• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODOLOGI

3.2 Bahan dan Alat

3.2.4 Pakan

Selama masa pemeliharaan lobster diberi pakan buatan berupa pakan remah. Kandungan nutrien yang terdapat pada pelet di sajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. komposisi pakan remah Jenis Nutrien Kandungan (%)

Kadar protein 33

Kadar lemak 6

Kadar air 11

Kadar abu 13

Serat kasar 4

Sumber : Label data pakan remah Manggalindo

3.3 Metode Peneilitian 3.3.1 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan masing-masing dilakukan dalam tiga kali ulangan, yaitu:

1. Perlakuan dengan padat penebaran 100 ekor/m2/lantai atau 0,5 ekor/l sebagai kontrol

2. Perlakuan dengan padat tebar 200 ekor/m2/dua lantaiatau 1 ekor/l 3. Perlakuan dengan padat tebar 300 ekor/m2/dua lantai atau 1,5 ekor/l 4. Perlakuan dengan padat tebar 400 ekor/m2/dua lantai atau 2 ekor/l Pada akuarium dengan lantai ganda masing-masing lantai terdapat padat penebaran antara 100 ekor/m2 hingga 200 ekor/m2. Sedangkan pada akuarium dengan lantai tunggal terdapat padat penebaran 100 ekor/m2. Rancangan acak lengkap (RAL) digunakan dalam penelitian karena satuan percobaan dalam penelitian ini adalah bersifat homogen yaitu urutan pengulangan dalam perlakuan tidak akan menyebabkan hasil yang berbeda. Sedangkan pada padat penebaran diatas dipilih sebagai perlakuan didasari oleh hasil penelitian Tanribali (2007) yang menunjukan bahwa pada pendederan yang dipelihara dalam media berganti terus menerus (resirkulasi) kepadatan terbaik adalah 100 ekor/m2. walupun demikian hingga kepadatan 150 ekor/m2 kualitas air masih baik untuk hidup maupun tumbuh sehingga membuka peluang lebih padat melalui pemanfaatan ruang dengan dua lantai. Penempatan akurium uji dilakukan secara acak pada Lampiran 1.

Model percobaan yang digunakan yaitu : Yịj = µ + τí + εij (Steel dan Torrie, 1991) Keterangan :

Yịj = Data hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah umum

τí = Pengaruh perlakuan ke-i = 1,2,3,...n

εij = Pengaruh galat hasil percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

i = banyaknya padat penebaran j = banyaknya ulangan

3.3.2 Pelaksanaan Penelitian 3.3.2.1 Persiapan Resirkulasi

Setelah instalasi resirkulasi terpasang, selanjutnya sistem budidaya resirkulasi dijalankan melalui kegiatan aktivasi biofilter. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengalirkan air yang diperkaya nitrogennya dengan menambahkan air kolam pada akuarium ke instalasi resirkulasi selama dua minggu agar terjadi pertumbuhan mikroba pada biofilter. Selanjutnya debit air diatur agar aliran airnya stabil pada sistem budidaya resirkulasi dan menambahkan volume air yang hilang akibat penguapan.

3.3.2.2 Penebaran Benih

Penebaran benih lobster air tawar dilakukan dua minggu setelah instalasi resirkulasi diaktifkan. Sebelum ditebar panjang dan bobot benih lobster pada masing-masing akuarium diukur. Selanjutnya benih di aklimatisasikan dengan kondisi air didalam akuarium selama 15 menit. Jumlah benih yang ditebar disesuaikan dengan perlakuan yaitu 0,5 ekor/l hingga 2 ekor/l. Penebaran benih lobster dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 07.00 WIB.

3.3.2.3 Pemberian Pakan

Selama pemeliharaan benih lobster air tawar diberi pakan remah sebanyak 4% dari bobot biomassa lobster air tawar. Pemberian pakan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pagi hari pada pukul 07.00 – 08.00 WIB dan sore hari pada pukul 17.00-18.00 WIB. Cara pemberian pakan pada akuarium dengan satu lantai adalah ditebar merata. Sedangkan pemberian pakan pada akuarium dengan dua lantai ada dua cara yaitu pertama pada lantai bagian atas pakan disebar merata, kedua pada lantai bagian bawah pakan dimasukkan melalui pipa bersamaan dengan aliran air menyebar merata.

