulang-ulang dan dinamakan sebagai gerak osilasi.

Gambar 1. Sistem osilasi pegas-massa. Benda bermassa m dijauhkan dari titik keseimbangan. Gaya pemulih F menjaga benda tetap berosilasi.

Suatu gaya yang memulihkan benda ke posisi seimbangnya disebut

sebagai gaya pemulih. Gaya pegas merupakan gaya pemulih pada sistem

ini. Apabila benda disimpangkan sejauh π‘₯βƒ— dari kedudukan seimbangnya,

x F F O -x m

pegas yang memiliki konstanta π‘˜ mengerjakan gaya pemulih 𝐹. Sesuai dengan Hukum Hooke, vektor gaya tersebut yaitu:

𝐹⃗ = βˆ’π‘˜π‘₯βƒ— (2.1)

keterangan:

𝐹⃗: gaya pemulih (𝑁)

π‘˜: konstanta pegas (𝑁 π‘šβ„ )

π‘₯βƒ—: simpangan benda (π‘š)

Gaya pemulih inilah yang menjaga agar benda tetap berosilasi

[Young dan Freedman, 2002]. Benda akan terus berosilasi selama tidak ada

gesekan dengan udara. Selama berosilasi benda bermassa π‘š bergerak dengan percepatan π‘Žβƒ—. Hubungan gaya pemulih dengan gerak benda dinyatakan pada persamaan (2.2).

π‘šπ‘Žβƒ— = βˆ’π‘˜π‘₯βƒ— (2.2)

Persamaan (2.2) dapat diubah menjadi bentuk:

𝑑2π‘₯

𝑑𝑑2 +π‘šπ‘˜π‘₯ = 0 (2.3)

Solusi dari persamaan (2.23) adalah,

π‘₯ = 𝐴 sin(πœ”π‘‘ + πœƒ) (2.4)

dengan 𝐴 adalah amplitudo, πœƒ adalah sudut fase dan πœ” adalah frekuensi sudut yang besarnya:

πœ” = βˆšπ‘šπ‘˜ (2.5) dengan π‘˜ adalah konstanta pegas dan π‘š adalah massa benda.

Percepatan benda yang berosilasi dapat dinyatakan pada persamaan

(2.6).

π‘Ž = βˆ’π΄πœ”2sin(πœ”π‘‘ + πœƒ) (2.6)

keterangan:

π‘Ž: percepatan benda yang berosilasi (π‘š 𝑠⁄ 2)

𝐴: amplitudo (π‘š)

πœ”: frekuensi sudut (π‘Ÿπ‘Žπ‘‘ 𝑠⁄ )

𝑑: waktu osilasi (𝑠)

πœƒ: sudut fase (π‘Ÿπ‘Žπ‘‘) B. Osilasi Gandeng

Osilasi gandeng mempunyai susunan yang lebih kompleks dari

osilasi sederhana. Osilasi gandeng dengan dua derajat kebebasan memiliki

dua koordinat linier untuk menentukan gerakan semua benda.

Sistem ini terdiri dari dua buah benda dan tiga buah pegas yang

disusun secara horizontal seperti pada gambar 2. Pegas 1 menghubungkan

massa π‘š1 dengan titik tetap. Pegas 2 menghubungkan antara π‘š1 dengan

sisi lainnya. Pegas yang menghubungkan antara dua massa disebut sebagai

pegas penggandeng.

Gambar2. Kedua benda masing-masing dijauhkan dari titik keseimbangannya sebesar π‘₯1dan π‘₯2 sehingga mengalami gaya pemulih 𝐹1 dan 𝐹2.

Seperti yang telah diketahui, hukum Hooke menyatakan perubahan

panjang pada pegas mengakibatkan gaya pemulih sebesar 𝐹. Ketika benda 1 dengan massa π‘š1 disimpangkan ke arah kanan sejauh π‘₯1, pegas 1 mengalami pertambahan panjang sebesar π‘₯1. Pertambahan panjang pada pegas 1 mengakibatkan massa π‘š1 mengalami gaya pemulih sebesar 𝐹𝑝1 ke

arah kiri.

Benda dengan massa π‘š1 disimpangkan ke arah kanan sejauh π‘₯1

mengakibatkan pegas 2 mengalami pengurangan panjang sebesar π‘₯1. Pengurangan panjang pada pegas 2 menyebabkan massa π‘š1 mengalami gaya pemulih sebesar 𝐹𝑝21 ke arah kiri.

