• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: KHAIRAN ABDUL MAHMUD NIM PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Oleh: KHAIRAN ABDUL MAHMUD NIM PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)ASPEK HUKUM TERHADAP PEMBELIAN KAYU DARI HASIL PENEBANGAN LIAR (Illegal Logging) (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Bangkalan Nomor 252/Pid.B/2013/PN.Bkl). Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H). Oleh: KHAIRAN ABDUL MAHMUD NIM 11150450000045. PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1443 H/ 2021 M.

(2) ASPEK HUKUM TERHADAP PEMBELIAN KAYU DARI HASIL PENEBANGAN LIAR (Illegal Logging) (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Bangkalan Nomor 252/Pid.B/2013/PN.Bkl) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: Khairan Abdul Mahmud NIM : 11150450000045. Dosen Pembimbing :. Ali Mansur, M.A NIP : 197605062014111002. PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1443 H/ 2021 M. I.

(3)

(4) LEMBAR PERNYATAAN. Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Strata-1 (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.. Jakarta, 30 September 2021. Khairan Abdul Mahmud 11150450000045. IV.

(5) ABSTRAK Khairan abdul Mahmud. (11150450000045). “Aspek Hukum Terhadap Pembelian Kayu Dari Hasil Penebangan Liar (Illegal Logging) (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Bangkalan Nomor 252/Pid.B/2013/PN.Bkl)”. program studi hukum pidana islam (Jainayah), Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayutullah Jakarta, Tahun 2021 M/ 1442 H. 59 halaman + lampiran. Skripsi ini bertujuan menjelaskan secara merinci mengenai sanksi tindak pidana pembelian kayu hasil illegal logging, penerapan hukum positif dan hukum islam, pertimbangan hakim dan menganalisa putusan pengadilan nomor 252/Pid.B/2013/PN.Bkl. yang dilakukan oleh saudara H. Mahmudi dan dinyatakan secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana ilegal loging dengan memenuhi unsur dalam pasal 50 ayat (3) huruf f, menerima sanksi pidana penjara selama 5. bulan dan denda sejumlah Rp. 500.000 dengan ketentuan. subsider 2 bulan masa kurungan Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif-empiris, jenis penelitian library research dengan melakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan sumber lain yang berkaitan dengan objek kajian. Setelah data diperoleh, penulis menganalisa secara kualitatif dari data yang di peroleh terhadap objek kajian (putusan nomor 252/Pid.B/2013/PN.Bkl). Hasil dari penelitian ini adalah menjawab mengenai putusan tindak pidana pembelian hasil penebangan liar ( illegal logging) melalui peraturan perundangundangan, dan analisa penulis terhadap putusan nomor 252/Pid.B/2013/PN.Bkl. Kata kunci. : sanksi pidana, penebangan liar ( illegal logging).. Pembimbing. : Ali Mansur, M.A. Daftar pustaka : 1974 s/d 2014. V.

(6) KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr.Wb Segala Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan. rahmat,. taufiq. dan. hidayahnya,. sehingga. penulis. dapat. menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah membawa risalah untuk semua umat khususnya kepada umat islam. Skripsi ini yang berjudul “ASPEK HUKUM TERHADAP PEMBELIAN KAYU DARI HASIL PENEBANGAN LIAR (Illegal Logging) (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Bangkalan Nomor 252/Pid.B/2013/PN.Bkl)” disusun sebagai salah satau syarat akademis untuk menyelesaikan program strata satu di fakultas syariah dan hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat keilmuan khususnya di fakultas syariah dan hukum program studi hukum pidana islam (Jinayah). Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan yang penulis miliki, akan tetapi karena dukungan dan bimbingan serta doa dari orang-orang sekeliling penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini.. Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas bimbingan, masukan, saran dan dukungannya baik moril maupun materil kepada pihak-pihak yang turut memberikan sumbangsihnya dan membantu memberikan pengaruh positif selama masa perkuliahan ini. Terima kasih sebesarbesarnya kepada: 1. Kedua orang tua penulis, Bapak Kamanjono B.AC Ibu Alvira Harun B.AC yang selalu berjuang keras dalam memberikan support baik moril maupun materil, memberikan semangat serta tak lupa mendoakan penulis dalam setiap shalatnya agar penulis mampu menyelesaikan kuliah stara satu ini. Semoga kedua orang tua penulias di berikan umur yang panjang, murah rezeki dan diberikan kesehatan oleh Allah SWT serta kebahagiaan dunia dan akhirat.. VI.

(7) 2. Kepada Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, L.c.,M.A., selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta periode 20192023. 3. Kepada Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H.,M.A.,M.H selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Kepada Bapak H. Qosim Arsadani, M.A selaku Ketua Program Studi Hukum Pidana Islam Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta. Yang mana selalu mendorong penulis dengan nasihat, motivasi dan bantuannyalah penulis selalu semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. 5. Kepada Bapak M. Mujibur Rohman, M.A selaku Sekertaris Program Studi Hukum Pidana Islam Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta. Yang telah banyak membantu penulis untuk melengkapi berbagai. macam. keperluan. berkas-berkas. persyaratan. untuk. untuk. menyelesaikan skripsi ini. 6. Kepada Bapak Ali Mansur, M.A selaku Dosen Pembimbing yang selalu meluangkan waktu membantu dengan memberi masukan, nasihat dan saran yang tak kenal lelah dalam proses penyusunan tulisan ini dari awal hingga akhir, hingga dapat terselesaikan seperti sekarang ini. 7. Kepada Kakak kandung penulis Ilvia Rahmi AK.Bid, Siti Fitriani S.E serta Adik kandung penulis Laili Hadayani yag selalu menasihati dan mensupport penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 8. Keluarga Besar Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, segenap dosen, karyawan dan staff yang telah banyak membantu baik langsung maupun secara tidak langsung dengan menyediakan fasilitas-fasilitas belajar yang baik dan profesional. 9. Keluarga Besar Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (DEMA-F) dan Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Hukum Pidana Islam Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.. VII.

(8) 10. Para guru-guru yang telah memberi arahan, support, dan motivasi kepada penulis sehingga bisa terselesaikannya tugas akhir ini. 11. Kepada Saudara Ihsan Harivy Addas S.H, Moch. Khoeru Ilham Rosadi S.H, Luthfi Ardianysah S.H, Mardani S.H, Sofia azmi S.H, Halimah Nurmayanti S.H, Syifa Ulkhair S.H, Onggi Sigma Utara S.H, Moh. Andi Aprianto S.H yang banyak sekali membantu dalam proses penulisan skripsi dan yang selama merupakan teman. bertukar pikiran dan teman. berdiskusi penulis dalam. pergaulan sehari-hari. 12. Kepada Lintasan Kalam (LinK) keluarga kecil yang banyak cerita didalamnya. 13. Kepada HMI Komisariat Fakultas Syariah dan Hukum (KOMFAKSY) Cab. Ciputat yang telah memberikan banyak pembelajaran serta Pengalaman dalam berorganisasi. 14. Kepada Lembaga Pariwisata dan Pecinta Alam Mahasiswa Islam (LEPPAMI) Cab. Ciputat tempat memberikan pembelajaran dalam pengetahuan dalam bidang pencinta alam. 15. Kepada Himpunan Mahasiswa Tangerang (HIMATA) Jakarta Raya keluarga baru saat mengerjakan skripsi dan memimpin organisasi. Terakhir, penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga pada pihak-pihak yang tentunya tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu yang turut andil dalam mendukung dan men-support secara lahir maupun batin. Semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian semua. Aamiin. Wassalamualaikum Wr.Wb Ciputat, 30 September 2021. Khairan Abdul Mahmud. VIII.

(9) DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. I LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .............................. III LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………………… IV ABSTRAK ......................................................................................................... V KATA PENGANTAR ....................................................................................... VI DAFTAR ISI ....................................................................................................... IX BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1. B. Identifikasi Masalah ........................................................................ 6. C. Pembatasan Masalah ....................................................................... 6. D. Perumusan Masalah ........................................................................ 7. E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................... 7. 1. Tujuan Penelitian ...................................................................... 7. 2. Manfaat Penelitian .................................................................... 7. F. Studi Review Terdahulu .................................................................. 8. G. Metode Penelitian................................................................................. 1. Pendekatan Penelitian ............................................................... 8. 2. Jenis Penelitian .......................................................................... 8. 3. Teknik dan Sumber Pengumpulan Data .................................... 9. 4. Teknik Analisis Data ................................................................ 10 H. Sistematika Penulisan .................................................................... 10 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING A. Tindak Pidana................................................................................. 12 1. Pengertian Tindak Pidana ........................................................ 12. IX.

(10) 2. Sanksi Tindak Pidana .............................................................. 14 3. Unsur – Unsur Tindak Pidana .................................................. 15 4. Klasifikasi Tindak Pidana ........................................................ 16 5. Teori Pemidanaan..................................................................... 18 B. Illegal Logging dalam Hukum Pidana ........................................... 21 1. Pengertian Illegal Logging ....................................................... 21 2. Dasar Hukum Illegal Logging dan Sanksi Bagi Pelakunya ..... 22 C. Illegal Logging Dalam Hukum Pidana Islam................................. 1. Pengertian Illegal Logging Dalam Hukum Pidana Islam ........ 24 2. Dasar Hukum dan Sanksi Illegal Logging Dalam Hukum Pidana Islam .................................................... 25 BAB III TINDAK PIDANA PEMBELIAN HASIL ILLEGAL LOGGING A. Dasar Hukum Pembelian Hasil Penebangan Liar (Illegal Logging) 30 B. Sanksi Bagi Pelaku Pembelian Hasil Penebangan Liar (Illegal Logging) ............................................................................ 34 BAB IV ANALISIS ASPEK HUKUM DAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN HUKUMAN PADA PUTUSAN NOMOR 252/PID.B/2013/PN/BKL TENTANG PEMBELIAN KAYU DARI HASIL TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING A. Penerapan hukum pada perkara ..................................................... 38 B. Pandangan hukum islam dan hukum positif .................................. 46 C. Pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan .......................... 51 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................... 55 B. Saran .............................................................................................. 56 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 57 LAMPIRAN.................................................................................................................... 60. X.

