• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TAYUB DIMATA MASYARAKAT

A. Pandangan Tari Tayub Dari Agama

Sepanjang sejarah, seni di ciptakan salah satunya berdasarkan aspek religius, dalam rangka menjalankan unsur-unsur keagamaan dan kepercayaan para penganutnya. Kondisi manusia pada saat itu dalam keadaan tidak berdaya untuk menguraikan dinamika kehidupan. Seperti diketahui, seni pada saat itu merupakan sesuatu hal yang lain, sehingga memerlukan penafsiran yang beragam dari masyarakat pendukungnya.

Tingkatan suatu seni biasanya dilakukan oleh seorang kritikus yang mempunyai tingkatan menghargai yang cukup tinggi dan mempunyai pengetahuan yang cukup luas. Berbicara tentang kelestarian budaya, terutama dalam bidang seni yang terdiri dari berbagai jenis, sedangkan fungsi dari seni tersebut juga mempunyai arti tersendiri bagi jiwa yang menciptakan maupun bagi social masyarakat. Apabila dikatakan dengan jiwa

pribadi yang menciptakan atau para pelaku seni, tentunya seni dapat digunakan sebagai alat pemuas, di samping untuk pengembangan seni itu sendiri.

Setelah kedatangan orang Hindu, maka suku Jawa banyak yang memeluk agama Hindu, begitu juga dengan masuknya agama Budha, terbukti banyak didirikan candi-candi yang bersifat Hindu-Budha. Upacara selamatan dengan penggabungan unsur-unsur kepercayaan ini dipercaya merupakan sisa-sisa pengaruh kebudayaan Hindu-Budha. Begitu pula dengan kedatangan agama Islam, agama ini juga banyak di peluk oleh penduduk, namun demikian kepercayaan lama masih tetap di lestarikan. Dengan demikian cara hidup dalam pikiran orang Jawa adalah suatu konsep campuran yang disebut sebagai budaya Jawa.

Salah satu ciri masyarakat adalah berketuhanan dan menjadi manusia beragama. Agama merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kebudayaan. Kehidupan beragama di Desa Tlogoguwo berjalan dengan sangat baik. Masyarakat hidup berdanpingan antar sesama umat beragama. Kerukunan beragama ini dapat kita lihat pada kehidupan sehari-hari, pada saat perayaan hari-hari besar atau yang berhubungan dengan prosesi adat.

Penerapan konsep religi memang tidak dapat kita lupakan dalam pengkajian masalah kebudayaan. Sebagai suatu lembaga yang terpisah dari kehidupan budaya lain, agama nampaknya merupakan ide yang di masukkan dari luar unsur budaya tersebut.57 Definisi ini mengandung pembagian realitas antara unsur budaya dalam dimensi yang tidak dapat dilihat dengan mata. Artinya agama selalu terintegrasi dengan kehidupan kebudayaan.

Pandangan masyarakat Indonesia tentang hakikat agama memang beragam, hal itu sangat tergantung terhadap paham ajaran-ajaran yang di sampaikannya.

57

Michel R. Dove. 1995. Peranan Kebudayaan Tradisional Indonesia dalam Moderenisasi. Yogyakarta. Obor. hal. 12

Posisi sentral yang di tempati agama di antara lain nilai-nilai budaya Indonesia paling jelas nampak dalam Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai ciri fundamental masyarakat Indonesia. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, agama merupakan suatu konsep yang disediakan khusus bagi manusia yang progresif. Salah satu asumsi masyarakat Indonesia adalah bahwa agama dan pembangunan harus dapat berjalan dengan seiring. Seperti aspek budaya lainnya, agama dapat berubah menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru sepanjang zaman.

Penduduk di Desa Tlogogguwo, kehidupan religiusnya memang berjalan dengan baik. Diantara agama yang dianut oleh masyarakat antara lain adalah agama Islam yang merupakan agama mayoritas. Agama selain Islam yang berkembang di wilayah desa Tlogogguwo di antaranya Kristen, Katholik. Meskipun demikian, masyarakat desa Tlogogguwo juga masih ada yang menganut aliran Islam abangan dan aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan sekaligus menghormati tempat keramat dan arwah para leluhur, yang di manifestasikan melalui upacara-upacara adat, yang masih di pelihara oleh masyarakatnya.

Di antara pemeluk agama dan aliran kepercayaan tersebut, pada umumnya menjalankan ibadahnya dengan baik dan harmonis. Masyarakat di desa Tlogogguwo yang telah di sebutkan diatas, mayoritas adalah beragama islam, memang terlihat sangat taat dalam menjalankan ajaran agamanya. Pengaruh ajaran Islam ini, diserapi dengan baik. Yang di dalamnya mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakatnya. Di dalam setiap kegiatan yang penting, selalu ditandai dengan diadakannya upacara selamatan, meskipun dalam upacara selamatan tersebut, masih tampak pengaruh sisa-sisa kepercayaan tradisional, walaupun doa-doa diucapkan adalah doa-doa dalam ajaran Islam.

Konsep budaya Jawa pada dasarnya berpijak pada kosmologi Jawa. Kosmologi Jawa bersifat horizontal, maksudnya menghubungkan suatu konsep budaya dengan alam sekitarnya. Alam semesta ini di pandang sebagai suatu wadah yang besar dan merupakan satu kesatuan serta keadaan tetap. Isi alam semesta ini terdiri dari dua kelompok elemen, yaitu yang nampak dan yang tidak nampak.

