BAB V ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK TERHADAP NOVEL
5.3 Pandangan Dunia
Pandangan dunia merupakan salah satu mediasi yang digunakan untuk menghubungkan struktur puisi dengan masyarakat. Pandangan dunia dapat diteliti aspirasi, perilaku, dan perasaan setiap idividu dan kelompok individu dalam masyarakat. Individu-individu tersebut memberi kontribusi dalam kondisi sosial. Oleh karena itu, pandangan dunia terus-menerus akan menampilkan hasil interaksi subjek kolektif dengan situasi alam sekitar yang menentukan nasib dan masa depan masyarakatnya.
Proses interaksi yang dilakukan subjek kolektif tidak berlangsung secara kebetulan proses itu berlangsung lama dan perlahan-lahan secara bertahap sehingga menampilkan struktur mentalitas baru yang mampu mengatasi mentalitas lama. Hal ini disebabkan adanya
kesadaran yang nyata dan kesadaran yang mungkin dari individu-individu dalam memahami keterbatasannya. Hal ini membatasi kemampuan manusia untuk menyadari secara lengkap dan menyeluruh tentang makna dan arah dari seluruh aspirasi, perilaku, dan emosi kolektif masyarakatnya (Faruk, 1999:16:17).
Pandangan dunia dalam SAZZ dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu
pandangan dunia, manusia, dan Tuhan. Kesadaran yang nyata dan kesadaran yang mungkin dalam memandang dunia, manusia, dan Tuhan dapat dilihat dari tema keinginan memiliki seorang keturunan sehingga melakukan segala cara agar mendapatkan keturunan. Keinginan mempunyai sang anak membuat tokoh Bu Nauli lebih mendekatkan diri pada Tuhan sebagai pencipta alam semesta.
Novel SAZZ memiliki pandangan dunia yang besar dari kesadaran yang mungkin dan
pandangan tentang manusia. Kesadaran yang mungkin itu merupakan kritik sosial yang berbicara mengenai manusia.
5.3.1 Kesadaran yang Nyata
Kesadaran yang nyata dalam SAZZ karya Maulana Syamsuri adalah tema dari novel.
Kedudukan pandangan dunia dari kesadaran yang nyata dalam novel bertemakan keluarga memiliki konsistensi dengan fakta kemanusiaan dan subjek kolektif. Hal ini dapat ditelusuri dari kesejajaran antara kesadaran yang nyata dengan fakta individual dan subjek individual dalam kategori fakta kemanusiaan dan subjek kolektif. Kesejajaran ini telah menempatkan pandangan dunia individu-individu dalam kelompok masyarakat akan terus-menerus terikat oleh aspirasi, perilaku, dan emosi kolektif yang mendasari kehidupannya. Aspirasi, perilaku, dan emosi individu-individu yang dimiliki oleh kesadaran yang nyata dalam SAZZ karya
Maulana Syamsuri hanya ditujukan kepada manusia dan Tuhan.
terutama terdiri dari pelaku utama dan pelaku sampingan. Para pelaku berperan secara tidak seimbang dalam rumah tangga yang disadari oleh istri telah menanggung semuanya akibat tidak dapat memberi keturunan kepada suaminya. Oleh sebab itu, tokoh utama bernama Bu Nauli menderita kesedihan dan kepasraan akibat gagal mewujudkan obsesi yang sempurna dalam berumah tangga.
Gambaran rumah tangga dalam novel SAZZ dilihat dari usaha yang selalu dilakukan
pasangan suami-istri Bu Nauli dan Bang Lindung untuk memperoleh keturunan. Pada novel ditemukan posisi suami yang bertindak sebagai kepala rumah tangga yang ingin sempurna di rumah tangganya. Akan tetapi, keinginan itu tidak tidak sesuai dengan keadaan suami sehingga pelacakan terhadap kemampuan suami mempertahankan keutuhan rumah tangga hanya ditopang oleh ketulusan cinta dan keegoisan.
Suami dan istri dalam SAZZ memang ditampilkan Maulana Syamsuri sebagai pecinta
sejati. Suami ditampilkan lebih agresif dan isteri lebih banyak memaklumkan kondisi sosial yang dihadapi rumah tangganya. Pada posisi ini mulai diperlihatkan superioritas suami dalam menghadapi persoalan rumah tangga. Sikap ini melahirkan optimisme dan pesimisme sekaligus sebab optimis yang dibangun selalu berakhir dengan kegagalan. Hal itu terlihat dari kekecewaan suami yang tidak memperoleh anak dari hasil perkawinannya. Kondisi ini disadari oleh suami dapat menghancurkan keutuhan rumah tangga sehingga suami memilih untuk menikah lagi.
Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini,
“Bagaimana dengan Kak Nauli?. Apakah dia akan menganggap diriku telah merenggut kebahagiaan miliknya. Apakah Kak Nauli akan beranggapan bahwa aku merenggut Bang Lindung dari sisinya?”
“Dia tidak akan menuduh seperti itu.” “Kenapa?”
“Karena dia sudah memaklumi dirinya, suatu saat aku akan mengawini perempuan lain karena dia seorang perempuan mandul. Laki-laki harus punya anak dari perkawinan yang syah dan aku tidak mendapatkannya dari Nauli. Dia sudah menduga hal ini pasti akan terjadi.” (SAZZ, 2005:61)
Kekecewaan suami dalam mewujudkan obesesi yang sempurna mengurangi keteguhan hatinya mempertahankan rumah tangga. Pengaruh keluarga dan pengaruh adat istiadat membuat suami menikah lagi dengan wanita lain agar memperoleh keturunan. Namun, kecintaannya kepada istri membuat suami tetap mempertahankan rumah tangga sebab perceraian dianggap sesuatu yang haram dan dilarang agama.
Istri ternyata memiliki pandangan dunia yang mengagungkan kesakralan perkawinan dengan cara menciptakan kesejukan dalam rumah tangga. Oleh karena itu, istri terus-menerus menyembunyikan kesedihan akibat tidak dapat memberikan anak pada suami.
Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini,
“Bu Nauli mash selalu sering termenung dan terkadang air matanya berderia-derai seperti hujan lebat yang membasahi bumi Mandailing. Namun, Bu Nauli hanya pasrah kepada Tuhan bila malam sepi, meskipun dingin dan sepi dia selalu bangun dan melaksanakan solat tahajud. Di tengah malam yang sepi dan dingin itu, Bu Nauli memohon kepada Tuhan untuk mendapat ketenangan dalam rumah tangganya.”(SAZZ, 2005:58)
Kesadaran suami dan istri untuk mempertahankan rumah tangga tidak muncul secara lengkap dan menyeluruh. Kesadaran itu muncul secara bertahap. Mula-mula dari gagasan mengajak istri untuk mempertahankan cinta sejati dalam keluaga. Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini,
“Aku tidak akan membuat hati isteriku hancur. Aku tidak akan membuat dada isteriku perih. Tidak akan membuat hidupnya penuh dengan rintihan dan air mata.”
“Demi Tuhan, begitu?” “Demi, Tuhan!”
“Oh, Bang Lindung, aku sangat mencintaimu...” Tiba-tiba saja Bu Nauli merebahkan kepalanya di lengan Bang Lindung yang masih mengemudikan mobil Tuanya. “Aku tidak ingin kehilangan dirimu.”
“Aku juga tidak berpikir untuk menikah lagi. Aku tidak tega menyakiti hati isteriku yang cantik dan karirrnya sebagai guru, orang yang paling dihormati di desa kita. Aku bangga kawin dengan seorang guru.” (SAZZ, 2005:35)
Gagasan ini menjadi pengendali emosi akibat kegagalan melahirkan anak. Itu dapat dilihat dari . Dari kondisi ini terjadi perubahan perilaku dalam bentuk bercinta kembali antara
sesama kekasih. Kemudian secara berturut-turut muncul godaan untuk membagi cinta.
Kesadaran individu-idividu mempertahankan rumah tangga tanpa anak semakin diperjelas dalam novel yang menceritakan segala cara telah ditempuh untuk memperoleh keturunan. Novel SAZZ melahirkan pandangan dunia suami sebagai laki-laki yang
mendambakan anak dari hasil perkawinannya. Anak dipandang sebagai bukti kejantanan dan kebahagiaan berumah tangga. Status sosial inilah yang tidak dimiliki sehingga menimbulkan kekecewaan suami. Akan tetapi, kekecewaan itu dapat dikendalikan dengan rasa cinta yang tulus dan tanpa pamrih.
Kesadaran yang nyata yang dimiliki individu-individu dalam rumah tangga telah melahirkan suami sebagai laki-laki yang memiliki hubungan kompleks dengan masyarakat. Pertama, sikap optimis dalam memandang diri dan orang lain. Kedua, sikap intropeksi dalam menyelesaikan persoalan hidup. Sikap ini memberi kesempurnaan perilaku optimistik subjek individual sehingga tidak memiliki ketergantungan dengan orang lain.
Pandangan dunia dari kesadaran yang nyata semakin disempurnakan dalam kepercayaan tokoh terhadap ketuhanan. Kesadaran individu-individu memandang cinta, anak, dan individualitas dipertajam dalam percintaan yang terjalin antara tokoh. Cinta, anak, dan individualitas dipandang sebagai hasil interaksi manusia yang memiliki kedudukan tinggi dan hanya dapat dikalahkan oleh kemahatinggian Tuhan. Oleh karena itu, manusia ditempatkan sebagai pemimpin bumi. Kepemimpinan inilah yang tidak disadari secara menyeluruh sehingga mengakibatkan manusia selalu terjebak dalam aktivitas yang dilarang oleh Tuhan.