(11) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah lingkungan semakin lama semakin memperihatinkan, meluas, dan serius. Ibarat bola salju yang menggelinding, semakin lama semakin besar. Persoalanya bukan hanya bersifat lokal atau translokal, tetapi regional, nasional, trans-nasional, dan global. Dampak-dampak yang terjadi terhadap lingkungan tidak hanya berkait pada satu atau dua segi saja, tetapi kait mengait sesuai dengan sifat lingkungan yang memiliki multi mata rantai relasi yang saling mempengaruhi secara subsistem. Apabila satu aspek dari lingkungan terkena masalah, maka berbagai aspek lainnya akan mengalami dampak atau akibat pula.1 Masalah lingkungan tidak lagi dapat dikatakan sebagai masalah yang semata-mata bersifat alami, karena manusia memberikan faktor penyebab yang sangat signifikan secara variabel bagi peristiwa-peristiwa lingkungan. Oleh karena itu, persoalan-persoalan lingkungan hidup merupakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Dengan kata lain lingkungan hidup tidak terlepas dari kehidupan manusia. Manusia mencari makan dan minum serta memenuhi kebutuhan lainnya dari ketersediaan atau sumber-sumber yang diberikan oleh lingkungan hidup dan kekayaan alam sebagai sumber pertama dan terpenting bagi pemenuhan berbagai kebutuhannya. Dari lingkungan hidup, manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan bisa memperoleh daya atau tenaga. Manusia memperoleh kebutuhan pokok atau primer, kebutuhan sekunder atau bahkan memenuhi lebih dari kebutuhannya sendiri berupa hasrat atau keinginan. Sehingga dapat di pahami bahwa manusia dan. makhluk. hidup. lainya. tidak. 1. bias. hidup. kesendiria.2. N. H. T. Siahaan , Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, (jakarta: Erlangga, 2004), h., 1. 2 N. H. T. Siahaan , Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, h., 4.. 1.

(12) 2. Penggunaan istilah “lingkungan” sering kali di gunakan secara bergantian dengan istilah “lingkungan hidup”. Lingkungan hidup juga memiliki makna yang berbeda dengan ekologi, ekosistem, dan daya dukung lingkungan. Di dalam pasal 1 ayat 1 undang – undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (UUPPLH) lingkungan hidup diartikan sebagai : “Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang memengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.” Dalam pengertian diatas memiliki cakupan yang luas dan tidak terbatas seperti yang dipahami selama ini. Lingkungan hidup meliputi seluruh ruang udara, air, darat dan sumber daya yang terkandung di dalamnya, baik benda berwujud maupun tidak terwujud, baik benda mati maupun benda hidup dinataranya tumbuhan seperti pepohonan, hewan dan manusia. Lingkungan hidup disebut juga dengan lingkungan hidup manusia (human environment). Dari definisi-definisi diatas, maka pengertian lingkungan hidup itu dapat dirangkum dalam suatu rangkaian unsur-unsur sebagai berikut: 1. Semua benda, berupa manusia, hewan, tumbuhan, organisme, tanah, air, udara, rumah, sampah, mobil, angin, dan lain-lain. Keseluruhan yang disebutkan ini digolongkan sebagai materi. Sedangkan satuan-satuannya disebut sebagai komponen; 2. Daya, disebut juga dengan Energi; 3. Keadaan, disebut juga kondisi atau situasi; 4. Perilaku atau tabiat; 5. Ruang, yaitu wadah berbagai komponen berada; 6. Proses interaksi, disebut juga saling mempengaruhi, atau biasa pula disebut dengan jaringan kehidupan. Sehingga lingkungan hidup disebut juga dengan lingkungan hidup manusia (human environment)..

(13) 3. Sumber daya alam dapat dibedakan atas sumber daya alam hayati dan sumber daya alam nonhayati. Sumber daya alam memberikan banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Oleh karena sumber daya alam sangat penting bagi kelangsungan. perikehidupan. atau. peradaban. manusia,. maka. manusia. berkewajiban untuk mempertahankan ketersediaan sumber-sumber daya alam itu secara terus-menerus melalui suatu pengelolaan. Sehingga Ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur pengelolaan termasuk di dalamnya perlindungan terhadap sumber daya alam dapat ditemui pada beberapa peraturan perundang-undangan. Hal tersebut dijelaskan didalam Q.s. Ar-Ruum (41): 30: َّ َ َ َ ْ َّ َ َ ُ َ َ ُ َ َّ ْ ْ ‫َظ َه َر ال َف َس ُاد فى الْ َبر َو ْال َب ْحر ب َما ك َس َب ْت ا‬ ‫اس ِل ُي ِذ ْيق ُه ْم َبعض ال ِذ ْي ع ِمل ْوا لعل ُه ْم َي ْر ِجع ْون‬ ‫الن‬ ‫ى‬ ‫د‬ ‫ي‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ Terjemah Kemenag 2019 41. Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Hutan sebagai salah satu karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa, merupakan sumber daya alam yang memiliki aneka ragam kandungan dan kekayaan alam yang sangat bermanfaat dan berharga bagi manusia, baik manfaat ekologi (ilmu tentang struktur dan fungsi dari pada alam mencakup semua mahluk hidup).3 Sosial budaya, maupun ekonomi. Sebagai bentuk perwujudan rasa syukur terhadap karunianya maka hutan harus dijaga dan dimanfaatkan secara optimal dengan mempertimbangkan kecukupan luas daerah kawasan hutan dalam daerah aliran sungai, pulau atau provinsi serta keserasian manfaat secara froporsional sesuai sifat, karakteristik dan kerentanan perananya sebagai penyerasi keseimbangan lingkungan hidup dunia.4. 3. Ninik Suparni, Pelestarian, Pengelolaan, dan Peneggakan Hukum lingkungan (Jakarta: Sinar Grafika, 1994). h., 1-5. 4 Ahmad Redi,Hukum Sumber daya Alam Dalam Sektor Kehutanan,(Jakarta Timur: Sinar Grapika, 2014). h., 170-171..

(14) 4. Hutan merupakan sumber daya alam yang memiliki nilai yang strategis dalam pembangunan bangsa dan negara, keterlibatan negara dalam penataan dan pembinaan serta pengurusannya sangat dibutuhkan. Karena hal ini telah ditetapkan sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteran rakyat.5 Dalam Undang-undang nomor 41 tahum 1999 merumuskan pengertian hutan sebagai berikut: “Hutan ialah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang di dominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat di pisahkan”. Indonesia merupakan salah satu dari beberapa negara tropis yang memiliki hutan terluas di dunia, yang memiliki potensi dan sumberdaya alam yang luar biasa. Jadi untuk menjaga dan melindungi ekosistem alam dan sumberdaya alam tersebut Pemerintah menetapkan suatu landasan hukum yang dapat menampung persoalan secara menyeluruh. Pemanfaatan hutan merupakan sebuah kegiatan yang berkaitan langsung dengan penggunaan hutan sebagai aset yang dapat dipergunakan atau diambil oleh orang perseorangan maupun berkelompok dalam masyarakat, yang tentunya pemanfaatan hutan juga harus menjaga kelestarian hutan dengan cara tidak merusaknya, serta tidak dibenarkan melakukanya secara illegal (tidak sah), melainkan harus sesuai dengan izin dari pejabat yang berwenang.6 Menurut Supriadi, kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia hampir dapat dipastikan 70 sampai 80 % merupakan akibat perbuatan manusia. Faktanya saat ini hampir diseluruh belahan bumi ini pernah terjadi bencana alam, bencana. 5. Supriadi, Hukum Kehutanan dan Hukum Perkebunan di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grapika, 2011). h., 17-18. 6 Anggota IKAPI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan tentang Kehutanan dan Illegal Logging,( Bandung, Nuansa Aulia, 2008.). h., 208-209..

(15) 5. itu sendiri dapat terjadi karena proses alam yang berasal dari perut bumi dan dapat pula terjadi karena sikap manusia yang merusak hutan.7 Sehingga menurut penulis, Saat ini kawasan hutan sangat terancam keberadaan dan kelestarianya akibat penebangan liar yang semakin hari semakin meningkat dan penebangan liar juga telah merambah pada jantung-jantung hutan seperti hutan lindung dan hutan konservasi. maraknya penebangan liar ini semakin parah terjadi karena tidak ada kesungguhan dan keberanian Pemerintah untuk menindak lanjuti dan mengungkap secara terbuka mereka-mereka yang terlibat. Tindak pidana penebangan liar (illegal logging) ini pada akhirnya akan membawa dampak buruk, karena telah merusak lingkungan hidup dan ekositem alam yang mengakibatkan terjadinya bencana banjir, tanah longsor, kekeringan sumber air dan tingginya polusi udara yang semakin hari semakin buruk.8 Tidak hanya manusia yang menerima dampak buruk dari pratik illegal logging yang juga merasakan dampak terburuknya ialah flora dan fauna, tidak heran kalau saat ini banyak hewan-hewan yang mulai turun kekawasan pemukiman masyarakat, hal ini terjadi karena mereka tidak lagi memiliki tempat tinggal yang cocok untuk habitat mereka. Mereka juga kekurangan makanan sehingga banyak dari mereka yang menyerang perkebunan dan lahan pertanian, yang kemudian memicu seringnya terjadi konflik satwa liar dengan manusia, serta mengancam kehidupan manusia dan kepunahan dari berbagai jenis satwa. Penerapan pada kasus tindak pidana penebanagan liar (illegal logging) di desa Prancak, Kec. Sepuluh, Kab. Bangkalan merupakan bukan tokoh utama yang melakukanya tindakan tersebut melainkan seseorang yang membeli kayu dengan proses yang tidal legal atau tidak resmi ini yang berasal dari hutan kalimantan. Pada. kasus ini dalam putusan nomor 252/Pid.B/2013/PN.Bkl. bahwa hakim. hanya memberikan sanksi sebeserat penjara 5 bulan dan denda Rp 500.000 dan. 7. Supriadi, Hukum Kehutanan dan Hukumperkebunan di Indonesia, h., 264. Sadikin Djajaperjunda, Edje Djamhuri, Hutan dan Kehutanan Indonesia Dari Masa ke Masa,( Bogor: Ipb Press). h., 26-30. 8.

