• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE

2) Overlay/Intersect (lihat Gambar 1 halaman 30)

Overlay/tumpangtindih peta merupakan salah satu fungsi dari SIG yang bertujuan untuk menghasilka n data spasial baru dari minimal 2 data spasial yang menjadi masukkannya (Prahasta 2002).

Peta-peta digital yang terdiri dari peta penutupan lahan tahun 1997 dan 2002, peta RTRW, Peta Kelas Kelerengan, peta Administrasi wilayah (Kecamatan dan Desa) di overlay/tumpangtindih. Overlay tersebut menghasilkan sebuah peta dimana setiap poligonnya memiliki data dari semua peta yang menjadi masukkannya. Selanjutnya, peta tersebut dijadikan sebagai basis data dalam analsis SIG selanjutnya yakni untuk analisis Konsistensi RTRW dan Perubahan Penutupan Lahan.

3) Analisis Konsistensi RTRW (lihat Gambar 2 halaman 31)

Tujuan analisis ini adalah untuk melihat seberapa jauh tingkat konsistensi dan inkonsistensi pemanfaatan ruang terhadap RTRW. Analisis ini dilakukan dengan cara membandingkan peta RTRW dengan peta penutupan lahan (land cover) tahun 2002.

Basis data SIG (pada poin 2) yang menyangkut data atribut RTRW dan penutupan lahan tahun 2002 dieksport ke microsoft excel dan diolah. Pengolahan dilakukan dengan cara membuat kolom baru yang memberikan informasi mengenai jenis penutupan lahan yang berada pada kawasan-kawasan yang telah ditetapkan dalam RTRW (RTRW à Land Cover). Selanjutnya, hasil olahan data tersebut dikembalikan kedalam basis data SIG dalam bentuk. Dengan demikian, dari basis data SIG tersebut dapat dimanipulasi untuk menampilkan data spasial yang konsisten atau inkonsisten terhadap RTRW.

Istilah “Konsistensi/Inkonsistensi” RTRW digunakan karena memiliki pengertian yang lebih longgar dalam hubungannya dengan tenggang waktu. Jangka waktu RTRW Kabupaten dan Kota Bogor adalah sepuluh tahun, yakni dari tahun 1999 sampai 2009 sedangkan data spasial pembanding dalam penelitian ini adalah penutupan lahan tahun 2002, hal ini berarti bahwa RTRW baru berjalan kurang lebih 3 tahun. Sehingga istilah lain seperti “penyimpangan” RTRW cukup riskan untuk digunakan, mengingat masa pelaksanaan RTRW baik Kabupaten Bogor maupun Kota Bogor masih berjalan sampai tujuh tahun lagi. Hal ini menunjukkan bahwa upaya-upaya pencapaian target yang ditetapkan dalam RTRW masih dalam proses dan belum final.

Penentuan konsistensi dan inkonsistensi dilakukan berdasarkan model logika efektifitas tata ruang (Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor 2002) (lihat Tabel 1 dan 2 halaman 25). Hal yang paling mendasar untuk dimengerti dari model logika ini adalah, bahwa alih fungsi lahan menjadi ruang terbangun memiliki sifat irreversible, dimana ruang yang telah digunakan untuk ruang terbangun hampir tidak mungkin untuk

dikembalikan kepada pemanfaatan ruang sebelumnya (kawasan lindung, kawasan pertanian). Selain itu, bahwa jenis penutupan lahan dapat berpengaruh terhadap kemampuan penyerapan air.

Tabel 1 Matriks Konsistensi antara Arahan Pemanfaatan Ruang (RTRW) dengan Penutupan Lahan Tahun 2002 di Kabupaten Bogor

Penutupan Lahan Tahun 2002 Klasifikasi Umum Arahan Pemanfaatan Ruang Klasifikasi Pemanfaatan Ruang Menurut RTRW ** Badan Air Ht & Veg lebat Ruang Ter bangun TPLB TPLK KAWASAN LINDUNG Kawasan Lindung/ Resapan Air, Sempadan /Terbuka Hijau

# # * * *

Kawasan Hutan Produksi # # * * *

Kawasan Pertanian # # * # # Kawasan Pertambangan # # # # # Kawasan Industri # # # # # Kawasan Pariwisata # # # # # KAWASAN BUDIDAYA Kawasan Permukiman # # # # #

Sumber: Modifikasi dari Lembaga Penelitian IPB (2002) Keterangan: # = Konsisten

* = Inkonsisten ** = Klasifikasi PP 10/2000

TPLB = Tanaman Pertanian L ahan Basah TPLK = Tanaman Pertanian Lahan Kering

Tabel 2 Matriks Konsistensi antara Arahan Pemanfaatan Ruang (RTRW) dengan Penutupan Lahan Tahun 2002 di Kota Bogor

