• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abstrak

Gen Inhibitor of Meristem Activity (IMA) merupakan salah satu gen yang berperanan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang terdapat pada meristem pucuk tanaman. Gen IMA yang diisolasi dari tanaman tomat telah berhasil diklon ke dalam vektor ekspresi A. tumefaciens LBA4404. Selanjutnya ditransformasi ke dalam tanaman tembakau untuk mengetahui peranan ekspresi gen IMA dalam genom tanaman tembakau. Pengujian ekspresi gen ini sebagai tahap awal dalam menganalisis peranan gen IMA. Berdasarkan hasil tersebut akan dapat dicobakan pada beberapa tanaman target. Tahapan penelitian meliputi: penyiapan tanaman tembakau steril, induksi kalus pada media penginduksi kalus, induksi tunas, dan transformasi gen menggunakan metode transformasi, uji skrining pada media seleksi, regenerasi, analisis morfologi. Transformasi vektor ekspresi gen IMA sens dan antisens berhasil dilakukan ke tanaman model tembakau. Hasil analisis morfologi tanaman T0 dan T1 terdapat pewarisan sifat- sifat morfologi yang sama pada generasi berikutnya. Pola pewarisan sifat pada tanaman T0 sens dan antisens serta tanaman T1 sens dan antisens mengikuti pola pewarisan hukum Mendel yaitu 3:1.

Kata kunci : Nicotiana tabacum, transformasi, IMA, sens, antisens

Pendahuluan

Karakter unggul suatu tanaman dapat ditingkatkan melalui teknologi rekayasa genetika. Teknologi rekayasa genetika dapat menghasilkan varietas- varietas baru dengan sifat-sifat unggul. Salah satu cara untuk membetuk tanaman unggul yaitu melalui transformasi gen melalui Agrobacterium tumefaciens (Zupan

et al. 1996; Travella et al. 2005). Agrobacterium tumefaciens adalah bakteri patogen yang dapat menyebabkan crown gall pada tanaman. Bakteri ini mampu mentransfer segmen DNA dari plasmid Ti ke dalam sel tanaman dan mengintegrasikannya ke dalam kromosom tanaman. Kemampuan ini menjadikan

A. tumefaciens banyak digunakan sebagai cara untuk mentransfer gen ke dalam genom tanaman. Metode ini mempunyai beberapa keunggulan diantaranya efisiensi transformasi dengan salinan gen tunggal lebih tinggi dan dapat dilakukan dengan peralatan laboratorium yang sederhana serta biaya yang murah dibandingkan dengan metode transformasi yang lain seperti penembakan partikel (microprojectile bombardment) (Travella et al. 2005).

Pengujian peranan suatu gen dibutuhkan sebagai informasi awal dalam melakukan perbaikan genetik tanaman melalui penyisipan gen-gen tertentu. Peranan gen tertentu akan mudah diamati dan dianalisis apabila diberhasil disisipkan pada tanaman. Tanaman tembakau merupakan tanaman yang mudah untuk disisipi gen target karena tenik budi daya secara in vitro sudah sangat berkembang dengan baik.

28

Budi daya secara in vitro dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman misalnya mendapatkan bibit tanaman dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang relatif singkat, serta mempunyai sifat morfologi dan fisiologi yang sama dengan induknya. Perkembangan selanjutnya in vitro digunakan untuk keperluan program pemuliaan tanaman dalam upaya memperoleh keragaman genetik atau karakter unggul secara efesien tanpa melalui proses persilangan yang membutuhkan waktu yang relatif lama. Beberapa faktor penting yang mempengaruhi induksi kalus dan regenerasi tanaman yaitu pemilihan jenis eksplan, genotipe dan suplemen media yang digunakan, mencakup tipe dan kuantitas zat pengatur tumbuh, dalam hal ini auksin dan sitokinin (Ganapathi et al. 2004). Komposisi auksin dan sitokinin dalam media kultur in vitro memainkan peranan penting dalam induksi dan regenerasi kalus menjadi tunas (Milazzo et al. 1999).

