• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Pajak Penghasilan Pasal 21

2.2.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21

Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.252/PMK.03/2008 menyatakan bahwa Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Subjek Pajak dalam negeri. Yang selanjutnya disebut Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh Orang Pribadi Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan No.36 Tahun 2008.

Pajak Penghasilan Pasal 21 dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Undang-Undang ini mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek Pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang-Undang ini disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.

Yang dimaksud dengan tahun pajak dalam Undang-Undang ini adalah tahun kalender tetapi Wajib Pajak dapat menggunakan tahun buku yang tidak

sama dengan tahun kalender sepanjang tahun buku tersebut meliputi jangka waktu 12 bulan.

Menurut Siti Resmi, “Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri”. (Resmi 2008:155)

Menurut Agus Setiawan, Ak., M.H. (dalam Setiawan, 2010:13)

PPh Pasal 21 merupakan perhitungan dan pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi pekerjaan dan orang pribadi yang menerima pekerjaan. Untuk dikenakan PPh Pasal 21, maka Subjek Pajaknya adalah pegawai atau karyawan atau perseorangan yang menerima job, dan objeknya adalah gaji, honor, lembur, uang komisi, uang koreksi, uang penggantian, uang transport, dll.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atau dipotong oleh pihak lain yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.

2.2.2 Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 21

Setiap pemungutan atau pemotongan yang dilakukan oleh negara tentunya harus mempunyai dasar hukum begitu pula Pajak Penghasilan Pasal 21. Dasar hukum Pajak Penghasilan Pasal 21 yaitu:

a. Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang No.16 Tahun 2000, dan terakhir diubah dengan Undang-Undang No.28 Tahun 2007. b. Undang-Undang No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang No.17 Tahun 2000, dan diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008.

c. Peraturan Pemerintah No.138 Tahun 2000 tentang perhitungan Penghasilan Kena Pajak dan pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan.

d. Peraturan Pemerintah No.149 Tahun 2000 tentang pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa uang pesangon, uang tebusan, pensiun, dan tunjangan hari tua.

e. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota ABRI, dan Para Pensiunan atas penghasilan yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah.

f. Keputusan Menteri Keuangan No.326/KMK.03/2003 tentang penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak, tempat pembayaran pajak, tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak, serta tata cara pembelian pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak.

g. Keputusan Menteri Keuangan No.447/KMK.04/2000 tentang bagian penghasilan sehubungan dengan pekerjaan pegawai harian dan mingguan serta pegawai tidak tetap lainnya yang tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan.

h. Peraturan Menteri Keuangan No.250/PMK.03/2008 tentang besarnya biaya jabatan dan biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pegawai tetap dan pensiunan.

i. Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No.15/PJ/2006 tentang petunjuk pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21 dan 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi.

j. Surat Edaran No.SE-17PJ.43/2000 Tanggal 20 Juni 2000 tentang kewajiban menghitung, memotong, menyetor dan melaporkan PPh Pasal 21 dan 26 yang ditentukan untuk setiap bulan takwim.

k. Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2003 tentang Pajak Penghasilan yang ditanggung pemerintah atas penghasilan pekerja dari pekerjaaan.

l. Peraturan Menteri Keuangan No. 43/PMK.03/2009 tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung pemerintah atas penghasilan pekerja pada kategori usaha tertentu.

m. Keputusan Menteri Keuangan No. 112/KMK.03/2001 tentang pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa uang pesangon, uang tebusan dan tunjangan hari tua.

n. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 162/PMK.011/2012 tentang penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

2.2.3 Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21

Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 sebagaimana telah disesuaikan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 menyatakan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh:

a. pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;

b. bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan; c. dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan

pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun;

d. badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas; dan

e. penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.

Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 menyatakan: Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah kantor

perwakilan negara asing dan organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

2.2.4 Penerima Penghasilan (Wajib Pajak PPh Pasal 21)

Berdasarkan Bab III Pasal 3 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 mengenai penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 dan atau PPh pasal 26 terdiri dari:

a. Pegawai.

b. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya.

c. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi: 1) tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari

pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.

2) pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya.

3) olahragawan

4) penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator. 5) pengarang, peneliti, dan penerjemah.

6) pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi,

ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan. 7) agen iklan.

8) pengawas atau pengelola proyek.

9) pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara.

10) petugas penjaja barang dagangan. 11) petugas dinas luar asuransi.

12) distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.

d. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi:

1) peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya.

2) peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja. 3) peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai

penyelenggara kegiatan tertentu.

4) peserta pendidikan, pelatihan, dan magang. 5) peserta kegiatan lainnya.

2.2.5 Tidak Termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21

Berdasarkan Bab III Pasal 4 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 menyatakan tidak termasuk dalam pengertian Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah:

a. pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik,

b. pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

2.2.6 Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 (Objek PPh Pasal 21)

Berdasarkan Bab IV Pasal 5 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 menyatakan bahwa Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 (Objek PPh Pasal 21) adalah:

a. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;

b. penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;

c. penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis;

d. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;

e. imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;

f. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.

2.2.7 Penghasilan yang tidak Dipotong PPh Pasal 21 (Bukan Objek PPh Pasal 21)

Berdasarkan Bab IV Pasal 8 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 menyatakan bahwa Penghasilan yang tidak Dipotong PPh Pasal 21 (Bukan Objek PPh Pasal 21) adalah:

a. pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;

b. penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau pemerintah, kecuali penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat( 2);

c. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;

d. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

e. beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf I Undang-Undang Pajak Penghasilan.

2.2.8 Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 Final

PPh bersifat final artinya bahwa seluruh pajak yang telah dipotong/dipungut oleh pihak pemotong/pemungut dianggap final (telah selesai) tanpa harus menunggu perhitungan dari pihak fiskus, atau dapat dikatakan bahwa pajak yang telah dipotong atau dibayar dianggap telah selesai perhitungannya walaupun surat ketetapan pajak belum ada.

Menurut Siti Resmi (dalam Resmi, 2008:162), beberapa penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yang bersifat final adalah:

1. Penghasilan berupa uang pesangon dan uang tebusan pensiun yang dibayar oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, serta Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Pensiun atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

2. Penghasilan berupa honorarium, uang perangsang, uang sidang, uang hadir, uang lembur, imbalan prestasi kerja, dan imbalan lain dengan nama apapun yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI/POLRI yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, kecuali yang dibayarkan kepada Pegawai Negeri Sipil golongan II d ke bawah dan anggota TNI/POLRI berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah atau Ajun Inspektur Tingkat Satu ke bawah.

2.2.9 Penghasilan yang PPh Pasal 21-nya Ditanggung Pemerintah

Menurut Siti Resmi (dalam Resmi, 2008:163), menyatakan bahwa

PPh ditanggung pemerintah adalah pajak yang terutang dari Wajib Pajak, yang pembayarannya dilakukan oleh pemerintah bukan oleh Wajib Pajak, sehingga Wajib Pajak tidak perlu membayar pajak (mengeluarkan uang). PPh Pasal 21 ditanggung oleh pemerintah merupakan penghasilan yang diterima oleh karyawan asing yang bekerja pada kontraktor, konsultan, dan pemasok utama atas penghasilan yang diterima atau diperoleh karena pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah.

Dokumen terkait