• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN UMUM TENTANG PIDANA ILLEGAL LOGGING A. Tindak Pidana

5. Teori Pemidanaan

Menurut Sudarto, pengertian pidana ialah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Pidan mengandung unsur-unsur dan ciri-ciri sebagai berikut:27 a. Pada dasarnya pidana merupakan suatu penderitaan atau nestapa atau

akibat-akibat dan pengenaan yang tidak disengaja.

b. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh orang yang berwenang),

27 Bambang Waluyo, pidana dan Pemidanaan, (Jakarta; Sinar Grafika, 2004) h. 135-137

20

c. Pidana diberikan terhadap orang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang.

d. Pidana merupakan kata-kata pencelaan oleh Negara atas diri seseorang karena telah melanggar hukum.

Berdasar unsur diatas, dapat diartikan bahwa penjatuhan pidana adalah suatu penderitaan yang diberikan terhadap orang yang melanggar suatu perbuatan yang telah dilarang dan dirumuskan oleh undang-undang. Penjatuhan pidana juga berhubungan dengan dtelsel pidana. Stelsel pidana berisi tentang jenis pidana, cara penjatuhan pidana, begitu pula mengenai pengurangan, penambahan, dan pengecualian penjatuhan pidana. Stelsel Pidana Indonesia diatur dalam buku I KUHP dalam bab 2 dari pasal 10 sampai dengan 43.

Menurut Stelsel KUHP, pidana dibedakan menjadi dua kelompok, antara pidana poko dan pidana tambahan, Pidana pokok terdiri dari; pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, pidana tutupan. Sedangkan pidana tambahan terdiri dari; pidana pemcabutan hak-hak tertentu, pidana perampasan barang-barang tertentu, pidana pengumuman keputusan hakim.

Stelsel pidana Indonesia berdasarkan KUHP telah mengelompokan jenis-jenis pidana kedalam pidana pokok dan pidana tambahan. Adapun perbedaan antara jenis pidana pokok dan jenis pidana tambahan ialah sebagai berikut;

a. Penjatuhan salah satu jenis pidana pokok memiliki sifat keharusan, sedangkan penjatuhan pidana tambahan memiliki sifat fakulatif.

b. Penjatuhan jenis pidana pokok tidak harus dengan adanya penjatuhan pidana tambahan (berdiri sendiri), sedangkan menjatuhkan jenis pidana tambahan tidak boleh tidak ada penjatuhan pokok.

c. Jenis pidana pokok yang dijatuhkan, apabila telah mempunyai kekuatan hukum tetap diperlukan suatu tindakan pelaksanaan.

21

Teori pemidanaan pada umumnya dibagi ke dalam dua kelomok teori,28 yaitu;

a. Teori Absolut atau teori pemidanaan (retributive/vergeldings theorieen)

Menurut teori ini, pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana. Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang lain yang melakukan kejahatan. Setiap kejahatan harus diikuti dengan pidana, tidak oleh tidak tanpa toleransi. Tidak melihat akibat-akibat apapun yang mungkin terjadi dari dijatuhkanya pidana.

Teori absolut di kenal pada akhir abad ke-18 dengan pengikut Immanuel kant, Hegel, Herbert, dan Stahl. Imanuel Kant memandang pidana sebagai

“kategorische Imperatieft” yakni; seseorang harus dipidana oleh hakim karena ia telah melakukan kejahatan. Pidana merupakan suatu alat untuk mencapai suatu tujuan, melainkan mencerminkan keadilan (Uiddruking van de gerechtigheid).29 Tokoh lain penganut teori absolt adalah Hegel yang berpendapat bahwa pidana merupakan keharusan logis sebagai konskuensi dari adanya kejahatan. Karena kejahatan adalah pengingkaran terhadap ketertiban hukum negara yang merupakan “Negation der Negation” (peniadaan atau pengingkaran terhadap pengingkaran).30

Menurut Johannes, tujuan utama dari pidana menurut teori absolut adalah untuk memuaskan tuntutan keadilan. Johanes Andes mengemukakan bahwa penebusan tidak sama dengan pembalasan dendam. Pembalasan dendam atau revenge merupakan suatu pembalasan yang berusaha memuaskan hasrat balas dendam dari sebagian korban. Sedangkan penebusan atau retribution tidak

