BAB II TINJAHUAN PUSTAKA
2.3 Pajak Secara Umum
2.3 Pajak Secara Umum
Menurut (Mardiasmo, 2009) “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara
berdasarkan undang-undang (yang dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum”. Dari definisi tersebut, pajak memiliki
unsur-unsur:
1. Iuran dari rakyat kepada Negara
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang
(bukan barang).
2. Berdasarkan undang-undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta
aturan pelaksanaannya
3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung
dapat ditunjuk. Dalama pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi maysarakat luas.
2.3.1 Pengelompokan Pajak
Seperti yang diungkapkan dalam Mardismo (2009), terdapat tiga jenis
pengelompokan pajak, yaitu :
a. Menurut Golongannya
Menurut golongannya pajak di bagi menjadi dua yaitu :
1) Pajak langsung
Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib
pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang
Contohnya : pajak penghasilan
2) Pajak tidak langsung
Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dilimpahkan
kepada pihak keiga atau konsumen. Dalam pengertian administratif,
pajak tidak langsung adalah pajak yang dipungut setiap terjadi
peristiwa atau perbuatan yang menyebabkan tertutangnya pajak,
misalnya terjadi penyerahan barang, pembuatan akte.
Contoh : pajak pertambahan nilai
b. Pajak Menurut Sifatnya
Menurut sifatnya pajak dibagi menjadi dua yaitu:
1. Pajak subjektif (bersifat perorangan)
Pajak subjektif adalah pajak yang memperhatikan keadaan pribadi
wajib pajak untuk menetapkan pajaknya harus ditemukan
alasan-alasan yang objektif yang berhubungan erat dengan keadaan
materialnya, yaitu yang disebut daya pikul.
2. Pajak objektif (bersifat kebendaan)
Pajak objektif adalah pajak yang melihat kepada objeknya baik itu
berupa benda, dapat pula berupa keadaan, perbuatan atau peristiwa
yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian
barulah dicaari subjeknya (orang atau badan hukum) yang
bersangkutan langsung, dengan tidak mempersoalkan apakah subjek
pajak berkediaman diindonesia ataupun tidak.
c. Menurut Lembaga pemungut
Menurut lembaga pemungutannya pajak dibagi menjadi dua yaitu :
18
Pajak yang dipungut pemerintah pusat yang penyelenggaraannya
dilaksanakan oleh departemen keuangan dan hasilnya akan digunakan
untuk pembiayaan rumah tangga negara pada umumnya:
a. Pajak yang dipungut oleh dirjen pajak:
1. Pajak penghasilan (PPh)
2. Pajak pertambahan Nilai (PPN)
3. Bea materai
4. Bea lelang
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
6. Pajak Bea perolehan Atas Tanah dan bangunan (BPHTB)
b. Pajak yang dipungut bea cukai
2. Pajak daerah
Pajak-pajak yang dipungut oleh daerah seperti propinsi, kabupaten
maupun kota madya berdasarkan peraturan daerah masing-masing
dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah
masing-masing.
A. Pajak-pajak tingkat propinsi
1. Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air
2. Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air
3. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
4. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air
permukaan.
B. Pajak-pajak tingkat kabupaten/kotamadya
1. Pajak hotel.
2. Pajak Restoran.
3. Pajak Hiburan,
5. Pajak Penerangan Jalan.
6. Pajak Pengmbilan Bahan Galian Golongan C.
7. Pajak Parkir.
2.3.2 Syarat Pemungutan Pajak
Beberapa syarat dalam pemungutan pajak yang harus dipenuhi supaya
dalam pemungutan pajak tidak menimbulakan hambatan atau perlawanan yaitu :
(Mardiasmo, 2009)
1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yaitu pencapaian keadailan, undang-undag dan
pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan
diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan
dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam pelaksanaannya
yaitu dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan kebertan,
penundaan dalam pembayaran dan mengajukan kepada majelis
pertimbangan pajak.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yurudis).
Di negra republik indonesia, pajak diatur dalam undang-undang dasar 1945
pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan
keadilan, baik bagi negara maupun warganya.
3. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis).
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun
perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian
masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil).
Sesuai dengan fungsi budgetir, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan
20
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana.
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah
dipenuhi oleh undang-undang perpajakn yang baru.
2.3.3 Stelsel Pajak
Pemungutan pajak menurut (Mardiasmo, 2009) dapat dilakukan
berdasarkan 3 stesel yaitu :
1. stesel nyata (riel stelsel)
pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata). Sehingga
pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak yang setelah
penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai
kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak
yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru
dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui)
2. stelsel anggapan (fictieve stelsel)
pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh
undang-undang. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun
berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya
adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang
sesungguhnya.
3. Stelsel campuran
Dteldel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan.
Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan
kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan
pada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah.
Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.
