• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pandangan Ekonomi Islam Tentang Jual Beli Followers

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Pandangan Ekonomi Islam Tentang Jual Beli Followers

Secara syariat, jual beli adalah tukar menukar suatu harta dengan harta walaupun dalam tanggungan atau tukar menukar harta dengan jasa yang hukumnya mubah dengan transaksi selamanya (bukan bersifat temporal) bukan riba dan pinjaman.77

Ulama Hanafīyyah membagi jual beli dari segi sah atau tidaknya menjadi dua bentuk, yaitu:78

1. Jual Beli yang diperbolehkan (Sah).

Jual beli yang dibolehkan yaitu jual beli yang memenuhi syariat, memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan oleh Al-qur‟an dan Hadist, bukan milik orang lain,

76 Nikma Sandewi (23 tahun), Owner Love.Beeme, Wawancara, Makassar, 5 Maret 2021.

77 Izzudin Karimi, Fikih Muyassar (Jakarta : Darul Haq,2017),h. 345.

78 Muhammad Yazid, Hukum Ekonomi Islam, Sidoarjo: Cahaya Intan, 2014, h. 28.

55

tidak tergantung pada hak khiyār lagi. Sebagian jumhur ulama berpendapat bahwa akad atau jual beli yang keluar dari ketentuan syari‟at harus ditolak atau tidak dianggap, baik dalam muamalah maupun ibadah.begitu juga sebaliknya jika jual beli yang dilakukan telah memenuhi syariat Islam, maka jual beli tesebut masuk dalam kategori jual beli sah.

2. Jual Beli yang dilarang (Batal).

Jual beli dikatakan sebagai jual beli yang batal apabila salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli itu dari segi hukum dan sifatnya tidak disyari‟atkan sebagaimana hadis Nabi Saw, yakni :Berdasarkan hadis tersebut, jual beli gharar adalah jual beli barang yang mengandung kesamaran, atau jual beli benda yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada, dan atau jual beli barang yang tidak dapat diserahkan79.

Selanjutnya syarat pelaksanaan jual beli yang terdiri dari beberapa persyaratan, yaitu:

a. Barang yang menjadi objek transaksi jual beli benar-benar milik penjual, artinya tidak tersangkut dengan kepemilikan orang lain80.

b. Hendaknya barang yang akan dijual ada.

c. Hendaknya barang yang akan dijual bernilai.

79 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah Untuk UIN, STAIN, PTAIS, dan Umum, h. 97.

80 Imam Mustofa, Fiqih Mu‟amalah Kontemporer, hlm. 28.

d. Hendaknya barang yang akan dijual bisa diserahterimakan pada saat transaksi.

e. Kepemilikan dan otoritasnya81. f. Dan Bebas dari gharar82.

Pertama, barang yang menjadi objek transaksi benar-benar milik sah penjual atau orang yang melakukan akad. Dalam artian bahwa orang yang melakukan perjanjian jual beli atas suatu barang adalah pemilik sah barang tersebut dan atau telah mendapatkan izin dari pemilik sah barang tersebut83.

Kedua, hendaknya barang yang akan dijual ada. Dengan demikian, tidak sah jual yang tidak ada wujud barangnya sama sekali, seperti menjual janin dari janin hewan yang masih ada dalam kandungan, ataupun menjual sesuatu yang kemungkinan besar akan tidak, seperti janin yang masih ada dalam kandungan dan air susu yang masih ada dalam sumber asalnya84.

Ketiga, barang yang akan dijual bernilai. Perihal ini selain barang bernilai juga halal, dapat dimiliki, dapat disimpan, dan dapat dimanfaatkan sebagaimana

81 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatuhu, Juz 5, hlm. 36-37. Lihat pula dalam;

Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, hlm. 83.

82 Imam Mustofa, Fiqih Mu‟amalah Kontemporer, hlm. 28.

83 Chairuman Pasaribu dkk, Hukum Perjanjian dalam Islam, hlm. 39

84 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatuhu, Juz 5, hlm. 60.

57

mestinya serta tidak menimbulkan kerusakan. Demikian diantara syarat yang berkaitan dengan objek transaksi sebagaimana diutarakan oleh Mustofa85.