Tuhan dalam novel SAZZ dipandang sebagai sesuatu yang mahaagung. Oleh karena itu,
manusia wajib takwa dan tawakhal kepada Tuhan. Proses pengakuan ketuhanan ini diperlihatkan dalam perilaku riligius manusia yang sadar telah gagal menjalankan fungsi kekhalifahannya di bumi. Perilaku tersebut dapat dilihat dari ketidakberdayaan seorang perempuan soleha yang bernama Nauli dihadapan kemahaagungan Tuhan.
5.3.2 Kesadaran yang Mungkin
kesadaran yang mungkin merupakan kategori pandangan dunia yang lahir dari hubungan sosial suatu kelompok masyarakat dengan sesama dan alam sekitarnya. Hubungan ini bersifat menyeluruh dan terpadu sehingga mengesampingkan kepentingan individu-individu secara individualistik. Kesadaran seperti ini dapat ditelusuri dari isi novel yang mementingkan masyarakatnya dan alam sekitarnya. Pandangan terhadap dunia di luar dunia individu inilah yang akan dijadikan pedoman dalam melacak kondisi sosial yang mendasari kelahiran novel
SAZZ karya Maulana Syamsuri.
Kesadaran kelompok masyarakat untuk mengakomodasikan diri dalam novel SAZZ lebih
ditujukan kepada manusia daripada alam sekitarnya. Pandangan dunia terhadap sesama manusia merupakan kesadaran yang menyeluruh dari kelompok masyarakat desa. Kelompok masyarakat desa dalam novel SAZZ saling berasimilasi dalam kehidupan sosialnya.
Kehidupan sosial masyarakat desa memunculkan gejala-gejala takwa terhadap Tuhan, optimis, polos, solidaritas yang tinggi, dan memiliki sikap mensyukuri dengan keadaan yang dijalani.
Kesadaran yang mungkin sesuai dengan Novel SAZZ menujukkan masyarakat desa
belum berasimilasi dengan masyarakat kota sehingga dalam masyarakat desa masih terlihat sistem kekerabatannya. Individu-individu saling menjaga adat-istiadat dalam suku khususnya suku Mandailing.
Gaya hidup tokoh-tokoh dalam novel adalah citra kepribadian manusia yang menghargai kehidupannya di dunia. Hal itu dapat dilihat dari tokoh-tokoh saling menghargai cinta dan kasih. Masyarakat desa juga memandang individu yang satu dengan individu yang lain memiliki hubungan yang erat. Hubungan itu menjadikan masyarakat saling mengenal dengan yang lain. Hal itu dapat berdampak pada kebutuhan individu bergantung pada masyarakat. Namun, kelemahan dari kebutuhan itu membuat masyarakat desa kehilangan jati dirinya
karena telah diatur oleh sistem kekerabatan. Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.
“Kata-kata itu membuat Bu Nauli menunduk wajah. Dia tahu benar makna kata-kata, bahwa dalam masyarakat Mandailing setiap anggota masyarakat merasa senasib sepenanggungan. Bila seorang warga dalam kesulitan, seluruh warga ikut bersama-sama merasakannya dan berusaha untuk membantu.” (SAZZ, 2005:33)
Pandangan dunia yang lahir dari masyarakat yang sederhana memperkuat keberadaan pengarang sebagai orang yang ingin mengenal jati diri masyarakat desa. Pengarang juga berusaha menampilkan kehidupan desa dengan melatarinya dengan kondisi alam pedesaan.
Hal itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini,
“tidak hanya seorang guru bernama Bu Aminah dan suaminya yang selalu merindukan kampung halamannya di Mandailing, tapi masih ribuan orang-orang yang berdarah Mandailing pasti selalu merindukan tanah kelahirannya, merindukan alamnya yang indah, gunung-gunungnya yang hijau, sungai-sungainya yang mengalir tenang dan airnya amat jernih. Para perantau asal Madina pasti selalu rindu kepada desannya di Batang Natal, Lingga Bayu, Si Abu, Bukit Malintang, Ulu pungkut, lembah Sorik Merapi dan lain-lain.” (SAZZ, 2005:33)
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Novel SAZZ karya Maulana Syamsuri dikemukakan dengan bahasa sopan yang dapat
dimengerti masyarakat. Novel SAZZ memiliki jalan cerita yang lurus sehingga cerita dapat
dimengerti. Masyarakat yang dikemukakan dalam novel SAZZ memiliki kebudayaan yang
baik dengan istiadat lama. Tokoh-tokoh dalam cerita sangat menjunjung tinggi adat-istiadat sehingga tokoh-tokoh terikat dalam adat adat-istiadat lama tersebut. Hal itu dapat dilihat dari tokoh Suami harus menikah lagi karena tidak memiliki keturunan.