Kelompok elemen yang nampak seperti matahari, bulan, bintang, bumi beserta isinya, manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan segala benda lain. Sedangkan kelompok elemen yang tidak nampak berisi sesuatu yang bersifat gaib, terdiri dari berbagai mahkluk dan kekuatan yang tidak dapat dikuasai oleh manusia dengan cara-cara biasa seperti makhluk halus dan kekuatan sakti lainnya. Oleh karena itu, terhadap kelompok elemen yang bersifat gaib ini manusia dalam menghadapinya dengan berbagai macam perasaan yaitu: cinta, hormat, bakti, takut, dan lain sebagainya, ataupun dengan perasaan campuran. Perasaan-perasaan tadi mendorong manusia untuk melakukan suatu kegiatan yang bertujuan mencari hubungan dengan kelompok elemen gaib tersebut, agar hidupnya selamat, tentram, tidak ada gangguan, dengan jalan memberikan sesaji atau mengadakan selamatan. Selamatan merupakan upacara keagamaan yang paling umum di masyarakat, yang melambangkan kesatuan mistis dan sosial.58

Sistem kepercayaan tradisional, masih banyak dianut oleh masyarakat di desa Tlogogguwo. Bentuk dari kepercayaan tradisional terdiri dari berbagai macam, yang pada umumnya masih didasarkan pada kepercayaan mereka dengan alam lingkungan misalnya, upacara bersih desa (sedekah bumi), upacara mulai atau memetik hasil panenan, pergi ke makam-makam keramat desa dan lain sebagainya. Biasanya upacara taradisional yang dilakukan tersebut, dilakukan dengan

58

Clifford Grertz. 1889. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: Pustaka Jaya. hal. 13.

menampilkan salah satu kesenian tradisional yang masih tetap dilestariakan, diantaranya adalah pertunjukan seni tari tayub.

Setiap penyelenggaraan seni tari tayub, terdapat simbolisasi atau penggambaran yang secara filosofi sangat berkaitan dengan fenomena alam, misalnya ketika diadakan upacara bersih desa dan sekaligus ucapan syukur atas hasil panenan, di dalam seni tari tayub pun digambarkan adanya tarian yang menggambarkan adanya unsur kesuburan. Dengan demikian, diharapkan usaha pertanian yang selanjutnya akan dapat berhasil dengan baik, tanpa ada gangguan yang dapat mengakibatkan gagal panen.

Tradisi-tradisi yang ada dalam masyarakat selalu berlangsung dengan baik dan di harapkan tidak memberikan pengaruh yang negatif bagi pemeluk agama. Pada seni tari tayub tersebut juga menunjukkan adanya penyatuan unsur-unsur yang berbeda dalam masyarakat. Nilai budaya yang dimiliki sebagai manusia Jawa dan nilai-nilai religius sebagai manusia yang berketuhanan. Dengan demikian kehidupan religi pada masyarakat desa Tlogogguwo masih dipengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaan warisan leluhurnya.

Semua aktivitas manusia yang bersangkuatan dengan unsur religi berdasarkan atas getar jiwa, yang biasanya disebut emosi keagamaan ( religius emotion). Emosi keagamaan ini biasanya pernah dialami oleh setiap manusia, walaupun getaran emosi tersebut mungkin berlangsung sesaat saja. Emosi keagaman itulah yang akan mendorong orang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religi. Suatu sistem religi, dalam suatu kebudayaan selalu mempunyai ciri-ciri untuk sedapat mungkin memelihara emosi keagamaan di antara pengikut-pengikutnya. Dengan demikian emosi keagamaan merupakan unsur yang penting dalam suatu religi dan budaya.59

Agama dalam pandangan masyarakat umum, semata-mata merupakan gejala empiris dan sekuler. Agama adalah institusi yang khusus. Kekhususan ialah bahwa dalam agama, manusia memasalahkan hidupnya dalam dimensi yang tidak empiris. Pada tiap-tiap bangsa, terdapatlah suatu kesadaran akan adanya suatu tata abadi, yang menopang seluruh hidup manusia dari lahir sampai mati. Secara spontan manusia merasa bahwa dibalik kenyataan kongkret, termasuk masyarakat, masih ada realitas lain atau dimensi lain, yang tidak terjangkau oleh kategori-kategori ilmu pengetahuan yang positif.60

Agar keberadaan seni yang ada di Indonesia tetap ada tidak punah, maka harus di dukung dari berbagai golongan, salah satunya adalah dari golongan agama. Setiap agamawan dituntut untuk lebih arif dalam melihat persoalan budaya khususnya seni, misalnya dalam seni tari tayub, di dalam tari tayub terjadi suatu proses mengibing, padahal dalam ajaran agama islam hal itu diharamkan. Seorang agamawan dari Jawa Timur mengatakan, agamawan sekarang jauh berbeda dengan para wali dulu dalam berdakwah. Ini salah satu kesalahan agamawan kita. Hanya berbasis pada fiqih, mereka merasa cukup untuk memberikan hukuman. Dan hukumanyapun terbatas pada halal dan haram.61

Dokumen terkait