28 Muladi dan Barda Nawawi Arief, teori-teori dan kebijakan Pidana, (Bandung: PT.

Alumni, 2010), Cet.4, h. 10

29 Muladi dan Barda Nawai Arief, Teori-teori dan..., h. 11

30 Muladi dan Barda Nawai Arief, Teori-teori dan..., h. 12

22

berusaha menenangkan atau menghilangkan emosi-emosi dari para korban tetapi lebih bertujuan untuk memuaskan tuntutan keadian.31

b. Relative Theory atau teori absulut (Utilitarian/doel theorieen)

Teori relative bertujuan untuk berusaha untuk mencegah kesalahan pada masa mendatang, dengan perkataan lain, pidana merupakan sarana untuk mencegah kejahatan, oleh karena itu juga sering disebut teori previsi, yang dapat kita tinjau dari dua segi, yaitu previsi umum dan previsi khusus. Dengan dijatuhkanya sanksi pidana diharapkan penjahat potensial mengurungkan niatnya, kaarena adanya perasaan takut akan akibat yang dilihatnya, jadi ditujukan kepada masyarakat pada umumnya. Sedangka previsi khusus ditujukan kepada pelaku agar tidak mengulangi perbuatan jahatnya.32

Teori Menurut teori ini memidana bukanlah untuk memuaskan tuntutan absolut dari keadilan. Menurut J. Andrnaes, teori ini disebut sebagai “teori perlindungan masyarakat” (theori of social defence.33 Teori ini lebih tepat dinamakan teori reduktif karena dasar pembenaran pidana menurut teori ini adalah untuk mengurangi frekuensi kejahatan.

Tujuan pemidanaan dalam KUHP tidak dirumuskan secara eksplisit, namun dalam R-KUHP tujuan pemidananaan baik besifat pembalasan maupun pencegahan dirumuskan secara detail. Tujuan penjegahan secara jelas tertulis dalam pasal 51 ayat (1) hurf a dan b yang inti dari isinya yaitu pemidanaan bertujuan mencegah dilakukan tindak pidana dengan menegakan norma hukum demi pengayoman masyarakat.34

31 Muladi dan Barda Nawai Arief, Teori-teori dan..., h. 11

32 Bismar Siregar, tentang pemberian pidana, simposium pembaharuan hukum pidana Nasional, BPHN Dep. Kehakiman, 1980

33 Muladi dan Barda Nawai Arief, Teori-teori dan..., h. 20

34 Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2006), h. 144

23

Pemidanaan ditetapkan sebagai usaha untuk mengubah sikap dan perilaku agar tidak mengulangi kejahatanya. Sedangkan menurut Andi Hamzah, sepanjang sejarah tujuan dari pidana yaitu ada empat bagian, yaitu:

Pembalasan (revenge), Seseorang yang telah menyebabkan kerusakan dan malapetaka pada orang lain, menurut alasan ini wajib menderita seperti yang b).

ditimpakan kepada orang lain.

a) Penghapusan dosa (Ekspiantion), konsep ini berasal dari pemikiran yang bersifat religius yang bersumber dari Allah.

b) Menjerakan

c) Memperbaiki si pelaku tindak kejahatan (Rehabilition of the criminsl).

B. Illegal Logging Dalam Hukum Pidana 1. Pengertian Illegal Logging

Illegal logging merupakan istilah yuridis, biasa disebut dengan kejahatan terhadap hutan melalui dari kejahatan penebangan hutan secara liar, pencurian hasil hutan, penjarahan dan perbuatan-perbuatan lainya yang bersifat merusak kelestarian dalam hutan itu sendiri maupun lingkungan masyarakat secara global.35

Illegal Logging adalah salah satu bentuk perbuatan pidana. Hal ini dikarenakan bersifat melawan hukum dan dapat dicela.36 Bersifat melawan hukum artinya suatu perbuatan yang memenuhi semua unsur delik tertulis dan juga bersifat melawan hukum, namun tidak dapat dipidana jika tidak dapat dicela pelakunya. Illegal logging merupakan perbuatan pidana yang memiliki lingkup pengertian yang luas dalam kejahatan kehutanan. Dalam hal ini termasuk tindakan atau perbuatan perusak terhadap lingkungan pasal 1 ayat 914) UU No. 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan menjelaskan sebagai berikut; “Hidup,

35 Skipsi

36 J.E Sahetapy, Hukum Pidana (Yogyakarta:Liberty 2005),h. 27

24

dikatakan bahwa perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan, perbuatan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan”.

Bentuk perusakan yang dimaksud seperti illegal logging dimana cakupanya bisa berupa penerbangan liar, pencurian hasil hutan negara, pengangkutan hasil hutan negara tidak disertai dengan surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH), jual beli hasil hutan dalam hal ini adalah kayu tanpa dokumen yang sah.

Dokumen terkait