Keempat, barang yang akan dijual bisa diserahterimakan pada saat transaksi atau pihak penjual dapat atau mampu menyerahkan. Sehubungan dengan ini, yang dimaksud dengan mampu menyerahkan yaitu bahwa pihak penjual (baik sebagai pemilik maupun sebagai kuasa) dapat menyerahkan barang yang dijadikan objek jual beli sesuai dengan bentuk dan jumlah yang diperjanjikan pada waktu penyerahan barang kepada pihak pembeli.

Kelima, kepemilikan dan otoritasnya. Artinya masingmasing pihak yang terlibat transaksi harus cakap hukum dan merupakan pemilik otoritas atau kewenangan untuk melakukan penjualan atau pembelian suatu barang. Otoritas ini dapat diwakilkan kepada orang lain yang juga harus cakap hukum86.

Konsekuensi hukum jual beli seorang yang tidak memiliki “kepemilikan dan otoritas” tidak sah ini berdasarkan hadis berikut :

Artinya: Dari Ḥakīm Ibn Hizam, Ia berkata: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Saw,. Ya Rusulallah (bagaimana) tentang seseorang yang datang kepadaku, lalu meminta kepadaku supaya aku menjual sesuatu yang aku tidak

85 Imam Mustofa, Fiqih Mu‟amalah Kontemporer, hlm. 26.

86 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatuhu, Juz 5, hlm. 36.

memilikinya untuk kujual ?,. Ia menjawab: Janganlah engkau menjual apa yang tidak engkau miliki (H.R Imām yang lima)87.

Keenam, bebas dari gharar. Gharar sendiri secara bahasa bermakana “resiko atau bahaya”88. Paralel dengan ini, dalam kamus al-Munawir disebutkan gharar yaitu membahayakan, kebatilan dan kebohongan89. Lebih lanjut dalam bahasa al-Kattani, penerjemah buku al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuh mengartikannya dengan

“manipulasi”90. Sedangkan menurut al-Syarakhsī (Hanafiyyah), bahwa gharar adalah jual beli yang tidak diketahui akibatnya. Menurut al-Qarafi (Malikyyah) adalah jual beli yang tidak diketahui apakah barang bisa didapat atau tidak. Menurut al-Syirazi adalah jual beli yang tidak jelas barang dan akibatnya. Menurut Ibn Taimiyyah (Hanabilah) gharar adalah transaksi dimana pembeli tidak tahu barang apa yang dibelinya dan barang apa yang dijualnya. Kesimpulannya, jual beli yang mengandung gharar adalah jual yang mengandung bahaya (kerugian) bagi salah satu pihak dan bisa mengakibatkan hilangnya harta atau barangnya.

Menurut Wahbah Zuhaili, demikian pula menurut jumhur ulama, bahwa rukun jual beli meliputi (penjual dan pembeli), (ijab kabul), (objek akad atau barang)91.

87 Faīṣal bin „Abd al-Azīz Ali Mubārak, Bustān Al-Aḥbār Muḥtaṣar Naīl Al-Aūṭār, Terj. A.

Qadir Hassan dkk, Surabaya: Bina Ilmu Offset, Cet. Ke3, Juz 4, 2001, hlm. 1665-1666. Lihat pula;

Mālik bin Anas, Al-Muwaṭā‟, Taḥqīq Kulāl Ḥasan „Alī, Damskus: Muassasah al-Risālah, Cet. Ke-I, 2013, hlm. 491.

88 Atabik Ali dkk, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, Yogyakarta: Multi Karya Grafika, Cet. Ke-7, 2003, hlm. 1347.

89 Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir (Arab-Indonesia terlengkap), Surabaya:

Pustaka Progresif, 1997, hlm. 1001.

90 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatuhu, Juz 5, hlm. 100.

91 Wahbah Zuhaili, Al-Mu’tamad fi Al-Fiqh Al-Syafi’i,Juz 3, h. 11.

59

Sedangkan menurut minoritas ulama, rukun jual beli hanya ada satu, yakni ijab dan kabul yang menunjukkan adanya maksud untuk saling menukar atau sejenisnya (mu‟atah) 92.

Adapun pendapat Bapak Trisno, bahwa:

“Jual beli followers ini, dalam faqar di Indonesia menurut ustadz dr. Irwandi Tarmizi mengatakan bahwasanya ini tidak boleh karna dia termasuk bai najasy

“rekayasa pasar” namun berbeda yang dikemukakan oleh dr. Syahroni, membolehkan transaksi jual beli followers akan tetapi dengan syarat tidak boleh ada gharar di dalamnya. Namun saya lebih condong ke pendapat dr.