3.3.2.4 Pengelolaan Air

Selama pemeliharaan terjadi penguapan volume air yang diakibatkan oleh debit air dan proses nitrifikasi. Untuk mengatasi hal ini dilakukan penambahan air yang sebelumnya diaerasi setiap satu minggu sekali dengan penambahan 10 l. Selanjutnya dilakukan penyiponan setiap sepuluh hari sekali dan lamanya penyiponan 30 menit. Kemudia kualitas air dilakukan pengukuran sepuluh hari sekali. Kualitas air yang diukur adalah suhu, pH, Oksigen terlarut (DO), alkalinitas, kesadahan, nitrit dan amoniak.

3.4 Parameter Yang Diamati 3.4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup

Pengamatan jumlah lobster air tawar yang hidup dilakukan setiap sepuluh hari sekali dengan cara menghintung seluruh jumlah lobster air tawar yang masih hidup. Perhintungan tingkat kelangsungan hidup dilakukan dengan menggunakan rumus (Effendie, 1979) :

No Ntx100% SR =

Keterangan :

SR = Kelangsungan Hidup (%)

N t = Jumlah lobster air tawar yang hidup pada akhir penelitian (ekor) No = Jumlah lobster air tawar yang hidup pada awal penelitian (ekor)

3.4.2 Pertumbuhan Panjang Mutlak dan Laju Pertumbuhan Harian

Ukuran panjang adalah panjang total yakni antara ujung rostrum hingga ujung telson pada lobster air tawar. Pengukuran panjang total dilakukan sepuluh hari sekali dengan menggunakan mistar, pada seluruh lobster air tawar.

Perhintungan pertumbuhan panjang mutlak dapat dilakukan dengan menggunakan rumus (Effendie, 1979) :

P =M PT –PO

Keterangan :

Pm = Pertambahan panjang mutlak (cm)

Po = Panjang rata-rata individu pada hari ke-0 (cm) Pt = Panjang rata-rata individu pada hari ke-t (cm)

Bobot total merupakan bobot tubuh lobster diukur dengan menimbang seluruh populasi setiap perlakuan dengan menggunakan timbangan digital. Bobot individu (rata-rata) didapat dengan membagi bobot total dengan jumlah lobster.

Pengukuran bobot individu dilakukan sepuluh hari sekali. Laju pertumbuhan harian dihitung dengan rumus :

t

Wo

α = Wt - 1 x 100 %

Keterangan :

α = Laju pertumbuhan harian (%)

= Bobot rata-rata akhir lobster air tawar (gr) Wt

W0 = Bobot rata-rata awal lobster air tawar (gr)

T = Lama pemeliharaan (hari) ( NRC, 1977)

3.4.3 Frekuensi Ganti Kulit

Frekuensi ganti kulit merupakan jumlah ganti kulit yang dialami lobster dalam populasi perlakuan selama satu hari. Dalam percobaan ini dikumpulkan informasi mengenai waktu dan intensitas ganti kulit.

3.4.4 Efisiensi Pakan

Efisiensi pakan merupakan selisih biomassa ikan pada saat penimbangan ditambah bobot lobster yang mati dengan biomassa awal dan dibandingkan dengan jumlah pakan yang telah diberikan sampai saat penimbangan (Zonneveld et al. 1991) dengan rumus :

t Wo Wt

Ep = x 100%

Keterangan :

EP = Efisiensi pakan (%)

Wt = Biomassa pada saat akhir (gram) Wo = Biomassa pada saat awal (gram) F = Jumlah pakan (gram)

3.4.5 Koefisien Keragaman

Variasi ukuran dalam penelitian ini berupa variasi panjang lobster, yang dinyatakan dalam koefisien keragaman. Kergaman nilai ini merupakan persentase dari simpangan baku panjang lobster contoh terhadap nilai tengahnya (Steel dan Torrie ,1991) dengan rumus :

KK = (S/ Y ) x 100 % Keterangan :

KK = Koefisien keragaman S = Simpangan baku

Y = Rata-rata perlakuan

3.4.6 Produksi

Produksi merupakan selisih biomassa akhir dan biomassa awal dalam satu periode pemeliharaan. Nilai produksi ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

P = B - Bt o

Keterangan :

P = Produksi (gram)

B t = Biomassa lobster pada akhir pemeliharaan (gram) B o = Biomassa lobster pada awal pemeliharaan (gram)

Produksi penting di pendederan karena untuk menentukan hasil lobster yang lebih besar jika ukuran seragam.