Gen IMA terlibat dalam lintasan signal beberapa hormon, sebagai efektor penting dalam mengendalikan lintasan aktivitas meristem yang berkaitan dengan pembelahan diferensiasi dan kontrol perkembangan hormon (Sicard et al. 2008b). Gen IMA ditransformasikan ke tanaman model untuk mengetahui peranan ekspresi gen IMA.

Nicotiana tabacum merupakan tanaman yang sering digunakan sebagai tanaman model untuk penelitian sel dan kultur jaringan. Umumnya penelitian tentang sel tumbuhan, kultur jaringan dan biologi molekuler tanaman menggunakan tembakau (Ganapathi et al. 2004). Tanaman model yang banyak digunakan untuk rekayasa genetik adalah Arabidopsis thaliana, (Deng et al.

2009); Nicotiana benamiana (Anggraito 2012) dan Nicotiana tabacum (de la Fuente et al. 1997; Hannum 2012). Tanaman tembakau dipilih sebagai tanaman model karena jumlah bijinya yang banyak, siklus hidupnya pendek, secara in vitro

mudah diinduksi menjadi tanaman utuh dan efisiensi transformasi tinggi.

Efisiensi transformasi pada N. tabacum mencapai 92% dan pada N. bentamiana mencapai 82% (Hannum 2012). Persentase tersebut berdasarkan jumlah eksplan yang membentuk tunas dibandingkan dengan total eksplan yang dikulturkan pada medium seleksi. Efisiensi transformasi pada N. tabacum

meningkat dua kali lipat dengan penambahan asetosiringon (Chen et al. 2014). Asetosiringon dapat mengaktifkan VirG yang menginduksi gen-gen vir lainnya yang berperan dalam proses transfer T (Zupan et al. 1996). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pernanan ekspresi gen Inhibitor of Meristem Activity

pada tanaman model tembakau.

Bahan dan Metode Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi A. tumefaciens

LBA4404 yang membawa gen IMA sens dan A. tumefaciens LBA4404 yang membawa gen IMA antisens. Tanaman model yang digunakan adalah Nicotiana tabacum SR1. Perangkat untuk mendeteksi sisipan gen IMA sens digunakan primer 35S-CaMV forward dan IMA reverse. Selanjutnya untuk menganalisis integrasi gen IMA antisens digunakan primer 35S-CaMV dan IMA reverse.

29

Metode

Persiapan eksplan

Daun tembakau steril digunakan sebagai eksplan dalam proses transformasi. Daun steril diperoleh dari hasil penanaman biji tembakau yang sudah disterilisasi menggunakan 70% alkohol selama 1-2 menit dan dicuci dengan air steril sebanyak lima kali. Selanjutnya biji direndam selama 20 menit dalam larutan desinfektan 20% mengandung 5.25% NaClO. Biji dicuci kembali dengan air steril sebanyak lima kali dan ditanam pada media MS0. Daun steril dapat dipanen pada umur 3 minggu.

Persiapan Inokulum

Masing-masing A. tumefaciens LBA4404yang mengandung vektor ekspresi pGWB402-IMA sens dan antisens dikultur dalam media LB (Lampiran 1). Media LB yang digunakan mengandung antibiotik 50 mg/L kanamisin, 100 mg/L streptomisin dan 50 mg/L spektinomisin. Kultur bakteri yang telah mencapai

Objective Density (OD) = 0.8-1, dipanen dan diencerkan dalam media ko-kultivasi cair yang mengandung 40 mg/L asetosiringon hingga OD= 0.1-0.3.

Eksplan daun sebesar 1 cm2 direndam dalam larutan kultur A. tumefaciens

selama 15 menit sambil di shaker. Eksplan dikeringkan dengan kertas tissue steril dan ditanam pada media kokultivasi padat yang mengandung 40 mg/L asetosiringon. Kokultivasi dilakukan selama 56-72 jam di ruang gelap. Kemudian eksplan dicuci dengan air steril yang mengandung 200 mg/L sefotaksim kemudian ditanam pada media induksi kalus. Setelah 3-4 minggu kalus yang telah terbentuk dipindahkan ke media induksi tunas yang mengandung 60 mg/L kanamisin. Seleksi pada media induksi tunas dilakukan selama 2-3 minggu sampai terbentuk tunas. Selanjutnya dipindahkan ke media MS0 hingga terbentuk akar.