(16) 6. Subsider 2 bulan. Sehingga penulis ingin mengetahui sebab hakim dalam memutuskan perkara tersubut sehingga penulis tertarik untuk meneliti terkait kasus ini yang penulis beri judul: “ASPEK HUKUM TERHADAP PEMBELIAN KAYU DARI HASIL PENEBANGAN LIAR (Illegal Logging) Studi. Kasus. Putusan. Pengadilan. Negeri. Bangkalan. Nomor. (252/Pid.B/2013/PN.Bkl)”. A. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka terdapat beberapa masalah yang teridentifikasi, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Pengelolaan pemeliharaan hutan; 2. Partisipasi masyarakat dalam pencegahan penebangan liar 3. Tindak pidana penebangan hutan secara liar 4. Peran dan partisipasi pemerintah dalam menjaga hutan 5. Sanksi pidana terhadap pelaku dan pembeli hasil penebangan liar. 6. Aspek hukum praktik penebangan liar (illegal logging).. B. Pembatasan Masalah Merasa perlu untuk memberi batasan agar masalah tidak melebar. Batasan masalah dalam penelitian ini difokuskan pada pembahasan faktor-faktor dalam melakukan tindak pidana illegal logging, bagaimana pertimbangan Majelis Hakim dalam menentukan sanksi bagi para pelaku tindak pidana penebangan hutan (illegal logging). Selain itu, bagaimana Majelis Hakim dalam menerapankan hukum pada pelaku tindak pidana baik secara teoritis, Undang-Undang dan KUHP. C. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis perlu merumuskan masalah sebagai berikut:.

(17) 7. 1. Apa faktor - faktor penyebab terjadinya pembelian kayu hasil penebangan liar (illegal logging)? 2. Bagaimana pandangan hukum islam dan hukum positif terhadap pembelian kayu hasil penebangan liar (illegal logging)? 3. Bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan nomor 252/Pid.B/2013/PN.Bkl?. D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Adapun tujuan penelitian ini sebagaimana berikut : 1. Untuk menjelaskan tentang faktor – faktor tindak pidana penabangan liar (illegal logging). 2. Untuk mengetahui pandangan hukum islam dan hukum positif terhadap pembelian kayu hasil penebangan liar (illegal logging). 3. Untuk mengetahui pertimbangan-pertimbangan hakim dalam memutuskan pada perkara 252/Pid.B/2013/PN.Bkl. 2. Adapun manfaat penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis adalah dapat menambah keilmuan dan pengetahuan tentang tindak pidana penebanagan liar (illegal logging), hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi kalangan pelajar, mahasiswa dan akademisi lainnya. 2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan berguna bagi kalangan pelajar, mahasiswa dan akademisi lainnya. Manfaat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada penegak hukum dalam penerapan hukum tentang penebangan liar (illegal logging). Dan dapat menjaga dan melestarikan lingkungan hidup guna kehidupan yang nyaman.. E. Studi Review Terdahulu Mendukung penelaahan yang lebih komprehensif penulis melakukan kajian awal terhadap literatur pustaka atau karya-karya yang mempunyai relevansi terhadap topik yang akan di teliti. Telaah pustaka yang telah dilakukan oleh.

(18) 8. penulis adalah dari berbagai karya ilmiah selain berbentuk buku juga berbentuk jurnal, dan skripsi-skripsi yang sudah ada. Berikut pemaparannya: 1. Fathin Teguh Saputra, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakart, Tahun 2017. Judul skripsi “Penerapan Hukum Pidana Serta Fiqih Lingkungan Terhadap Pelaku Penebangan Liar Yang Bermukim Di Sekitar Kawasan Hutan Mlik Negara (perkara no: 2615 K/ Pid.Sus/2015)”. Dalam skripsi tersebut menjelaskan pelaku tindak pidana penebangan liar di kawan hutan yang tempat tinggalnya dalam kawan hutan milik negara. Sedangkan dalam skripsi yang penulis pakai bahwa orang yang melakukan diluar dari kawan hutan negara serta bukan pelaku utama. 2. Zahrotun Nazia, Fakultas Hukum Universitas Jember, Tahun 2013, Judul “Kajian Yuridis Mengenai Illegal Logging Di Kawasan Hutan (Studi Kasus Illegal Logging Di Balai Taman Nasional Meru Betiri Kabupaten Jember)”. Dalam skripsi tersebut menjelaskan dari awal mula penebangan liar (illegal logging) ini di Taman Nasional Meru Betiri di jember serta membahas perekonomian di sekitanya serta penanggulangan terhadap masyarakat di sekitanya, sedangkan yang penulis jelaskan mengenai sanksi terhadap pembelian kayu yang berasal dari hutan tanpa di lengkapi surat. Dilihat dalam undang- undang nomor 41 tahun 1999. 3. Helena Verawati Manalu, Fakultas Hukum Universitas Lampung, tahun 2016, berjudul “Peran Polisi Kehutanan Dalam Menanggulangi Tindak Pidana ILLEGAL LOGGING Di Kawasan Hutan Provinsi Lampung”. Dalam skripsi tersebut membahas mengenai peran seorang polisi hutan dalam pencegahan penebangan liar serta penindakan terhadap pelaku penebangan liar sedang dalam skripsi yang penulis tulis ini membahas hanya membahas tindakan dan sanksi yang di berikan hakim terhadap penebangan liar serta pandangan hukum Islam..

(19) 9. F. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang di gunakan dalam penelitian ini secara normatifempiris. Sehingga metode ini bermaksud untuk memperoleh gambaran yang baik dan jelas agar dapat memberikan data yang sesuai dengan objek yang diteliti penulis. Dalam metode ini penulis menggambarkan pengaturan penerapan hukuman tindak pidana hasil hutan yang tidak sah berdsarkan undang-undang no. 41 tahun 1999 tentang kehutanan. metode yang diperoleh di perpustakaan dengan menganalisa teori-teori melalui pengumpulan sumber-sumber yang berterkait dengan aspek materi yang di teliti serta mengkaji pendapat-pendapat para ahli yang terdapat di dalam buku, undang-undang yang terkait, KUHP, kitab-kitab fiqh atau buku-buku yang berkaitan dengan materi ini. Ditinjau dari sudut metodologi penelitian hukum pada umumnya, studi ini merupakan studi hukum (positif) dengan penelitian hukum normatif. Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum normatif ialah suatu penyelidikan ilmiah dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder semata.9 Peter Mahmud Marzuki mengemukakan bahwa di dalam penelitian hukum terdapat sejumlah pendekatan, yakni (a) pendekatan Undang-Undang (Statute Approach), (b) Pendekatan Kasus (Case Approach), Pendekatan Historis (Historical Approach), Pendekatan Komperatif (Comparative Approach), dan Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach).10 2. Jenis Penelitian Sebuah penelitian dapat di klasifikasi dari berbagai cara atau sudut Pandang, yaitu terdapat dua metode yang digunakan dalam sebuah penelitian, yaitu yang pertama adalah metode penelitian kualitatif, yang kedua adalah metode. 9. Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajawali, 1998), h., 5. 10 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2008), h., 93..

(20) 10. penelitian kuantitatif. Pada penelitian skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Dimana dalam metode ini mempunyai karakter deskriptif analisis untuk memberi gambaran mengenai tindak pidana penebangan liar (illegal logging) dengan perfektif hukum pidana positif dan hukum pidana islam. Dalam penelitian kualitatif. Menurut Neong Muhajir, diterapkan model logika reflektif yang didalamnya proses berfikir membuat abstraksi dan proses berfikir membuat penjabaran berlangsung cepat.11. 3. Teknik dan Sumber Pengumpulan Data Adapun pengumpulan data dalam penelitian ini, menggunakan teknik studi dokumenter yaitu dari data penting yang berupa surat atau keterangan-keterangan penting. Bahan yang digunakan berupa bahan hukum primer yakni UndangUndang dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan terutama putusan. Adapun bahan sekunder yaitu berupa kajian, analisis, dan hasil penelitian tentang undangundang yang terkait. Pustaka hukum yang digunakan adalah melakukan penelaahan dan mempelajari karya-karya ilmiah tentang teori dan doktrin hukum positif maupun hukum Islam dari buku-buku, artikel, majalah-majalah internet (website) atau sumber lain yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Adapun langkah-langkah pengumpulan data melalui teknik studi dokumenter tersebut adalah pertama, menelaah bahan pustaka, baik yang ibersifat primer maupun sekunder, menyangkut permasalahan isu lingkungan, isu hukum pidana positif, isu hukum pidana Islam dan isu Undang-Undang kehutanan. Kedua, menyusun sari pati makna dari informasi-informasi dalam bahan pustaka tersebut. Ketiga, merekonstruksi sari pati makna tersebut dalam format tulisan sesuai dengan kerangka pembahasan.. 11. Neong Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Pendekatan Positivistik, Fenomenologik, dan Realisme Metafiik, Telaah Studi Teks dan Peneletian Agama, (Yogyakarta: Raka Saran, 1996), h., 6..