Struktural genetik dalam novel SAZZ terdiri dari fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan
pandangan dunia. Pertama, fakta kemanusiaan yang diungkapkan adalah fakta individu dan fakta sosial. Fakta individu mengungkapkan persoalan yang selalu dekat dengan sikap emosi atau libinal lain dalam usaha setiap individu menciptakan keseimbangan hidup khususnya pada tokoh utama Bu Nauli, sedangkan Fakta sosial mengungkapkan perwujudan dari keterlibatan seseorang individu dalam kondisi sosialnya.
Kedua, subjek kolektif yang diungkapkan adalah subjek individual dan subjek transindividual. Subjek individual mengungkapkan cerminan emosi dan nafsu tokoh-tokoh di dalam novel SAZZ, sedangkan subjek transindividual mengungkapkan aktivitas tokoh yang
merupakan perwujudan aktivitas fisik dan verbal suatu kelompok masyarakat.
Ketiga, pandangan dunia yang diungkapkan adalah kesadaran yang nyata dan kesadaran yang mungkin. Kesadaran yang nyata mengungkapkan gambaran mengenai pelaku-pelaku dalam novel khususnya gambaran mengenai rumah tangga tokoh, hubungan tokoh dengan toko lain, dan hubungan tokoh dengan Tuhannya, sedangkan kesadaran yang mungkin mengungkapkan masyarakat dalam novel dan alam yang digambarkan oleh pengarang.
6.2 Saran
Karya-karya yang dikarang oleh sastrawan Sumatera khususnya Sumatera Utara perlu dikembangkan. Pembaca dan peminat karya sastra Sumatera Utara perlu memperhatikan karya sastra Sumatera Utara. Hal itu dikarenakan karya sastera Sumatera utara lebih mengungkapkan keberadaan satu daerah yang masyarakat memiliki kebudayaan. Perkembangan itu dilakukan agar kebudayaan di Sumatera Utara dapat dikenal oleh seluruh kalangan masyarakat, baik masyarakat yang memiliki kebudayaan berbeda dengan yang diceritakan pengarang maupun kebudayaan yang diceritakan.
Daftar Pustaka
Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Malang: Sinar Baru Algensindo
digilib.Uns. ac.id/abstrak.pdf.php?d id=1538 (retrieved: 22 Juni 2011)
Djajasudarma dan T. Fatimah. 1993. Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian dan Pengkajian. Bandung: Eresco
Esten, Mursal. 1978. Kesusastraan : Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa
Faruk. 1999. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hamidy, U.U. 1983. Pembahasan Karya Fiksi dan Puisi. Pekanbaru: Bumi Pustaka
Jabrohim dkk. (Ed). 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widia
Keristiana. 2008. “Representasi Multikultural dalam Novel Pusara Karya Maulana Syamsuri: Tesis S2 Departemen Sastra Indonesia”. Medan: USU
Kutha, Nyoman Ratna. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Malo, Monase. 1985. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Karunika
Nursisto. 2000. Ikhtisar Kesusastraan Indonesia. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa
Poedjawijatana, I.R. 1987. Manusia dan Alamnya. Jakarta: Bumi Aksara
Pradopo, Rachmat Djoko. 2001. “Dewa Telah Mati: Kajian Strukturalisme Semiotik” dalam Jabrohim (ed) Metode Penelitian Sastra. Cet 2. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya Putra, Wiradi. 2009. “Novel Rahasia Meede Karya E.S.Ito: Analisis Cerita Detektif: Skripsi
Departemen Sastra Indonesia.” Medan: USU
Rosliani. 1996. “Pengkajian Strukturalisme Genetik Terhadap Kumpulan Puisi ‘Luka Dunia Lukaku’ Karya N.A. Hadian: Skripsi Departemen Sastra Indonesia.” Medan: USU Suwondo, Tirto. 2001. “Analisis Struktural Saslah satu Model Pendekatan dalam Penelitian
sastra” , dalam Metode Penelitian Sastra, dalam Jabrohim (ed). Yogyakarta: Hanindita Graha Widia
Semi, Atar. 1988. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa
Suroto. 1989. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga
Syamsuri, Maulana. 2005. Seteguk Air Zam-Zam. Bogor: Sastra Novela
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya
Wahyuni, Sri. 2002. “Novelet Rembulan Perak Karya Lila Fitri Ali: Konflik Kejiwaan Wanita Karier: Skripsi Departemen Sastra Indonesia”. Medan: USU
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan. Terjemahan Melani Budianta. Jakarta: Gramedia
www.47semiotika.html (retrieved: 8 Desember 2010)