• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Pajak Penghasilan atas Usaha Jasa Konstruksi

Pajak Penghasilan (PPh) atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha dari jasa konstruksi. Sedangkan yang dimaksud dengan jenis usaha jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi dan pengawasan pekerjaan konstruksi.25 Lebih lanjut Kementerian Pekerjaan Umum menjelaskan ruang lingkup mengenai usaha jasa konstruksi sebagai berikut:

a. Jenis Usaha.

1) Perencanaan

2) Pengawasan (Pengembangan Jenis Usaha Umum dan Spesialis) 3) Pelaksanaan (Pengembangan Jenis Usaha Umum, Spesialis,

Berketrampilan Kerja)

24 Penjelasan Pasal 12 Ayat 1, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007

25(1) Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi, (2) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi

b. Bentuk Usaha 1) Perorangan 2) Badan Usaha c. Bidang Usaha

1) Bidang Usaha Perencanaan dan Pengawasan a) Arsitektur

b) Rekayasa c) Penataan ruang

d) Jasa konsultan lainnya 2) Bidang Usaha Jasa Pelaksana

1) Bangunan Gedung 2) Bangunan Sipil

3) Insalasi mekanikal dan elektrikal 4) Jasa Pelaksanaan lainnya.26

Terdapat tiga aspek mengenai usaha jasa konstruksi, yaitu:

a. Perencanaan konstruksi memberikan layanan jasa perencanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi.

b. Pelaksanaan konstruksi memberikan layanan jasa pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau

26Kementerian Pekerjaan Umum, Peratruran Terkait Jasa Konstruksi, Badan Pembinaan Konstruksi dan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan, Jakarta, hlm. 6.

bagian-bagian dari kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil pekerjaan konstruksi.

c. Pengawasan konstruksi memberikan layanan jasa pengawasan baik keseluruhan maupun sebagian pekerjaan pelaksanaan konstruksi mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil konstruksi.27

Pajak penghasilan (PPh) atas pelaksanaan jasa konstruksi adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha jasa konstruksi yang dapat berupa jasa perencanaan konstruksi, jasa pelaksanaan konstruksi maupun jasa pengawasan konstruksi. Dasar hukum pelaksanaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi adalah Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008. Dalam peraturan ini ditegaskan bahwa; atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat “final”.28

Adapun tarif Pajak Penghasilan untuk usaha Jasa Konstruksi dalam uraian Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi, adalah sebagai berikut:

a. 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil

b. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha

27Kementerian Pekerjaan Umum, op.cit, hlm. 7.

28Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi

c. 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b

d. 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan

e. 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.29

Dalam hal Penyedia Jasa adalah bentuk usaha tetap, tarif Pajak Penghasilan, tidak termasuk Pajak Penghasilan atas sisa laba bentuk usaha tetap setelah Pajak Penghasilan yang bersifat final.30 Sisa laba dari bentuk usaha tetap setelah Pajak Penghasilan yang bersifat final, dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang PPh atau sesuai dengan ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.31

Sementara yang dimaksud Pajak Penghasilan yang bersifat “final”

adalah berdasarkan:

a. Dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal Pengguna Jasa merupakan pemotong pajak

29Pasal 3 ayat (1) huruf a sampai e, Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi

30Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi

31Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi

b. Disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan pemotong pajak”.32

Adapun besarnya Pajak Penghasilan yang dipotong atau disetor sendiri adalah jumlah pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dikalikan tarif Pajak Penghasilan atau jumlah penerimaan pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dikalikan taril Pajak Penghasilan dalam hal Pajak Penghasilan disetor sendiri oleh Penyedia Jasa.33

Namun dalam perkembangannya, PP Nomor 51 Tahun 2008 direvisi dengan PP Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi. Dasar pertimbangannya adalah untuk memberikan kemudahan dalam pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan untuk menjaga iklim usaha sektor jasa konstruksi agar tetap kondusif.34

Dalam peraturan PP No.40 Tahun 2009 dijelaskan bahwa ketentuan Pasal 10 PP No.51 Tahun 2008 diubah dan di antara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan 3 (tiga) pasal baru yakni Pasal 10A, Pasal 10B, dan Pasal 10C,35 sebagaimana uraian berikut:

32Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b, Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi

33Pasal 5 ayat (2) huruf a dan b, Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi,

34Dasar Pertimbangan huruf a, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi,

35Pasal 1, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4881, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi.

a. Pasal 10A

Pengenaan Pajak Penghasilan dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10. Dalam hal berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan ditandatangani oleh Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa sejak tanggal 1 Januari 2009 atau penyelesaian pekerjaan tidak menggunakan berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan, pengenaan Pajak Penghasilan dilakukan berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi.

b. Pasal 10B

Terhadap kontrak yang ditandatangani sejak tanggal 1 Agustus 2008, pengenaan Pajak Penghasilan dilakukan berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi.

c. Pasal 10C

Kerugian dari usaha Jasa Konstruksi yang masih tersisa sampai dengan Tahun Pajak 2008 hanya dapat dikompensasikan sampai dengan Tahun Pajak 2008.

2. Wajib Pajak

Wajib pajak yaitu orang yang dituju oleh peraturan untuk dikenakan pajak. PPh ini dikenakan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subyek PPh Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan

pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi.36

a. Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.

b. Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and construction) serta model penggabungan

perencanaan dan pembangunan (design and build).

c. Pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.37

36Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi

37Pasal 1 ayat (4) sampai (6) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi

3. Objek Pajak

Objek PPh usaha jasa konstruksi adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha Jasa Konstruksi yang kemudian dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.38 Objek PPh ini dijelaskan secara rinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi, yakni penghasilan yang bersumber antara lain dari:

a. Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil

b. Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha

d. Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b e. Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang

dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha f. Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang

dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.39

4. Tarif Pajak

Terkait dengan Pajak Penghasilan untuk usaha Jasa Konstruksi ketentuan tarif sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008

38Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi

39Pasal 3 ayat (1) huruf a sampai e, Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi

Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi diuraikan sebagai berikut:

a. 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil;

b. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;

c. 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b;

d. 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.40

Dalam hal Penyedia Jasa adalah bentuk usaha tetap, tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak termasuk Pajak Penghasilan atas sisa laba bentuk usaha tetap setelah Pajak Penghasilan yang bersifat final. Dalam Pasal 4 juga dijelaskan bahwa sisa laba dari bentuk usaha tetap setelah Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4)

40Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi

Undang-Undang PPh atau sesuai dengan ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.

5. Tata Cara Pemotongan dan Pembayaran

Berkaitan dengan tata cara pemotongan pajak, bila pengguna jasa adalah badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap atau Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, dipotong oleh pengguna jasa pada saat pembayaran uang muka dan termin. Sedangkan bila pengguna jasa adalah selain huruf a, disetor sendiri oleh penerima penghasilan pada saat pembayaran uang muka dan termin.41

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi, dijelaskan beberapa ketentuan mengenai tata cara pemotongan pajak sebagai berikut:

a. Pajak Penghasilan yang bersifat final

Pajak penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah sebagai berikut:

1) Dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal Pengguna Jasa merupakan pemotong pajak; atau

2) Disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan pemotong pajak.

3) Besarnya, Pajak Penghasilan yang dipotong atau disetor sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah (a) Jumlah pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dikalikan tarif. (b) Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3

41http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-atas-jasa-konstruksi

ayat (1); atau (c) Jumlah penerimaan pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dikalikan taril Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dalam hal Pajak Penghasilan disetor sendiri oleh Penyedia Jasa.

4) Jumlah pembayaran atau jumlah penerimaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bagian dari Nilai Kontrak Jasa Konstruksi.

Adapun tata cara pembayaran pajak diuraikan sebagai berikut:

a. Dalam hal Pajak Penghasilan yang terutang melalui pemotongan, maka Pembayaran atau penyetoran pajak disetor ke bank persepsi atau kantor pos, paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir;

b. Dalam hal Pajak Penghasilan terutang harus disetor sendiri oleh yang penyedia jasa, maka wajib menyetor ke bank persepsi atau kantor pos, paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa masa pajak berakhir

c. Wajib Pajak wajib menyampaikan laporan pemotongan dan atau penyetoran pajaknya melalui Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayan Pajak atau KP2KP, paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir.

d. Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.42

42http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-atas-jasa-konstruksi

Dokumen terkait