(21) 11. 4. Teknik Analisis Data Dalam penelitian kualitatif, model penyajian yang khas adalah dalam bentuk teks naratif.12 Menurut Burhan Bungin, analisis ini merupakan teknik yang bersisi ganda; ia digunakan pada, baik teknik kuantitatif maupun teknik kualitatif, tergantung pada sisi nama peneliti memanfaatkannya.13 Dalam menganalisis data hasil penelitian, penulis menggunakan pendekatan kualitatif yaitu dengan menggunakan proses deduktif. Data yang dianalisa yaitu bahan-bahan yang diperoleh dari sumber buku-buku, artikel, internet, Al-Qur‟an dan Hadist dan bahan informasi lainnya. G. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah memahami isi skripsi dan mencapai sasaran seperti yang diharapkan, maka penulis membagi isi skripsi ini kedalam lima bab yang masing-masing bab terdiri dari sub bab. Secara teknis penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017”. Adapun sistematika pembahasannya sebagai berikut: Bab Pertama, penulis menguraikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab Kedua, penulis menguraikan tentang pengertian tindak pidana, sanksi tindak pidana, jenis-jenis tindak pidana. unsur-unsur tindak pidana, klasifikasi tindak pidana, teori pemidanaan, pengertian illegal logging dalam hukum pidana positif. 12. Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif: Buku sumber tentang Metode-metode baru, terj.Tjetjep Rohendi Rohidi, (Jakarta: UI Press, 1992), h., 137. 13 Burhan Bungin, “Content Analisis dan Focus Group Discussion dalam penelitian sosial.” Dalam Burhan Bungin, (e.d), Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualitas Metodologis ke Arah Ragam Varian Konteporer, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h., 174..

(22) 12. dan Islam, dasar hukum positif dan Islam illegal logging dan sanksi bagi pelakunya, studi review terdahulu. Bab Ketiga, penulis menguraikan tentang dasar hukum tentang pembelian hasil illegal logging, sanksi bagi pelaku pembelian hasil illegal logging. Bab Keempat, penulis menguraikan tentang Penerapan hukum pada perkara, Pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan, Penjatuhan hukuman dalam putusan no. 252/pid.b/2013/pn.bkl. Bab Kelima, penulis menguraikan tentang penutup yang merupakan hasil akhir meliputi kesimpulan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan. Kemudian pada penutup ini penulis juga memberikan saran-saran sesuai dengan pokok permasalahan yang penulis kaji..

(23) BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PIDANA ILLEGAL LOGGING A. Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak Pidana atau dalam Bahasa Belanda disebut strafbaar feit terkadang juga disebut delictvyang berasal dari bahasa latin delictum. Hukum pidana negaranegara Anglo-Saxon memakai istilah Offence atau criminal act untuk maksud yang sama.. 14. meskipun pembentuk Undang-undang Indonesia menggunakan. perkataan strafbar feit untuk menyebutnya yang kenal sebagai “tindak pidana” di dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tanpa memberikan penjelasan mengenai apa yang sebenarnya dimaksud dengan perkataan strafbarfeit tersebut.15 Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Perbuatan pidana juga bisa dikatakan bahwa perbuatan yang oleh suatu aliran dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam waktu itu diingat bahwa larangan ditunjukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditunjukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.. 16. dalam penulisan ini penulis menggunakan istilah “Tindak Pidana” karena lebih umum dan serasi dengan tema penelitian Ilegal loging. Dalam buku dasar-dasar hukum pidana di Indonesia, Drs. P.A.F Lamintang S.H dan Fracisius Theojunior Lamintang menuliskan bahwa terjadi perbedaan pendapat terkait apa sebenernya yang di maksud dengan strafbaar feit.. 14. Andi Hamzah,” Asas-asas Hukum Pidana”, (Jakarta, Rineka Cipta, 2008) h. 94 Lamintang, Franciscus Laminating, “dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia, (Jakarta; Sinar Grafika, 2014) h. 79 16 Andi Hamzah, Asas-asa Hukum Pidana” (Jakarta: Rineka Cipta, 2008) h. 94 15. 13.

(24) Hezebewinkel-Suringa misalnya, mereka telah membuat suatu rumusan yang bersifat umum dari strafbaar feit sebagai suatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat didalamnya.17 Menurut Pomps, tindak pidana secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib hukum yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan oleh pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku itu adalah penting demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminya kepentingan umum. 18 Hal diatas semakin menegaskan bahwa di masyarakat umum tentang pengertian tindak pidana memang sulit untuk dipahami. Sementara dalam berbagai. perundang-undangan. sendiri. digunakan. berbagai. istilah. untuk. menunujukan pada pengertian kata strafbaar feit istilah yang digunakan dalam undang-undang tersebut antara lain; 1) Peristiwa Pidana, istilah ini antara lain digunakan dalam undang-undang dasar sementara (UUD S) tahun 1950 Khususnya dalam pasal 14. 2) Perbuatan Pidana, istilah ini digunakan dalam undang-undang Nomor 1 tahun 1951 tentang tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan kekusasaan, dan acara pengadilan-pengadilan sipil. 3) Perbuatan-perbuatan yang dapat di hukum, istilah ini digunakan dalam Undang-Undang Darurat Nomor 2 Tahun 1951 tentang perubahan ordonantie Tijdelijke Byzondere Strafbapelingen. 4) Hal yang diancam dengan hukum. istilah ini digunakan dalam undang-undang darurat Nomor 16 Tahun 1951 tentang perselisihan peraturan perubahan. 5) Tindakan Pidana, istilah ini digunakan dalam berbagai undang-undang misalnya;. 17 18. Lamintang, Francicius Laminating, Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia, h. 180 Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi (Edisi kedua), (Jakarta; Sinar Grafika, 2008) Cet.. Ke-2, h. 6. 14.

(25) a. Undang-undang Darurat nomor 7 tahun 1953 tentang pemilihan umum b. Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1953 tentang pengusutan, penuntutan, dan peradilan tindak pidana Ekonomi. c. Penetapan presiden Nomor 4 Tahun 1953 tentang kewajiban kerja bakti dalam rangka pemasyarakatan bagi terpidana karena melakukan tindak pidana yang merupakan kejahatan Namun, menurut Tongat penggunaan berbagai istilah tersebut pada hakikatnya tidak menjadi persoalan sepanjang penggunaanya disesuaikan dengan konteks yang lain juga disebutkan istilah kejahatan untuk menunjukan maksud yang sama.19 2. Sanksi Pidana Sanksi. Pidana. (Strafsancie). merupakan. akibat. hukum. terhadap. pelanggaran ketentuan pidana yang berupa pidana dan/atau tindakan.20 Jadi, dalam sistem. yang. menganut. asas. praduga. tak. bersalah. (presumtion. of. innounsent),pidana sebagai reaksi atas delik yang berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik. 21 Dalam pasal 10 KUHP termaktub jenis-jenis sanksi pidana itu sendiri yaitu berupa pidana pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok meliputi: a. Pidana Mati b. Pidana penjara c. Pidana kurungan Sedangkan pidana tambahan terdiri dari; a. Pidana pencabutan hak-hak tertentu. 19. Ismu Gunadi & Junaedi Efendi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, (Jakarta; Prenadamedia Group, 2014), h. 36 20 Andi Hamzah, Teminologi Hukum Pidana, (Jakarta; Sinar Grafika, 2009) h. 138 21 Roslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, (Yogyakarta: Gajah Mada, 1974) h. 30. 15.

(26) b. Pidana perampasan barang-barang tertentu c. Pidana pengumuman keputusan hakim Jenis pidana ini juga berlaku bagi delik-delik diluar kodifikasi atau diluar KUHP kecuali Undang-Undang lain yang ditentukan berdasar pasal 103 KUHP. Sedangkan pidana tambahan meliputi pencabutan beberapa hak-hak tertetu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim. Namun menurut naskah rancangan KUHP baru (tim pengkajian bidang hukum pidana tahun 1982/1983) dirumuskan pembagian jenis pidana yaitu pidana pokok, pidana tambahan, dan pidana mati. Pidana pokok terdiri atas pidana penjara, pidana tertutup, pidana pengawasan, pidana denda, pidana kerja sosial. Pidana tambahan terdiri atas pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu dan/atau tagihan, pengumuman putusan hakim, pembayaran ganti kerugian, dan pemenuhan kewajiban adat. Sedangkan pidana mati merupakan pidana yang bersifat khusus. 3. Unsur-Unsur Tindak Pidana Menurut Prof. Moeljatno, setiap perbuatan pidana harus terdiri dari unsur lahiriyah (fakta) oleh perbuatan, mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan karenanya. Keduanya memunculkan kejadian dalam alam lahir (dunia). Disamping kelakuan dan akibat adanya perbuatan pidana, biasanya diperlukan juga adanya hal ihwal atau keadaan tertentu yang menyertai perbuatan. Unsur perbuatan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut. 22. 22. P.A.F Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, (Bandung: CV. Armico, 1984), Cet. Ke-I, h. 184. 16.

