252/PID.B/2013/PN/BKL TENTANG PEMBELIAN KAYU DARI HASIL TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING
B. Pandangan Hukum Positif dan Hukum Islam Terhadap Pembelian Kayu Hasil Penebangan Liar (Illegal Logging)
1. Hukum Positif
Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan kehakiman Pasal yang berbunyi. “Bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang
47
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan berdasar pancasila, demi terselenggarakanya Negara Hukum Republik Indonesia.” Bahwa Dalam menentukan putusan, Majelis Hakim diberi kebebasan untuk menjatuhkan putusan dalam setiap pengadilan perkara tindak pidana, hal tersebut sesuai dengan.60
Prakatik Pidana Illegal Logging di Indonesia tidak hanya berakibat buruk terhadap masalah ekonomi tetapi juga terdampak pada ekologi, sosial, dan budaya, nampaknya ilegal loging bukan merupakan kejahatan yang biasa, akan tetapi dapat digolongkan kejahatan luar biasa (extra ordianary crime). Penegakan hukum terhadap pelaku ilegal loging tidak hanya diarahkan kepada penegak keadilan hukum tetapi juga diarahkan kepada proyeksi sosial ekonomi yang simultan. Maksudnya, disamping dikenakan sanksi pidana seberat-beratnya juga dikenakan sanksi pengembalian kerugian negara hasil Illegal Logging.
Di Indonesia, terkait pidana Penyimpanan kayu Illegal logging belum secara lex specialis undang-undang yang mengatur pejualan kayu hasil illegal logging. Namun, dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang kehutanan sebagaimana telah dirubah menjadi undang-undang nomor 19 tahun 2004 tentang penetapan peraturan pemerintah penggati undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang perubahan atas undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan menjadi undang-undang
Dalam pasal 50 tidak menyatakan kejahatan tersebut sebagai rangkain kejahatan penjual kayu illegal logging diatur sebagaimana pengangkutan dan penjualan kayu hasil illegal logging. Adapun sanksinya berbeda. Berikut merupakan kegiatan yang di sebagaimana disebut undang-undang no. 41 tahun 1999 sebagai tindakan illegal logging;
60 Zainal Arifin Hoesein, Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, Imperium, Jakarta, 2013, hlm. 12
48
1) Penebangan hutan ilegal pasal 50 ayat (3) huruf e yang menerangkan:
“menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak dan izin dari pejabat yang berwenang”
2) Penguasaan dan pengangkutan kayu ilegal diatur dalam pasal 50 ayat (3) huruf h, yaitu; “mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-samma dengan surat keterangan sahnya hasil hutan;
3) Penjualan kayu ilegal diatur dalam pasal 50 ayat (3) hutuf f yaitu; “menerima membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah”.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa penebangan liar (ilegal loging) adalah tidak hanya kegiatan di bidang kehutanan atau yang merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup penebangan yang mencakup penebangan, pengangkutan pengolahan, namun juga peyimpanan, penitipan dan juga penjualan kayu hasil ilegal loging.
Unsur yang terdapat dari putusan No 252/Pid.B/Bkl. adalah bahwa pelaku secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana illegal logging dengan memenuhi unsur dalam pasal 50 ayat (3) huruf f, yaitu, menyimpan, menerima membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah.
Setelah menimbang bahwa semua dakwaan dari penuntut umum dan beberapa keterangan saksi dan juga keterangan dari terdakwa, bahwa hakim memutuskan H. Mahmudi secara sah dan meyakinkan telah melanggar pasal 50 ayat (3) huruf f Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1999 Tentang Kehutanan maka H. Mahmudi diadili dengan Putusan sebagai berikut;
1) Menyatakan terdakwa H. Mahmudi Tersebut diatas, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana MEMILIKI HASIL
49
HUTAN TIDAK DILENGKAPI DENGAN SURAT KETERANGAN SAHNYA HASIL HUTAN (SKSHH)
2) Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan dan denda sejumlah Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan.
3) Menetapkanmasa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
4) Menetapkan terdakwa tetap ditahan.
5) Menetapkan barang bukti berupa: kayu jenis broti atau gelam gergajian dari berbagai ukuran dengan panjang 4 (empat) meteran sebanyak 70 m3 dirampas untuk negara.
6) Membebankan biaya perkara kepada sebesar Rp. 5000, (lima ribu rupiah).