Penutupan Lahan Tahun 2002 Klasifikasi Umum Arahan Pemanfaatan Ruang Klasifikasi Pemanfaatan Ruang Menurut RTRW ** Badan Air Ht & Veg Lebat Ruang Ter bangun TPLB TPLK Kawasan yang Tidak Boleh Dibangun/Lahan Konservasi Sungai/Danau/Situ, Hutan Kota, Kebun Raya, Taman dan Jalur Hijau

# # * * *

Kawasan Lahan Terbangun

Permukiman dan Sarana

dan Prasarana Lainnya. # # # # #

Kawasan Lahan Belum Terbangun

Pertanian dan Kebun

Campuran # # # # #

Sumber: Modifikasi dari Lembaga Penelitian IPB (2002) Keterangan: # = Konsisten

* = Inkonsisten ** = Klasifikasi PP 10/2000

TPLB = Tanaman Pertanian Lahan Basah TPLK = Tanaman Pertanian Lahan Kering

Keterbatasan dari metode ini adalah, bahwa pengelompokkan pemanfaatan ruang menjadi konsisten dan inkonsisten masih tergolong kasar dikarenakan data spasial yang digunakan memiliki skala tinjau yakni 1: 250.000 dalam bentuk raster sehingga memiliki akurasi yang relatif rendah dalam memberikan informasi baik luasan maupun batasan ruang yang dianalisis.

Selanjutnya, hasil analisis yang menunjukkan bahwa pemanfaatan ruang inkonsisten terhadap RTRW dikaitkan dengan kondisi kelerengan wilayah. Hal ini dilakukan untuk mengetahui inkonsistensi pemanfaatan ruang pada setiap tingkat kelas kelerengan. Data luas inkonisitensi RTRW kemudian dijadikan sebagai variabel bebas dalam analisis regresi berganda untuk mengetahui keeratan hubungan antara luas inkonsistensi dengan faktor -faktor yang mempengaruhi inkonsistensi RTRW pada tahap selanjutnya.

4) Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inkonsistensi RTRW (lihat Gambar

3 halaman 32)

Data yang digunakan adalah Potensi Desa (PODES) Bogor tahun 2002, meliputi: struktur penutupan lahan, struktur aktifitas perekonomian masyarakat, struktur pendidikan dan ketersediaan fasilitas umum. Sebelum data tersebut diolah dengan metode Principal Component Analysis (PCA), terlebih dahulu dilakukan seleksi dan standarisasi data. Seleksi data dilakukan untuk memperoleh data kuantitatif yang terkait dengan aktifitas penggunaan lahan. Selanjutnya, data hasil seleksi tersebut dilakukan standarisasi untuk memperoleh keseragaman satuan data, misalnya: data luas lahan sawah dibagi dengan total luas desa tersebut. Sedangkan untuk data jarak dilakukan invers data (1/km), misalnya: data jarak dari desa ke rumah sakit bersalin adalah 2 km, maka data tersebut menjadi ½ km. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan dalam menginterpretasikan hasil analisis data. Dasar pemikirannya adalah, bahwa semakin besar nilai data jarak maka semakin jauh jarak tersebut dari obyeknya atau dengan kata lain aksesibilitas semakin rendah. Sebaliknya, semakin kecil nilai data jarak maka semakin dekat jarak tersebut dari obyeknya atau dengan kata lain aksesibilitas semakin tinggi.

Hasil seleksi data yang telah dirasiokan disusun dalam suatu tabel sebagai database untuk analisis Principal Component Analysis (PCA). PCA merupakan salah satu teknik analisis yang dapat mereduksi suatu set data\peubah dengan jumlah yang

banyak menjadi set data baru yang lebih sederhana dengan jumlah data/peubah lebih sedikit dan saling orthogonal (tidak saling berkorelasi) (Rustiadi et al. 2002). Format data untuk analisis PCA disusun membentuk matriks ukuran n x p, dimana n: unit sampel dan p: jumlah peubah (jumlah kolom).

Hasil analisis PCA antara lain: Akar Ciri (Eigenvalues), Factor Loading, dan Factor Scores. Eigenvalue merupakan suatu nilai yang menunjukkan keragaman dari peubah komponen utama yang dihasilkan dari analisis, semakin besar total kumulatif eigenvalue maka semakin besar pula keragaman data awal yang dapat di terangkan. Factor Loadings merupakan parameter yang menggambarkan hubungan/besarnya korelasi antara peubah penduga penentu konsistensi RTRW dengan komponen utama ke-i. Factor Scores adalah nilai yang menggambarkan besarnya titik-titik data baru dari hasil analisis komponen utama, nilai ini yang akan digunakan dalam analisis selanjutnya (Analisis Regresi Berganda/Multiple Regression Analysis).