(27) 1) Unsur Subjektif Unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada diri pelaku atau yang berhubungan dengan diri pelaku termasuk yang terkandung dalam hatinya. Unsur subjektif dari tindak pidana terdiri dari; a. Kesengajaan atau kelalaian (Dolus atau culpa); b. Maksud dari suatu percobaan (Poging); c. Macam-macam Maksud (Oogmerk) d. Merencanakan terlebih dahulu e. Perasaan takut 2) Unsur Objektif Unsur Objektif adalah unsur yang ada hubunganya dengan keadaankeadaan ketika tindakan-tindakan dari pelaku itu dilakukan. Unsur objektif terdiri dari: a. Sifat melawan hukum b. Kualitas dari pelaku; Kualitas, yaitu hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat. 23 Maka dari itu dalam setiap aturan pidana harus memenuhi unsur-unsur yang disebut diatas. Apabila melihat ke dalam undang-undang, maka akan mengetahui bahwa undang-undang sendiri telah memberikan suatu penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan perkataan-perkataan “maksud” (Oogmerk), “menguasai” (Zich Toeeigenen atau melawan hukum (wederrechdelict).24 4. Klasifikasi Tindak Pidana Para guru besar membuat suatu pembagian dari tindakan-tindakan melawan hukum itu kedalam dua macam; Onrecht, yaitu yang mereka sebut crimineel Onrecht dan dalam pelanggarannya yang mereka sebut policie Onrecht.. 23 24. P.A.F Lamintang, Hukum Panitensier Indonesia,... h. 184 Lamintang Franciscus Laminating, Dasar-Dasar Hukum ..., h. 205. 17.

(28) Crimineel Onrech adalah setiap tindakan melawan hukum yang menurut sifatnya adalah bertentangan dengan rechcode atau “tertib hukum” dalam arti yang lebih luas dari pada sekedar kepentingan-kepentingan dan yang dimaksud politie onrecht itu adalah bertentangan dengan “kepentingan-kepentingan yang terdapat dalam masyarakat”. 25. Tindak pidana dapat dibedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu; 26 a. Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan (midriven) dimuat dalam buku II dan pelanggaran (Overtredingen) dimuat dalam buku III. Dicoba membedakan bahwa kejahatan merupakan rechdelict atau delik hukum dan pelanggaran merupakan wetsdelicht atau delik undang-undang. Delik hukum ini adalah pelanggaran hukum yang dirasakan melanggar apa yang telah ditetukan oleh undang-undang, misalnya saja keharusan untuk mempunyai SIM bagi pengendara motor. b. Menurut cara merumuskanya, dibedakan antara tindak pidana formil (formeel delicten) dan tindak pidana materil (materiel delicten). c. Berdasarkan bentuk kesalahan, dibedakan antara tindak pidana sengaja (Doleus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (Culpose delicten) d. Berdasarkan macam-macam perbuatanya, dapat dibedakan antara tindak pidana aktif/positif dapat juga disebut tindak pidana komisi (delicta Commissionis) dan tindak pasif/negatif, disebut tindak pidana omisi (delicta omision) e. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, maka dapat dibedakan antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau berlangsung lama/berlangsung terus.. 25. Lamintang, Francisius Laminating, Dasar-dasar Hukum..., h. 208 Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2002, Cet. 1) h. 117-119 26. 18.

(29) f. Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana khusus. g. Dilihat dari sudut subjeknya, dapat dibedakan antara tindak pidana Communua (Delicta Communia, yang dapat dilakukan oleh siapa saja), dan tindak pidana proporia, dapat dilakukan hanya oleh orang memiliki kualitas pribadi tertentu. h. Berdaarkan perlu tidaknya pengaduan dalam penuntutan, maka dibedakan antara tindak pidana biasa dan tindak pidana aduan i. Berdasarkan berat ringanya pidana yang diancamkan, maka dapat dibedakan antara tindak pidana bentuk pokok, tindak pidana yang diberatkan dan tindak pidana yang diperingan j. Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak pidana tidak terbatas macamnya bergantung dari kepentingan hukum yang dilindungi, seperti tindak terhadap nyawa dan tubuh, terhadap harta benda, tindak pidana pemalsuan, tindak pidana nama baik, terhadap kesusilaan dan lain sebagainya. k. Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan, dibedakan anara tindak pidana tunggal (Enkelvoudige delicten) dan tindak pidana berangkai (Samengestelde delicten).. 5. Teori Pemidanaan Menurut Sudarto, pengertian pidana ialah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syaratsyarat tertentu. Pidan mengandung unsur-unsur dan ciri-ciri sebagai berikut:27 a. Pada dasarnya pidana merupakan suatu penderitaan atau nestapa atau akibatakibat dan pengenaan yang tidak disengaja. b. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh orang yang berwenang),. 27. Bambang Waluyo, pidana dan Pemidanaan, (Jakarta; Sinar Grafika, 2004) h. 135-137. 19.

(30) c. Pidana diberikan terhadap orang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang. d. Pidana merupakan kata-kata pencelaan oleh Negara atas diri seseorang karena telah melanggar hukum. Berdasar unsur diatas, dapat diartikan bahwa penjatuhan pidana adalah suatu penderitaan yang diberikan terhadap orang yang melanggar suatu perbuatan yang telah dilarang dan dirumuskan oleh undang-undang. Penjatuhan pidana juga berhubungan dengan dtelsel pidana. Stelsel pidana berisi tentang jenis pidana, cara penjatuhan pidana, begitu pula mengenai pengurangan, penambahan, dan pengecualian penjatuhan pidana. Stelsel Pidana Indonesia diatur dalam buku I KUHP dalam bab 2 dari pasal 10 sampai dengan 43. Menurut Stelsel KUHP, pidana dibedakan menjadi dua kelompok, antara pidana poko dan pidana tambahan, Pidana pokok terdiri dari; pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, pidana tutupan. Sedangkan pidana tambahan terdiri dari; pidana pemcabutan hak-hak tertentu, pidana perampasan barang-barang tertentu, pidana pengumuman keputusan hakim. Stelsel pidana Indonesia berdasarkan KUHP telah mengelompokan jenisjenis pidana kedalam pidana pokok dan pidana tambahan. Adapun perbedaan antara jenis pidana pokok dan jenis pidana tambahan ialah sebagai berikut; a. Penjatuhan salah satu jenis pidana pokok memiliki sifat keharusan, sedangkan penjatuhan pidana tambahan memiliki sifat fakulatif. b. Penjatuhan jenis pidana pokok tidak harus dengan adanya penjatuhan pidana tambahan (berdiri sendiri), sedangkan menjatuhkan jenis pidana tambahan tidak boleh tidak ada penjatuhan pokok. c. Jenis pidana pokok yang dijatuhkan, apabila telah mempunyai kekuatan hukum tetap diperlukan suatu tindakan pelaksanaan.. 20.

(31) Teori pemidanaan pada umumnya dibagi ke dalam dua kelomok teori,28 yaitu; a. Teori Absolut atau teori pemidanaan (retributive/vergeldings theorieen) Menurut teori ini, pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana. Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang lain yang melakukan kejahatan. Setiap kejahatan harus diikuti dengan pidana, tidak oleh tidak tanpa toleransi. Tidak melihat akibat-akibat apapun yang mungkin terjadi dari dijatuhkanya pidana. Teori absolut di kenal pada akhir abad ke-18 dengan pengikut Immanuel kant, Hegel, Herbert, dan Stahl. Imanuel Kant memandang pidana sebagai “kategorische Imperatieft” yakni; seseorang harus dipidana oleh hakim karena ia telah melakukan kejahatan. Pidana merupakan suatu alat untuk mencapai suatu tujuan, melainkan mencerminkan keadilan (Uiddruking van de gerechtigheid).29 Tokoh lain penganut teori absolt adalah Hegel yang berpendapat bahwa pidana merupakan keharusan logis sebagai konskuensi dari adanya kejahatan. Karena kejahatan adalah pengingkaran terhadap ketertiban hukum negara yang merupakan “Negation der Negation” (peniadaan atau pengingkaran terhadap pengingkaran).30 Menurut Johannes, tujuan utama dari pidana menurut teori absolut adalah untuk memuaskan tuntutan keadilan. Johanes Andes mengemukakan bahwa penebusan tidak sama dengan pembalasan dendam. Pembalasan dendam atau revenge merupakan suatu pembalasan yang berusaha memuaskan hasrat balas dendam dari sebagian korban. Sedangkan penebusan atau retribution tidak. 28. Muladi dan Barda Nawawi Arief, teori-teori dan kebijakan Pidana, (Bandung: PT. Alumni, 2010), Cet.4, h. 10 29 Muladi dan Barda Nawai Arief, Teori-teori dan..., h. 11 30 Muladi dan Barda Nawai Arief, Teori-teori dan..., h. 12. 21.