Menurut pendapat penulis, putusan pengadilan tinggi bangkalan dalam menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa belum maksimal Berdasarkan norma hukumnya, H. Mahmudi merupakan dader atau pelaku dalam tindak pidana penyimpanan kayu hasil illegal logging untuk diperjualbelikan. Selain itu, dalam hukum pidana berlaku teori absolute yang artinya bahwa pertimbangan untuk memberatkan seharusnya dapat dilakukan.
2. Hukum Islam
Perbuatan menyimpan dan menjual kayu hasil illegal logging merupakan tindakan melawan hukum, dimana bagi yang melakukanya akan dikenakan sanksi/hukuman dengan tujuan untuk memberikan efek jera agar tidak melakukanya lagi. Sanksi diartikan sebagai tanggungan, tindakan, hukuman untuk memaksa orang menepati perjanjian atau menaati aturan ketentuan undang-undang bagi seorang yang melanggar aturan hukum.
Pada dasarnya hukum diciptakan dan diundangkan memiliki tujuan untuk merealisasikan kemaslahatan umum, memberikan manfaat dan menghindari kemudharatan bagi manusia. Hakikat atau tujuan awal pemberlakuan syariah
50
adalah untuk mewujudkan kemaslahatan manusia. Kemaslahatan itu dapat terwujud jika lima unsur pokok dapat diwujudkan dan dipelihara. 61
Menurut penelitian ahli ushul, dalam merealisir kemaslahatan tersebut terdapat lima unsur pokok yang harus dipelihara dan diwujudkan. Kelima unsur tersebut adalah agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Sebagaimana kaidah fiqih adhororu yuzalu bahwa kemudharatan harus dihilangkan. Menjaga lingkungan sudah menjadi hal yang primer. Ketika tidak ada yang menjaganya maka bumi akan hancur. Seorang mukallaf akan memperoleh kemaslahatan ketika ia dapat memelihara kelima aspek tersebut, sebaliknya ia akan merasakan adanya mafsadat manakala tidak dapat memeliharanya dengan baik.62
Dalam hukum islam perbuatan menyimpan dan menjual barang hasil illegal logging termasuk dalam kategori jarimah ta’zir, karena unsur-unsur Jarimah had dan qishos diyat tidak terpenuhi secara sempurna, ataupun karena adanya unsur yang masih dianggap syubhat. Sanksi ta’zir berkaitan dengan tindak pidana ta’zir yang meliputi tiga macam yaitu pertama, tindak pidana hudud dan qisos yang dikukuhkan oleh Al-qur‟an dan hadist, tetapi tidak memenuhi syarat untuk dijatuhkan hukuman had atau qishos, seperti percobaan pencurian, percobaan perampokan, percobaan perzinaan atau percobaan pembunuhan.
Kedua, kejahatan-kejahatan yang dikukuhkan oleh al-qur‟an dan hadis, tetapi tidak disebutkan hukuman/sanksinya. Sanksinya diserahkan kepada ulil amri, seperti penipuan, saksi palsu, perjudianm dan lain-lain. Ketiga, kejahatan-kejahatan yang ditentukan oleh pemerintah demi untuk kemaslahatan rakyatnya, seperti aturan lalu lintas, perlindungan hutan, dan lain sebagainya.63
Berdasar pembagian tindak pidana ta’zir maka penyimpanan hasil ilegal loging termasuk dalam kategori ta’zir yang ketiga, yaitu kejahatan yang
61 Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqosid Syariah Menurut Asyatibi (Jakarta: Medina Pustaka, 2009) h. 71
62 Fathurahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (jakarta: UIN Press, 2014) h. 125
63 Nurul Irfan, Fiqih Jinayah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011) h. 181
51
ditentukan oleh pemerintah demi untk terciptanya kemaslahatan rakyatnya.
Hukumanya pun menjadi kewenangan pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan.
Dalam hukum pidana islam, Sanksi terberat adalah hukuman mati, sedangkan yang teringan adalah berupa peringatan. Berat ringanya sanksi ta’zir ditentukan kemaslahatan. Dalam hal ini harus dipertimbangkan perbuatanya, baik kualitas maupun kuantitasnya, pelakunya, orang atau masyarakat yang jadi korbanya, tempat kejadianya dan waktunya, mengapa dan bagaimana di pelaku melakukan kejahatan.
Dapat disimpulakan bahwa secara umum perbuatan menyimpan hasil illegal logging merupakan sebuah perbuatan yang merugikan banyak pihak.