2.3.4 Asas Pemungutan Pajak
Asas pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2009) dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Asas Domosili (tempat tinggal)
Negara dimana wajib pajak tinggal berhak mengenakan pajak terhadap
semua penghasilan wajib pajak. Siapa saja yang bertempat kediaman di
Indonesia dikenakan pajak atas segala penghasilan yang diperoleh
diindonesia maupun diperolehnya dari luar indonesia.
2. Asas Sumber
Pengenaan pajak tergantung adanya sumber disuatu negara. Siapapun yang
menerima penghasilan darri indonesia, akan dikenakan pajak oleh negara
indonesia, baik wajib pajak bertempat tinggal di indonesia maupun di louar
negri.
3. Asas kebangsaan
Asas ini menghubungkan pengenaan pajak dengan kebangsaan suatu
negara, dimana setiapa orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia
diperlukan untuk membayar pajak.
Sedangkan menurut (Soebechi, 2000) sistem perpajakan mulai dari
pemungutan, legislasi, dan peruntukkannya harus didasarkan pada
prinsip-prinsip dasar pajak. Smith (1723 – 1790) dalam buku An inquiri in to the nature
and causes of the wealth of nation menyatakan pemungutan pajak di dasarkan
pada 4 asas atau yang dikenal the four maxim yaitu :
1. Equality (Asas keseimbangan dengan kemampuan)
Prinsip keadilan menekankan pada pemungutan pajak harus bersifat
22
penghasilan wajib pajak. Pengenaan pajak kepada orang pribadi yang harus
sebanding dengan kemampuan membayar pajak (ability to pay) dan sesuai
dengan manfaat yang diterima. Jumlah nominal pajak yang dikenakan dan
harus bayarkan oleh golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah
harus lebih kecil dari golongan masyarakat yang berpenghasilan lebih tinggi.
2. Certainty
Pungutan pajak terhadap masyarakat wajib pajak harus berdasarkan
aturan perundang-undangan. Prinsip kepastian bertujuan untuk menghindari
sewenang-wenang dalam penetapan pajak. Prinsip kepastian dimaksudakan
agar pada pelaksanaan pemungutan pajak tidak terjadi distorsi berupa
kesalahan yang disengaja (penyelewengan) atau yang tidak disengaja akibat
kekurangpahaman. Pajak yang harus dibayar oleh seseorang harus terang
(certain) dan tidak mengenal kompromi (not arbitary). Kepartian hukum yang
penting diperhatikan adalah mengenai subjek pajak, besarnya pajak, dan
ketentuan mengenai waktu pembayaran.
3. Conveinence (Asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas
kesenangan)
Pembayaran pajak yang dikenakan pada wajib pajak harus disesuaikan
dengan saat-saat yang tidak menyulitkan misalnya saat wajib pajak
memperoleh penghasilan.sistem pemungutan demikian dikenal dengan pay
as you earn. Teknik pemungutan pajak demikian juga dikenal dengan conveirneince of payment. Prinsip kenyamanan menggaris bawahi
pentingnya menciptakan kondisi yang menyenangkan bagi wajib pajak agar
dengan sukarela bersedia memenuhi kewajiban-kewajibannya.
4. Efficiency
Dalam sistem perpajakan, aspek penting yang perlu diperhatikan adalah
menegaskan pentingnya perbandingan antara biaya dan hasil yang efisien.
Upaya –upaya penarikan pajak harus disertai dengan kegiatan yang
meminmalkan biaya pemungutan atau biaya-biaya lain yang dapat
merugikaan penerimaan bersih negara. Biaya pemungutan juga tidak layak
dibebankan kepada wajib pajk. Mereka sedapat mungkin tidak dikenakan
biaya-biaya lain diluar pajak murni.
2.3.5 Sistem Pemungutan Pajak
Sistem merupakan seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan
sehingga membentuk suatu totalitas, selanjutnya dalam mengefektifkan
pemungutan pajak secara maksimal dibutuhkan sistem yang tepat, dimana
dalam sistem ini diharapkan jumlah penerimaan pajak meningkat.
Sejak 1 januari 1984, pemerintah melakukan reformasi perpajakan dengan
mengubah sistem pemungutan pajak Official assessment system dalam
pengumpulan pajak diganti menjadi self assessment system. Artinya perhitungan
pajak tidak lagi dimulai oleh petugas pajak, tetapi oleh wajib pajak sendiri, lalu
petugas pajak melakukan crosscheck. Perubahan sistem itu ditunjukan untuk
efesiensi dan pembatasan kuasa petugas pajak bagi peningkatan revenue dari
pajak.
Selain itu tujuan utama reformasi perpajakan adalah untuk menegasakan
kemandirian ekonomi dalam membiayai pembangunan nasional dengan jalan
lebih mengarahkan kemampuan sendiri. Secara bertahap, pajak diharapkan bisa
mengurangi ketergantungan utang luar negri secara signifikan. Peningkatan
pemasukan negara melalui perpajakan, merupakan keharusan yang mutlak bagi
berhasilnya pelaksanaan pembangunan. Sehingga reformasi perpajakan
diharapkan mampu menciptakan sistem pajak yang didasarkan pada prinsip