Setelah perakaran dilakukan tahapan aklimatisasi yaitu plantlet dipindahkan ke lingkungan diluar botol seperti rumah kaca. Setelah terjadi pengakaran yang mempunyai panjang akar 1-2 cm maka plantlet siap untuk dipindahkan. Plantlet di angkat secara perlahan dari media agar dalam botol kemudian di bagian akarnya dibilas dengan air mengalir sehingga media agar yang menempel dapat lepas dari akar. Selanjutnya ditanam dalam media campuran arang sekam padi dan tanah (1:1). Plantlet yang sudah ditanam diberi sungkup. Setelah tanaman cukup kuat dan memperlihatkan pertumbuhan yang segar maka setelah 1-2 minggu dapat dipindahkan ke media tanah dan pupuk kompos. Tanaman di tanam dalam pot polybag diameter 25 cm.

Pengambilan data morfologi dilakukan dengan mengukur beberapa sifat- sifat tanaman. Sifat tanaman yang diukur yaitu tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, panjang ruas dan jumlah kapsul. Pengamatan molekuler dilakukan dengan mengisolasi DNA tanaman. Sampel untuk isolasi DNA diambil dari tanaman dewasa yang berada di pot polybag.

Isolasi DNA tembakau

DNA Genom N. tabacum SR1 transgenik putatif diisolasi menggunakan metode cetyl trimethylammonium bromide (CTAB) (Sambrook et al. 1989). Hasil isolasi DNA genom dicek dengan elektroforesis pada gel agarosa 1% (b/v). DNA hasil elektroforesis diwarnai menggunakan Ethidium Bromida (EtBr) 0.5 µg/ml

30

selama 15 menit kemudian direndam dalam air selama 5 menit. Keberhasilan integrasi gen IMA diverifikasi dengan PCR. PCR menggunakan 5 µL Kappa master mix, 3 pmol primer forward, 3 pmol primer reverse, 10 ng genom N. tabacum SR1, dan ddH2O hingga volume total 10 µL. Kondisi PCR adalah suhu

95 °C selama 5 menit untuk pra PCR, 94 °C selama 30 menit untuk denaturasi, 52 °C selama 30 menit untuk penempelan primer, 72 °C selama 1 menit untuk pemanjangan nukleotida dan 72 °C selama 5 menit untuk pasca PCR, proses PCR dilakukan sebanyak 35 siklus. Hasil PCR dikonfirmasi dengan elektroforesis pada agarosa 1% (b/v), diwarnai menggunakan EtBr kemudian divisualilasi.

Hasil dan Pembahasan Transformasi gen IMA sens

Keberhasilan Agrobacterium dalam transformasi gen perlu ditunjang oleh proses pengkalusan dan frekuensi regenerasi. Hal ini dapat membantu peluang diperoleh tanaman transgenik. Potongan daun paling sering digunakan sebagai eksplan karena sangat mudah dan tingkat keberhasilannya tinggi yaitu 73.3% (Horsch et al. 1985).

Bahan inokulum A. tumefaciens yang pelihara dalam medium LB cair mencapai OD600 = 0.8 hanya dalam waktu 40 jam. Proses persiapan inokulum