Smentara itu, benda dengan massa π‘š2 disimpangkan ke arah kanan sejauh π‘₯2. Simpangan tersebut mengakibatkan pertambahan panjang pegas 2 sebesar π‘₯2. Pertambahan panjang pada pegas 2 menyebabkan π‘š1

m1 m2

k1 k2 k3

x1 O2 x2 O1

mengalami gaya pemulih sebesar 𝐹𝑝22 ke arah kanan. Oleh karena itu resultan gaya pada massa π‘š1 besarnya:

𝐹1 = 𝐹𝑝1+ 𝐹𝑝21βˆ’ 𝐹𝑝22 (2.7) Sehingga persamaan geraknya adalah:

π‘š1π‘Ž1 = (βˆ’π‘˜1π‘₯1) + (βˆ’π‘˜2π‘₯1) + π‘˜2π‘₯2 (2.8)

π‘š1𝑑2π‘₯1

𝑑𝑑 = βˆ’π‘˜1π‘₯1βˆ’ π‘˜2(π‘₯1βˆ’ π‘₯2) (2.9)

Pada massa π‘š2, pegas 3 mengalami pengurangan panjang ketika massa disimpangkan ke arah kanan sejauh π‘₯2. Pengurangan panjang pada pegas 3 mengakibatkan massa π‘š2 mengalami gaya pemulih sebesar 𝐹3 ke arah kiri. Simpangan pada massa π‘š2 mengakibatkan pegas 2 mengalami pertambahan panjang sejauh π‘₯2. Pertambahan panjang pada pegas 2 menyebabkan massa π‘š2 mengalami gaya pemulih sebesar 𝐹22 ke arah kiri.

Selain itu, pegas 2 mengalami pengurangan panjang sejauh π‘₯1 sehingga muncul gaya pemulih sebesar 𝐹21 ke arah kanan. Oleh karena itu resultan gaya pada massa π‘š2 besarnya:

𝐹2 = 𝐹𝑝3 + 𝐹𝑝22βˆ’ 𝐹𝑝21 (2.10)

Sehingga persamaan geraknya adalah:

π‘š2π‘Ž2 = βˆ’π‘˜2π‘₯2 βˆ’ π‘˜3π‘₯2 + π‘˜2π‘₯1 (2.11)

π‘š2𝑑2π‘₯2

Jika kedua massa benda sama (π‘š1 = π‘š2 = π‘š) dan ketiga konstanta pegas sama (π‘˜1 = π‘˜2 = π‘˜3 = π‘˜0), persamaan (2.9) dan (2.12) menjadi:

π‘šπ‘‘2π‘₯1

𝑑𝑑 = βˆ’2π‘˜π‘₯1 + π‘˜π‘₯2 (2.13)

π‘šπ‘‘2π‘₯2

𝑑𝑑 = βˆ’2π‘˜π‘₯2+ π‘˜π‘₯1 (2.14)

Persamaan (2.13) dan (2.14) masih menunjukkan kedua tipe dari

kopling dan dapat dipisahkan dengan mengenalkan persamaan baru:

π‘ž1 = (π‘₯1+ π‘₯2) (2.15)

π‘ž2 = (π‘₯2βˆ’ π‘₯1) (2.16) Pengaturan persamaan (2.15) dan (2.16) menghasilkan:

π‘šπ‘‘2π‘ž1

𝑑𝑑2 + π‘˜0π‘ž1 = 0 (2.17)

π‘šπ‘‘2π‘ž2

𝑑𝑑2 + 3π‘˜0π‘ž2 = 0 (2.18)

Solusi dari persamaan (2.17) adalah:

π‘ž1 = 𝐴1𝑠𝑖𝑛(πœ”1𝑑 + πœƒ1) (2.19) dengan 𝐴1 adalah amplitudo 1, πœƒ1 adalah sudut fase 1 dan πœ”1 adalah frekuensi sudut 1 yang besarnya:

keterangan:

πœ”1 : frekuensi sudut (π‘Ÿπ‘Žπ‘‘ 𝑠⁄ )

π‘˜ : konstanta pegas (𝑁/π‘š)

π‘š : massa (π‘˜π‘”)

Atau bisa dalam bentuk persamaan:

πœ”1 = 2πœ‹π‘‡

1 (2.21)

keterangan:

