NOVEL SETEGUK AIR ZAM-ZAM KARYA MAULANA SYAMSURI:
TINJAUAN STRUKTURALISME GENETIK
SKRIPSI
IRENE S. N.
070701036
DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
NOVEL
SETEGUK AIR ZAM-ZAM
KARYA MAULANA
SYAMSURI: TINJAUAN STRUKTURALISME GENETIK
OLEH
IRENE S. N.
070701036
Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana
dan telah disetujui oleh
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Drs. Irwansyah, S. U.
Dra. Yulizar Yunas, M. Hum.
NIP. 195304251983031002
NIP. 195004111981022001
Departemen Sastra Indonesia
Ketua,
Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau teori yang pernah ditulis oleh
orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi
berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.
Medan, November 2011
Penulis,
KATA PENGANTAR
Penulis terlebih dahulu mengucapkan kepada Tuhan yang Mahakuasa karena berkat
dan bimbingan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi “Novel Seteguk Air Zam-Zam Karya Maulana Syamsuri: Tinjauan
Strukturalisme Genetik” ini disusun karena penulis tertarik dengan kebudayaan yang
ditampilkan pengarang dalam novelnya. Masalah-masalah yang diungkapkan dalam skripsi
ini berhubungan dengan strukturalisme genetik. Strukturalime gentik mencakup fakta
kemanusiaan, subjek kolektif, dan pandangan dunia di dalam novel.
Selama penulisan skripsi ini, penulis mendapat dukungan moril dan material dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
a. Dr. Syahron Lubis, M.A. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera
Utara
b. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. sebagai Ketua Departemen Sastra Indonesia,
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
c. Drs. Haris Sutan Lubis, sebagai Seketaris Departemen Sastra Indonesia, Fakultas
Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
d. Drs. Irwansyah, S.U. sebagai pembimbing pertama yang telah banyak membantu
dalam menyelesaikan skripsi ini, dan Dra. Yulizar Yunas, M.Hum. sebagai
pembimbing kedua yang membantu dalam memperbaiki skripsi ini.
e. Dra. Dardanila, M.Hum sebagai dosen wali yang telah memberikan bimbingan dan
f. Maulana Syamsuri sebagai pengarang Novel yang telah membantu dalam
memberikan informasi mengenai novel yang diteliti.
g. Ayahanda B. Napitupulu dan Ibunda D. Tampubolon yang telah memberi motivasi,
doa, dan membantu memberikan dana untuk menyelesaikan skripsi ini.
h. Seluruh pengajar dan pegawai Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara,
khususnya staf pegajar Departemen Sastra Indonesia yang memberikan berbagai ilmu
dan materi perkuliahan.
i. Teman-teman kampus stambuk 07 terkhusus Pesta, Nani, Hendra, Lutfi, dan Zarima
yang memberi motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsinya ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan
skripsi ini.
Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
pembaca mengenai analisis strukturalisme genetik dalam novel dan juga untuk perkembangan
sastra.
Medan, November 2011
Penulis,
NOVELSETEGUK AIR ZAM-ZAM KARYA MAULANA SYAMSURI:
TINJAUAN STRUKTURALISME GENETIK
OLEH
IRENE S.N
ABSTRAK
Penelitian ini menganalisis strukturalisme genetik pada novel SAZZ Karya Maulana Syamsuri. Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan karya sastra dari segi struktur yang menjelaskan fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan pandangan dunia. Pengumpulan data bersumber dari data primer yaitu novel SAZZ dan data sekunder yaitu buku yang membahas teori strukturalisme genetik. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode deskriptif dan teknik catat. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu fakta kemanusiaan dalam novel
DAFTAR ISI
PERNYATAAN... i
KATA PENGANTAR ... ii
ABSTRAK ... iv
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Batasan Masalah ... 3
1.4 Tujuan dan Manfaat ... 4
1.4.1 Tujuan Penelitian ... 4
1.4.2 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep ... 5
2.1.1 Struktur Karya Sastra ... 5
2.1.2 Strukturalisme Genetik ... 5
2.1.2.1 Fakta Kemanusiaan ... 6
2.1.2.2 Subjek Kolektif ... 6
2.1.2.3 Pandangan Dunia ... 7
2.1.3 Karya Sastra ... 7
2.2 Landasan Teori... 7
3.1.1 Strukturalisme Genetik ... 7
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Pengumpulan Data ... 11
3.1.1 Sinopsis ... 12
3.2 Metode dan Teknik Analisis Data ... 14
BAB IV ANALISIS STRUKTUR TERHADAP NOVEL SETEGUK AIR ZAM-ZAM KARYA MAULANA SYAMSURI 4.1 Tema ... 15
4.2 Tokoh dan Penokohan ... 16
4.3 Alur atau Plot ... 22
4.4 Latar atau Setting ... 24
4.5 Sudut Pandang atau Point of View ... 24
4.6 Gaya Bahasa ... 25
BAB V ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK TERHADAP NOVEL SETEGUK AIR ZAM-ZAM KARYA MAULANA SYAMSURI 5.1 Fakta Kemanusiaan ... 26
5.1.1 Fakta Individual ... 27
5.1.2 Fakta Sosial ... 30
5.2 Subjek Kolektif ... 33
5.2.1 Subjek Individual ... 34
5.2.2 Subjek Transindividual ... 37
5.3 Pandangan Dunia ... 38
5.3.1 Kesadaran yang Nyata ... 39
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan ... 45
6.2 saran ... 46
NOVELSETEGUK AIR ZAM-ZAM KARYA MAULANA SYAMSURI:
TINJAUAN STRUKTURALISME GENETIK
OLEH
IRENE S.N
ABSTRAK
Penelitian ini menganalisis strukturalisme genetik pada novel SAZZ Karya Maulana Syamsuri. Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan karya sastra dari segi struktur yang menjelaskan fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan pandangan dunia. Pengumpulan data bersumber dari data primer yaitu novel SAZZ dan data sekunder yaitu buku yang membahas teori strukturalisme genetik. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode deskriptif dan teknik catat. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu fakta kemanusiaan dalam novel
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh
masyarakat. Sastra menjadikan masyarakat sebagai objek sastra dalam menampilkan
gambaran kehidupan. Maksudnya, sastra dijadikan cermin untuk memberi petunjuk dan
menggambarkan kehidupan masyarakat, namun juga cermin balik bagi masyarakat atau
subjek kolektif. Sastra mencakup hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dengan
orang-perseorang, antarmanusia, dan antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang.
Wellek dan Austin (1989:109) menyatakan bahwa “sastra “menyajikan kehidupan” dan
“kehidupan” sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial, walaupun karya sastra juga
“meniru” alam dan dunia subjektif manusia.”
Dalam karya sastra, pengarang berusaha menggambarkan segala peristiwa yang dialami
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Karya sastra juga tidak terlepas dari rekaman
peristiwa-peristiwa kebudayaan di dalam hidup manusia, yakni sastra dan kebudayaan
memiliki objek yang sama, yaitu manusia dan masyarakat, manusia sebagai fakta sosial, dan
manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Hasil realitas sosial menunjukkan karya
sastra berakar pada kultur tertentu di dalam lingkungan masyarakat. Keberadaan sastra yang
demikian menjadikan ia dapat diposisikan sebagai dokumen sosiobudaya.
Salah satu hasil karya sastra yang diciptakan sastrawan adalah prosa fiksi. Prosa fiksi
atau karya fiksi diistilahkan dengan prosa cerita, prosa narasi, narasi, atau cerita berplot.
Kisahan atau cerita yang dilakukan oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta
tahapan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga
diteliti adalah novel.
Novel merupakan jenis prosa yang mengandung unsur tokoh, alur, latar rekaan yang
menggelarkan kehidupan manusia atas dasar sudut pandang pengarang dan mengandung nilai
hidup, diolah dengan teknik kisahan dan ragaan yang menjadi dasar konvensi penulisan
(Zaidan, 2007:136). Novel juga cerita yang menampilkan suatu kejadian luar biasa pada
kehidupan pelakunya, yang menyebabkan perubahan sikap hidup atau menentukan nasibnya
(Nursisto, 2000:112). Menurut Goldman “novel sebagai cerita mengenai pencarian yang
terdegradasi akan nilai-nilai yang otentik (nilai-nilai yang mengorganisasikan dunia novel
secara keseluruhan meskipun secara implisit, tidak eksplisit) dan dilakukan oleh seorang hero
yang problematik dalam dunia yang juga terdegradasi” (dalam Faruk, 1994:29).
Novel sangat menarik untuk dikaji. Tidak hanya untuk dinikmati, dibaca, dan diapresiasikan,
tetapi juga dapat untuk diteliti secara ilmiah. Novel yang akan diteliti adalah novel Seteguk
Air Zam-Zam (SAZZ) karya Maulana Syamsuri. Novel SAZZ merupakan hasil karya Maulana
Syamsuri yang menceritakan masyarakat dan sosiobudaya suku Mandailing Natal (Madina).