dapat mengakibatkan cekaman lingkungan pada Agrobacterium tapi dapat dikurangi dengan mengganti media pertumbuhan yang baru. Selanjutnya dilakukan penambahan asetosiringon 20 mM supaya dapat menginduksi proses pelepasan DNA plasmid ke dalam eksplan. Proses pelukaan pada eksplan dapat membantu masuknya DNA plasmid ke dalam inti sel tanaman dan berintegrasi dengan DNA genom tanaman. Bila proses inokulasi berhasil biasanya ditandai dengan morfologi eksplan yang nampak segar dan agak melengkung ke atas (Gambar 15). Penanaman eksplan pada permukaan medium sebaiknya sedikit ditenggelamkan ke dalam media. Hal ini dimaksudkan supaya memberi peluang kepada Agrobacterium untuk lebih leluasa menginfeksi eksplan yang terluka. Proses ini dibiarkan selama 3 hari dalam kondisi gelap. Perlakuan kondisi gelap ini merupakan kondisi optimum pertumbuhan Agrobacterium.

Setelah dilakukan transformasi gen melalui A. tumefaciens diperoleh tanaman plantlet siap untuk pengakaran. Efisiensi transformasi N. tabacum

melalui perantaraan A. tumefaciens adalah 95% (Tabel 1). Tingginya tingkat efisiensi transformasi ini didukung oleh komposisi media yang tepat untuk proses pembentukan kalus dan tunas. Dengan demikian kalus dan tunas dapat terbentuk secara normal. Pada penelitian sebelumnya diperoleh efisiensi transformasi dengan pGWBMmCu/Zn-SOD sebesar 92% (Hannum 2012) dan 73.3% (Shefali

et al. 2010). Efisiensi transformasi ditentukan berdasarkan rasio antara eksplan yang bertunas dan keseluruhan eksplan yang ditumbuhkan di media seleksi selama 4 minggu.

Penginduksian tunas dilakukan dengan merubah komposisi media kalus ke media pertunasan. Hal ini perlu dilakukan dengan tujuan merangsang tunas tumbuh lebih awal sebelum perakaran. Pada kultur jaringan tembakau proses

31 pengakaran tidak sulit. Pemberian media MS0 dapat menginduksi tumbuhnya akar pada plantlet.

Tabel 1 Jumlah eksplan, kalus dan tunas N. tabacum setelah transformasi

Tanaman Jumlah

eksplan Jumlah Kalus Jumlah Tunas

Rata-rata tunas per

kalus

Non transgenik 50 50 200 4.00

Perlakuan 60 57 150 2.63

Tunas yang tumbuh dari eksplan di media seleksi adalah tunas transgenik. Tunas transgenik ini setelah dipisahkan dari eksplan dipindah ke media MS yang mengandung 60 mg/L kanamisin. Uji toleransi terhadap kanamisin menggunakan konsentrasi 60 mg/L kanamisin menghasilkan tanaman tipe liar akan terhambat pertumbuhannya.

Gambar 15 Perkembangan kalus menjadi plantlet. A) Plantlet yang diberi perlakuan kanamisin. B) Proses pengkalusan pada media induksi kalus

Persentase jumlah kalus yang terbentuk pada tanaman tanpa perlakuan maupun yang tanaman yang ditransformasi cukup tinggi yaitu 100% dan 95%. Sedangkan rata-rata tunas yang terbentuk untuk tanaman kontrol yaitu 4 tunas/kalus dan kalus yang ditransformasi yaitu 2.63 tunas/kalus. Komposisi media ini perlu dipertahankan untuk kebutuhan penelitian selanjutnya karena dapat mendukung kelancaran proses transformasi gen.

Sebanyak lima belas tanaman yang dikonfirmasi melalui analisis PCR yang menghasilkan empat belas tanaman transgenik mengandung gen IMA sens (Gambar 17). Kemudian pada perlakuan introduksi gen IMA antisens empat tanaman transgenik.

Konfirmasi DNA tanaman yang terintegrasi gen IMA sens dilakukan dengan metode PCR yang menggunakan primer. Pengujian konfirmasi keberadaan DNA gen IMA dilakukan pada dua nomor sampel tanaman IMA sens. Primer yang digunakan dalam pengujian PCR adalah primer spesifik gen IMAforward dan gen

IMAreverse yang didesain dari sekuen gen IMA. Hasil amplifikasi dengan primer ini adalah fragmen DNA berukuran 272 pb. PCR terhadap DNA tanaman N. tabacum transgenik menghasilkan DNA berukuran 272 pb (Gambar 16). Hasil pengujian ini sebagai indikator awal terjadinya transformasi gen. Analisis lebih lanjut untuk membuktikan bahwa gen target telah tersisipi maka perlu dilakukan PCR menggunakan primer dengan promoter 35S CaMV forward dan IMAreverse.