3.4.7 Kualitas Air

Kualitas air yang diukur selama penelitian meliputi suhu, pH, Oksigen terlarut (DO), dan total amoniak nitrogen (TAN). Pengukuran suhu dilakukan secara invivo, sedangkan pengukuran pH, DO, TAN, kesadahan, dan alkanitas dianalisa terlebih dahulu dengan mengambil sampel air dengan menggunakan botol aqua yang telah disediakan. Analisa dilakukan di Laboratorium Lingkungan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Pengukuran dilakukan setiap sepuluh hari sekali. Kualitas air pada media pemeliharaan lobster air tawar Cherax quadricarinatus yang diamati pada Tabel 2.

Tabel 2. Kualitas air pada media pemeliharaan lobster air tawar Cherax quadricarinatus yang diamati

Parameter Satuan Alat

Suhu (fisika) 0C Thermometer

DO (fisika) mg/l DOmeter

pH (kimia) pHmeter

TAN (kimia) mg/l Spektofotometer

Kesadahan (kimia) mg/l Titratasi

Alkanitas (kimia) mg/l Titrasi

3.5 Analisa Data

Data yang telah diperoleh dari pengamatan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Sebelum dianalisa datanya terlebih dahulu tentukan hipotesis yang diuji pada penelitian ini. Hipotesis yang perlu diuji untuk rancangan acak lengkap (RAL) adalah sebagai berikut :

Ho : τí = 0 (Padat penebaran tidak mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan, eifisiensi pakan, koefisien keragaman, dan produksi).

H1 : τí = 0 (Padat penebaran mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan, eifisiensi pakan, koefisien keragaman, dan produksi).

Selanjutnya data tersebut diolah dengan analisis ragam (Anova) pada Excell melalui tahap-tahap sebagai berikut :

Tahap 1 Menghitung faktor koreksi (fk) pada RAL. Jika i adalah padat penebaran dan j adalah ulangan, maka : fk = (ΣY..) = (total nilai tiap pengamatan)2 2 ij banyak pengamatan

Tahap 2 Menghitung JKT (jumlah kuadrat tengah) dan JKP (Jumlah kuadrat perlakuan) pada RAL. Jika i adalah padat penebaran dan j adalah ulangan, maka :

JKT = ΣYij.2 - fk = jumlah kuadrat nilai pengamatan – faktor koreksi JKP = ΣYij.2 – fk = (jumlah rata-rata perlakuan dikuadrat) – fk

j banyaknya ulangan

Tahap 3 Menghitung jumlah kuadrat sisa (JKS) pada RAL. Jika i adalah padat penebaran dan j adalah ulangan, maka : JKS = JKT – JKP

Tahap 4 Menghitung KT (kuadrat tengah) masing-masing sumber keragaman pada RAL melalui pembagian antar JK (jumlah kudrat) dan derajat bebas

(db), yaitu : KTP = JKP = jumlah kuadrat perlakuan (i-1) banyak padat penebaran -1

KTS = JKS (i-1) (j-1)

Tahap 5 Menghitung Fhit (perlakuan) dan F tabel (perlakuan) pada RAL, yaitu : Fhit (perlakuan) = KTP/KTS

Ftabel (perlakuan) = FINV (0,05, dbP, dbS)

Tahap 6 Menyusun tabel sidik ragam (TSR) seperti tampak dalam Tabel 3 sebagai

Tahap 7 Pengujian hipotesis adalah sebagai berikut :

- Jika Fhit (p) > Ftabel maka tolak Ho dan terima H1 yang berarti berbagai kepadatan mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan, eifisiensi pakan, koefisien keragaman, dan produksi.