Novel yang menggambarkan kehidupan masyarakat Mandailing yang dipengaruhi agama
khususnya agama Islam. Penceritaan kebudayaan yang luas mengenai suku Madina bertolak
belakang dengan latar belakang budaya pengarang. Pengarang yang seorang suku Jawa dan
tinggal di Sumatera Utara atau Medan mampu menceritakan masyarakat, budaya, dan juga
alam Mandailing. Karena itu, novel SAZZ dijadikan sebagai suatu alat untuk diteliti melalui
suatu pendekatan atau teori. Pendekatan atau teori itu berupa strukturalisme genetik
Goldmann.
Strukturalisme genetik merupakan teori atau pendekatan yang lahir sebagai reaksi dari
pendekatan strukturalisme murni yang antihistoris dan kausal. Doktrin atau teori mengkaji
asal-usul karya sastra yang pengarang dan kenyataan sejarahnya turut mengkondisikan karya
saling membangun. Kategori-kategori itu antara lain, fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan
pandangan dunia.
Peneliti meneliti strukturalisme genetik yang terdapat dalam novel SAZZ. Penelitian
mencakup seluruh aspek di dalam novel terutama struktur novel, fakta sosial atau fakta
kemanusiaan, masyarakat pemilik kebudayaan yang diceritakan pengarang, dan pandangan
pengarang (anggota masyarakat yang terikat pada status sosial tertentu dan secara tidak
langsung terlibat dalam karyanya). Keseluruhan aspek itu masih memiliki keterkaitan yang
berasal dari satu teori.
Novel SAZZ menjadi penting untuk diteliti karena belum pernah diteliti. Dengan
demikian, novel SAZZ diteliti untuk memberi manfaat kepada pembaca dalam memahami
keseluruhan dari novel berdasarkan subjek kolektif.
Masalah pokok yang dibahas dalam karya ilmiah adalah “Bagaimanakah strukturalisme
genetik terhadap novel SAZZ karya Maulana Syamsuri?” Rumusan ini disertai dengan
sejumlah unsur permasalahan, yakni a) struktur karya sastra, yang mencakup tema, alur, latar,
dan lain-lain. b) strukturalisme genetik yaitu bentuk fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan
pandangan dunia pengarang dalam novel SAZZ.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah struktur yang terdapat dalam novel SAZZ?
2. Bagaimanakah strukturalisme genetik yaitu fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan
pandangan dunia pengarang dalam novel SAZZ?
1.3 Batasan Masalah
Masalah dibatasi pada struktur karya sastra, fakta kemanusiaan, subjek kolektif,
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan penelitian
Dengan adanya strukturalisme genetik ini, sebuah karya sastra dapat didekonstruksikan
atau diuraikan. Penelitan ini bertujuan untuk,
1. Memaparkan struktur karya sastra.
2. Menjelaskan pandangan dunia pengarang, fakta kemanusiaan, dan subjek kolektif
melalui pendekatan struktural genetik dalam novel SAZZ karya Maulana Syamsuri.
1.4.2 Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah
1. Membantu pembaca memahami karya sastra itu dari segi unsur intrinsik, pandangan
dunia pengarang, fakta sosial atau kemanusiaan, dan subjek kolektif.
2. Memperkaya kajian sastra Indonesia khususnya sastra Sumatera Utara yang jarang
diteliti.
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai
preposisi-preposisi penelitian, maka harus memiliki konsep-konsep yang jelas. Menurut Malo dkk.
(1985:47) “konsep-konsep yang dipakai dalam ilmu sosial walaupun istilah sama dengan
yang digunakan sehari-hari, namun makna dan pengertiannya dapat berubah.”
2.1.1 Struktur Karya Sastra
Karya sastra memiliki stuktur. Struktur merupakan susunan, penegasan dan gambaran
semua materi serta bagian (elemen) yang menjadi komponen karya sastra dan merupakan
kesatuan yang indah dan tepat (Abrams dalam Jabrohim (ed), 2001:167). Struktur karya
sastra itu merupakan suatu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur pembangunnya yang
saling berjalinan (Suwondo dalam Jabrohim (ed), 2001:54).
Struktur yang digunakan dalam novel SAZZ adalah unsur-unsur intrinsik. Unsur-unsur
yang secara langsung membangun karya sastra. Mursal Esten (1978:20) mengatakan hal-hal
yang berhubungan dengan struktur, seperti tema, alur (plot), latar, tokoh dan penokohan,
sudut pandang atau point of view, gaya bahasa dan amanat.
2.1.2 Strukturalisme Genetik
Strukturalisme genetik adalah teori atau pendekatan yang lahir sebagai reaksi dari
pendekatan strukturalisme murni yang antihistoris dan kausal. Doktrin atau metode mengkaji
asal-usul karya sastra yang pengarang dan kenyataan sejarahnya turut mengondisikan karya
masyarakat, fakta kemanusiaan atau sosial, pandangan dunia pengarang dan unsur-unsur yang
membangun karya sastra seperti tema, alur atau plot, latar atau setting, tokoh dan penokohan,
sudut pandang atau point of view, dan gaya bahasa. Goldmann membangun kategori-kategori
yang saling bertalian satu sama lain. Kategori-kategori itu antara lain:
2.1.2.1 Fakta kemanusiaan
Fakta kemanusiaan atau fakta sosial adalah segala hasil aktivitas atau perilaku manusia
baik yang verbal maupun yang fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuan. Fakta
itu dapat berwujud aktivitas sosial, politik, maupun kreasi kultural seperti filsafat, seni rupa,
seni musik, seni patung, dan seni sastra. Fakta kemanusiaan dapat dibagi menjadi dua bagian
yaitu fakta individu dan fakta sosial.
2.1.2.2 Subjek kolektif
Subjek kolektif merupakan subjek fakta sosial. Istilah yang diberikan untuk
menggantikan istilah masyarakat dalam kajian strukturalisme genetik. Subjek yang mengatasi
individu, yang di dalamnya individu hanya merupakan satu kesatuan, satu kolektivitas.
Subjek kolektif dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu subjek individual dan subjek
transindividual. Subjek individual merupakan subjek fakta individual yang melakukan
aktivitas berdasarkan emosi atau naluri libidinal.
Subjek transindividual adalah subjek yang mengatasi individu, yang di dalamnya
individu hanya merupakan bagian dan bukanlah kumpulan individu-individu yang berdiri
sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan, satu kolektivitas, misalnya revolusi sosial,
politik, ekonomi, dan karya-karya kultural yang besar, merupakan fakta sosial (historis).
Individu yang dapat diciptakan dari subjek transindividual.
semacam itu merupakan hasil aktivitas yang objeknya sekaligus alam semesta dan kelompok
manusia (Goldmann dalam Faruk, 1999:15).
2.1.2.3 Pandangan dunia
Pandangan dunia merupakan Istilah yang cocok bagi kompleks menyeluruh dari
gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan perasaan-perasaan, yang menghubungkan secara
bersama-sama anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu dan yang
mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial yang lainnya (Goldmann dalam
Faruk, 1999:16 ).
Pandangan dunia ini dibagi berdasarkan kesadaran yang nyata dan kesadaran yang
mungkin untuk mengkaji novel SAZZ.
2.1.3 Karya Sastra
Sastra sebagai lembaga sosial yang menggunakan bahasa dalam menampilkan kehidupan
masyarakat menghasilkan sebuah karya sastra. Karya sastra adalah hasil ciptaan pengarang
untuk menggambarkan segala peristiwa yang dialami masyarakat di dalam kehidupan
sehari-hari.
2.2 Landasan Teori
Sebuah penelitian yang bersifat objektif harus memiliki landasan teori. Landasan teori
merupakan dasar sebuah penelitian. Landasan teori diharapkan mampu menjadi tumpuan
seluruh pembahasan.
2.2.1 Strukturalisme Genetik
pendekatan strukturalisme murni yang antihistoris dan kausal. Strukturalisme genetik
berkembang karena teori struktural murni tidak mampu mengkaji karya sastra di luar karya
sastra itu sendiri. Hal itu dikarenakan, strukturalisme murni memiliki kekurangan.
Menurut Teuw (1984:15), strukturalisme murni memiliki 4 kelemahan, yaitu
1. Analisis struktur karya sastra belum merupakan teori sastra, malahan tidak
berdasarkan teori sastra yang tepat dan lengkap, bahkan merupakan bahaya untuk
mengembangkan teori sastra yang sangat perlu.
2. Karya sastra tidak dapat diteliti secara terasing, tetapi harus dipahami dalam rangka
sistem sastra dengan latar belakang sejarah.
3. Adanya struktur yang objektif pada karya sastra makin disangsikan, peranan pembaca
selaku pemberi makna dalam interpretasi karya sastra makin ditonjolkan dengan
segala konsekuensinya untuk menganalisis struktur.
4. Analisis yang menekankan otonomi karya sastra juga dapat menghilangkan konteks
dan fungsinya, sehingga karya sastra itu menaragadingkan dan kehilangan relevansi
sosialnya.
Kelemahan-kelemahan strukturalisme murni menjadikan strukturalisme genetik menjadi
teori yang mampu merekonstruksi pandangan dunia pengarang dan unsur-unsur yang
membangun karya sastra seperti tema, alur atau plot, latar atau setting, tokoh dan penokohan,
sudut pandang atau point of view, dan gaya bahasa.