B A

A A

32

Gambar 16 Hasil PCR genom tembakau. M= Marker 100bp, 1-2= hasil PCR dengan primer gen forward dan reverse

Selanjutnya pengujian tanaman transgenik dilakukan dengan metode PCR menggunakan primer. Primer yang digunakan adalah primer 35S-F dan IMA

reverse. Hasil amplifikasi dengan primer ini adalah 500 pb sedangkan pada tanaman tanpa perlakuan transgenik tidak menghasilkan pita galur nomor 36 (Gambar 17).

Gambar 17 Hasil PCR genom tanaman transgenik dengan gen IMA sens menggunakan primer spesifik 35SCaMV forward dan IMA reverse, (A) semua galur menghasilkan pita 500 pb kecuali galur nomor 36 (B) kontrol internal dengan gen actin

Hasil visualisasi di atas menunjukkan bahwa gen IMA sens yang diapit oleh promoter 35S-CaMV dan gen IMA reverse telah berhasil dimasukkan ke dalam genom tanaman tembakau. Kualitas DNA genom tanaman transgenik berkualitas baik bila dapat dibandingkan dengan hasil analisis PCR menggunakan primer actin (Yuniati et al. 2011) (Gambar 17). Dai et al. (2001) melaporkan bahwa trasnformasi genetik dengan menggunakan A. tumefaciens sebagai perantara merupakan salah satu metode yang banyak digunakan karena integrasinya yang stabil di dalam tanaman. Teknik ini juga menghasilkan tanaman transgenik yang lebih stabil pada generasi berikutnya (Travella et al. 2005).

Introduksi gen juga dilakukan menggunakan gen IMA antisens dimana diharapkan akan mendapatkan tanaman yang tidak memiliki kemiripan dengan tanaman yang disisipi gen IMA sens. Setelah tahapan aklimatisasi tanaman yang disisipi gen IMA sens ternyata memperlihatkan pertumbuhan yang cenderung lambat dan lebih kecil dibandingkan tanaman non transgenik (Gambar 18) .

6 7 8 0 1 3 4 5 6 1 4 5 M 600 pb M 07 26 32 10 36 37 12 38 13 39 14 40 15500 pb

33

Gambar 18 Morfologi tembakau perlakuan transformasi dengan gen IMA sens (A) dan tanpa perlakuan (B)

Sebaliknya pada tanaman dengan gen IMA antisens memperlihatkan pertumbuhan yang lebih cepat. Hasil pengamatan morfologi tanaman transgenik memperlihatkan ciri-ciri yang bervariasi antar individu. Dalam penelitian ini diperoleh tiga puluh delapan tanaman transgenik dan hanya lima belas tanaman yang disajikan dalam hasil analisis DNA. Pada pengamatan pembungaan antara tanaman perlakuan dan tanpa perlakuan menunjukkan perbedaan waktu berbunga dan jumlah kapsul yang berbunga. Tanaman perlakuan mengekspresi jumlah bunga yang lebih sedikit dan kapsul berukuran kecil sedangkan pada tembakau tanpa perlakuan berukuran normal. Sicard et al. (2008) melaporkan bahwa jumlah ovul pada tanaman perlakuan pada tanaman tomat berukuran kecil dibandingkan dengan tanaman non transgenik.