- Jika Fhit (p) < Ftabel maka terima Ho dan tolak H1 yang berarti berbagai kepadatan tidak mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan, eifisiensi pakan, koefisien keragaman, dan produksi.

Selanjutnya data dilakukan uji lanjut dengan mengunakan uji beda nyata terkecil (BNT). Uji BNT dapat dilakukan apabila data setelah diolah dengan analisis ragam menunjukan bahwa berbagai kepadatan memengaruhi tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan, eifisiensi pakan, koefisien keragaman, dan produksi. Adapun tahap – tahap dari uji BNT dengan menggunakan Excell adalah sebagai berikut :

Tahap 1 Menghitung nilai tengah tiap perlakuan

Tahap 2 Mengurutkan nilai tengah tiap perlakuan dari yang terkecil hingga terbesar

Tahap 3 Menghitung selisih antara nilai tengah pada satu perlakuan dengan nilai nilai tengah perlakuan lainnya

Tahap 4 Menghitung nilai BNTdari perlakuan dengan rumus sebagai berikut :

r 2KTS BNT = t (0.025,dbS)α

Tahap 5 Membandingkan antara nilai BNT dengan selisih nilai tengah perlakuan

Tahap 6 Jika selisih nilai tengah antar perlakuan lebih besar dari nilai BNT maka pengaruh signifikan

Jika selisih nilai tengah antar perlakuan lebih kecil dari nilai BNT maka pengaruh tidak signifikan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1. Tingkat Kelangsungan Hidup

Jumlah lobster yang hidup menurun sejalan dengan lamanya masa pemeliharaan. Jika pada awal pemeliharaan tingkat kelangsungan hidupnya 100%, setelah pemeliharaan selama 40 hari menurun menjadi 50-70.48 % (Lampiran 3, Gambar 3). Hasil penelitian menunjukan bahwa padat penebaran berpengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup tersebut (P<0,05). Tingkat kelangsungan hidup tertinggi dicapai pada padat penebaran 1.5 ekor/l yang berbeda dengan kepadatan 1 ekor/l dan 2 ekor/l, tetapi tidak berbeda dengan kepadatan 0.5 ekor/l (Lampiran 5, Gambar 4).

0 20 40 60 80 100

10 20 30 40

Pemeliharaan (hari ke-)

Tingkat kelangsungan hidup (%)

0.5 ekor/l 1 ekor/l 1.5 ekor/l 2 ekor/l Gambar 3. Tingkat kelangsungan hidup rata-rata tiap sampling Cherax

quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai kepadatan

60 + 0.00a 52.17+7.53 b

Gambar 4. Tingkat kelangsungan hidup Cherax quadricarinatus yangdipelihara dengan berbagai kepadatan

4.1.2 Laju Pertumbuhan Harian

Setelah masa pemeliharaan selama 40 hari, berat rata-rata lobster meningkat seiring dengan bertambahnya waktu, yakni dari 0.62-0.76 gram menjadi 1.38-1.61 gram (Lampiran 6, Gambar 5). Pada akhir pengamatan berat rata-rata tertinggi dicapai pada perlakuan dengan padat penebaran 0.5 ekor/l yakni sebesar, 1.61 + 0.16 gram, sedangkan berat rata-rata terendah dicapai pada perlakuan dengan penebaran 2 ekor/l yakni sebesar 1.38 + 0.13 gram.

0

0.5 ekor/l 1 ekor/l 1.5 ekor/l 2 ekor/l

Gambar 5. Bobot rata-rata tiap sampling Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai kepadatan

Laju pertumbuhan harian yang diperoleh selama penelitian berkisar 2.36-2.90% (Lampiran 7, Gambar 6). Hasil penelitian menunjukan bahwa peningkatan kepadatan tidak berpengaruh terhadap laju pertumbuhan harian (P>0.05) (Lampiran 8).