Strukturalisme genetik bertolak belakang dengan pendekatan struktur lain karena
pendekatan lain lebih memusatkan perhatiannya terhadap otonomi sastra sebagai karya fiksi
tanpa mengaitkan unsur-unsur lain yang ada di luar struktur signifikansinya. Berbeda pula
dengan strukturalisme genetik karena genetik karya sastra adalah asal-usul karya sastra yang
pengarang dan kenyataan sejarahnya turut mengkondisikan karya sastra saat diciptakan. Hal
inilah yang menjadikan karya itu dapat dikaji secara luas tanpa harus terfokus pada
strukturnya saja. Menurut Umar Junus (Jabrohim, 2001:61), “pendekatan strukturalisme
sastra yang mempunyai dasar teori yang jelas.”
Goldmann membangun kategori-kategori yang saling bertalian satu sama lain.
Kategori-kategori itu adalah fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan pandangan dunia pengarang.
2.3 Tinjauan Pustaka
Suatu penelitian maupun hasil penelitian adalah bagian yang tidak terpisahkan dari
unsur-unsur lainnya, baik berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan permasalahan
yang sedang dibahas oleh seorang peneliti.
Sebuah karya ilmiah mutlak membutuhkan acuan yang menopang proyek yang sedang
dikerjakannya. Sejauh peneliti ketahui, belum ada penelitian yang meneliti novel SAZZ dari
strukturalisme genetik di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Sumatera Utara. Pembicaraan tentang karya sastra yang dibuat oleh Maulana Syamsuri sudah
banyak yang membicarakan, tetapi penelitian mengenai novel SAZZ belum ada.
Penelitian mengenai karya-karya Maulana Syamsuri yaitu tesis dari Dra. Keristiana,
M.Hum., dengan judul “Representasi Multikultural dalam Novel Pusara Karya Maulana
Syamsuri”. Tesis ini membahas representasi multikutural yang ada dalam novel Pusara karya
Maulana Syamsuri. Selain itu, Dr. Ikhwanuddin Nasution dengan judul artikel Retaknya
Identitas Etnik Menuju Suatu Etnisitas (Kajian Pusara, Saman, dan Larung) yang dimuat
dalam situs www.47semiotika.html dalam khasanah kesusastraan Sumatera Utara ini
membahas mengenai novel Pusara karya Maulana Syamsuri dari segi representasi identitas
etnik.
Penelitian yang menggunakan kajian strukturalisme genetik juga ada yaitu Rosliani
dengan judul Pengkajian Strukturalisme Genetik Terhadap Kumpulan Puisi ‘Luka Dunia
Lukaku’ Karya N.A. Hadian, Dwi Purwitasari dengan judul Novel Mencari Sarang Angin
digilib.Uns. ac.id/abstrak.pdf.php?d id=1538. Penelitian yang membahas mengenai struktur
teks, hubungan novel dengan riwayat hidup pengarang, kondisi sosial historis zamannya,
hubungan novel dengan dengan kelompok sosial dan pandangan dunia pengarang, dan
genetik dari novel Mencari Sarang Angin Karya Suparto Brata.
Budi Waluyo dengan judul Strukturalisme Genetik Drama Panembahan Reso Karya
W.S. Rendra yang dimuat dalam http://pasca.uns.ac.id/?p=1028. Penelitian ini membahas
tentang mendeskripsi pandangan dunia Rendra pada drama Panembahan Reso, menganalisis
naskah dari segi struktural dan konflik, menganalisis latar belakang sosial budaya, dan
mengungkap pandangan dunia pengarang.
Hal ini membuat peneliti ingin meneliti strukturalisme genetik novel SAZZ agar menjadi
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dari Seteguk Air Zam-Zam (novel), yaitu:
Judul novel : Seteguk Air Zam-Zam
Judul asli : ISTIQOMAH
Pengarang : Maulana Syamsuri
Penerbit : Sastra Novela, Anggota IKAPI
Tebal buku : 165 halaman
Cetakan : Pertama
Tahun terbit : 2005
Warna sampul : Hitam, hijau, dan oranye
Desain sampul : Oncot Mulyono – Simpassri
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah membaca heuristik
dan hermeneutik. Membaca karya sastra sebagaimana yang dikemukakan oleh Riffaterre
(dalam Jabrohim, 2001:12) “dimulai dengan langkah-langkah heuristik, yaitu pembacaan
dengan jalan meniti tataran gramatikalnya dari segi mimetisnya dan dilanjutkan dengan
pembacaan retroaktif, yaitu bolak-balik sebagaimana yang terjadi pada metode hermeneutik
untuk menangkap maknanya.”
Menurut Pradopo (dalam Jabrohim, 2001:84) pembaca heuristik adalah pembaca
berdasarkan struktur kebahasaannya atau secara semiotik adalah berdasarkan konvensi sistem
semiotik tingkat pertama, yaitu konvensi bahasanya. Pembaca hermeneutik adalah pembaca
karya sastra berdasarkan sistem semiotik tingkat kedua atau berdasarkan konvensi sastranya.
heuristik dengan memberikan tafsiran berdasarkan konvensi sastranya.
Selain itu, Pradopo (dalam Jabrohim, 2001:84) juga menjelaskan, “Metode membaca heuristik pada cerita rekaan atau novel merupakan pembacaan berdasarkan tata bahasa ceritanya yaitu pembacaan novel dari awal sampai dengan akhir cerita secara berurutan. Cerita yang memiliki alur sorot balik dapat dibaca secara alur lurus. Hal ini dipermudah dengan dibuatnya sinopsis cerita dari novel yang dibaca tersebut. Pembacaan heuristik itu adalah penerangan kepada bagian-bagian cerita secara berurutan.”
3.1.1 Sinopsis
Seorang perempuan soleha yang bernama Bu Nauli mengabdikan hidupnya untuk
pendidikan guna mencerdaskan anak-anak bangsa yang bermukim di Desa Lereng Bukit
Mandailing Natal. Perjuangannya tidak pernah surut untuk mengajari anak-anak Mandailing
yang belum mengenal kehidupan kota. Dia tetap mengajari mereka bernyanyi, membaca,
berhitung, dan berpuisi walaupun kehidupannya tidak bahagia. Bu Nauli harus menerima
kenyataan bahwa selama 10 tahun perkawinannya dengan Bang Lindung belum dikaruniai
seorang anak.
Bu Nauli telah melakukan berbagai cara untuk memperoleh keturunan. Dia mengikuti
perintah suami pergi ke Pulau Samosir untuk berobat tradisional. Namun, pengorbanan itu
tidak menghasilkan sesuatu.
Bang Lindung dan Bu Nauli terus melakukan usaha untuk memperoleh seorang anak.
Tetapi, keinginan mereka belum pernah terkabul hingga suatu hari keluarga besar Bang
Lindung menyuruh untuk menikah lagi supaya memperoleh keturunan.
Akibat desakan keluarga Bang Lindung, Bang Lindung menikahi seorang janda yang
bernama Tiurma. Tiurma yang baru dikenal Bang Lindung dan memiliki masa lalu kelam
dengan suaminya.
Bu Nauli merasa sedih akan pernikahan yang dilakukan Bang Lindung. Dia tidak dapat
menerima untuk dimadu, tetapi dia menerima keputusan Bang Lindung untuk menikah lagi.
istri kedua Bang Lindung, Tiurma, hamil. Namun, Bu Nauli tidak mengetahui bahwa anak
yang dikandung oleh Tiurma bukan anak dari Bang Lindung, melainkan anak dari Bang
Pandapotan, suami pertama Tiurma yang menjadi buronan polisi akibat berkelahi dengan
tetangga mereka ketika menjadi suami-istri.
Bu Nauli mulai menerima kenyataan. Dia memohon kepada Sang Ilahi untuk diberi
keturunan. Hal itu yang membuat Bu Nauli menunaikan rukun kelima dari agama yaitu
menunaikan ibadah haji. Sesampainya dia di sana, dia terus memanjatkan syukurnya kepada
Yang Maha Esa dan memohon untuk dikaruniai anak.
Setelah Bu Nauli menuaikan ibadah haji, Bu Nauli membawa pulang air zam-zam. Bu
Nauli membawanya untuk memperoleh keturunan. Dia percaya bahwa air zam-zam dapat
mengobati segala penyakit.
Bu Nauli sabar menghadapi istri kedua Bang Lindung yang sudah membuat Bang
Lindung tidak pernah pulang lagi ke rumah. Dia tetap mau membagi air zam-zam yang
diperolehnya dari menunaikan ibadah haji kepada Tiurma karena susah melahirkan.
Suatu hari peritiwa besar mulai terbongkar. Bang Lindung harus menerima kenyataan
bahwa suami Tiurma belum meninggal dan anak yang disayanginya bukan anaknya. Hal
itulah yang membuat Bang Lindung merasa bersalah kepada Nauli dan meminta maaf
kepadanya. Kejadian itu juga yang membuat Bang Lindung menyadari bahwa bukan istrinya
yang tidak dapat memberi keturunan, melainkan dia sendiri.
Bang Lindung meninggalkan Tiurma dan meninggalkan segala keburukannya. Dia
mulai rajin beribadah dan mejalankan setiap perintah. Melihat hal tersebut, Bu Nauli merasa
bahagia. Namun, tidak untuk Tiurma. Tiurma yang dulunya sangat cantik berubah menjadi
seseorang yang sangat dikasihani. Tiurma menjadi pengemis karena uang yang dia punya
telah diberikannya kepada Bang Pandapotan. Belas kasihan Bu Nauli membuat dia menjadi
Akhirnya, Bu Nauli bahagia. Bu Nauli hamil karena meminum air zam-zam yang
dibawanya dari ibadah haji. Dia bahagia karena Bang Lindung kembali menyayanginya.
