• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Wanita Tuna Susila

4. Pandangan Agama Islam terhadap Wanita Tuna Susila

Masalah wanita tuna susila bukan masalah yang baru, karena wanita tuna susila (WTS) sudah ada sejak dahulu kala sampai sekarang, dan usaha penanggulangannya telah dilakukan pula dengan berbagai cara, namun pelacuran tersebut tidak kunjung hilang di dunia ini, selagi masih ada nafsu-nafsu seks tidak terkontrol dan terkendali serta penayalurannya tidak pada tempatnya. Walau bagaimanapun juga wanita tuna susila auatu pelacuran bertentangan dengan norma moral, adapt dan agama bahkan melanggar norma Negara bila Negara tersebut melarangnya. Para pekerja seks komersial selalu terkecam dan di kutuk oleh banyak

45

Perdagangan wanita dibawah umur siswa SD, SMP, dan SMA untuk memuas nafsu seks lelaki hidung belang, berhasil dibongkar Polres Metro Jakarta Pusat. Perdangan wanita dibawah umur itu melibatkann dua tersangka perempuan siswa SMP dan SMA (Kompas, 8 Januari 1995).

masyarakat, karena tingkah lakunya yang tidak susila dan dianggap mengotori sakralitas hubungan seks. Namun demikian masih ada masyarakat-masyarakat tertentu yang membolehkan hubungan seksual diluar perkawinan, diantaranya yang dikemukakan oleh Dra. Kartini Kartono yaitu:

Pada masyarakat Eskimo, kelahiran bayi diuar nikah ditolerir oleh masyarakat. Bahkan untuk menghormati tamu-tamu yang terpandang, istri sendiri disuruhnya tidur bersama dengan tamunya dan memberikan palayanan seks seperlunya. Juga pada beberapa kelompok suku di pulau Kei, Flores, Mentawai, system perkawinannya mengijinkan anak-anak gadis mengadakan hubungan kelamin dengan laki-laki sebelum nikah. Bahkan gadis-gadis yang terampil dan “pandai” memberikan pelayanan seks, akan laku terlebih dahulu. Juga masyarakat desa didaerah Banjar Negara, mengijinkan anak-anak laki-laki melakukan relasi seks dengan pelacur atau penari (aledek, tandak) sebagai peristiwa inisiasi menuju kedewasaan yang disebut dengan “Gowokan”.46

Wanita tuna susila adalah profesi yang diperbolehkan oleh kebanyakan Negara-negara Barat. Bahkan diberi perizinan dan lisensi. Hal ini menyebabkan para pekerja seks komersial dianggap salah satu bagian dari kaum pekerja yang mendapat hak-hak pekerja. Adapun Islam, menentang keras profesi ini. Ia tidak memperbolehkan seorang muslimah pun, baik yang merdeka maupun budak memperbolehkan mata pencaharian dengan menjual kehormatan dirinya.

Sebagian masyarakat Jahiliyah dahulu mewajibkan pajak harian atas budak- budak wanita. Mereka harus membajyar kepada tuan-tuannya dengan cara apa saja, yang penting mereka mendapatkan uang itu. Kebanyakan mereka memilih menjual kehormatan dirinya untuk membayar kewajiban itu. Sebagian majikan memaksa

46

mereka untuk melakukan perzinahan, hanya unutk memperoleh keuntungan duniawi yang hina dan mendapatkan yang kotor lagi murka. Setelah datangnya Islam, ia mengangkat mereka dari lembah kehinaan itu dan tuntunlah firman Allah SWT :

K / % L, ,$ 'MNﺕ )O+ )" > L $% / 3ﺕ .,* % P 3ﺕ $

. '2$% Q .N$%

-.<+ -+ @R ! &P% " 2

0!$% !)5* ! 'P 3(

.

Artinya : “Dan janganlah kalian paksakan budak-budak waita kalian untuk melacur jika mereka menginginkan kesucian, karena kalian mengkehendaki keuntungan dunia”. (An-Nur : 33)

Ibnu Abbas ra meriwayatkan bahwa Abdullah bin Ubay, dedengkot kaum munafiq, menghadap Rasulullah SAW. Bersama seorang gadis cantik bernama Mu’adzah. Ia mengatakan, “Wahai Rasulullah, anak gadis ini adalah salah satu anak- anak yatim si fulan. Tidaklah engkau menyuruhnya berzina sehingga mereka memperoleh sebagian manfaatnya”?”Tidak!” Jawab Rasulullah SAW.