2.57 + 0.79a 2.90 + 0.11 a

2.77 + 0.32a 2.36 + 0.22a

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00

0.5 ekor/l 1 ekor/l 1.5 ekor/l 2 ekor/l Padat Penebaran

Laju Pertumbuhan Harian (%/hari)

Gambar 6. Laju Pertumbuhan Spesifik Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai kepadatan

4.1.3. Pertumbuhan Panjang Mutlak

Setelah masa pemeliharaan selama 40 hari, panjang rata-rata lobster meningkat seiring dengan bertambahnya waktu, yakni dari 2.67-2.73 cm menjadi 3.35-3.5 cm (Lampiran 9, Gambar 7). Pada akhir pengamatan panjang tertinggi dicapai pada perlakuan dengan padat penebaran 1 ekor/lyakni sebesar, 3.5 + 0.1 cm, sedangkan pajang terendah dicapai pada perlakuan dengan penebaran 2 ekor/l yakni sebesar 3.35 + 0.1 cm.

0.00

0.5 ekor/l 1 ekor/l 1.5 ekor/l 2 ekor/l

Gambar 7. Panjang rata-rata tiap sampling Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai kepadatan

Pertumbuhan panjang mutlak yang diperoleh selama penelitian berkisar 0.64-0.78 cm (Lampiran 10, Gambar 8). Hasil penelitian menunjukan bahwa peningkatan kepadatan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan panjang mutlak (P>0.05) (Lampiran 11).

0.64 + 0.16a

Gambar 8. Pertumbuhan Panjang Mutlak Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai kepadatan

4.1.4. Frekuensi Molting

Selama penelitian diperoleh data berapa kali cherax melakukan pergantian kulit. Berdasarkan hasil pencatatan data selama masa pemeliharaan (40 hari) diperoleh frekuensi molting rata-rata setiap lobster melakukan pergantian kulit sebanyak 0.8 - 1.14 kali. Frekuensi molting ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Frekuensi molting (kali) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran

Ulangan Perlakuan (ekor/l)

0.5 1 1.5 2

1 1 1.09 0.97 0.78

2 1 1.22 0.94 0.80

3 1.2 1.13 0.91 0.83

Rata2 1.07 1.14 0.94 0.80

4.1.5. Efisiensi Pakan

Nilai efisiensi pakan (%) selama pemeliharaan berkisar antara 51.54-85.78% (Lampiran 12). Pada akhir pengamatan efisiensi pakan tertinggi dicapai pada perlakuan dengan padat penebaran 1 ekor/l yakni sebesar, 85.78 + 11.88%, sedangkan efisiensi pakan terendah dicapai pada perlakuan dengan penebaran 0.5 ekor/l yakni sebesar 51.54 + 19.18 %. Hasil penelitian menunjukan bahwa peningkatan kepadatan tidak berpengaruh terhadap efisiensi pakan (P>0.05) (Lampiran 13, Gambar 9).

72.5+ 13.53a

Gambar 9. Efisiensi pakan Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai kepadatan

4.1.6. Produksi

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai produksi yang menggambarkan selisih antara biomassa awal dan biomassa akhir dalam satu periode pemeliharaan selama 40 hari. Hasil yang diperoleh berkisar antara 11.57 + 1.07-33.78 + 10.12 gram (Lampiran 14). Hasil penelitian menunjukan bahwa padat penebaran berpengaruh terhadap produksi tersebut (P<0,05). Produksi terendah dicapai pada padat penebaran 0.5 ekor/l yang berbeda dengan kepadatan 1.5 ekor/l dan 2 ekor/l, tetapi tidak berbeda dengan kepadatan 1 ekor/l (Lampiran 16, Gambar 10).

33.78+10.12b 29.46+7.13b

20.74+3.4ab 11.57+1.07a

0 10 20 30 40 50

0.5 ekor/l 1 ekor/l 1.5 ekor/l 2 ekor/l Padat Penebaran

produksi (gram)

Gambar 10. Produksi Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai kepadatan

4.1.7. Koefisien Keragaman

Nilai koefisien keragaman yang diperoleh pada setiap padat penebaran berkisar antara 10,11 – 26,41% (Lampiran 17). Hasil penelitian menunjukan bahwa padat penebaran berpengaruh terhadap koefisien keragaman tersebut (P<0,05). Koefisien keragaman terendah dicapai pada padat penebaran 0.5 ekor/l yang berbeda dengan kepadatan 1.5 ekor/l dan 2 ekor/l, sedangkan 1 ekor/l berbeda dengan kepadatan 1.5 ekor/l dan 2 ekor/l (Lampiran 19, Gambar 11).