Perbuatan ini berupa merusak lingkungan terkhususnya hutan dan juga dampak terhadap ekosistem yang ada disekitarnya. Jarimah illegal logging termasuk menyimpan dan menjualnya dihukum dengan ta‟zir dikarenakan tidak terdapat aturan dalam Al-Qur‟an. Ta‟zir diberikan karena apabila jarimah menyimpan kayu hasil ilegal loging dikategorikan sebagai sebuah pencurian maka, hukumanya adalah potong tangan. Sedangkan, jika kasus yang ditimpa H, Mahmudi bahwa hukuman ditentukan pemerintah dengan maka hukumanya adalah ditentukan oleh hakim.
C. Pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Perkara Nomor 252/Pid.B/2013/PN.Bkl
Pengadilan Negeri yang memeriksa dan mengadili perkara pidana nomor perkara: 252/pid.B/2013/PN.Bkl setelah mendengar pembacaan surat dakwaan, keterangan saksi-saksi dan terdakwa, setelah melihat dan meneliti barang bukti yang diajukan dalam persidangan oleh penuntut umum. Menimbang bahwa selanjutnya majelis hakim akan mempertimbangkan apakah berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut diatas, Terdakwa H. Mahmudi melakukan tindak pidana penganiayaan yang menimbulkan maut.
52
Menimbang, bahwa apakah dengan fakta-fakta yuridis tersebut diatas, terdakwa sudah dapat dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sesuai dengan pasal-pasal tindak pidana yang didakwakan kepadanya, tentunya harus dipertimbangkan dakwaan dari penuntut umum.
Berdasarkan putusan pengadilan menjelaskan fakta yuridis bahwa H.
Mahmudi telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana.
Sebagimana fakta yuridis tersebut sebagai berikut;
1) Bahwa pada hari senin tanggal 19 Agustus 2013 sekitar pukul 14.05 WIB Penyidik Polda Jatim telah melakukan pemeriksaan terhadap gudang yang berada di Desa prancak kec. Sepuluh Kab. Bangkalan milik Terdakwa H.
Mahmudi dan menemukan kayu galam dalam berbagai bentuk olahan yang tidak dilengkapi dengan dokumen berupa surat keterangan sahnya hasil hutan.
2) Bahwa kayu-kayu tersebut diperoleh terdakwa H. Mahmudi dari kalimantan Barat dengan Proses pengangkutan dari perairan Kalimantan barat menuju Pelabuhan Sepulu Bangkalan tidak dilengkapi bersama dengan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan yang berlaku dan dipergunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam wilayah Republik Indonesia berupa Faktur Angkutan Kayu Olahan (FAKO).
3) Bahwa telah dilakukan pengukuran kayu balok jenis galam milik terdakwa H.
Mahmudi tersebut oleh saksi H. Rahmat Kusyadi, SH dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bangkalan, Hasilnya adalah kelompok rimba campur kayu gergajian (gelam) sebanyak 641 (enam ratus empat puluh satu) batang dengan kubikasi sebanyak 70,1015 kubik tidak dilengkapi bersama dengan dokumen yang merupakan surat keterangan Sahnya Hasil Hutan;
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana pasal 50 (3) huruf f, h jo pasal 78 (5), (7) UU RI Tahun 1999 tentang kehutanan yang di ubah menjadi UU RI No. 41 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang. Kemudian, menimbang bahwa setelah mendengarkan pembacaan surat dakwaan penuntut
53
umum, terdakwa menyatakan telah mengerti terhadap apa yang didakwakan kepadanya dan menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi atau keberatan, baik yang menyangkut kesempurnaan dakwaan maupun yang menjadi kewenangan dalam mengadili dan memerikas perkara ini.
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, adanya barang bukti yang kesemuanya sebagaimana tersebutdan terurai diatas, ternyata antara satu dengan lainya terdapat saling keterkaitan sehingga telah mengungkapkan fakta-fakta yang terbukti kebenaranya.
Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur dari pasal 50 (3) f, h jo pasal 78 (5), (7) UU RI No 41 Tahun 1999 tentang kehutanan telah terpenuh, maka terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan tunggal.
Menimbang bahwa terhadap barang bukti yang diajukan di persidangan berupa yang berupa jenis broti atau gelam gergajian dari berbagai ukuran dengan panjang 4 (empat) meter sebanyak 70 m3 yang diajukan oleh penuntut umum mempunyai nilai ekonomis, maka perlu ditetapkan agar barang bukti tersebut dairampas untuk negara.
Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap diri terdakwa, maka perlu dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa. Menimbang bahwa perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah untuk menjaga kelestarian alam dan ekosistemnya.
Namun juga terdapat hal yang meringankan terdeakwa yaitu, terdakwa menyesali perbuatanya dan berjanji tidak mengulangi lagi, terdakwa sopan dipersidangan, mengakui tersu terang perbuatanya sehingga memperlancar jalanya persidangan, terdakwa belum pernah dihukum.
Maka majelis hakim mengadili H. Mahmudi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana memiliki hasil hutan tidak dilengkapi dengan surat keterangan sahnya hasil (SKSSH). Dan menjatuhkan
54
pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 bulan dan denda sejumlah Rp 500.000 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan. Menetapkan terdakwa ditahan dan menetapkan barang bukti kayu jenis broti dan gelam gergajian dari berbagai ukuran dengan panjang 4 meteran sebangak 70 m3 dirampas untuk negara, terakhir adalah menetapkan membebankan biaya perkara Rp. 5000 (lima ribu rupiah)
55 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN
1) Praktik illegal logging dapat berakibat buruk terhadap masalah ekonomi tetapi juga terdampak pada ekologi, sosial, dan budaya, sehingga ilegal loging bukan merupakan kejahatan yang biasa, illegal logging dapat digolongkan kejahatan luar biasa (extra ordianary crime). Pada penerapan hukuman terhadap pelaku ilegal loging tidak hanya diarahkan kepada penegak keadilan hukum tetapi juga diarahkan kepada proyeksi sosial ekonomi yang simultan. Yang dimaksud, disamping dikenakan sanksi pidana seberat-beratnya juga dikenakan sanksi pengembalian kerugian negara hasil Illegal Logging.
2) Permasalahan dalam kasus pada putusan memiliki unsur yang terlihat dari putusan No 252/Pid.B/2013/PN.Bkl. adalah bahwa pelaku secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana ilegal loging dengan memenuhi unsur dalam pasal 50 ayat (3) huruf f, yaitu, menyimpan, menerima membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah. Oleh karena itu tedakwa dikenai pasal 50 ayat (3) huruf f Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1999 Tentang Kehutanan makak M. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan dan denda sejumlah Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan.
3) Perbuatan menyimpan hasil illegal logging merupakan sebuah perbuatan yang merugikan banyak pihak. Perbuatan ini berupa merusak lingkungan terkhususnya hutan dan juga dampak terhadap ekosistem yang ada disekitarnya. Jarimah illegal logging termasuk menyimpan dan menjualnya dihukum dengan ta‟zir dikarenakan tidak terdapat aturan dalam Al-Qur‟an.
56
4) Ta‟zir diberikan karena apabila jarimah menyimpan kayu hasil ilegal loging dikategorikan sebagai sebuah pencurian maka, hukumanya adalah potong tangan. Sedangkan, jika kasus yang ditimpa H, Mahmudi bahwa hukuman ditentukan pemerintah dengan maka hukumanya adalah ditentukan oleh hakim.
B. SARAN
Dalam penelitian ini banyak menemukan kekurangan baik karena keterbatasan penulis, adaupun kendala-kendala non teknis. Penulis ingin memberi saran, antara lain sebagai berikut:
1. Terhadap masyarakat, bahwa tindak pidana illegal logging tidak hanya dapat di hukum dalam proses pengadilan akan tetapi dapat memberikan dampak yang sangat besar untuk lingkungan atau dapat membuat bencana serta ekosistem di dalamnya akan hancur. Untuk mencegah dan
menanggulangi terjadinya tindak pidana
khususnya tindak pidana illegal logging yang terjadi saat ini seharusnya pemerintah memberikan pendidikan kepada masyarakat terhadap tindakan penebanagan liar atau (illegal logging) sehingga masyarakat paham akan dampak dari tindakan pengrusakan alam/hutan.
2. Penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging harus tegas dalam memustukan karena memiliki dampak yang sangat panjang terhadap perbuatan tersebut. Dan penegak hukum tidak pandang bulu dalam mengadili tindak pidana tersebut.
3. Bahwa dalam tindakan tersebut perlu adanya bantuan dari semua elemen dalam sehingga akademi atau mahasiswa di pandang perlu untuk dapat memberikan pengetahuan, pendidikan serta teguran jika terdapat perbuatan tindak pidana tersebut.
57