(32) berusaha menenangkan atau menghilangkan emosi-emosi dari para korban tetapi lebih bertujuan untuk memuaskan tuntutan keadian.31 b. Relative Theory atau teori absulut (Utilitarian/doel theorieen) Teori relative bertujuan untuk berusaha untuk mencegah kesalahan pada masa mendatang, dengan perkataan lain, pidana merupakan sarana untuk mencegah kejahatan, oleh karena itu juga sering disebut teori previsi, yang dapat kita tinjau dari dua segi, yaitu previsi umum dan previsi khusus. Dengan dijatuhkanya sanksi pidana diharapkan penjahat potensial mengurungkan niatnya, kaarena adanya perasaan takut akan akibat yang dilihatnya, jadi ditujukan kepada masyarakat pada umumnya. Sedangka previsi khusus ditujukan kepada pelaku agar tidak mengulangi perbuatan jahatnya.32 Teori Menurut teori ini memidana bukanlah untuk memuaskan tuntutan absolut dari keadilan. Menurut J. Andrnaes, teori ini disebut sebagai “teori perlindungan masyarakat” (theori of social defence.33 Teori ini lebih tepat dinamakan teori reduktif karena dasar pembenaran pidana menurut teori ini adalah untuk mengurangi frekuensi kejahatan. Tujuan pemidanaan dalam KUHP tidak dirumuskan secara eksplisit, namun dalam R-KUHP tujuan pemidananaan baik besifat pembalasan maupun pencegahan dirumuskan secara detail. Tujuan penjegahan secara jelas tertulis dalam pasal 51 ayat (1) hurf a dan b yang inti dari isinya yaitu pemidanaan bertujuan mencegah dilakukan tindak pidana dengan menegakan norma hukum demi pengayoman masyarakat.34. 31. Muladi dan Barda Nawai Arief, Teori-teori dan..., h. 11 Bismar Siregar, tentang pemberian pidana, simposium pembaharuan hukum pidana Nasional, BPHN Dep. Kehakiman, 1980 33 Muladi dan Barda Nawai Arief, Teori-teori dan..., h. 20 34 Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2006), h. 144 32. 22.

(33) Pemidanaan ditetapkan sebagai usaha untuk mengubah sikap dan perilaku agar tidak mengulangi kejahatanya. Sedangkan menurut Andi Hamzah, sepanjang sejarah tujuan dari pidana yaitu ada empat bagian, yaitu: Pembalasan (revenge), Seseorang yang telah menyebabkan kerusakan dan malapetaka pada orang lain, menurut alasan ini wajib menderita seperti yang b). ditimpakan kepada orang lain. a) Penghapusan dosa (Ekspiantion), konsep ini berasal dari pemikiran yang bersifat religius yang bersumber dari Allah. b) Menjerakan c) Memperbaiki si pelaku tindak kejahatan (Rehabilition of the criminsl).. B. Illegal Logging Dalam Hukum Pidana 1. Pengertian Illegal Logging Illegal logging merupakan istilah yuridis, biasa disebut dengan kejahatan terhadap hutan melalui dari kejahatan penebangan hutan secara liar, pencurian hasil hutan, penjarahan dan perbuatan-perbuatan lainya yang bersifat merusak kelestarian dalam hutan itu sendiri maupun lingkungan masyarakat secara global.35 Illegal Logging adalah salah satu bentuk perbuatan pidana. Hal ini dikarenakan bersifat melawan hukum dan dapat dicela.36 Bersifat melawan hukum artinya suatu perbuatan yang memenuhi semua unsur delik tertulis dan juga bersifat melawan hukum, namun tidak dapat dipidana jika tidak dapat dicela pelakunya. Illegal logging merupakan perbuatan pidana yang memiliki lingkup pengertian yang luas dalam kejahatan kehutanan. Dalam hal ini termasuk tindakan atau perbuatan perusak terhadap lingkungan pasal 1 ayat 914) UU No. 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan menjelaskan sebagai berikut; “Hidup,. 35 36. Skipsi J.E Sahetapy, Hukum Pidana (Yogyakarta:Liberty 2005),h. 27. 23.

(34) dikatakan. bahwa. perusakan. lingkungan. hidup. adalah. tindakan. yang. menimbulkan, perbuatan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan”. Bentuk perusakan yang dimaksud seperti illegal logging dimana cakupanya bisa berupa penerbangan liar, pencurian hasil hutan negara, pengangkutan hasil hutan negara tidak disertai dengan surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH), jual beli hasil hutan dalam hal ini adalah kayu tanpa dokumen yang sah. 2. Dasar Hukum Illegal Logging dan Sanksi Bagi Pelakunya Undang-Undang No 23 Tahun 1997 telah mengatur mengenai ketentuan pidana bagi siapa saja yang mengganggu kelesterian lingkungan hidup, misalnya dalam pasal 41 ayat (1) UU No. 23 Tahun 1997 terdapat beberapa unsur tindak pidana yang termasuk kategori perbuatan pidana yaitu; a. Barang Siapa b. Secara Melawan Hukum c. Mengakibatkan pencemaran d. Atau perusakan lingkungan hidup Apabila unsur-unsur tersebut terpenuhi, maka kepada pelaku dapat di hukum dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 500 juta. Sedangkan unsur-unsur tindak pidana dalam pasal 42 ayat 91) UU No 23 Tahun 1997 yaitu; a. Barang siapa‟ b. Karena Alpa c. Mengakibatkan pencemaran d. Perusakan lingkungan hidup. 24.

(35) Apabila unsur tersebut terpenuhi, maka kepada pelaku dapat di hukum dengan penjara paling lama 3 tahun dan dengan paling banyak Rp 100 juta. Dalam tindak pidana illegal logging yang termasuk dalam kategori kejahatan di dalam pasal 50 UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan pasal 18 ayat (10, (2), (3) No. 28 Tahun 1985, terdapat empat macam hukuman yang diatur dalam pasal 27 No 4 Tahun 1999 dan pasal 18 PP No 28 tahun 1985 yaitu: hukuman penjara, hukuman kurungan, hukuman denda dan perampasan benda yang digunakan untuk melakukan pidana. Menurut G.P Hoefnagels, sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arif, upaya penanggulanngan kejahatan hutan dapat ditempuh dengan beberapa hal yakni penerapan hukum pidana (criminal law application). Penegakan tanpa pidana (prevention without punishment) dan dengan cara mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media masa (influencing views at society on crime and punisment mass media). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penanggulangan kejahatan dapat ditempuh melalui upaya preventif, yaitu tindakan yang berupa pencegahan dan upaya represif yaitu berupa penumpasan atau penindakan sesudah kejahatan terjadi. Dalam hal penanggulangan kejahatan melalui upaya represif in, lebih menitikberatkan pada peneggakan hukum atau penerapan hukumnya, yaitu penerapan hukum pidana.37 Dalam menegakan hukum Formil diperlukan juga hukum materil. Hukum acara pidana menurut menteri kehakiman bertujuan untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materil. Adalah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapa pelaku yang dapat di dakwan melakukan suatu pelanggaran hukum dan. 37. Barda Nawawi Arif, Bunga Rampai kebijakan Hukum Pidana , (Bandung:Citra Aditya Bakti, 1994) h. 42. 25.

(36) selakjutnya meminta pemerikasaan dan putusan pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.38 C. Illegal Logging dalam Hukum Pidana Islam Prespektif hukum Islam illegal logging dapat dikategorikan sebagai kejahatan. Kejahatan dalam hukum pidana islam disebut dengan istilah jarimah yang ditafsirkan menurut „Abdul Qodir Audah sebagai suatu larangan-larangan syara‟ yang diancam oleh Allah dengan had at-ta’zir.. 39. perbuatan tersebut ada. kalanya berupa mengerjakan perbuatan dilarang atau meninggalkan perbuatan yang diperintahkan. Dalam pengertian lain disebutkan bahwa kejahatan sebagai perbuatan atau tindakan anti sosial yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan di dalam masyarakat, negara harus menjatuhkan sanksi kepada pelaku kejahatan. 40 Suatu perbuatan dipandang jarimah dan pelakunya dapat diminta pertanggungjawaban pidana apabila telah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: pertama, unsur formil yaitu adanya nas atau peraturan perundang-undangan yang menunjukan larangan terhadap suatu perbuatan yang diancam dengan hukuman. Kedua, unsur materil yaitu adanya perbutan melawan hukum baik perbuatan nyata atau sikap tidak berbuat. Ketiga, unsur moril, yakni pelaku adalah orang-orang mukalaf, berakal, bebas berkehendak dalam arti mukalaf terlepas dari unsur paksaan dan dalam kesadaran penuh. 41 Sedangkan mengenai akibat hukuman dari pencurian atau perampokan sayid sabiq dalam bukunya fiqhus sunnah menerangkan bahwa hukuman dari. 38. Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika) h. 81 „Abdul Qodir Audah, Tasyri Al-Jina’i, h. 66 40 Hanafi Ahmad, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Yogyakarta: 2005) h 12 41 Abdul Qodir Audah, Tasyri al-jina’ih. H 111 39. 26.

(37) perampokan atau pencurian adalah dibunuh, disalib, dipotong tangan dan kaki mereka berselang-seling, diusir dari negerinya42 Pada dasarnya hukum diciptakan dan diundangkan memiliki tujuan untuk merealisasikan kemaslahatan umum, memberikan manfaat dan menghindari kemadaratan bagi manusia. Hakekat atau tujuan awal pemberlakuan syaráh adalah untuk mewujudkan kemaslahatan manusia. Kemaslahatan itu dapat terwujud jika lima unsur pokok dapat diwujudkan dan dipelihara. 43 Dalam merealisasikan kemaslahatan tersebut berdasarkan pendapat ahli ushul Fiqih terdapat lima unsur pokok yang harus dipelihara dan disujudkan. Kelima unsur itu adalah agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Seorang mukalaf akan memperoleh kemaslahatan ketika ia dapat memelihara kelima aspek tersebut, sebaliknya ia akan merasakan adanya mafsadat manakala ia tidak memeliharanya dengan baik. 44 2. Dasar Hukum dan Sanksi Illegal Logging Dalam Hukum Pidana Islam Bentuk kejahatan Illegal Logging belum ada dalam Nash, sehingga masuk kategori jarimah ta’zir. Hukuman ta’zir adalah hukuman yang bentuk dan ukuranya tidak ditentukan syara‟memasrahkan kepada kebijakan Negara untuk hukuman yang menurutnya sesuai dengan kejahatan yang dilakukan dan memberi efek jera, dengan memperhatikan dan mempertimbangkan keadaan individu yang bersangkutan. Hukuman ta’zir diberlakukan terhadap setiap bentuk kejahatan yang tidak ada ancaman hukuman had dan kewajiban membayar kifarat didalamnya, baik apakah kejahatan itu berupa tindakan pelanggaran terhadap hak. 42. Sayid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Terj. Muzakir A. S (Bandung: Al – Maa’rif, 1987), IX:177-181 43 Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqoshid Syariah menurut Asyatibi (jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996) h. 71 44 Fathurahman Djamil, Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Logios Wacana Ilmu, 1997) h. 125. 27.