Gambar 19 Perbandingan pembungaan tanaman transgenik menggunakan gen

IMA sens (A) dan tanaman tanpa perlakuan (B)

Setelah aklimatisasi dan penanaman tanaman dalam pot-pot polybag diperoleh biji tanaman T0. Biji ini kemudian digunakan sebagai bahan analisis segregasi. Hasil pengamatan pada tanaman T0 menunjukkan sebaran nilai yang bervariasi. Berdasarkan nilai tinggi tanaman mengindikasikan bahwa tanaman yang diberi perlakuan memberikan pertumbuhan vegetatif yang lambat bila

A B

34

dibandingkan dengan tanaman tanpa perlakuan. Pada pengamatan panjang daun dan lebar daun juga menunjukkan sebaran nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan tanaman tanpa perlakuan. Demikian pula dengan sifat panjang ruas dan jumlah kapsul. Sedangkan umur tanaman pada tanaman perlakuan relatif lebih lama dibandingkan dengan tanaman tanpa perlakuan (Tabel 2). Karakter-karakter morfologi pada tanaman model ini dapat dijadikan acuan sebagai pertimbangan dalam berbagai rekayasa tanaman yang diinginkan.

Tabel 2 Nilai sebaran populasi tanaman T0 tembakau + IMA sens Tinggi Tanaman (cm) Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Panjang Ruas (cm) Jumlah kapsul/ tanaman Umur tanaman (Minggu) Non Transgenik 100 24.2 ± 6.3 10.4 ± 2.6 5.3 ± 0.7 40 16 Nts07 35 13.1 ± 3.3 8.0 ± 2.0 2.9 ± 0.7 8 20 Nts26 80 16.9 ± 4.7 8.2 ± 2.0 6.2 ± 0.7 14 20 Nts27 78 17.2 ± 3.5 8.8 ± 2.0 6.0 ± 0.8 12 20 Nts28 85 16.7 ± 5.2 9.1 ± 2.5 5.0 ± 1.8 17 20 Nts30 80 18 .0 ± 4.7 9.4 ± 2.9 5.0 ± 1.3 20 24 Nts31 79 17.6 ± 5.1 8.8 ± 2.3 4.6 ± 1.5 24 24 Nts32 81 19 .0± 3.6 9.3 ± 2.1 5.0 ± 1.2 23 28 Nts33 80 16.2 ± 6.6 8.6 ± 3.5 4.7 ± 1.3 16 28 Nts34 90 14.3 ± 4.8 7.3 ±3.1 5.6 ± 0.5 25 20 Nts35 60 11.6 ± 3.4 6.1 ± 2.2 5.0 ± 0.7 27 28 Nts37 65 11.6 ± 3.1 6.0 ± 2.0 5.1 ± 0.8 23 28 Nts38 65 10.0 ± 1.4 5.2 ± 0.8 5.1 ± 0.8 25 30 Nts39 60 9.8 ± 1.7 5.3 ± 1.3 4.6 ± 0.8 30 30 Nts40 50 11.3 ± 4.5 5.2 ± 2.6 4.2 ± 0.8 9 20 Data pada Tabel 2 di atas didukung oleh hasil analisis integrasi gen IMA ke tanaman tembakau (Gambar 17). Hasil PCR dari beberapa galur tanaman menunjukkan keberhasilan integrasi gen IMA ke dalam genom tanaman model tembakau. Selanjutnya dilakukan uji segregasi biji tanaman T0 pada media seleksi (Gambar 20).

Gambar 20 Seleksi biji tembakau IMA sens pada tanaman T0 menggunakan 60

g/ml kanamisin. Tanda panah kuning menunjukan tanaman yang toleran terhadap kanamisin (transgenik), dan panah biru menunjuk ke tanaman yang peka terhadap kanamisin (non transgenik)

35 Pengujian selanjutnya pada tanaman generasi T1 melalui penanaman biji tanaman T0. Pengamatan dilakukan pada dua galur yang memperlihatkan perbedaan yang cukup nyata dalam hal perbedaan morfologi diantara tanaman yang diberi perlakuan dan tanaman non transgenik. Hasil uji biji T0 pada media seleksi berdasarkan uji Khi Kuadrat menunjukkan pola segregasi gen npt pada populasi T0 tanaman transgenik 3:1. Pola pewarisan menurut Mendel 3:1 pada generasi T0 menunjukkan bahwa di dalam tanaman transgenic tersebut terdapat satu gen fungsional untuk npt. Karena gen npt difusikan dengan IMA maka kedua gen ini mempunyai kecederungan dapat diwariskan secara bersama-sama. Hal ini disebabkan oleh jarak genetiknya sangat dekat sehingga kemungkinan untuk bersegregasi sangat kecil.