26.41+ 6.19b

Gambar 11. Koefisien keragaman Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai kepadatan

4.1.8 Kualitas Air

Parameter yang diukur selama penelitian ini antara lain ialah suhu, kelarutan oksigen, pH, Kesadahan total, Alkalinitas, dan Ammoniak.

Nilai suhu berkisar antara 26-26.9 0C. Kelarutan oksigen berkisar antara 5.52 – 6.93 mg/l. Selama penelitian, konsentrasi oksigen terlarut terlihat menurun hingga akhir penelitian (Gambar 13).

0

0.5 ekor/l 1 ekor/l 1.5 ekor/l 2 ekor/l

Gambar 12. Grafik konsentrasi oksigen terlarut pada setiap wadah berdasarkan waktu.

Nilai pH berkisar antara 7.56 – 8.4. kesadahan total berkisar antara 48.05 – 87.56 mg/l CaCO . Alkalinitas berkisar antara 79.56 – 127.36 mg/l CaCO Nilai 3 3.

Total ammoniak nitrogen berkisar antara 0.026 – 0.59 mg/l. Selama penelitian, konsentrasi total amoniak nitrogen terlihat menurun hingga akhir penelitian (Gambar 14). Secara lengkap data mengenai kualitas air disajikan pada Tabel 5.

0

Gambar 13. Grafik konsentrasi total ammoniak nitrogen pada setiap wadah berdasarkan waktu.

Tabel 5. Kualitas air pada masing-masing perlakuan

satuan Padat penebaran parameter 0.5 ekor/l 1 ekor/l 1.5 ekor/l 2 ekor/l

Suhu (0C) 26.1 - 26.9 26.2 – 26.8 26 - 26.8 26.1 - 26.8 PH 7.82 - 8.34 7.82 - 8.33 7.56 - 8.29 7.86 - 8.35 DO (mg/l) 5.83 - 6.69 5.77 - 6.89 5.75 - 6.4 5.71 - 6.91 alkalinitas (CaCo3) mg/l 91.54 - 99.55 79.6 – 119.4 87.56 - 107.4691.54 - 119.4 kesadahan (CaCo3) mg/l 48.05 - 81.0860.06 - 83.58 66.07 - 87.09 54.05 - 69.07 CO2 bebas mg/l 9.9 - 15.84 1.98 - 15.84 13.86 - 19.8 7.92 - 21.78 ammoniak (N-NH3) 0.053 - 0.4310.026 - 0.404 0.053 - 0.485 0.105 - 0.59 Nitrit mg/l 0.032 - 0.1860.021 - 0.648 0.021 - 0.174 0.072 - 0.113

0.2 4 6 8

0 10 20 30 40

Pemeliharaan hari

ke-Total amoniak nitrogen (mg/l)

0.

0.

0.

0.5 ekor/l 1 ekor/l 1.5 ekor/l 2 ekor/l

4.2 Pembahasan

Selama 40 hari masa pemeliharaan, didapati kematian lobster air tawar terdapat pada setiap perlakuan. Kematian yang rendah terdapat pada padat penebaran 1,5 ekor/l yaitu 29.52%. Sedangkan kematian tertinggi terdapat pada padat penebaran 2 ekor/l yaitu 50%. Pada kepadatan 2 ekor/l kematian lebih tinggi disebabkan sifat lobster yang menguasai wilayah (Salmon et al., 1983) dan menjadi lebih agresif manakala lobster lain mendekatinya dalam kondisi ruang makin terbatas akibat lobster makin padat. Sifat agresif semakin meningkat dapat menimbulkan perkelahian di antara lobster dan berakhir kematian. Selain itu kematian yang tinggi disebabkan lobster bersifat kanibal. Sifat kanibal muncul ditandai dengan pemangsaan terhadap sesamanya saat keadaan lobster lain yang lemah ketika sedang moulting. Kematian lainnya terjadi akibat gagal moulting yang disebabkan gangguan sesamanya dan perubahan lingkungan (Holdich dan Lowery, 1988). Hal ini didasarkan pada banyaknya cangkang yang lembek pada bangkai lobster akibat moulting dan adanya lobster yang mati dalam keadaan terkelupas bagian Chephalothorax-nya akibat gagal moulting.