𝑇1 : periode osilasi 1 (𝑠)

Solusi dari persamaan (2.18) adalah:

π‘ž2 = 𝐴2𝑠𝑖𝑛(πœ”2𝑑 + πœƒ2) (2.22) dengan 𝐴2 adalah amplitudo 2, πœƒ2 adalah sudut fase 2 dan πœ”2 adalah frekuensi sudut 2 yang besarnya:

πœ”2 = √3π‘˜π‘š (2.23) keterangan:

πœ”2 : frekuensi sudut (π‘Ÿπ‘Žπ‘‘ 𝑠⁄ )

π‘˜ : konstanta pegas (𝑁/π‘š)

π‘š : massa (π‘˜π‘”)

πœ”2 =2πœ‹π‘‡

2 (2.24)

keterangan:

𝑇2: periode osilasi 2 (𝑠)

Persamaan (2.15) dan (2.16) diubah menjadi:

π‘₯1 = 12(π‘ž1+ π‘ž2) (2.25)

π‘₯2 =12(π‘ž1βˆ’ π‘ž2) (2.26) Persamaan (2.19) dan (2.22) disubtitusikan pada persamaan (2.25)

dan (2.26). Kemudian hasil subtitusi persamaan tersebut diturunkan dua kali

terhadap waktu sehingga diperoleh persamaan:

π‘Ž1 =𝑑2π‘₯1

𝑑𝑑2 = βˆ’12[𝐴1πœ”12𝑠𝑖𝑛(πœ”1𝑑 + πœƒ1) + 𝐴2πœ”22𝑠𝑖𝑛(πœ”2𝑑 + πœƒ2)] (2.27)

π‘Ž2 = 𝑑2π‘₯2

𝑑𝑑2 = βˆ’12[𝐴1πœ”12𝑠𝑖𝑛(πœ”1𝑑 + πœƒ1) βˆ’ 𝐴2πœ”22𝑠𝑖𝑛(πœ”2𝑑 + πœƒ2)] (2.28) dengan:

π‘Ž1: percepatan pada benda 1 (π‘š 𝑠⁄ 2)

π‘Ž2: percepatan pada benda 2 (π‘š 𝑠⁄ 2)

Frekuensi sudut πœ”1 dan πœ”2 dinamakan frekuensi normal. Bentuk osilasi gandeng tergantung dari keadaan inisial atau keadaan awal kedua

benda. Kedua benda berosilasi pada satu frekuensi (πœ”1 atau πœ”2) apabila simpangan awal kedua benda tertentu. Gerak osilasi pada salah satu

frekuensi ini dinamakan sebagai osilasi gandeng mode normal. Terdapat

dua mode normal yaitu mode simetris dan mode asimetris [Castro-Palacio,

2013].

B.1 Mode Normal Simetris

Dalam mode normal ini benda berosilasi hanya pada frekuensi

normal πœ”1. Pada mode ini simpangan awal kedua benda searah dan jarak simpangannya sama besar [Castro-Palacio, 2013].

Oleh karena simpangan awal π‘₯1 = π‘₯2 maka pada persamaan (2.16) besar π‘ž2 = 0. Persamaan (2.27) dan (2.28) menjadi:

π‘Ž1 = 𝑑2π‘₯1

𝑑𝑑2 = βˆ’12𝐴1πœ”12𝑠𝑖𝑛(πœ”1𝑑 + πœƒ1) (2.29)

π‘Ž2 =𝑑2π‘₯2

𝑑𝑑2 = βˆ’12𝐴1πœ”12𝑠𝑖𝑛(πœ”1𝑑 + πœƒ1) (2.30)

B.2 Mode Normal Asimetris

Dalam mode normal ini benda berosilasi hanya pada frekuensi

normal πœ”2. Pada mode ini simpangan awal kedua benda berlawanan arah dan jarak simpangannya sama besar [Castro-Palacio, 2013].

Oleh karena simpangan awal π‘₯1 = βˆ’π‘₯2 maka pada persamaan (2.15) besar π‘ž1 = 0. Persamaan (2.27) dan (2.28) menjadi:

π‘Ž1 = 𝑑2π‘₯1

𝑑𝑑2 = βˆ’12𝐴2πœ”22𝑠𝑖𝑛(πœ”2𝑑 + πœƒ2) (2.31)

π‘Ž2 =𝑑2π‘₯2

C. Osilasi Gandeng Mode Gabungan

Mode ini merupakan gabungan dari kedua mode simetris dan

asimetris [Castro-Palacio, 2013]. Pada mode ini masing-masing benda

bergerak dengan dua frekuensi yaitu πœ”1 dan πœ”2. Persamaan (2.27) dan (2.28) merupakan bentuk dari mode gabungan.