Tabel 3 Uji Chi square segregasi tanaman T0 IMA sens Galur Jumlah Resistensi

kanamisin Sensitif kanamisin χ 2 Segregasi (χ2 = 3.84) NTs7 120 85 35 1.10 3:1 NTs40 115 90 25 0.65 3:1

Sebaran nilai populasi tanaman T1 menunjukkan nilai karakter-karakter morfologi pada tanaman yang diberi perlakuan lebih rendah dibandingkan dengan tanaman tembakau non transgenik (Tabel 4). Pada pengujian dengan penanaman biji T0 menjadi tanaman T1 memperlihatkan data-data bentuk morfologi yang sama dengan tetuanya pada tanaman T0. Hal in menunjukkan sifat-sifat morfologi diwariskan pada generasi berikutnya.

Tabel 4 Nilai sebaran populasi tanaman T1 tembakau + IMA sens Tinggi Tanaman (cm) Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Panjang Ruas (cm) Jumlah kapsul/ tanaman Umur tanaman (Minggu) Non Transgenik 100 23.8 ± 4.9 10.1 ± 2.7 4.5 ± 1.1 45 20 Nts07 40.9 ± 4.1 9.4 ± 1.6 5.2 ± 1.1 2.6 ± 1.2 12 20 Nts40 48.2 ± 9.4 10.3 ± 1.5 4.9 ± 0.8 2.5 ± 1.2 14 30

Transformasi gen IMA antisens

Pengamatan pada tanaman tembakau yang diberi perlakuan transformasi menggunakan A. tumefaciens yang membawa gen IMA antisens diperoleh nilai karakter morfologi yang berbeda. Pengamatan morfologi pada tanaman perlakuan dan tanpa perlakuan mengindikasikan bahwa pertumbuhan tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, panjang ruas dan jumlah kapsul mempunyai nilai karakter yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman non transgenik. Pengamatan pada karakter umur tanaman menunjukkan hasil yang relatif sama. Tetapi hal ini perlu diamati lebih lanjut pada sebaran nilai populasi pada generasi- generasi penanaman berikutnya (Tabel 5). Berdasarkan data dari tanaman antisens T0 mengindikasikan bahwa gen IMA sens yang berperan dalam regulasi gen-gen yang terdapat pada meristem pucuk apabila diberi perlakuan pembungkaman atau gen antisens, maka gen IMA menjadi tidak aktif dan berdampak pada

36

pertumbuhan meristem yang lebih aktif. Peningkatan aktifitas pertumbuhan pada meristem dipengaruhi oleh ekspresi berlebih gen IMA antisens dalam genom tanaman.

Tabel 5 Nilai sebaran populasi tanaman T0 tanaman tembakau IMA + antisens Tinggi tanaman (cm) Panjang Daun (cm) Lebar Daun (cm) Panjang Ruas (cm) Jumlah Kapsul/ tanaman Umur Tanaman (Minggu) Non Transgenik 90 24.5 ± 5.1 10.2 ± 2.6 4.8 ± 1.2 38 20 Ntas01 91 25.8 ± 3.8 11.4 ± 1.7 4.8 ± 1.2 44 20 Ntas02 95 27.3 ± 4.3 13.1 ± 2.5 5.2 ± 1.3 40 20 Ntas03 100 27.7 ± 4.5 13.3 ± 2.3 5.5 ± 1.5 50 30 Ntas04 100 27.9 ± 4.5 13.5 ± 2.0 6.1 ± 1.8 52 20

Setelah dilakukan pemanenan biji tanaman T0 dan dikeringkan maka sebagian biji diambil untuk dilakukan uji segregasi. Pengujian ini dilakukan pada media seleksi yang mengandung kanamisin. Beberapa biji tidak mampu tumbuh berkembang menjadi tanaman. Hal ini mengindikasi biji tersebut bukan biji tanaman transgenik. Proses segregasi pada tanaman turunan pertama akan terjadi (Gambar 21).