Menurut Wedemeyer (1996) peningkatan padat penebaran ikan dalam wadah pemeliharaan ikan yang melewati batas tertentu akan mengganggu proses fisiologis dan tingkat laku yang pada akhirnya menurunkan kondisi kesehatan, pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Hal ini terlihat pada penurunan kelangsungan hidup pada kepadatan lebih dari 1,5 ekor/l. Secara teoritis seharusnya pada padat penebaran kurang dari 1,5 ekor/l tingkat kelangsungan hidup lebih baik atau sama, seperti halnya pada penebaran 0,5 ekor/l dengan 1,5 ekor/l. Akan tetapi pada padat penebaran 1 ekor/l kematiannya lebih tinggi. Hal ini berkaitan dengan sifat lobster yang sering moulting sehingga menimbulkan perilaku kanibal dan akhirnya akan mempengaruhi kelangsungan hidup lobster. Pada kepadatan 1 ekor/l frekuensi moulting lebih tinggi dibandingkan dengan padat penebaran 1.5 ekor/l dan 0.5 ekor/l yaitu 1.14 kali (Tabel 5). Pasca moulting kelangsungan hidup lobster terpengaruh karena energi banyak yang dikeluarkan untuk proses moulting sehingga kondisi lemah dan sulit menghindari dari pemangsa lobster lain menyebabkan kematian.

Selama pendederan, didapati bahwa peningkatan kepadatan diikuti dengan pertumbuhan yang tidak berbeda pada setiap perlakuan. Menurut Hepher dan Pruginin (1981) pada ikan, peningkatan kepadatan akan diikuti dengan penurunan pertumbuhan jika jumlah pakan, oksigen terlarut, serta buangan metabolit tidak mampu dikendalikan. Pada penelitian ini kualitas air di setiap padat penebaran berada dalam kisaran yang dapat ditoleransi benih lobster untuk hidup maupun tumbuh pada (Tabel 5) sebagai akibat penggunaan instalasi resirkulasi yang berfungsi dengan baik. Demikan pula jumlah pakan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan lobster.

Selama pemeliharaan 40 hari frekuensi moulting yang tinggi pada padat penebaran 1 ekor/l yaitu 1,14 kali (Tabel 4). Hal ini dikarenakan adanya penambahan bidang pemeliharaan menjadi dua lantai sehingga kontak antar lobster jarang menyebabkan prilaku kanibal berkurang dan akhirnya lobster dapat melakukan moulting tanpa ada gangguan dari lobster lain.

Semakin tinggi padat penebaran nilai efisien pakan yang semakin rendah.

Hal ini terlihat pada penurunan efisiensi pakan pada kepadatan lebih dari 1 ekor/l.

Secara teoritis seharusnya pada padat penebaran kurang dari 1 ekor/l efisiensi pakan yang tinggi, seperti halnya pada penebaran 1 ekor/l dengan 1,5 ekor/l. Akan tetapi pada padat penebaran 1 ekor/l efisiensi pakan lebih tinggi. Hal ini terkait dengan jumlah pakan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan lobster untuk hidup dan tumbuh. Selain itu efisiensi pakan tidak berbeda disebabkan ruang gerak lobster menjadi besar sehingga lobster lebih memanfaatkan pakan diberikan untuk memenuhi kebutuhannya untuk hidup dan tumbuh. Hal ini sependapat dengan Goddard (1996) ikan membutuhkan energi yang berasal dari pakan untuk bergerak dan mencerna makan, pertumbuhan dan maintenance. Semakin banyak energi yang diperlukan untuk memenuhi maka semakin banyak pula jumlah pakan yang akan dikonsumsi.

