• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Pajak Daerah

Dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ditetapkan ketentuan-ketentuan pokok yang memberikan pedoman kebijakan dan arahan bagi daerah dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi, sekaligus menetapkan pengaturan untuk menjamin penerapan prosedur umum Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak Daerah dan Pajak Nasional merupakan suatu sistem perpajakan Indonesia yang pada dasarnya merupakan beban masyarakat, sehingga perlu dijaga agar kebijakan tersebut dapat memberikan beban yang adil.

Pajak secara umum adalah iuran wajib anggota masyarakat kepada negara karena undang-undang, dan atas pembayaran tersebut pemerintah tidak memberikan balas jasa yang langsung dapat ditunjuk. Dalam konteks daerah, Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Pajak Daerah digolongkan ke dalam dua kategori menurut tingkat Pemerintah Daerah, yaitu:

1. Pajak-Pajak Daerah di Indonesia

Mengenai pajak daerah dapat dibedakan menjadi dua yaitu pajak daerah tingkat I dan pajak daerah tingkat II, yaitu :

a. Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi)

Berdasarkan UU No. 34 tahun 2000 disebutkan bahwa pajak daerah yang dapat dipungut oleh daerah tingkat I antara lain :

1) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air. 2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

4) Pajak Pengambilan Dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

b. Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten atau Kota)

Sedangkan menurut UU No. 34 tahun 2000 disebutkan bahwa pajak daerah yang dapat dipungut oleh Daerah Tingkat II, antara lain:

1) Pajak Hotel dan Restoran 2) Pajak Hiburan

3) Pajak Reklame

4) Pajak Penerangan Jalan

5) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 6) Pajak Parkir

2. Tarif Pajak Daerah

Sejalan dengan sistem perpajakan nasional, pembinaan pajak daerah dilakukan secara terpadu dengan Pajak Nasional. Pembinaan dilakukan secara terus menerus,terutama mengenai objek dan tarif pajak, sehingga antara pajak pusat dan pajak daerah saling melengkapi. Meskipun beberapa jenis pajak daerah dan retribusi daerah sudah ditetapkan dalam Undang- undang No. 34 Tahun 2004. Daerah kabupaten atau kota diberi peluang

dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis pajak dan retribusi selain yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi rakyat.

Berdasarkan UU No 34 Tahun 2004 tentang pajak Daerah dan Retribusai daerah, pengenaan tarif Pajak Daerah Kabupaten atau Kota dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1 Penetapan Tarif Pajak Daerah

No. Jenis Pajak Tarif Pajak Pengenaan Tarif Pajak

1 Pajak Hotel 10% Atas jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel

2 Pajak Restoran 10% Atas Jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran.

3 Pajak Hiburan 35% Atas jumlah pembayaran atau seharusnya dibayar untuk menonton dan atau menikmati hiburan.

4 Pajak Reklame 25% Atas nilai sewa reklame yang didasarkan pada nilai jual objek.

5 Pajak Penerangan jalan 10% Atas nilai jual tenaga listrik yang terpakai. 6 Pajak Bahan galian

Gol. C

20% Atas nilai jual hasil galian golongan C

7 Pajak Parkir 20% Atas penerimaan penyelenggaraan parkir yang berasal dari pembiayaan yang seharusnya dibayar untuk pemakaian lahan parker kendaraan bermotor

Sumber : UU No. 34 Tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.

3. Indikator-Indikator Penilaian Pajak dan Retribusi Daerah

Ada beberapa indikator yang biasa digunakan untuk menilai Pajak dan Reribusi daerah, yaitu (Halim, 2004: 96) :

a. Hasil (Yield)

Hasil (Yield) yaitu memadai tidaknya hasil suatu pajak dalam kaitannya dengan berbagai layanan yang dibiayainya, stabilitas dan mudah tidaknya memperkirakan besarnya hasil pajak tersebut, perbandingan hasil pajak dengan biaya pungut, dan elastisitas hasil pajak terhadap inflasi, pertambahan penduduk, pertambahan pendapatan dan sebagainya.

b. Keadilan (Equity)

Dalam hal ini dasar pajak dan kewajiban membayarnya harus jelas dan tidak sewenang-wenang; pajak harus adil secara horizontal, artinya beban pajak harus sama antara berbagai kelompok yang berbeda tetapi dengan kedudukan ekonomi yang sama; adil secara vertikal artinya beban pajak harus lebih banyak ditanggung oleh kelompok yang memiliki sumber daya yang lebih besar; dan pajak / retribusi haruslah adil dari suatu daerah ke daerah lain, kecuali memang suatu daerah mampu memberikan fasilitas pelayanan sosial yang lebih tinggi.

c. Efisiensi ekonomi

Pajak / Retribusi Daerah hendaknya mendorong atau setidaktidaknya tidak menghambat penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif

dalam kehidupan ekonomi, mencegah jangan sampai pilihan konsumen dan pilihan produsen menjadi salah arah atau orang menjadi segan bekerja atau menabung; dan memperkecil ”beban lebih” pajak.

d. Kemampuan melaksanakan (Ability to Implement)

Dalam hal ini suatu pajak haruslah dapat dilaksanakan, baik dari aspek politik maupun administratif.

e. Kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah (Suitability as local revenue source)

Ini berarti, haruslah jelas kepada daerah mana suatu pajak harus dibayarkan; dan tempat memungut pajak sedapat mungkin sama dengan tempat akhir beban pajak; pajak tidak mudah dihindari, dengan cara memindahkan objek pajak dari suatu daerah ke daerah lain; pajak daerah hendaknya jangan mempertajam perbedaan-perbedaan antara daerah dari segi potensi ekonomi masing-masing; dan pajak hendaknya tidak menimbulkan beban yang lebih besar dari kemampuan tata usaha pajak daerah.

4. Azas Pemungutan Pajak Daerah

Pemungutan pajak daerah selain didasarkan dan dilaksanakan menurut asas-asas dan norma-norma hukum, juga perlu diperhatikan bahwa prinsip bagi pengenaan pajak yang baik kepada wajib pajak. Prinsip-prinsip tersebut yaitu:

a. Prinsip kesamaan

dari setiap wajib pajak. Perbedaan dalam tingkat penghasilan harus digunakan sebagai dasar di dalam retribusi beban pajak itu, sehingga bukan beban pajak dalam arti uang yang penting tetapi baban riil dalam arti kepuasan yang hilang.

b. Prinsip kepastian

Pajak jangan sampai membuat rumit bagi wajib pajak, sehingga mudah di mengerti oleh mereka dan juga akan memudahkan administrasi pemerintah sendiri.

c. Prinsip kecocokan

Pajak jangan sampai menekan bagi wajib pajak, sehingga wajib pajak akan dengan suka dan senang hati melakukan pembayaran pajak kepada pemerintah.

D. Pajak Hotel dan Pajak Restoran

Dokumen terkait