(38) Allah SWT maupun pelanggaran terhadap hak individu atau manusia.45 Dalam Al-Qur‟an di jelaskan: ُ َّ َ ً ُ ُ ْ ُ ْ ُ َ َ ْ ُ ْ َ ْ ُ ْ َ َ َ ُ َ َ َّ َّ َ ْ ُ َّ ً َ َ ُ َ َ َ ْ َ ْ ُ ْ َ ْ ُ َ َّ ُ ‫ۗواتقوا‬ ‫ا ِحل لكم صيد البح ِر وطعامه متاعا لكم و ِللسيار ِةۚوح ِرم عليكم صيد الب ِر ما دمتم حرما‬ َّ ‫ه‬ َ َ ُْ َ َ ‫اّٰلل ال ِذ ْي ِال ْي ِه تحش ُر ْون‬ Terjemah Kemenag 2019 96. Dihalalkan bagi kamu hewan buruan laut228) dan makanan (yang berasal dari) laut sebagai kesenangan bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) hewan buruan darat selama kamu dalam keadaan ihram. Bertakwalah kepada Allah yang hanya kepada-Nya kamu akan dikumpulkan. 228) Termasuk dalam pengertian laut di sini adalah sungai, danau, kolam, dan sebagainya. Dalam syara’ tidak ditentukan macam hukuman untuk setiap jarimah ta’zir tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman dari yang ringan sampai yang berat. Hukuman Ta‟zir dibagi menjadi 5 (lima) macam, diantaranya sebagai berikut: a. Hukuman mati Dalam hukuman ta’zir bertujuan untuk mendidik. Sebagian besara fuqoha memberi pengecualian dari aturan umum tersebut. Yaitu diperbolehkan dijatuhkan hukuman mati sebagai hukuman ta’zir, apabila kemaslahatan umum menghendaki demikian atau kerusakan yang diakibatkan oleh pelaku tidak bisa ditolak kecuali. 45. Whbah Az-zuhaili, fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 7, (Jakarta: Gema Insani, 2011) h.. 259. 28.

(39) dengan jalan membunuhnya, seperti; hukuman mati kepada mata-mata, penyeru bidáh (pembuat fitnah) dan residivis yang berbahaya.46 b. Hukuman jilid (cambuk) Hukuman jilid (cambuk) merupakan hukuman pokok dalam syariat Islam. Dalam jarimah hudud hanya ada beberapa jarimah yang dikenakan hukuman jilid seperti; zina, qodzaf, dan minum khamr. Jarimah ta’zir bisa diterapkan dalam berbagai jarimah. c. Hukuman penjara Dalam syariat Islam Hukuman penjara dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu; 1) Hukuman penjara terbatas adalah hukuman penjara yang lama waktunya dibatasi secara tegas. Hukuman penjara diterapkan untuk jarimah penghinaan, penjualan khamr, pemakan riba, melanggar kehormatan bulan suci ramadhan dengan terbuka pada siang hari tanpa ada halangan, mencaci antara dua orang yang berperkara di depan sidang pengadilan, dan saksi palsu. 2) Penjara tidak terbatas adalah hukuman penjara yang tidak dibatasi waktunya, melainkan berulang terus sampai orang terhukum meninggal dunia atau sampai ia bertaubat. Dalam istilah lain, disebut hukuman penjara seumur hidup. d. Pengasingan Hukuman pengasingan termasuk hukuman had yang diterapkan untuk pelaku tindak pidana hirabah (perampokan). Meskipun hukunan pengasingan merupakan hukuman had, namun didalam praktiknya, hukuman tersebut diterapkan juga sebagai hukuman ta’zir. diantara jarimah ta’zir yang dikenakan. 46. Abdul Qodir Audah, Tasyri Al jinai Al- Islami Muqoronan fil Qonunil Wadíy, Jilid II, Terjemahan Tsalisah, Ensiklopedia Hukum Pidan Islam (Bogor:PT. Karisma Ilmu, 2007) h. 87. 29.

(40) hukuman pengasingan adalah orang yang berperilaku makhannats (waria), yang pernah dilakukan oleh Nabi dengan mengasingkan keluar madinah. e. Hukuman Denda Dalam hukum islam Fukaha telah bersepakat untuk menghukum sebagian tindak pidana ta’zir dengan denda. Sebagian fukaha yang membolehkan adanya hukuman denda sebagai hukuman umum menerapkanya dengan syarat-syarat tertentu. Diantaranya; hukuman denda harus bersifat ancaman, yaitu dengan cara menarik uang terpidana dan menahanya sampai keadaan pelaku menjadi baik. Fukaha pendukung hukuman denda sebagai hukuman yang bersifat umum menetapkan bahwa hukuman denda hanya dapat dijadikan pada tindak pidana ringan.. 30.

(41) BAB III TINDAK PIDANA PENGUASAAN HASIL ILEGAL LOGING A. Dasar Hukum Pembelian Hasil Penebangan Liar (Illegal Logging) Illegal Logging atau biasa di kenal dengan pembalakan liar merupakan kegiatan perusakan hutan yang sudah ada sejak zaman dahulu. Undang-undang dan peraturan yang berkaitan dengan hal tersebut adalah Undang-Undang No.18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan Perusakan Hutan yang merupakan perubahan atas Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan. Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dijelaskan apa arti dari perusakan hutan yang berbunyi “perusakan hutan adalah proses, cara atau perbuatan merusak hutan melalui kegiatan pembalakan liar, penggunaan kawasan hutan tanpa izin atau penggunaan izin yang bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian izin di dalam kawasan hutan tanpa izin atau penggunaan izin yang bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian izin dalam hutan yang di tetapkan, yang telah ditujuk, ataupun yang sedang diproses penetapanya oleh pemerintah”. Pada pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa segala sesuatu yang dilakukan secara ilegal baik dapat berimbas kepada keadaan hutan sekarang atau kedepanya dapat dikategorikan pada kegiatan perusakan hutan. Karena kejahatan menyangkut kehutanan sudah dianggap mulai berkembang dari tahun ke tahun. Maka dengan ini perlu adanya pembaruan dari undang-undang tersebut. Berikut adalah peraturan yang mengatur tentang kehutanan di Indonesia Peraturan perundang-undangan N0. 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan kerusakan hutan. Undang-undang ini telah menjelaskan terkait pencegahan dan perusakan hutan adalah segala upaya yang dilakukan untuk menghilangkan kesempatan terjadinya perusakan hutan. Sedangkan peberantasan perusakan hutan adalah segala upaya yang dilakukan untuk menindak secara. 31.

(42) hukum terhadap pelaku perusakan hutan baik langsung, tidak langsung maupun yang terkait lainya.47 Undang-undang. No.. 18. Tahun. 2013. tentang. pencegahan. dan. pemberantasan perusakan berisi tentang perkara perusakan hutan harus didahului dari perkara lain untuk diajukan ke sidang pengadilan guna penyelesaian cepat. Dalam pasal 29 diatur juga bahwa selain penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia, PPNS diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam kitab undang-undang Acara Pidana (KUHAP). Pejabat penyidik pegawai negeri sipil, adalah pejabat pegawai negeri sipil yang oleh undangundang diberi wewenang khusus dalam penyidikan di bidang kehutanan dan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.48 Tindak pidana terhadap kehutanan merupakan tindak pidana khusus yang diatur dengang ketentuan pidana. Ada dua kriteria yang dapat menunjukan hukum pidana khusus itu, yaitu pertama, orang-orangnya atau subyeknya khusus maksudnya adalah subjek atau pelakunya yang khusus seperti hukum pidana militer yang hanya untuk golongan militer. Kedua, hukum pidana yang perbuatanya yang khusus maksudnya adalah perbuatan pidana yang dilakukan khusus dalam bidang tertentu seperti hukum fiskal yang hanya untuk delik-delik fiskal. Kejahatan illegal logging merupakan tindak pidana khusus yang dalam kategori hukum pidana yang perbuatanya khusus, yaitu delik-delik kehutanan yang menyangkut pengelolaan hasil kayu. Pada dasarnya kejahatan illegal logging secara umum kaitanya dengan unsur-unsur tindak pidana umum dalam KUHP, dapat dikelompokan dalam beberapa bentuk kejahatan secara umum, yaitu.49. 47. Irwan, Efektivitas penyelesaian perkara Tindak Pidana Kehutanan di Kantor Kejaksaan Negeri Sinjai, UMM Vol. 1 h. 51 48 Irwan, Efektivitas Penyelesaian Perkara..., h. 52 49 Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, BP UNDIP, Semarang, 1995, h 45. 38.