Dengan begitu nabi Muhammad SAW tidak dapat menerima alas an apapun yang mungkin bisa disebut, apakah atas nama kebutuhan, atau keterpakasaan, atau tujuan mulia sekalipun. Yang demikian itu agar masyarakat Islam tetap bersih dan bebas dari kotoran-kotoran yang membinasakan.47

47

Agama Islam berpandangan mengenai maslah pelacuran (perbuatan zina), bahwa Islam sama sekali tidak membolehkan (haram) atas pelacuran (perbuatan zina), sebab perzinahan dapat merusak keturunan, menyebabkan penyakit kotor, dan sebagainya. Pelacuran adalah perbuatan keji tersebut melalui firman-Nya :

. ﺱ > ﺱ GB< * ) 0!" 7S$% %

ﺕ $

.

Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji suatu jalan yang buruk”. (Q.S Al-Isra 17:32)48

Menurut Syaikh Zainuddin pengarang kitab Fathul Mu’in bahwa “Zina adalah dosa besar yang paling besar setelah pembunuhan, ada dikatakan, zina lebih besar dosanya dari pada pembunuhan”.49

Demikianlah peringatan Allah SWT, tentang dilarangnya perbuatan zina, dan lebih tegas lagi barang siapa melakukan perbuatan zina maka harus di had (dihukum), sesuai dengan firman Allah SWT, dalam Al-Qur’an:

;&

? Tﺕ $ Q2 G

;& 2<% ! % 2 * H %!S$% G. %!S$%

H* -G* +

48

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Gema Risalah Press. 1992), h. 429.

49

Zainuddinbin Abdul Aziz Almalibary, Terjemahan oleh: Aliy As’ad, Fathul Mu’in, (Kudus: Menara Kudus, 1979) Jilid III, h. 288.

-G@ C ;& %?/ 2&B.$

U$% V .$% 0!$ ) Wﺕ , )" 0!$% (O

. W;$%

Artinya: Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seseorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang- orang yang beriman”. (Q.S. An-Nur 24:2)50

Dari keterangan diatas diperoleh suatu hokum bagi orang yangmelakukan perbuatan zina, apabila pelakunya masih perjaka atau gadis (belum pernah menikah), maka mendapat hukuman seratus kali dera dan diasingkan dari daerahnya selama satu tahun. Tapi bila pelaku perbuatan zina tersebut sudah pernah menikah maka hukumannya dirajam sampai mati.

Secara lebih rinci para Ulama Fikih membagi hukuman bagi pelaku zina kedalam tiga kategori. Pertama, perzina muhsan, yakni pelaku zina yang pernah melakukan hubungan seksual secara halal. Bisa jadi status mereka bersuami dan beristri, bisa pula duda atau janda. Hukuman bagi mereka adalah dirajam sampai mati. Kedua, Pezina ghairu muhasan, yaitu pelaku zina yang belum pernah melakukan hubungan seksual secara sah. Mereka bisa perjaka atau perawan. Hukuman bagi mereka adalah di cambuk sebanyak seratus kali dan diasingkan keluar

50

daerah selama satu tahun. Ketiga, pezina hamba sahanya, jika hamba sahaya tersebut perempuan dan sudah pernah menikah, maka hukuman hadnya 50 kali cambukan. Sedangkan bagi hamba sahaya yang belum pernah menikah, sebagian Ulama mengatakan dijatuhi hukuman 50 kali cambukan dan sebagian Ulama lainnya berpendapat cukup ta’zir saja.51

Agama Islam dengan tegas memberikan peringatakan dan hukuman terhadap pelakunya. Hal ini dimaksudkan agar menjadi pelajaran terhadap oranglain sehingga tidak terjerumus untuk melakukan perbuatan keji dan munkar tersebut. Dengan demikian hokum agama Islam mengandung 2 (dua) aspek yakni: taraf pencegahan dengan peringatan-peringatannya (prefentif) dan taraf hukuman sehingga pelaku tersebut menjadi sadar (kuratif) bagi hukumannya tidak sampai hukuman mati (seperti rajam atau qisaz).

Demikianlah sikap Islam terhadap perzinahan adalah keras dan tegas, karena memang akibat yang di timbulkan oleh perbuatan zina sangat fatal, baik bagi pribadi pelakunya maupun bagi masyarkat dan lingkungannya. Hal ii tidak lain adalah untuk menjaga kesucian derajat manusia agar tidak terjerumuas kedalam pola tingkah laku binatang yang pada akhirnya akan menghancurkan kebudayaan dan peradaban manusia, sebagai solusinya Islam menggariskan syariat perkawinan, agar manusia menyalurkan hasrat seksualnya secara sah dan bahkan ibadah.

Dokumen terkait