Syahroni tarmizi karena jual beli followers itu yang saya liat orang sengaja beli followers dengan harapan barangnya bisa terjual lebih mudah, karena para calon kostumer menggangap olshop ini banyak followersnya” 93

Seperti yang dikemukakan oleh pak Trisno bahwa jual beli followers tidak diperbolehkan karena besifat gharar (tidak jelas). Jual beli dikatakan sebagai jual beli yang batal apabila salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli itu dari segi hukum dan sifatnya tidak disyari‟atkan sebagaimana hadis Nabi Saw, yakni :Berdasarkan hadis tersebut, jual beli gharar adalah jual beli barang yang mengandung kesamaran, atau jual beli benda yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada, dan atau jual beli barang yang tidak dapat diserahkan.

Selanjutnya pak Zulfikar juga menjelaskan bahwa:

“Sebenarnya konsep awal itu memang tergantung pada niatnya tapi memang mayoritas yang bapak liat sudah itu melanggar.” 94

92 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatuhu, Juz 5, h. 28.

93 Trisno (31 tahun), Akademisi, Wawancara, Samata, 30 Maret 2021

94 Zulfikar Darusalam M.Si.M.Idam (33 tahun), Akademisi, Wawancara Samata, 30 Maret 2021

Adapun maksud dari melanggar oleh pak zulfikar adalah jual beli followers dapat merugikan orang lain, karena followers yang dibeli jumlahnya akan turun seiring waktu.

Di dalam Islam jual beli sudah dibagi menjadi jual beli yang di sah kan dan jual beli yang dilarang, adapun pandangan dan harapan terhadap orang mempraktikkan jual beli follower , sebagaimana yang dikatakan pak Trisno bahwa:

“Terkait dengan seperti ini butuh edukasi baik itu dari pemerintah mungkin ada regulasi yang dibuatkan pemerintah terkait jual beli followers ini bagaimana batas-batasanya termasuk dari MUI yang mengambil peran dalam mengedukasi kepada masyarakat” 95

Pandangan dan harapan pak Trisno selanjutnya adalah melakukan pengedukasian kepada masyarakat terkait jenis jual beli yang dilarang dan di bolehkan, bagaimana alur jika terdapat hal yang merugikan dalam melakukan transaksi salah satu caranya yaitu dengan berperan aktif di sosial media yang merupakan salah satu cara bersosialisasi yang dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat.

Adapun pandangan dan harapan pak Zulfikar:96

“Tapi menurut pandangan dan harapan saya pribadi, salah satu cara mengedukasi masyarakat dengan mempraktikan langsung transaksi jual beli followers”.

95 Trisno (31 tahun), Akademisi, Wawancara, Samata, 30 Maret 2021

96 Zulfikar Darusalam M.Si.M.Idam (33 tahun), Akademisi, Wawancara, Samata, 30 Maret 2021.

61

Maksud dari pak Zulfikar disini terkadang seseorang akan lebih memahami baik buruknya jika kita sudah mengamalkan. Makanya kenapa salah satu cara edukasi masyarakat dengan menyuruh lansung transaksi, jadi pertama edukasinya harus bagus bahwasanya Islam itu kenapa harus mengarahkan seperti itu supaya sebenarnya tidak terjerumus dengan hal-hal itu tadi cuman memang kita kadang mengetahui hitam putih dalam Islam itu tidak mengetahui juga sudut pandang keilmuan nya, yang di tau curang itu tidak boleh tapi hubungan-hubungan dengan itu penurunan followers.