(43) 1. Pengerusakan Pengerusakan sebaagaimana diatur dalam pasal 406 sampai dengan pasal 412 KUHP terbatas hanya mengatur tentang pengrusakan barang dalam arti barang-barang biasa dimiliki orang (pasal 406 KUHP). Barang tersebut dapat berupa barang terangkat dan tidak terangkat. Namun barang-barang yang mempunyai fungsi sosial artinya dipergunakan untuk kepentingan umum diatur dalam pasal 408, akan tetapi terbatas pada barang-barang tertentu sebagaimana yang disebut dalam pasal tersebut tidak relevan untuk diterapkan pada kejahatan pengrusakan hutan. 2. Pencurian Pencurian menurut penjelasan pasal 362 KUHP mempunyai unsur: 1) Perbuatan mengambil, yaitu dengan maksud untuk dikuasai 2) Sesuatu barang, dalam hal ini barang berupa kayu yang ada waktu diambil tidak berada dalam penguasaan pelaku. 3) Sebagian atau seluruhnya milik orang lain, dalam hal ini hutan dapat merupakan hutan adat dan hutan hak yang termasuk dalam hutan negara maupun hutan Negara yang tidak dibebani 4) Dengan maksud ingin memiliki dengan melawan hokum. 3. Penyelundupan Sampai sekarang belum ada peraturan yang lex specialis mengatur tentang penyelundupan kayu, bahkan dalam KUHP yang merupakan ketentuan umum terhadap tindak pidana pun belum mengatur tentang penyelundupan. Selama ini kegiatan penyelundupan sering hanya dipersamakan dengan delik pencurian oleh karena memiliki persamaan unsur yaitu tanpa hak mengambil barang orang lain. 50 berdasarkan pemahaman tersebut, kegiatan penyelundupan kayu (peredaran kayu. 50. Mien Rukmini, Aspek Hukum Pidana dan Kriminologi (sebuah bungarampai), Alumni Bandung, 2009, h. 67. 38.

(44) secara ilegal) menjadi bagian dari kejahatan illegal logging dan merupakan perbuatan yang dapat dipidana. 4. Pemalsuan Pemalsuan surat diatur dalam pasal 263-276. Pemalsuan materi dan merek diatur dalam pasal 253-262, pemalsuan surat atau pembuatan surat palsu menurut pasal 263 KUHP adalah membuat surat yang isinya bukan semestinya atau membuat surat demikian rupa, sehingga menunjukan seperti aslinya. Surat dalam hal ini adalah yang dapat menerbitkan: suatu hal, suatu perjanjian, pembebasan utang dan surat yang dapat dipakai sebagai suatu keterangan perbuatan atau peristiwa. 5. Penggelapan Penggelapan dalan KUHP diatur dalam pasal 372 sampai dengan pasal 377. Dalam penjelasan 372 KUHP, penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian. Bedanya adalah bahwa pada pencurian barang yang dimiliki itu masih belum berada ditangan pencuri dan masih harus diambilnya sedang pada delik penggelapan barang sudah ada ditangan si pembuat. 6. Penadahan Healing atau persekongkolan atau penadahan diatur dalam pasal 480 KUHP. Lebih lanjut perbuatan itu dikategorikan menjadi perbuatan membeli, atau menyewa barang yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil dari kejahatan. Ancaman pidana dalam pasal 480 adalah pidana penjara paling lama 4(empat) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900 (sembilan ratus rupiah). Modus ini banyak dilakukan dalam transaksi perdagangan kayu ilegal baik di dalam maupun di luar negeri, bahkan terhadap kayu-kayu hasil illegal Logging yang nyata-nyata diketahui pelaku, baik penjual maupun pembeli. Modus ini juga diatur dalam pasal 50 ayat (3) huruf f Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999.. 38.

(45) Tindak pidana penadahan telah diatur dalam BAB XXX dari buku II KUHP sebagai tindak pidana penadahan, menurut Satochid Kartanegara, tindak pidana penadahan yang disebut juga dengan tindak pidana pemudahan, yakni karena perbuatan menadah telah mendorong orang lain untuk melakukan kejahatan-kejahatan yang mungkin saja tidak akan dilakukan seandainya tidak ada orang yang bersedia menerima hasil tersebut.51 Secara terminologi penadahan adalah suatu kata kajian atau sifat yang berasal dari kata tadah, yang mendapat awalan pe- dan akhiran –an kata penadahan sendiri adalah suatu kata kerja yaitu tadah yang menunjukan kejahtan itu sebagai subjek pelaku, dalam kamus.52 a. Tadah: Barang untuk menampung sesuatu b. Menadah: menerima barang yang jatuh atau dilemparkan c. Tukang tadah atau penadah: orang yang menerima barang gelap atau barang curian. d. Sedangkan berdasar pasal 480 KUHP arti penadah yaitu berbunyi dipidana dengan pidana penjara empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah: “Barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadai, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan suatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan”. B. Sanksi Bagi Pelaku Pembelian Hasil Illegal Logging Menurut R. Soesilo, elemen penting dari pasal tersebut adalah terdakwanya harus mengetahui dan patut dapat menyangka bahwa barang tersebut berasal dari kejahatan dari kejahatan. Disini terdakwa tidak perlu tahu. 51. P.A.F Lamintang, Dkk, Delik, Delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, Jakarta:Sinar Grafika, h. 362 52 P.A.F Lamintang, Dkk, Delik, Delik Khusus.., h. 363. 38.

(46) dengan pasti barang tersebut diperoleh dari kejahatan apa (pencurian, penggelapan, penipuan, atau yang lain) akan tetapi, sudah cukup apabila ia patut dapat menyangka bahwa barang itu barang “gelap” bukab barang “terang”. Untuk membuktikan elemen ini memang sukar, akan tetapi dalam praktiknya, biasanya dapat dilihat dari keadaan atau cara dibelinya barang itu, misalnya dibeli dibawah harga, dibeli diwaktu malam secara tersembunyi yang menuntut ukuran di tempat itu memang mencurigakan.53 Penjelasan pasal 480 KUHP dapat dilihat bahwa unsur-unsur tindak pidana penadahan terdiri atas:54 1. Unsur Subjektif, Yaitu: a. Yang ia ketahui (waarvan hij weet) b. Yang secara patut harus dapat ia duga (warn hij redelijkerwijsmoet vermoeden) 2. Unsur Objektif, Yaitu: a. Membeli (Kopen) b. Menyewa (buren) c. Menukar(Inruilen) d. Menggadai (ind pand nemen) e. Menerima sebagai hadiah atau pemberian (als geschenk aannemen) f. Didorong oleh maksud untuk memperoleh keuntungan (uit winstbejag) g. Menjual (verkopen) h. Menyewakan (verhuren) i. Menggadaikan (in pand geven) j. Mengangkut (vervoeren) k. Menyimpan (bewaren) l. Menyembunyikan (verbegen). 53 54. P.A.F Lamintang, Dkk, Delik, Delik Khusus..., h. 365 P.A.F Lamintang, Dkk, Delik Khsusus..., 364. 38.

(47) Penjabaran ke dalam unsur-unsur mengenai tindak pidana penadahan seperti yang diatur dalam pasal 480 angka 1 KUHP tersebut dapat diketahui bahwa unsur subjektif pertama dari tindak pidana penadahan adalah hij weet atau yang ia (pelaku) ketahui hal tersebut merukapan barang hasil tindak pidana pencurian. Dalam kasus pengangkutan hasil hutab tanpa adanya surat keterangan yang sahnya hasil hutan pelaku di pidana denngan pasal 83 UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, sebagai berikur; a. Memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkut, menguasai, dan atau memiliki hasil penebangan di kawasan hutan tanpa seizin sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 huruf d; b. Mengangkut, Menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 huruf e, dan/atau c. Memanfaatkan hasil hutan kayu yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar sebagaimana diatur dalam pasal 12 huruf h. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) . Dalam pasal. 12 huruf d undang-undang Nomor 18 tahun 2013 tentang. pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, dikatakan bahwa setiap orang dilarang. memuat. membongkar,. mengeuarkan,. dan/atau. memiliki. hasil. penebangan kawasan hutan tanpa izin. Saat ini Undang-undang pokok yang dipakai adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004. tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti. undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang perubahan atas undang-undang nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan menjadi Undang-undang. Di dalam undang-undang ini, tidak dirumuskan secara detail terkait penguasaan hasil illegal 38.

(48) logging. Namun, bersifat kegiatan penebangan hutan ilegal (pasal 50 ayat (3) huruf C), penguasaan pengangkutan kayu ilegal dan penjualan kayu ilegal. Undang-undang ini memuat sanksi pidana yang berat. Pelanggaran terhadap pasal 50 ayat (3) huruf e dan f ditentukan pada pasal 78 ayat(5) yaitu dikenakan sanksi berupa pidana berupa penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000. kemudian pelanggaran pasal 50 ayat (3) huruf h ditentukan dalam pasal 78 ayat (7) yaitu dikenakan sanksi pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.00 (sepuluh miliar).. 38.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kinetika adsorpsi gas benzena pada karbon aktif tempurung kelapa yang diaktivasi dengan NaCl dan karbon aktif

Tujuan dari permainan Find the pair adalah melatih kosentrasi dan daya ingat bagi yang memainkannya, tampilan permainan ini dibuat semenarik mungkin dengan adanya

Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau

Variable dalam penelitian ini adalah Strategi Coping stres adalah suatu cara individu mencoba dua yaitu Problem focused coping (coping yang berpusat pada

Pada saat kondisi beban terpasang, catat Vmaks dan Vmin pada gambar sinyal di CRO VDC CRO = Vmaks – ((Vmaks –

Pengambilan keputusan merupakan aktivitas manajemen berupa pemilihan tindakan dari sekumpulan alternatif yang telah dirumuskan sebelumnya untuk memecahkan suatu masalah atau

kosod dalam pemasangan struktur bangunan banyak ditemukan pada bangunan kuno pada masa Islam. Selain berbahan bata, bahan penyusun struktur berupa gabungan antara