3.1.2 Metode dan Teknik Analisis Data
Metode yang digunakan dalam menganalisis karya sastra adalah metode deskriptif.
Menurut Djajasudarma dan Fatimah (1993:8-9), metode deskriptif bertujuan untuk
menggambarkan dengan jelas tentang objek yang diteliti secarah alamiah.
Analisis dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
1. Penelitian dilakukan dengan membaca data yang telah dikumpulkan untuk
memahaminya secara keseluruhan.
2. Penelitian dilakukan dengan mengidenfikasikan dan mengklasifikasikan seluruh data
berdasarkan butir masalah.
3. Penelitian dilanjutkan dengan menafsirkan seluruh data untuk menemukan kepaduan
dan hubungan antardata, sehingga diperoleh pengetahuan secara utuh tentang makna
karya sastra.
Data yang telah terkumpul kemudian diinterpretasikan sehingga terjalin antarstruktur
yang saling berkaitan. Hasil yang diperoleh berupa uraian penjelasan penelitian yang bersifat
deskriptif.
Selanjutnya, teknik pengkajian data dilakukan dengan teknik catat. Data-data dikaji
berdasarkan teori yang digunakan kemudian dicatat sehingga dapat diketahui hasil analisis
BAB IV
ANALISIS STRUKTUR TERHADAP NOVEL
SETEGUK AIR ZAM-ZAM KARYA MAULANA SYAMSURI
4.1 Tema
Tema adalah gagasan, ide, pikiran utama, atau pokok pembicaraan di dalam karya sastra
yang dapat dirumuskan dalam kalimat pernyataan. Atar Semi (1988:34) mengatakan, tema itu
tercakup persoalan dan tujuan atau amanat pengarang kepada pembaca. Tema yang terdapat
dalam Novel Seteguk Air Zam-Zam Karya Maulana Syamsuri yaitu keluarga. Keinginan
sebuah keluarga mempunyai seorang anak. Penggambaran pengarang terhadap tokoh Bang
Lindung sebagai suami Bu Nauli yang menginginkan anak dari istrinya sampai memakai cara
apa pun untuk mendapatkan anak dan sebaliknya keinginan Bu Nauli memberikan keturunan
untuk suaminya.
Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini,
“Padahal bu Nauli sudah amat merindukan kehadiran seorang bayi dalam hidupnya. Dia sudah amat ingin menimang bayi. Dia sudah amat ingin memberikan asi kepada bayi yang lahir dalam rahimnya sendiri. Padahal perkawinannya sudah berlangsung lebih delapan tahun. Berbagai usaha dan cara sudah ditempuh pasangan suami istri itu.” (SAZZ, 2005:11)
Tema tersebut merupakan persoalan yang paling menonjol dan memegang peranan
penting dalam novel yang menjadi bagian dari jalan cerita. Tema yang membuat tokoh Bu
Nauli sebagai istri harus berusaha untuk mendapatkan seorang anak agar rumah tangga dia
berjalan dengan baik. Tema dihubungkan dengan budaya masyarakat Mandailing yang
mengharuskan seorang wanita memberi keturunan kepada suami agar meneruskan marga
suami. Budaya masyarakat Mandiling itu mengikat tokoh Bu Nauli dan Bang Lindung
4.2 Tokoh dan Penokohan
Menurut kamus Istilah Sastra (Zaidan, 2007:206), tokoh merupakan orang yang
memainkan peran dalam karya sastra. Dalam kaitan, tokoh dapat dihubungkan dengan
penokohan karena penokohan adalah proses penampilan tokoh dengan pemberian watak,
sifat, atau kebiasaan tokoh pemeran suatu cerita. Penokohan dapat dilakukan melalui teknik
kisahan dan teknik ragaan. Watak dan sifat tokoh itu terlihat dalam lakuan fisik (tindakan
atau ujaran) dan lakuan rohani (renungan atau pikiran). Dikenal juga istilah tokohan yang
biasanya diterapkan pada kecenderungan utama karya sastra.
Tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel SAZZ merupakan tokoh-tokoh yang memiliki
peranan penting. Tokoh-tokoh tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu tokoh utama
dan tokoh bawahan.
Tokoh utama yaitu tokoh cerita baik pria maupun wanita yang memegang peran
terpenting dan menjadi tonjolan setiap persoalan. Tokoh-tokoh dalam novel Sazz antara lain:
4.2.1 Bu Nauli
Bu Nauli merupakan seorang guru perempuan yang mengajar dan bermukim di desa
Mandailing. Tokoh Bu Nauli memiliki sifat sabar, penuh dedikasi, loyal pada dunia
pendidikan dan tidak pernah menuntut gaji istimewa.
Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini,
“Siapa pula seseorang yang telah melatih puluhan kanak-kanak siswa es-de itu membawakan sajak-sajak Willem Iskander yang amat terkenal di bumi Mandailing Godang itu, kalau bukan Bu Nauli, guru perempuan yang sudah hampir 10 tahun bermukim di desa di kaki bukit itu dan tidak jauh dari desa itu mengalir sungai yang airnya jernih dan tenang?
Dia merupakan wanita soleha yang selalu taat pada agama dan perintah suami. Dia selalu
menjaga dan memelihara martabat diri dan kehormatan keluarga. Bu Nauli tidak pernah
melupakan sholat bila terdengar suara azan dari puncak menara mesjid. Itu dapat dilihat dari
kutipan “Bu Nauli senantiasa melakukan solat, puasa, dan membaca Al Qur’an. Ayat kursi
tidak pernah lupa dibacanya.” (2005:43)
Dia mau mengikut suami untuk berobat ke suatu tempat yang sebenarnya tidak ingin
dilakukannya karena tidak sesuai dengan ajaran agamanya.
Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini,
“Sungguh amat beda dengan Bu Nauli yang sama sekali tidak mempercayainya. Jauh di dasar hatinya yang paling dalam, dia tidak dapat menerima ritual itu. Sama sekali Bu Nauli tidak percaya lelaki terbang ke Pusuk Buhit dalam sesaat. Juga tidak percaya sang dukun berdialog dengan roh-roh halus di bukit itu. Sulit untuk diterima akal sehat Ompung Datu memetik tumbuhan ramuan di Pusuk Buhit yang terletak di Pulau Samosir dan harus menyeberangi Danau Toba. Lebih tidak percaya lagi Ompung Datu mengatakan bahwa dalam dirinya melekat begu jahat. Dalam hati, Bu Nauli hanya mengucap istighfar berkali-kali bahkan ribuan kali.” (SAZZ, 2005:45)
Dia juga wanita yang tidak menginginkan suami untuk menikah lagi. Dia lakukan segala
cara agar suaminya tidak berpaling darinya seperti mengangkat anak dan berusaha pergi ke
dukun maupun dokter.
4.2.2 Bang Lindung
Bang Lindung merupakan suami dari Bu Nauli keturunan Batak Mandailing. Dia bekerja
sebagai petani dan seorang pria bertubuh tegar, kulit hitam, dan bersifat lembut kepada istri
dan keras kepala.
Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini,
Bang Lindung seorang muslim yang masih percaya pada hal-hal misktik.
Kepercayaannya mengenai hal-hal mistik membuat dia tidak percaya akan Sang Pencipta dan
juga ilmu pengetahuan.
Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini,
“Bang Lindung harus ingat pernah terbaring sakit selama hampir tiga bulan.” “Penyebabnya adalah rokok!”
“Siapa bilang?” “Dokter puskesmas!” “Bohong besar!”
“Lalu apa yang membuat Bang Lindung terbaring selama hampir tiga bulan?”
“Ompung Marlaut bilang ada orang yang dengki kepada kita. Karena aku seorang petani dan mendapatkan isteri seorang guru yang cantik. Malah ompung Marlaut bilang, yang membuatku jatuh sakit adalah seorang laki-laki yang pernah jatuh hati padamu lalu ingin membuatku supaya cepat masuk liang kubur” (SAZZ, 2005:22)
Sikap keras kepala Bang Lindung membuat Bu Nauli hanya bisa diam dan patuh
dengan apa yang dikatakannya. Dia selalu meyakini apa yang dianggapnya betul sehingga dia
selalu bertentangan dengan istrinya bila membicarakan masalah agama.
Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini,
“Yang menyembuhkan abang bukan bukan dukun itu, tapi dokter puskesmas!,” Nauli meyakinkan suaminya.
“ Bukan tapi Ompung Marlaut!” “Bukan!. bukan!”
“Terserah padamu, tapi aku yakin, Ompung Marlaut memang orang pintar.”
“ingat masih ada dokter, Bang Lindung. Rokok dapat menyebabkan penyakit paru-paru, juga dapat menyebabkan kanker dan kemandulan!”
“Akh, masa bodoh dengan ucapan dokter. Semua itu Cuma mengada-ngada!” Mobil terus meluncur. Nauli hanya termenung.” (SAZZ, 2005:22)
Bang lindung juga menikahi seorang janda yang bernama Tiurma karena dia tidak
memiliki anak dari Nauli. Dia terpaksa melakukannya untuk memperoleh keturunan.
Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini,
“Maafkan aku, Nauli. Kalau aku harus menikah lagi karena banyak famili memang menghendaki aku punya keturunan..”
“Tidak!. Kau tetap sebagai istriku, Nauli. Aku tetap cinta kepadamu. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu. (SAZZ, 2005:66)
4.2.3 Tiurma
Tiurma merupakan seorang janda cantik yang menjadi istri kedua dari Bang Lindung.
Dia juga wanita Batak yang berasal dari ibu yang nonmuslim di Tarutung. Dia memeluk
agama Islam ketika dia berteman dengan wanita-wanita muslim. Namanya juga berganti
menjadi Tiurma Fauziah yang artinya wanita soleha yang memperoleh kemenangan. Namun,
Tiurma tidak mendalami agama yang dipercayainya. Dia tidak pernah menjalani semua
ajaran agama yang dipeluknya sehingga dia jauh dari Tuhan.
Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini,
“Tiurma memang belum lama menjadi seorang muslimah, sebab sebelumnya gadis molek kelahiran Tarutung itu lahir dari rahim seorang ibu beragama nonmuslim. Pergaulannya yang amat erat dengan gadis-gadis muslimah menyebabkan dia tertarik untukmemeluk agama Islam kemudian disahadatkan di Masjid Hidayah. Tapi hanya samapai sebatas itu, padahal namanya sudah menjadi nama seorang muslimah, yakni Tiurma Fauziah yang bermakna wanita soleha yang memperoleh kemenangan.” (SAZZ, 2005:76)
Dia juga pernah menikah dengan Bang Pandapota ketika umurnya tujuh belas tahun. Dia
memiliki masa lalu kelam. Dia baru mengetahui bahwa dia dijadikan istri ketiga oleh Bang
Pandapotan. Hal itu diketahuinya ketika dua minggu setelah dia berumah tangga, seorang
wanita dan anak-anak mendatangi dia dan melemparnya dengan batu. Selanjutnya, dua
minggu kemudian datang seorang wanita lagi mendatangi dia dan menyiramnya dengan
sambal. Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini,
“Tapi siapa yang menduga, hanya dua minggu setelah perkawinannya dengan Bang Pandapotan, seorang perempuan dengan menggiring tiga orang anak yang masih kecil menyerangnya dan melontarnya batu?. Ya, Tuhan. Bang Dapot ternyata sudah punya istri dan anak.
ternyata isteri kedua Bang Pandapotan.
“tidak kusangka aku dinikahi Bang Dapot sebagai isteri ketiga,” Tiurma selalu mengeluh panjang ketika ingat nasibnya yang malang. ” (SAZZ, 2005:77)
Dia juga merupakan seorang pembohong yang mengaku suaminya meninggal karena
kecelakaan ketika bekerja di proyek bangunan jalan di Muara Sipongi, tetapi suaminya
meninggal karena dibunuh warga desa. Dia menjadi istri kedua Bang Lindung dan memiliki
tokoh sembako di daerah tempat tinggal Bang Lindung.
4.2.4 Bang Pandapotan
Bang Padapotan merupakan suami dari Tiurma. Dia memiliki badan yang besar dan
gagah. Dia juga merupakan seseorang terpandang yang memiliki sawah yang luas, ladang,
dan sapi selusin di desa sekitar Sungai Aek Godang. Dia memiliki istri tiga orang. Wataknya
yang keras, kasar, dan sombong membuat dia menjadi laki-laki yang tidak pernah takut pada
siapa pun.
Dia juga buronan polisi akibat menusuk warga desa yang tinggal dekat rumahnya.
Kejadian itu diawali dengan pembakaran traktor milik Haji Sulaiman yang membuat dia
marah karena sapi miliknya tidak pernah digunakan atau disewa warga, melainkan warga
lebih memilih traktor Haji Sulaiman.
Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini,
“Tentu saja Bang Dapot merasa tidak senang dengan kehadiran traktor mini yang dianggap telah mematikan rezekinya. Bang Dapot sangat marah. Dia nekad untuk membakar traktor milik Haji Sulaiman itu.
“Trakor itulah yang menyebabkan aku jatuh melarat. Traktor itu harus dibakar!. Traktor itu harus jadi abu!,” gerutu Bang Dapot ketika keluar dari rumah Tiur dengan membawa bensin dan korek api” (SAZZ, 2005:80-81)
Dia masih mencintai Tiurma. Walaupun Tiurma sudah menikah lagi, dia tetap
menjumpai Tiurma. Sikap Bang Pandapotan yang kasar membuat Tiurma takut. Dia
Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini,
“Kau semakin cantik, sayang,” lelaki itu memuji. Perempuan berdarah Batak Toba itu memang paling cantik di antara tiga istrinya. Tiurma memang paling cantik di antara seribu perempuan. Dan Tiurma tidak berkata apa-apa.
“Di mana pun berada aku selalu teringat padamu. Sukar untuk melupakan dirimu, sayang..”
Tiur masih tetap diam. Jauh di dalam dasar hatinya dia berharap lelaki itu segera pergi. “Rasanya terlalu berat untuk meninggalkanmu.”
“”Aku mampu berdiri di atas kakiku sendiri, Bang Dapot.”
“Rasanya aku tidak rela kau dalam pelukan orang lain, Tiur. Aku ingin kau adalah tetap milikku!” (SAZZ, 2005:102)
Bang Dapot juga lelaki yang hatinya keras. Dia selalu meminta uang dari Tiurma untuk
mencukupi biaya dia kabur dari polisi. Rencananya untuk lari ke Pulau Jawa tidak pernah
terlaksana.
Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini,
“Demi Tuhan, Tiurma tidak menyadari, bahwa lelaki itu ada di sisinya ketika dia membuka lemari dan mengeluarkan dompet yang padat berisi uang. Tiba-tiba saja tangan Bang Dapot yang amat kekar dan tegar itu merampas dompet itu dari tangan Tiurma. Sekejap saja dompet penuh uang itu sudah berpindah ke tangan Bang Dapot.” (SAZZ, 2005:146)
Tokoh bawahan adalah tokoh cerita yang memegang peranan penting. Tokoh-tokoh
bawahan yang terdapat dalam novel SAZZ adalah Lolom Maimunah, Liat Matondang, Satrio,
Ronggur, Si Lokot, Tigor, Pintor, Ojak, Anggiat, dan Oloan yang merupakan siswa dari Bu
Nauli. Selanjutnya, Ompung Datu Pangulu dari Samosir dan Ibu dari Bu Nauli.
4.3 Alur atau Plot
Alur atau plot adalah jalinan peristiwa di dalam karya sastra yang memperrlihatkan
kepaduan (koherensi) tertentu yang diwujudkan antara lain oleh hubungan sebab akibat,
tokoh, tema, atau ketiganya.
modern yang eksperimental. Menurut U. U. Hamidy (1983: 26), “alur atau plot suatu cerita
rekaan dapat dipandang sebagai pola atau kerangka cerita dari bagian-bagian lain cerita itu
disangkutkan sehingga cerita itu kelihatan menjadi suatu bangunan yang utuh.”
Alur atau Plot yang terdapat dalam novel SAZZ karya Maulana Syamsuri yaitu alur
maju. Pengarang memaparkan kondisi daerah Mandailing. Dia menceritakan tokoh secara
jelas. Tokoh Bu Nauli dihubungkan dengan tokoh lain yaitu Bang Lindung sebagai suami
yang memiliki konflik belum memiliki keturunan. Konflik itu mulai memuncak ketika 10
tahun pernikahan belum dikaruniai anak sehingga pihak keluarga meminta tokoh Bang
Lindung menikah lagi. Tokoh Bang Lindung menikah dengan tokoh yang bernama Tiurma
janda cantik dari Tarutung. Tiurma memiliki masa lalu kelam bersama suami lamanya Bang
Pandapotan. Dalam cerita, Tokoh Bang Pandapotan terus mengejar Tiurma sehingga Tiurma
memiliki anak dengan Bang Pandapotan. Hal tersebut tidak diketahui oleh Bang Lindung
hingga suatu hari kejadian yang ditutupi tokoh Tiurma terungkap bahwa anak yang
dilahirkannya bukan anak Bang Lindung, melainkan anak dari Bang Pandapotan. Akhir
cerita, Bang Pandapotan ditangkap polisi dan Tiurma jauh miskin. Sedangkan Tokoh Bang
Lindung diceritakan telah bertobat dan Bu Nauli hamil.
Dalam novel SAZZ, pengarang juga memakai alur sorot balik atau menceritakan kembali
kejadian dari awal. Penceritaan itu dilihat dari Tiurma mengenang masa lalunya dan
bagaimana Bang Pandapotan meninggal.
Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini,
“Tiurma tidak akan lupa dari kenangan masa silam yang teramat mains tapi sekaligus juga teramat pahit ketika remaja dulu. Usianya masih tujuh belas tahun ketika seorang lelaki itu adalah Pandapotan, yang biasa disapa oleh warga desa itu dengan Bang Dapot.” (SAZZ, 2005:77)
“Masih jelas melintas di benaknya bayang-bayang wajah suaminya yang selalu murung karena usahanya menyewakan selusin sapi-sapi untuk membajak sawah mulai suram. Dari hasil menyewakan selusin sapi untuk membajak sawah itulah Bang Dapot dapat memberi nafkah tiga orang isterinya, juga dari hasil ladangnya.”( SAZZ, 2005:78)
4.4 Latar atau Setting
Latar atau setting adalah waktu dan tempat terjadinya lakuan di dalam karya sastra atau
drama. Latar atau setting novel SAZZ karya Maulana Syamsuri di sebuah desa yang terletak
di kaki bukit Mandailing Natal. Waktu kejadian setiap hari yaitu pagi, siang, dan malam.
Lokasi terjadinya lakuan cerita di sekolah ketika Bu Nauli mengajar anak-anak membaca
puisi, Rumah Bu Nauli digambarkan dengan suasana yang tenang, damai, dan sejuk. Rumah
Tiurma yang digambarkan dengan tokoh sembako di depan rumah dan tidak jauh dari rumah
Bu Nauli. Pengarang juga berusaha menceritakan daerah-daerah di desa kaki bukit dengan
mendeskripsikannya secara nyata sehingga pembaca dapat menggambarkan keadaan
pedesaan tersebut.
Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini,
“Sepanjang hari, sepanjang bulan, bahkan sepanjang tahun, desa yang terletak di kaki bukit itu selalu sepi dan senyap. Yang terdengar hanya kokok ayam jantan bersahut-sahutan, kicau burung di ranting pohon, lenguh sapi betina yang memanggil jantannya, kepak sayap kelelawar serta nyanyian jengkrik, derai angin yang membelai daun-daun pepohonan atau gemericik air sungai. Kadang-kadang terdengar suara perempuan di tengah sawah yang sedang menguning untuk mengusir burung. Sesekai terdengar nyanyian pemanjat pohon aren yang berlirik mantera-mantera agar tandan pohon aren yang berlirik mantera-mantera agar tandan enau itu banyak mengucurkan nira untuk bahan baku gula bargot.” (SAZZ, 2005:1)
4.5 Sudut Pandang atau Point of View
Sudut pandang adalah titik tolak pengarang sebagai penceritaan akuan yang berada
dalam cerita atau penceritaan diaan yang berada di luar cerita. Sudut pandang pengarang
dalam novel SAZZ berkedudukan sebagai orang ketiga yang serba tahu. Pengarang
mengungkapkan novel SAZZ dengan mengetahui segala sesuatu yang terjadi, bahkan pikiran
dan perasaan pelakunya yaitu Bu Nauli, Bang Lindung, Tiurma, dan Bang Pandapotan, dan
dapat melihat tingkah laku mereka dari segala sudut. Dari segi penceritaan, pengarang juga
secara jelas.
4.6 Gaya Bahasa
Pengarang menggunakan gaya bahasa yang sederhana dan menggunakan bahasa daerah.
Gaya bahasa pengarang dilihat dari penyusunan kata-kata dan juga pencantuman puisi daerah
atau falsafah daerah Mandailing di dalam novel SAZZ. Bahasa itu juga dapat dimengerti
pembaca karena pengarang berusaha membuat pengertian pada kata-kata daerah yang tidak
dimengerti dan bahasa itu juga sebagai bahan pendidikan bagi pembaca dalam memahami
bahasa daerah satu suku. Pengarang juga memakai bahasa tulisan yang santun digunakan
oleh masyarakat sehingga dapat dibaca secara biasa, jelas, dan santai dengan mengikuti
BAB V
ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK TERHADAP NOVEL SETEGUK AIR
ZAM-ZAM KARYA MAULANA SYAMSURI
5.1. Fakta Kemanusiaan
Fakta kemanusiaan tidak dapat dipisahkan dari tiga golongan manusia yang menguasai
kehidupan di dunia. Manusia tersebut adalah orang-orang yang digolongkan sebagai alim
ulama, orang kafir, dan orang munafik. Alim ulama adalah golongan orang-orang yang suka
berbuat baik, memiliki kepandaian antara ilmu dunia dan ilmu akhirat, dan mengamanahkan
sebgaian harta atau rezekinya untuk kemaslahatan umat manusia. Orang kafir adalah orang
yang tidak mau tunduk kepada hukum yang diturunkan Tuhan kepada para utusanNya. Orang
munafik adalah orang-orang yang tidak sesuai antara perkataan atau pengetahuannya dengan
perbuatannya. Aktivitas verbal dan fisik ketiga golongan manusia inilah yang menghasilkan
fakta kemanusiaan menurut kepentingan masing-masing.
Fakta kemanusiaan dapat ditelusuri dengan cara mengenali setiap gejala kemanusiaan.
Gejala ini dapat dikenal dari proses sadar diri manusia akan dirinya. Kesadaran tersebut atau
kesadaran terhadap realitas kepribadiaan, moralitas, kebudayaan, dan kelembagaan tindakan
manusia (Poedjawijatana, 1987: 88-124). Gejala kemanusiaan tersebut akan melahirkan
berbagai persoalan dalam membuka cakrawala kemanusiaan. Persoalan tersebut pada
hakikatnya terpusat pada apa yang seharusnya dalam kemanusiaan dengan apa yang nyata
ada dialami dalam kemanusiaan.
Kemampuan manusia memahami gejala kemanusiaan dan meneladani sikap alim ulama
akan menciptakan fakta kemanusiaan yang ideal. Fakta kemanusiaan tersebut akan semakin
memperjelas keberadaan golongan alim ulama, kafir, dan munafik. Fakta-fakta inilah yang
SAZZ karya Maulana Syamsuri.
Fakta kemanusiaan dalam novel SAZZ merupakan cerminan dari masyarakat khususnya
masyarakat Mandailing. Keterlibatan pengarang dalam perkara kemanusiaan ini sesuai
dengan pendapat pengarang.
Untuk lebih mempermudah mengenal fakta kemanusiaan yang dikandung Novel SAZZ,
maka akan dilakukan kajian berdasarkan fakta individu dan fakta sosial. Fakta individu
merupakan fakta kemanusiaan yang ditimbulkan oleh pengaruh libidinal atau nafsu manusia,
sedangkan fakta sosial merupakan fakta kemanusiaan yng ditimbulkan oleh setiap orang
dalam pengaruh-mempengaruhi kondisi sosial tertentu. Kedua fakta tersebut akan ditelusuri
dari unsur-unsur struktur dan ditopang oleh kondisi sosial yang dihadapi penyair.
5.1.1 Fakta Individual
Fakta kemanusiaan yang tergolong dalam kategori fakta individu memiliki kesejajaran
dengan hasil strukturasi. Fakta individu dalam novel SAZZ dikemukakan pada cerita. Novel
SAZZ merupakan novel yang bertema keluarga. Tema itu merupakan persoalan yang selalu
dekat dengan sikap emosi atau libinal lain dalam usaha setiap individu menciptakan
keseimbangan hidup.
Fakta individu dalam SAZZ dimulai dari keinginan memiliki seorang anak di dalam
keluarga. Bu Nauli sebagai istri yang soleha dan hamba yang takluk pada kemahakuasaan
Tuhan berusaha untuk dapat memperoleh keturunan.
Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini,
Pada kutipan ini sosok Bu Nauli sebagai individu yang berharap menginginkan seorang
anak memberikan gambaran kenyataan seperti berasal dari alam bawah sadarnya. Dari sini
tercitra gambaran individu yang sadar terhadap realitas sebagai seorang yang soleh di muka
bumi ini. Kesolehan itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini,
“Bu Nauli adalah seorang perempuan soleha yang sellau menjaga dan memelihara martabat diri dan kehormatan keluarga. Bu Nauli tidak pernah melalai-lalaikan solat bila sudah terdengar azan dari puncak menara masjid. Bu Nauli selalu ingat sabda nabi, bahwa wanita itu adalah tiangnegara. Baik wanita, baiklah negara. Bila rusak wanita maka hancurlah negara.” (SAZZ, 2005:75)
kesadaran Bu Nauli terhadap realitas semakin menampakkan wujud fakta individualnya.
Individu, dalam novel yang bertema keluarga, ingin menjadi istri dan manusia sejati sehingga
berusaha menyadarkan atau meyakinkan diri bahwa bukan istri yang tidak dapat memberi
keturunan, melainkan suami yang tidak dapat memberi keturunan. Fakta tersebut dapat dilihat
dari kutipan di bawah ini,
“Bu Nauli selalu yakin, bahwa dirinya bukanlah perempuan mandul, karena dari garis keturunannya sekandung, semua mempunyai keturunan. Bahkan yang melahirkan anak kembar juga ada. Justru yang kewalahan mencegah kelahiran juga ada karena tiap tahun anak-anaknya lahir terus.”( SAZZ, 2005:51-52)
Usaha individualitas sosok Bu Nauli menjadi istri dan manusia sejati merupakan
perwujudan dari rasa yakin pada dirinya dan Tuhan. Kesadaran individualitas Bu Nauli
mengikuti jalan hidup orang saleh kembali pada Tuhan ternyata tidak bisa bebas sepenuhnya
dari persoalan lain yaitu suami menikah lagi dengan perempuan lain hingga menimbulkan
konflik batin pada diri Bu Nauli. Persoalan individualitas itu sendiri mempengaruhi usaha
pembentukan manusia sejati.
Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini,
“Ya, Tuhan. Apakah aku akan kehilangan kasih sayang dari Bang Lindung?,” tangisnya berderai ketika Bu Nauli pulang ke rumah.
“Tapi aku sudah melihat sendiri betapa mesranya Bang Lindung dengan perempuan lain!.”
“Suamimu sangat menghendaki adanya keturunan dan itulah yang tidak mampu kau berikan. Kau harus menerima kenyataan pahit ini, Nauli”
“Apakah aku sangat menderita?. Apakah hidupku akan penuh dengan derai air mata. Apakah hari-hari ke depan akan penuh dengan duri tajam atau pisau terhunus?”
“tidak harus begitu, Nauli. Suamimu tetap milikmu, tapi pada hari-hari tertentu dia tidak akan berada di sisimu.”
“Bersama perempuan itu?” “Ya!”
“Oh, rasanya aku tidak mampu untuk menerima keadaan ini.” “Kau harus mampu, sebab begitulah kodrat seorang perempuan.”
“Oh, hatiku teramat perih!”, Bu Nauli mengusap dadanya sendiri yang terasa amat perih, untuk bernafas pun terasa amat sesak dan dadanya seperti sedang terhimpit seonggok batu gunung.” (SAZZ, 2005:63)
Realitas ini memberi kekuatan bahwa sikap individualitas itu merupakan luapan libidinal
alam bahwa sadarnya.Sikap individualitas yang bersandar pada aspek kemanusiaan ini
dimulai dari kesadaran realitas Bu Nauli terhadap potensi diri.
Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini,
“Kau akan mendapat kekuatan batin di sana, anakku. Tidak hanya itu. Kau harus menyadari, bahwa banyak tempat-tempat makbul untuk berdoa. Siapa tahu doamu di Jabal Rahmah atau di depan Multazam permohonanmu untuk mendapatkan anak akan dikabulkan Allah.”
“Hatiku tergugah, Bu. Tiba-tiba saja hatiku tergerak untuk menemani ibu,” sahut Bu Nauli.
“Kau belum terlambat untuk hamil dan punya anak, Nauli. Siapa tahu seteguk air zam-zam yang kau ambil sendiri dari sumbernya akan menjadi obat yang paling ampuh bagimu. Siapa tahu seteguk air zam-zam yang kau peroleh sendiri dan kau sapukan diperutmu, kau akan hamil nanti!”
Tiba-tiba saja Bu Nauli bangkit dan memeluk ibundanya. Ada derai air mata di pipinya. “Aku akan pergi ke sana bersama ibu. Aku akan menjual apa yang ada untuk dapat
menjejakkan kaki di Masjidil Haram, juga untuk hadir di Arafah!” cetus Bu Nauli dalam pelukan ibunya.
“Syukurlah kalau hatimu memang tergugah!” (SAZZ, 2005:113-114)
Kesadaran terhadap keindividualitas sosok Bu Nauli mencapai puncak ketika Bu Nauli
merasa mengalami krisis jati diri pada konflik di rumah tangganya, sehingga memunculkan
rasa untuk mengakhiri petualangan keindividualitasnya dengan menerima perempuan yang
5.1.2 Fakta Sosial
Fakta kemanusiaan yang dikategorikan sebagai fakta sosial terdapat dalam Novel SAZZ
seluruhnya berasal dari puisi dan filsafat yang bertemakan kritik sosial dan kemanusiaan
dalam kutipan yang beraneka ragam. Pengarang berusaha memunculkan beberapa kutipan
yang mengandung fakta sosial. Fakta sosial merupakan perwujudan dari keterlibatan
seseorang individu dalam kondisi sosialnya sehingga menghasilkan keseimbangan hidup
dalam masyarakat.
Fakta sosial dalam SAZZ memainkan peranan dalam kondisi sosial yang realistik.
Pertama, peranan dalam berusaha mewujudkan perdamaian dunia. Kedua, peranan dalam
usaha menghapus budaya kolusi dan korupsi di Indonesia. Ketiga, peranan dalam
menegakkan nilai-nilai kemanusiaan secara universal. Ketiga peranan itu telah
mengakomodasikan setiap individu dalam kepentingan kelompok atau golongan tertentu.
Fakta kemanusiaan yang memiliki peranan dalam usaha mewujudkan perdamaian dunia,
kesejahteraan bangsa Indonesia, dan nilai-nilai kemanusiaan.
Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini,
“Sejak masih kecil, setiap anak yang dilahirkan dan bermukim di Mandailing Godang sudah terbiasa dengan pola hidup yang dilandasi rasa malu yang disebut “parsulaha”, sehingga dalam berbuat harus hati-hati. Namun, setiap warga Mandailing pasti memiliki sifat berani dalam menegakkan kebenaran yang ditandai dengan falsafah “Laklak dipajar-pijor, singgalak marpora-pora. Muda jongjong di na tagor, batu mamak di indora”. “ (SAZZ, 2005:5)
Pada kutipan juga terlihat peranan terhadap keseimbangan hidup mendapat perioritas
utama dalam SAZZ, kemudian peran terhadap kehidupan berbangsa di Indonesia dan
perdamaian manusia di dunia. Akan tetapi, isi kutipan tersebut tidak akan mengurangi fakta
kemanusiaan, sebab fakta tersebut secara keseluruhan akan mewujudkan citra manusia sejati.
Keseimbangan hidup atas dasar nilai-nilai kemanusiaan dalam realitas SAZZ mendapat
menghargai manusia hanya dari fungsinya untuk berproduksi, menjalankan fungsinya, dan
sifat-sifat lahiriah. Cara hidup seperti ini sangat tidak manusiawi sebab apabila manusia tidak
menjalankan fungsi sosial itu, maka dia berhak disingkirkan, dicerca atau di bunuh.
Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini,
“Belasan warga segera datang. Mereka sangat marah menyaksikan tindakan anarkhis yang dilakukan oleh Bang Dapot. Tentu saja warga lebih simpatik kepada Haji Sulaiman yang selalu jadi imam masjid daripada terhadap Bang Pandapotan yang tidak pernah sekali pun menginjakkan kaki di rumah ibadah itu. Apa lagi kalau ada warga yang meninggal, pasti yang memimpin pelaksanaan Fardhu Kifayah adalah pemilik traktor itu. Juga dalam hal melaksanakan berbagai adat mulai dari menyambut kelahiran bayi, pernikahan, mengkhitankan anak dan kenduri lainnya, pasti Haji Sulaiman adalah pemegang peran utama.” (SAZZ, 2005:82)
Fakta sosial pada kutipan tersebut diwujudkan melalui gaya hidup yang berlebihan. Gaya
hidup tersebut lebih mementingkan kesenangan duniawi seperti kemewahan, hawa nafsu, dan
mementingkan diri sendiri. Gaya hidup yang berlebihan itu menjadi perwujudan orang-orang
yang tidak mempunyai peraturan sehingga menimbulkan kemerosotan moral manusia yang
telah mengaburkan dan menghilangkan batas-batas nilai kemanusiaan dalam hidup
bermasyarakat.
Fakta sosial ini telah masuk dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Fakta ini telah
menimbulkan budaya kolusi yang mementingkan kepentingan pribadi atau golongan.
Kehadiran budaya kolusi juga diiringi dengan budaya korupsi. Fakta sosial ini merupakan
akibat melemahnya semangat nasionalisme. Semangat itu digambarkan pengarang dengan
membandingkan masyarakat kota dengan masyarakat desa.
Itu dapat dilihat dari kritikan pengarang terhadap pendidikan di Indonesia yang sudah
dipengaruhi budaya korupsi,
kutipan itu merupakan akibat kemerosotan moral dan kekaburan nilai-nilai kemanusiaan,
sehingga kolusi dan korupsi mengeksploitasi manusia sebagai objek dengan watak yang tidak
menghargai diri dengan sungguh-sungguh di Indonesia.
Budaya kolusi dan korupsi di Indonesia menambah kemerosotan moral manusia. Fakta
sosial ini membuat usaha mewujudkan perdamaian sulit dilaksanakan dengan baik. Hal ini
disesbabkan ada pihak-pihak tertentu yang melihat usaha perdamaian itu sebagai sesuatu
yang diobjekkan. Cara tersebut bertolak belakang dengan nilai kemanusiaan dan termasuk
dalam golongan orang-orang munafik.
5.2 Subjek Kolektif
Subjek kolektif merupakan istilah yang diberikan untuk menggantikan istilah masyarakat
dalam kajian strukturalisme genetik. Subjek kolektif dalam kajian ini dibagi dua, yaitu subjek
individual dan transindividual. Subjek individual merupakan subjek yang melakukan aktivitas
bedasarkan emosi atau naluri libinal. Subjek ini berbeda dengan subjek transindividual, sebab
subjek ini merupakan subjek yang melakukan aktivitas secara kolektif dalam kondisi
sosialnya. Oleh karena itu, subjek ini disebut juga subjek kolektif, yaitu subjek yang
mewakili atau merupakan perwujudan dari aspirasi dan aktivitas setiap individu dalam
masyarakatnya.
Subjek kolektif dalam SAZZ dapat dilihat dari penggunaan nama pada tokoh dan kata
ganti. Dari penggunaan nama tokoh itu dapat diketahui bahwa subek SAZZ adalah realistik.