Gambar 21 Seleksi biji tembakau IMA sens pada tanaman T0 menggunakan 60

g/ml kanamisin.

Pada pengamatan populasi tanaman T1 antisens dilakukan pada dua galur yang terseleksi yaitu Ntas03 dan Ntas04. Sebaran nilai-nilai morfologi pada tanaman perlakuan gen IMA antisens menunjukkan nilai karakter yang lebih besar dibandingkan dengan tanaman non transgenik (Tabel 6). Pengamatan nilai sebaran populasi pada kedua galur tanaman T1 memberikan informasi bahwa gen IMA

antisens berpengaruh pada perkembangan dan pertumbuhan tanaman. Induksi pertumbuhan meristem semakin meningkat dengan mekanisme pembungkaman gen IMA sens pada meristem.

Tabel 6 Nilai sebaran populasi tanaman T1 tanaman tembakau IMA + antisens Tinggi tanaman (cm) Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Panjang ruas (cm) Jumlah kapsul/ tanaman Umur Tanaman (Minggu) Non transgenik 90 24.8 ± 5.2 11.1 ± 2.7 4.5 ± 1.2 40 20 Ntas03 95 ± 3.3 29.7 ± 4.3 14.2 ± 1.8 5.8 ± 1.4 55 30 Ntas04 105 ± 1.5 29.1 ± 4.1 13.6 ± 2.3 6.2 ± 1.5 50 30

37 Dalam hal produksi kapsul bunga ternyata tanaman transgenik gen IMA sens

lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman non transgenik dan tanaman yang disisipi gen IMA antisens (Gambar 22).

Gambar 22 Bunga transgenik gen IMA sens (A), bunga tanaman tanpa perlakuan (B), bunga tanaman transgenik gen IMA antisens (C)

Karakter tanaman transgenik di atas sesuai dengan hasil penelitian Sicard et. al (2008b) bahwa gen IMA dapat mengendalikan pembungaan dengan cara bertindak sebagai repressor pada gen WUSCHEL.

Pengamatan pada analisis segregasi pada tanaman T0 IMA sens dan antisens menunjukkan pola pewarisan sesuai dengan hukum Mendel. Analisis segregasi diamati pada biji tanaman T0 yang ditanam pada media seleksi.

Biji tanaman T0 yang membawa gen sisipan dapat tumbuh pada media seleksi kanamisin. Gen kanamisin merupakan agen seleksi yang di desain pada tahap awal konstruksi vektor ekspresi. Keberadaan gen resisten kanamisin dalam plasmid pGWB402 menyebabkan tanaman dapat tumbuh pada media seleksi. Fenomena tersebut membantu dalam menyeleksi dan menentukan tanaman transgenik dan non transgenik. Penanaman biji T0 pada media seleksi menunjukan beberapa benih yang tumbuh dengan baik dan terdapat benih yang tumbuh kemudian berubah warna menjadi kekuningan dan selanjutnya mengalami kematian. Data tersebut kemudian ditentukan untuk diolah dalam pengujian khi kuadrat (Tabel 7). Dasar uji khi kuadrat adalah membandingkan perbedaan frekuensi hasil observasi (O) dengan frekuensi yang diharapkan (E).

Tabel 7 Hasil pengujian resistensi tembakau transgenik T1 terhadap kanamisin Galur Jumlah Resistensi

kanamisin Sensitif kanamisin χ 2 Segregasi (χ2 = 3.84) NTas03 100 74 26 0.05 3:1 NTas04 100 70 30 1.33 3:1

Pengujian pola pewarisan sifat melalui analisis segregasi pada biji (T1)

Dokumen terkait