Kriteria tersendiri yang ditetapkan dalam jual beli followers bahwa:

“Kalo bapak kriteria secara khusus yang harus di penuhi dalam jual beli followers tidak boleh ada gharar dan bai najasy” 97

Menurut pak Trisno kriteria dalam jual beli followers itu harus ada gharar dan bai najasy. Namun jika didalam jual beli beli followers tidak terdapat gharar dan bai najasy maka pak Trisno anggap tidak memenuhi kriteria. Pendapat yang diungkapkan oleh pak Trisno tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh pak Zulfikar yang mengatakan bahwa:

“Jika dari awal kriteria yang mendasari transaksi jual beli sudah keliru jadi tidak usah melihat ke aspek selanjutnya” 98

97 Trisno (31 tahun), Akademisi, Wawancara, Samata, 30 Maret 2021

98 Zulfikar Darusalam M.Si.M.Idam (33 tahun), Akademisi, Wawancara, Samata, 30 Maret 2021.

Menurut Pak Zulfikar yang dia tangkap akun followers yang digunakan sudah tidak memenuhi syarat jual beli atau dengan kata lain followernya masuk dalam kategori bai disan( dibuat-buat) dan bai nicer(alami)”.

Sependapat dengan para akademisi, pihak MUI juga menytakan bahwa transaksi jual beli followers diperbolehkan tapi transaksinya harus memnuhi rukun dan syarat jual beli, serta terhindar dari unsur gharar, maisir dan riba. Namun adanya gharar dalam transaksi jual beli followers, membuat transaksi tersebut menjadi terlarang. Sebagaimana pendapat ibu Rahma, bahwa99:

“Jual beli beli followers dibolehkan selama dalam proses transaksinya telah memenuhi syarat dan rukun jual beli, salah satu point penting yang harus diperhatikan dalam jual beli adalah didalamnya tidak boleh ada unsur gharah, maisir dan riba”.

Oleh karena itu, jika jumlah followers yang diperjualbelikan tidak pasti diserahterimakan, maka tidak diperkenankan karena ada unsur gharar. Melihat data sebagaimana di atas, tentunya memiliki nilai negatif karena harapan dengan membeli followers supaya pembeli dapat memanfaatkannya tetapi atas adanya followers palsu menimbulkan kerugian dari pembeli. Apalagi jika digunakan untuk akun olshop, dimana pemilik akun menghendaki untuk membeli followers aktif supaya dapat memberikan komentar dan memberikan tanda suka serta dapat menarik pembeli berkeinginan untuk membeli barang, tetapi yang didapat ialah followers palsu yang tidak dapat melakukan aktivasi.

99 Dr. Hj. Rahmawati Muin, M.Ag., Majelis Ulama Indonesia (MUI), Wawancara, Samata, 12 Juli 2021.

63

Lanjut pendapat Bu Rahma100:

“Sedangkan dalam transaksi jual beli followers di lihat dari aspek ghararnya terdapat ketidak jelasan mengenai akun followers yang akan dibeli apakah aktif atau hanya sekedar akun robot. Selain itu unsur penipuan didalamnya setelah proses transaksi jual beli dilakukan akun followersnya secara beransur- ansur akan menurun dan tentunya sudah berbada dari kesepakatan diawal transaksi.

Dari aspek gharar jual beli followers sudah tidak memenuhi syarat dan rukun sehingga sudah jelas bahwa transaksi tersebut tidak dibolehkan dalam Islam.

Selain itu tujuan awal dari seseorang hendak membeli followerskan untuk menarik minat dari pada calon komsumennya sedari awal niat yang dimilikinya sudah terdapat unsur menipu”.

Dalam jual beli followers ketika seseorang membeli followers untuk eksistensi semata, bahkan mempopulerkan diri adalah suatu kebolehan asal tidak bertentangan dengan syariat Islam. Begitu juga ketika tujuan dari membeli followers, begitu juga bagi akun online shop yang membeli followers dengan alasan untuk memperkenalkan produknya hal tersebut wajar dalam dunia perdangan, namun harus tetap dalam jalur syariat Islam.

Melihat fenomena di atas transaksi jual beli followers lebih banyak mendatangkan kemudharatan daripada kemanfaatan101.

Dengan mengacu pada kerangka teori sebagaimana tersebut, peneliti berkesimpulan, bahwa jual beli followers pasif maupun aktif hukumnya adalah tidak sah, karena followers yang dijual bukan miliknya, jual beli seorang yang tidak

100 Dr. Hj. Rahmawati Muin, M.Ag., Majelis Ulama Indonesia (MUI), Wawancara, Samata, 12 Juli 2021.

101Nugraheni Larasati, “Analisis Jual Beli Followers Di Instagram Dalam Perspektif Fatwa DSN-MUI NO.110/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Akad Jual Beli”, hlm. 115.

memiliki “kepemilikan dan otoritas” atau dengan kata lain jual beli fuduli yaitu seseorang yang tidak memiliki hak atas barang yang diperjual belikan dan kedua adanya unsur gharar, karena suatu saat akun tersebut akan menghilang namun hukumnya tetap sah dan jual beli followers ini menggunakan prinsip antaradin atau saling rela.

Ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugraheni Larasati dengan judul “Analisis Jual Beli Followers Di Instagram Dalam Perspektif Fatwa DSN-MUI NO.110/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Akad Jual Beli” yang berkesimpulan

bahwa dalam transaksi jual beli followers instagram yaitu sama seperti transaksi jual beli pada umumnya. Transaksi jual beli followers barang tidak ada pada saat transaksi dan penjual yang tidak memiliki hak atas suatu barang yang diperjualbelikan termasuk adanya unsur gharar,

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Umi Kholisatul Muawanah dengan

judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Jual Beli Followers Di Media Instagram” berkesimpulan Jual beli followers pasif maupun aktif hukumnya adalah

tidak sah, karena followers yang dijual bukan miliknya (jual beli fuduli), jual beli seorang yang tidak memiliki “kepemilikan dan otoritas” atau dengan kata lain jual beli fuduli yaitu seseorang yang tidak memiliki hak atas barang yang diperjual belikan dan kedua adanya unsur gharar, karena suatu saat akun tersebut akan menghilang namun hukumnya tetap sah dan jual beli followers ini menggunakan prinsip antaradin atau saling rela.

65

66 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Hasil penelitian tentang Pengetahuan owner Online Shop Tentang praktek Jual Beli Followers Di Instagram Dalam Pandangan Islam, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pengetahuan owner tetang jual beli followers hampir semua owner online shop mengetahui bagaimana mekanisme transaksi jual beli followers, namun mengenai kekurangan dan kelebihan jual beli followers dilihat dari sisi agama masih sangat kurang pemahaman. Serta praktik-praktik jual beli followers para owner online shop sekedar menggangap bahwa transaksi tersebut hanya praktek jual beli jasa yang sama dengan transaksi jual beli yang lain.

2. Transaksi jual beli followers menurut Fatwa DSN-MU No.110/DSNMUI/IX/2017 Tentang Akad Jual Beli dalam objek jual belinya hukumnya tidak sah, karena syarat jual beli tidak terpenuhi mengenai objek pada transaksi tersebut, yaitu Pertama, followers yang dijual bukan miliknya, karena penjual yang tidak memiliki hak atas suatu barang yang diperjualbelikan termasuk adanya unsur gharar, yang mengakibatkan akun yang dibeli tersebut akan menghilang. Kedua, memperjualbelikan akun followers pasif maka akun pasif tersebut akun bot (palsu) yang tidak diketahui

67

masih dipergunakan atau tidak. Ketiga, dalam transaksi jual beli followers barang tidak ada pada saat transaksi.

B. Saran

1. Hendaknya, apabila para pihak ingin melakukan jual beli followers, maka lakukanlah dengan cara jual beli secara umum, yakni yang sesuai dengan hukum Islam.

2. Hendaknya, dalam melakukan promosi sebaiknya bersikap jujur, menjelaskan dengan detail produk yang dijual serta menjelaskan kelebihan dan kekurangan produknya, serta penjual menyediakan garansi kepada pembeli.

3. Hendaknya bagi pembeli followers, apabila ingin populer di media instagram, ingin menaikkan personal branding, promosi, dan menginginkan banyak followers, maka sebaiknya menggunakan cara manual yaitu membuat suatu kreatifitas tertentu yang mampu menarik perhatian para pengguna media instagram, baik dengan cara membuat tulisan yang menarik dan inspiratif, dan atau seunik mungkin, sehingga orang yang mem-follow adalah real followers.

Jadi seseorang banyak followers, karena memang disukai banyak orang dan bukan karena memanipulasinya.

4. Perlu regulasi dari pemerintah, perlu edukasi bisa melalui akademisi atau para ilmuwan ekonomi syariah. Termasuk juga masyarakat perlu diberikan semangat untuk menuntut ilmu agama.

5. Sebaiknya calon pembeli yang ingin melakukan transaksi jual beli followers hendaknya dilakukan sesuai syariat Islam dan ketentuan perundang-undangan yangberlaku.

69

Dokumen terkait