Subjek yang ditampilkan terdiri dari beragam yaitu subjek individual dan kolektif. Dari
keseluruhan strukturasi SAZZ tersebut diperoleh gambaran, bahwa SAZZ lebih banyak
menggunakan nama tokoh daripada kata ganti yang merujuk makna lugas
Setelah meneliti penggunaan nama tokoh dalam kajian strukturalisme genetik ini
diperoleh kenyataan, bahwa dalam SAZZ tidak semua merujuk kepada subjek individual. Hal
ini dikemukakan dari sudut tema individualitas dan tema kolektivitas. Demikian juga dengan
suasana yang ditimbulkan oleh penggunaan nama lebih merujuk pada kehadiran bersama atau
lebih merupakan perwakilan dari kelompok sosial.
Keberadaan subjek SAZZ merujuk pada kolektivitasan dapat dilihat dari pemanggilan
nama tokoh yang satu dengan tokoh yang lain seperti Bu Nauli memanggil suaminya Bang
Lindung. Konsepsi pengarang menunjukkan Syamsuri menjadikan novelnya sebagai
perwujudan aktivitas masyarakat Mandailing. Dalam strukturalisme genetik, perwujudan
inilah yang dikategorikan sebgaai subjek kolektif.
5.2.1 Subjek Individual
Subjek individual dalam SAZZ karya Maulana Syamsuri mengandung fakta individual.
Subjek ini ditandai dengan adanya nama-nama tokoh seperti Bu Nauli, Bang Lindung,
Tiurma, dan Bang Pandapotan.
Dari tokoh-tokoh tersebut ditemukan persesuaian antara fakta individual dengan subjek
individual. Kesesuaian itu ditentukan oleh aktivitas libinal subjek individual yang secara
konsekuen menghasilkan fakta individual. Hal ini berarti novel SAZZ yang mengandung
fakta individual merupakan cermin emosi dan nafsu tokoh-tokoh. Pencerminan ini
menempatkan fakta individual dalam mempertinggi kualitas diri menghadapi masyarakatnya.
Subjek individual dalam novel SAZZ pada hakikatnya menampilkan empat karakter
manusia. Pertama, manusia religius yang melakukan transendensi atas dosa-dosanya di bumi.
Kedua, manusia individualistik yang menjadikan diri sendiri sebagai pusat kehidupannya.
Ketiga, pecinta sejati yang mensakralkan cinta terhadap kekasih sebagai amanah Tuhan.
tangganya.
Pertama, manusia religius. Manusia religius dapat dilihat dari sosok tokoh Bu Nauli yang
senantiasa melakukan solat, puasa, dan membaca Al Qur’an. Manusia ini ditampilkan melalui
watak yang takut kepada Tuhan. Rasa takut atau takwa ini merupakan hasil intropeksi subjek
individual terhadap dosa-dosanya di bumi. Intropeksi ini dilakukan tanpa bantuan orang lain,
sehingga aktivitas libidinal dapat dipusatkan untuk menemukan jatidirinya.
Perjalanan subjek individual menemukan jatidiri religius menempatkannya dalam dunia
tragik. Hal ini diperlihatkan dari kegagalan berasimilasi dalam sikap menghayati alim ulama
dengan sungguh-sungguh pada saat sadar diberi amanat menjadi khalifah di bumi. Subjek
individual terus-menerus melakukan transendensi dengan pasrah.
Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini,
“Sungguh beda dengan Bu Nauli yang sama sekali tidak mempercayainya. Jauh di dasar hatinya yang paling dalam, dia tidak dapat menerima ritual itu. Sama sekali Bu Nauli tidak percaya lelaki itu terbang ke Pusuk Buhit dalam sesaat. Juga tidak percaya sang dukun berdialog dengan roh-roh halus bukit itu. Sulit untuk diterima akal sehat Ompung Datu memetik tumbuhan ramuan di Pusuk Buhityang terletak di Pulau Samosir dan harus menyebrangi Danau Toba. Lebih tidak percaya lagi Ompung Datu mengatakan, bahwa dalam dirinya melekat begu jahat. Dalam hati, Bu Nauli hanya mengucap Istighfar berkali-kali, bahkan beribuan kali.” (SAZZ, 2005:45)
Kedua, manusia individualistik. Manusia ini ditampilkan terlalu mementingkan diri
sendiri dan menjadikan diri sendiri sebagai pusat alasan hidupnya. Wujud manusia seperti ini
ditandai dengan tidak mau menyalahkan orang lain dan berusaha menilik diri sendiri dalam
menyelesaikan persoalan hidupnya.
itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini,
“Andainya suatu saat Bang Lindung harus menikah lagi, dia hanya berharap Bang Lindung tetap mencintainya. Biarlah dua malam bersama isterinya yang mampu memberinya keturunan dan satu malam lagi di sisinya. Bu Nauli akan lebih banyak mengalah nanti.” (SAZZ, 2005:58)
diri sendiri. Penampilan itu telah membentuk jati diri manusia yang toleran dan harmonis
dalam hidupnya.
Keberadaan subjek individual yang mengutamakan diri sendiri diperlihatkan dari sikap
Bu Nauli yang pasrah dan berserah. Sikap tersebut merupakan cermin individualistik manusia
menghadapi kondisi sosial dan individualnya. Sikap ini dapat dilihat dari keegoisan individu
untuk tetap mengendalikan diri sesuai kemampuan diri sendiri.
Ketiga, pecinta sejati. Subjek individual ii merupakan transformasi manusia religius. Hal
ini disebabkan subjek individual ini mengarahkan rasa cinta kepada kekasih seperti rasa cinta
kepada Tuhan. Hal yang membedakan adalah Tuhan bersifat mahaabstrak dan sakral
sedangkan kekasih bersifat konkret dan tidak sakral.
Keteguhan subjek individual mempertahankan cinta sejati kepada kekasihnya
diperlihatkan pada kutipan “Namun Bu Nauli hanya mampu pasrah kepada Tuhan. Hanya
mampu berdoa dan memohon agar Bang Lindung tetap setia dan tetap selalu berada di
sisinya.” (SAZZ, 2005:53). Pecinta sejati dalam kutipan diperlihatkan secara eksplisit melalui
doa untuk setia sampai meninggal dunia. Ekspresi cinta ini menempatkan manusia sebagai
kekasih dalam sikap religius.
Keempat, pedambaan anak. Manusia pedamba anak memiliki keyakinan bahwa puncak
kebahagiaan berumah tangga terletak pada kehadiran seorang anak. Pandangan seperti ini
dalam novel SAZZ telah menghadirkan rasa sabar, sayang, dan rindu dalam duka dan
meminta belas kasih. Itu diperlihatkan pada kutipan di baawah ini,
“Padahal Bu Nauli sudah amat merindukan kehadiran seorang bayi. Dia sudah amat ingin memberikan asi kepada bayi yang lahir dari rahimnya sendiri. Padahal perkawinannya sudah berlangsung lebih delapan tahun. Berbagai usaha dan cara sudah ditempuh pasangan suami isteri itu.” (SAZZ, 2005:11)
Keberadaan anak dalam percintaan dan rumah tangga subjek individual telah
sehingga hasrat libidinal subjek individual terus-menerus mengumandangkan kebahagiaan
memiliki anak. Kehadiran anak diyakini akan menepiskan kedukaan.
Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini,
“Bu Nauli selalu termenung. Selalu terbayang di pelupuk matanya betapa indahnya menimang bayi, memberinya asi, menidurkannya diiringi dendang “bue-bue” atau meninabobokkan serta mengajaknya bermain-main setelah berusia dua atau tiga tahun.” (SAZZ, 2005:15)
5.2.2 Subjek Transindividual
Subjek transindividual dalam novel SAZZ karya Maulana Syamsuri ditemukan kutipan
yang mengandung kritik sosial dan kemanusiaan. Kutipan-kutipan itu dihubungkan dengan
fakta sosial. Fakta sosial itu dijalin dengan sandaran kritik sosial dan kemanusiaan sehingga
subjek transindividual memiliki kemungkinan lebih luas dalam melakukan kritik yang
seimbang. Hal ini relevan dengan fakta kemanusiaan sebagai hasil usaha manusia mencapai
keseimbangan hidup dengan alam sekitarnya. Dengan demikian, struktut sosial yang
dihasilkan subjek transindividual akan lebih harmonis dan saling menguntungkan dalam
kehidupan bermasyarakat.
Subjek transindividual SAZZ dapat dikenal melalui aktivitas tokoh. Aktivitas tersebut
merupakan perwujudan aktivitas fisik dan verbal suatu kelompok masyarakat. Aktivitas yang
menonjol adalah kritik terhadap pemegang kekuasaan dan kekayaan serta pemakluman
terhadap nasib orang miskin dan tertindas. Di antara kedua pihak yang bertentangan kondisi
inilah subjek transindividual melakukan aktivitas kolektifnya, sehingga dapat
mengakomodasikan diri dalam struktur masyarakat yang mengalami kerusakan moral.
Pengakomodasian diri menjadi cara hidup yang dipilih subjek transindividual dalam novel
SAZZ karya Maulana Syamsuri. Hal ini disebabkan kesulitan subjek transindividual
melakukan asimilasi dalam kondisi sosial yang tidak dielaborasikan.