Analisis regresi berganda (Multiple Regression Analysis) dilakukan untuk mengetahui keeratan hubungan antara faktor-faktor penduga penentu konsistensi RTRW dengan luas inkonsistensi RTRW dengan unit analisis desa. Factor Scores dijadikan sebagai variabel bebas (x), sedangka n luas inkonsistensi RTRW dijadikan sebagai variabel tak bebas (y).

Secara umum hubungan antara variabel-variabel tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

Y i = a + b1X1i + b2X2i + …+ bjXji + … + bnXni

dimana: Y i = Luas Area Inkonsistensi pada Desa ke – i (%)

a = Intercept

b = Koefisien variabel j (Xj)

Xji = Variabel penduga faktor-faktor yang mempengaruhi Inkonsistensi

ke- j di Desa ke – i (lihat Tabel 3 halaman 28 dan Tabel 4 halaman 29).

Tabel 3 Variabel penduga faktor-faktor yang mempengaruhi Inkonsistensi RTRW Kabupaten Bogor.

NO. Bebas (Variabel Xi) Variabel Asal *

1 X1 Kepadatan Penduduk (Jiwa/Ha)

2 X2 Jarak ke Kecamatan yang Membawahi (1/km)

3 X3 Jarak ke Kabupaten yang Membawahi (1/km)

4 X4 Jarak ke Kabupaten/Kota Lain yang Terdekat (1/km)

5 X5 Keluarga Pertanian (% KK)

6 X6 Pelanggan Listrik PLN (% KK)

7 X7 Rumah Permanen (unit/total)

8 X8 Keluarga di Bantaran/Tepi Sungai (% KK)

9 X9 Rumah di Bantaran/Tepi Sungai (unit/total)

10 X10 SLTP /1000 jiwa

11 X11 SMU /1000 jiwa

12 X12 Rumah Sakit/Rumah Bersalin (unit)

13 X13 Jarak ke Rumah Sakit/Rumah Bersalin (1/km)

14 X14 Puskesmas (unit)

15 X15 Jarak ke Puskesmas (1/km)

16 X16 Luas Sawah berpengairan yang diusahakan (Ha)

17 X17 Luas Lahan bukan sawah (Ha)

18 X18 Luas tegal/kebun/tambak/padang rumput (Ha)

19 X19 Luas Perumahan dan pemukiman (Ha)

20 X20 Industri Kerajinan dari Kayu (unit)

Sumber: Hasil Analisis Podes 2002 * Diukur dalam unit analisis desa

5) Analisis Perubahan Penutupan lahan (lihat Gambar 4 halaman 33)

Data atribut dari hasil overlay (point 2) diolah dengan menggunakan perangkat lunak excel. Tujuannya adalah untuk mengetahui perubahan penutupan lahan yang terjadi dari tahun 1997 ke tahun 2002 (Penutupan Lahan 1997 à Penutupan lahan 2002). Hasil pengolahan data tersebut kemudian dimasukkan lagi kedalam basis data dalam field baru. Output dari analisis ini berupa peta perubahan penutupan lahan dan data luas perubahan penutupan lahan (1997-2002).

6) Identifikasi Pusat-pusat Perubahan Penutupan lahan

Data yang digunakan untuk identifikasi pusat-pusat perubahan lahan adalah data luas perubahan penutupan lahan (data atribut hasil analisis perubahan penutupan lahan 1997-2002). Data tersebut ditabulasikan dan kemudian dianalisis dengan metode Location Qoutient (LQ).

Menurut Warpani (1984), analisis LQ merupakan cara permulaan untuk mengetahui kemampuan suatu daerah dalam sektor kegiatan tertentu. Kesimpulan yang diberikan masih merupakan kesimpulan sementara yang masih perlu dikaji dan ditilik kembali melalui teknik analisis lainyang dapat menjawab apakah kesimpulan sementara di atas terbukti kebenarannya. Walaupun teknik ini tidak memberikan kesimpulan akhir, namun dalam tahap pertama sudah cukup memberikan gambaran akan kemampuan daerah yang bersangkutan dalam sektor yang diamati.

Tabel 4 Variabel penduga faktor-faktor yang mempengaruhi Inkonsistensi RTRW Kota Bogor.

