• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pajak Pertambahan Nilai

Dalam dokumen BAB II LANDASAN TEORI (Halaman 35-41)

Pajak Pertambahan Nilai sebenarnya telah lama dikenal walaupun dalam berbagai nama. Ditinjau dari sejarahnya, pajak penjualan diterapkan di Eropa pada abad pertengahan, seperti Belanda, Spanyol, Jerman, Perancis, dan lain-lain.

Ada 3 (tiga) metode pemungutan PPN:

1. Addition Method

Pada metode ini besarnya PPN dihitung dari tarif dikalikan seluruh penjumlahan nilai tambah

2. Subtraction Method

Pada metode ini, PPN yang terutang dihitung dari tarif dikalikan selisih antara harga penjualan dengan harga pembelian

3. Credit Method

Pada metode ini harus dicari selisih antara pajak yang harus dibayar saat pembelian dengan pajak yang dipungut saat penjualan.

Pajak Pertambahan Nilai mempunyai beberapa sifat pemungutan, yaitu:

1. PPN sebagai Pajak Objektif

Artinya, pungutan PPN ini berdasarkan objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak

2. PPN sebagai Pajak Tidak Langsung

Menjelaskan bahwa secara ekonomis beban PPN dapat dialihkan kepada pihak lain. Namun dari segi yuridis tanggung jawab penyetoran pajak tidak berada pada penanggung pajak (pemikul beban)

3. Pemungutan PPN Multi Stage Tax

Pemungutan PPN dilakukan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi dan pabrikan, pedagang besar, sampai dengan pengecer

4. PPN dipungut dengan menggunakan alat bukti faktur pajak

Credit Method sebagai metode yang digunakan dengan konsekuensi Pengusaha Kena Pajak harus menerbitkan faktur pajak sebagai bukti pemungutan PPN 5. PPN bersifat Netral

Netralitas ini dapat dibentuk karena adanya 2 (dua) faktor:

b. PPN dipungut menggunakan prinsip tempat tujuan 6. PPN tidak menimbulkan pajak berganda

7. PPN sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dilakukan atas konsumsi dalam negeri.

Tipe pemungutan PPN adalah

a. Consumption Type Value Added Tax

Pada tipe ini semua pembelian yang digunakan untuk produksi termasuk barang modal dikurangkan dari nilai tambahnya sehingga memberikan sifat netral PPN atas pola produksi.

a. PPN dikenakan atas konsumsi barang atau jasa

b. Net Income Type Value Added Tax

c. Gross Product Type Value Added Tax

Tipe ini menyatakan bahwa pembelian barang modal tidak diperkenankan sama sekali untuk dikurangkan dari dasar pengenaan pajak. Akibatnya sama saja yaitu barang modal dikenakan pajak dua kali pada saat pembelian dan dilakukan melalui hasil produksi yang dijual kepada konsumen.

Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah Bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor dan melaporkan pajak yang terhutang oleh pengusaha kena pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada bendaharawan pemerintah, badan atau instansi pemerintah tersebut.

Objek Pajak Pertambahan Nilai

a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.

Pada tipe ini tidak dimungkinkan adanya pengurangan pembelian barang modal dari dasar pengenaan. Pengurangan tersebut diperkenankan hanya sebesar penyusutan yang ditentukan pada saat menghitung laba bersih dalam rangka penghitungan pajak penghasilan. Cara ini berakibat pengenaan pajak dua kali atas barang modal

Pemungut Pajak Pertambahan Nilai

b. Impor Barang Kena Pajak

c. Penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.

d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean atau terhadap jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean dikenakan pajak menurut Undang-undang PPN.

f. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak

g. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan.

h. Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktivanya tersebut tidak untuk diperjualbelikan.

Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah

a. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%

b. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor sebesar 0%. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak di dalam Dearah Pabean. Oleh karena itu, Barang Kena Pajak yang diekspor atau dikonsumsi di luar daerah Pabean dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0%.

2.4 Batas Waktu Penyetoran dan Pelaporan Pajak

Wajib pajak berkewajiban membayar pajak dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Hal ini sesuai dengan sistem pemungutan pajak di Indonesia,

yaitu sistem self assessment. Karena itu wajib pajak harus mengetahui kapan batas waktu penyetoran dan pelaporan pajak, sebab jika wajib pajak terlambat menyetor ataupun melaporkan pajaknya maka akan terkena sanksi.

Adapun batas waktu pembayaran pajak diatur sebagai berikut:

a. Pembayaran Masa

Jenis Pajak

1. PPh pasal 21 Tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir.

2. PPh pasal 22 impor

3. PPh pasal 22 Dirjen Bea dan Cukai (DJBC)

1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dilakukan.

Batas Waktu Pembayaran

Bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk.

Apabila Bea Masuk dibebaskan atau ditunda, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen impor.

4. Pajak pasal 22 Bendaharawan

Pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran.

5. PPh pasal 23 dan 26 Tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terhutangnya pajak.

6. PPh pasal 25 Tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

b. Pembayaran kekurangan pajak yang terhutang berdasarkan SPT tahunan harus dibayar lunas selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak berakhir, sebelum SPT itu disampaikan.

c. Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan

Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar ditambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.

Sedangkan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) untuk melaporkan pajak yang sudah dibayar diatur sebagai berikut:

a. SPT Masa

Jenis Pajak Yang Menyampaikan SPT Batas Waktu Penyampaian SPT PPh pasal 21 Pemotong PPh pasal 21 Tanggal 20 bulan takwim

berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

PPh pasal 22 impor

Bea Cukai 14 hari setelah berakhirnya Masa Pajak

PPh pasal 22 Bendaharawan Tanggal 14 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

PPh pasal 23 Pemotong PPh pasal 23 Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

PPh pasal 25 Wajib pajak yang mempunyai NPWP

Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

PPh pasal 26 Pemotong PPh pasal 26 Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

b. SPT Tahunan

Jenis Pajak Yang Menyampaikan SPT

Batas Waktu Penyampaian SPT SPT Tahunan PPh Wajib pajak yang

mempunyai NPWP

Selambatnya 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak (biasanya tanggal 31 Maret tahun berikutnya) SPT Tahunan PPh pasal

21

Pemotong PPh pasal 21 Selambatnya 3 bulan setelah Akhir Tahun Pajak

Dalam perencanaan pajak yang baik biasanya wajib pajak akan selalu membayar pajak tepat waktu, yaitu pada tanggal batas akhir. Alasannya jika pembayaran pajak dilakukan pada awal bulan takwim (sebelum batas akhir), maka uang tersebut tidak bisa dimanfaatkan terlebih dahulu dan perusahaan menanggung opportunity cost. Contohnya: lebih baik uang tersebut disimpan di bank sampai batas akhir pembayaran pajak, sebab uang tersebut akan mendapat bunga. Pada tanggal batas akhir pembayaran pajak, uang tersebut baru diambil dan digunakan untuk membayar pajak. Jadi, perusahaan untung, sebab mendapat bunga. Tetapi jika pajak dibayar melewati batas akhir pembayaran, maka perusahaan akan dikenakan sanksi, yaitu dikenakan bunga sebesar 2% perbulan. Karena itu lebih baik membayar tepat waktu, yaitu pada tanggal batas akhir pembayaran pajak.

Dalam dokumen BAB II LANDASAN TEORI (Halaman 35-41)

Dokumen terkait