Selama pemeliharaan 40 hari pada penebaran 1,5 ekor/l dan 2 ekor/l didapatkan hasil yang menunjukan bahwa nilai produksi lebih tinggi dibandingkan dengan 0,5 ekor/l (Lampiran 14). Produksi pada kepadatan yang lebih tinggi ini disebabkan jumlah akhir lobster yang hidup lebih banyak, walaupun pada kepadatan yang lebih tinggi tingkat kelangsungan hidup lebih rendah. Disamping

itu juga pertumbuhan tidak berbeda. Hal ini sedikit berbeda dengan yang dinyatakan Hikling (1971) dalam Syafiuddin (2000) padat penebaran yang tinggi akan didapatkan produksi tinggi pula, tetapi bobot individu kecil. Sebaliknya dengan padat penebaran yang rendah akan didapatkan produksi yang rendah pula, tetapi bobot individu besar.

Koefisien keragaman panjang menunjukan nilai variasi ukuran panjang pada perlakuan sehingga dapat diketahui keseragaman populasinya. Selama pemeliharaan 40 hari didapatkan hasil penelitian yang menunjukan bahwa peningkatan kepadatan diikuti dengan peningkatan koefisien keragaman yaitu 10,11 + 0,97% menjadi 26,41 + 6,19% (Lampiran 17). Hal ini dikarenakan terjadinya kanibal pada kepadatan yang lebih tinggi selain itu lobster memiliki sifat yang agresif saat bersaing mencari makanan sehingga lobster yang lebih besar akan lebih banyak memanfaatkan pakan yang diberikan, akibat lobster yang lebih kecil kalah bersaing. Hal ini menyebabkan variasi ukuran. Variasi ukuran ditandai dengan simpangan baku yang semakin besar. Hal ini sependapat dengan Rouse (1997) pada fase juvenil lobster sering menunjukan sifat agresif yang tinggi dan berprilaku kanibal. Sifat agresif ini akan lebih nyata terjadi pada saat tidak tersedia pakan yang memadai dan menyebabkan kanibalisme, serta kematian.

Perubahan kualitas air yang terjadi selama masa pemeliharaan secara keseluruhan masih dalam kisaran yang dapat ditolerir oleh lobster untuk hidup maupun tumbuh. Suhu selama pemeliharaan relatif optimum bagi pertumbuhan lobster yakni berkisar antara 26 - 26.9 0C (Lampiran 20). Kisaran tersebut baik untuk pertumbuhan lobster seperti yang dinyatakan Holdich dan Lowery (1988), bahwa lobster jenis red claw akan mengalami pertumbuhan terbaik pada suhu 24-29 oC. kisaran suhu yang stabil akan membuat lobster tidak mengalami gangguan dalam adaptasi terhadap perubahan lingkungan sehingga menguntungkan dalam pemanfaatkan energi untuk metabolisme dan pertumbuhan.

Selama pemeliharaan 40 hari didapatkan nilai pH untuk pertumbuhan lobster berkisar antara 7.56–8.35 (Lampiran 20). Hal ini tidak jauh berbeda dengan pernyataan Holdich dan Lowery (1988) bahwa pertumbuhan Cherax quadricarinatus adalah berkisar 6.5-9. Nilai pH yang kurang dari 5 sangat buruk

bagi kehidupan udang karena dapat menyebabkan kematian, sedangkan pH diatas 9 dapat menurunkan nafsu makan (Merrick, 1993).

Kandungan oksigen terlarut selama penelitian ini cukup baik untuk pertumbuhan cherax yaitu berkisar antara 5.71 – 6.93 mg/l (Lampiran 20 dan Gambar 13). Secara umum dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa konsentrasi oksigen di dalam media pemeliharaan masih layak dan dapat mendukung kehidupan lobster. Selain itu jumlah lobster semakin banyak diikuti dengan

Kandungan oksigen terlarut selama penelitian ini cukup baik untuk pertumbuhan cherax yaitu berkisar antara 5.71 – 6.93 mg/l (Lampiran 20 dan Gambar 13). Secara umum dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa konsentrasi oksigen di dalam media pemeliharaan masih layak dan dapat mendukung kehidupan lobster. Selain itu jumlah lobster semakin banyak diikuti dengan

Dokumen terkait