Sumber: Hasil Analisis Podes 2002 *: Diukur dalam unit analisis desa

No. Variabel

Bebas (Xi) Variabel *

1 X1 Kepadatan Penduduk (jiwa/Ha)

2 X2 Jarak ke Kecamatan yang Membawahi (1/km)

3 X3 Jarak ke Kota yang Membawahi (1/km)

4 X4 Keluarga Pertanian (KK)

5 X5 Pelanggan Listrik PLN (KK)

6 X6 Rumah Permanen (unit)

7 X7 Keluarga di Bantaran/Tepi Sungai (KK)

8 X8 Rumah di Bantaran/Tepi Sungai (unit)

9 X9 Rumah Kumuh (unit)

10 X10 Keluarga Permukiman Kumuh (KK)

11 X11 Jarak ke SLTP Terdekat (1/km)

12 X12 SMU Negeri dan yang Sederajat/1000 jiwa

13 X13 Rumah Sakit Bersalin/Rumah Bersalin (unit)

14 X14 Jarak ke Rumah Sakit/Rumah Bersalin (1/km)

15 X15 Puskesmas (unit)

16 X16 Jarak Desa ke Puskesmas (1/km)

17 X17 Tempat Praktek Dokter (unit)

18 X18 Jarak Desa ke Tempat Praktek Dokter (1/km)

19 X19 Sawah berpengairan yang diusahakan (Ha)

20 X20 Lahan bukan sawah (Ha)

21 X21 Kebun/ empang/ penggembalaan (Ha)

22 X22 Luas Perumahan dan pemukiman (Ha)

23 X23 Industri (unit)

24 X24 Industri Kerajinan dari Kayu (unit)

Gambar 1 Diagram Alur Pembentukan Basis Data SIG.

Peta

Rencana Tata Ruang Wilayah Periode 1999 – 2009 Peta Penutupan Lahan Tahun 1997 (5 kelas) Peta Batas Administrasi (Desa, Kecamatan) Peta Penutupan Lahan Tahun 2002 (10 kelas) Peta Kelas Kelerengan

Edit Klasifikasi Jenis Penutupan Lahan yang disesuaikan dengan Data 1997

Overlay Peta

Basis Data Analisis Sisitem Informasi

Geografi (SIG)

Basis Data SIG (Spasial dan Atribut) Analisis Konsistensi

RTRW

Basis Data SIG (Spasial dan Atribut)

Analisis Perubahan Penutupan Lahan

Gambar 2 Diagram Alur Analisis Konsistensi RTRW.

A

B

C

D Pengolahan Data Atribut

(RTRW à LC 2002)

Peta Inkonsistensi RTRW Data Basis SIG

(Spasial dan Atribut ) Analisis Konsistensi RTRW Tabel Matriks Konsistensi RTRW Inkonsisten Terhadap RTRW Konsisten Terhadap RTRW Data Atribut Luas Inkonsistensi RTRW (atribut Regresi Berganda)

Gambar 3 Diagram Alur Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inkonsistensi RTRW.

Data Potensi Desa (PODES) Tahun 2002

Analisis PCA

Eigenvalues Factor Lodings Factor Scores

Komponen Utama Faktor Faktor Penduga Penentu Penutupan Lahan B A

Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis)

Variabel Bebas (x)

Variabel Tak Bebas (y)

Pengaruh Faktor Faktor Penentu Terhadap Inkonsistensi RTRW Seleksi dan Tabulasi Data Standarisasi Data C D

Gambar 4 Diagram Alur Analisis Perubahan Penutupan Lahan.

A

B

C

D Pengolahan Data Atribut

(LC 1997 à LC 2002) Data Basis SIG (Spasial dan Atribut)

Analisis Perubahan Penutupan Lahan Peta Perubahan Penutupan Lahan (1997 – 2002) Data Atribut Luas Perubahan Penutupan Lahan (1997 - 2002) Analisis Location Quotient (LQ) Data

Pusat Perubahan Berbagai Penutupan Lahan Menjadi

Ruang Terbangun

Data

Pusat Perubahan Berbagai Penutupan Lahan Menjadi

TPLB

Data

Pusat Perubahan Berbagai Penutupan Lahan Menjadi

Metode LQ umumnya digunakan untuk menunjukkan lokasi pemusatan/basis (aktifitas). LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktifitas pada sub wilayah ke-i terhadap persentase aktifitas total terhadap wilayah yang diamati (Rustiadi et al. 2002).

Persamaan dari LQ adalah sebagai berikut:

.. . . X X X X LQ j i ij ij =

Parameter yang digunakan untuk identifikasi pusat-pusat perubahan penutupan lahan adalah sebagai berikut:

Xij = luas perubahan penutupan lahan ke -j di kecamatan ke -i

Xi. = total luas perubahan penutupan lahan di kecamatan ke -i

X.j = luas perubahan penutupan lahan ke-j di Kabupaten/Kota

X.. = total luas perubahan penutupan lahan di Kabupaten/Kota

Untuk dapat menginterprestasikan hasil analisis LQ, adalah sebagai berikut: Jika nilai LQij 1, maka hal ini menunjukkan terjadinya konsentrasi suatu aktifitas di

sub wilayah ke-i secara relatif dibandingkan dengan total wilayah atau terjadi pemusatan aktifitas di sub wilayah ke-i.

Dokumen terkait