16

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Menghitung Nilai Konstanta Pegas Melalui Sistem Osilasi Pegas-Massa

Sistem osilasi pegas-massa terdiri dari sebuah pegas dan sebuah massa

yang disusun secara vertikal. Pegas digantung pada sebuah statif. Massa yang

digunakan adalah sebuah smartphone yang bermassa π‘š dan digantungkan pada ujung bebas pegas.

Foto set alat dan rangkaian alat yang dipakai saat penelitian ditunjukkan

pada gambar 3 dan 4.

Gambar 3. Set alat osilasi pegas massa saat penelitian. Smartphone digunakan sebagai beban sekaligus alat ukur percepatan.

Gambar 4 Sistem osilasi pegas-massa menggunakan smartphone sebagai massa dan sensor percepatan.

Keterangan alat:

1. Pegas 3. Statif

2. Smartphone

Alat-alat yang digunakan yaitu:

1. Pegas

Pegas yang akan diukur konstantanya.

2. Smartphone

Smartphone digunakan sebagai beban yang berosilasi. Selain itu,

smartphone juga berfungsi sebagai alat untuk mengukur percepatan benda

saat berosilasi.

3. Statif

Digunakan untuk menggantungkan pegas.

Saat berosilasi smartphone bergerak naik dan turun secara teratur.

Sensor percepatan pada smartphone mendeteksi percepatan yang dialami

selama berosilasi. Sensor ini mampu mendeteksi percepatan dalam tiga sumbu

1

2

3

yaitu sumbu X (π‘Žπ‘₯), Y (π‘Žπ‘¦) dan Z (π‘Žπ‘§). Smartphone digantungkan pada keadaan tegak sehingga sensor mendeteksi percepatan osilasi pada sumbu Y.

Percepatan osilasi kemudian direkam menggunakan aplikasi yang telah

diinstal pada smartphone. Aplikasi bernama Accelerometer Monitor version

1.5 dan dapat diunduh dari PlayStore dengan mudah. Tampilan aplikasi

ditunjukkan pada gambar 5. Aplikasi ini dijalankan dengan menekan tombol

β€œstart”. Setelah muncul tulisan β€œsaving” artinya smartphone sudah mulai

merekam percepatan. Smartphone merekam percepatan secara realtime dan otomatis.

Gambar 5. Tampilan dari aplikasi Accelerometer Monitor version 1.5 ketika sedang merekam percepatan. Garis kuning menunjukkan percepatan pada sumbu Y smartphone.

Hasil rekaman dari aplikasi berupa file dengan format Text Document.

File tersebut berisi data percepatan pada tiga sumbu beserta waktu osilasinya

seperti yang ditampilkan gambar 6. Resolusi dari sensor percepatan yaitu π›Ώπ‘Ž = 0,038 π‘š 𝑠⁄ 2 dan waktu rata-rata merekam data setiap 20 milisekon. Data

tersebut bisa ditampilkan dalam bentuk grafik menggunakan software.

Software yang digunakan dalam penelitian ini adalah LoggerPro versi 3.4.5.

Gambar 6. Tampilan isi dari file hasil rekaman percepatan oleh aplikasi Accelerometer Monitor version 1.5.

Data ditampilkan dalam bentuk grafik percepatan fungsi waktu

menggunakan software. Data waktu osilasi diset sebagai sumbu X grafik

sedangkan percepatan pada sumbu Y (π‘Žπ‘¦) diset sebagai sumbu Y grafik.

Grafik dianalisa dengan cara fiting persamaan (2.6) pada grafik. Hasil fiting menunjukkan nilai dari besaran amplitudo, frekuensi sudut (πœ”0) dan sudut fase. Konstanta pegas dicari dengan memasukkan nilai πœ” dan massa π‘š

(massa smartphone dan pengait) pada persamaan (2.5).

Metode yang sama juga dilakukan pada kedua pegas lainnya. Rata-rata

dari ketiga konstanta pegas ini mewakili satu nilai konstanta pegas yang akan

digunakan dalam eksperimen osilasi gandeng.

Dokumen terkait