• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAYUB: FUNGSI DAN TANTANGANNYA PADA MASA ORDE BARU Studi Kasus: Masyarakat Tlogoguwo Tahun 1960-1998

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TAYUB: FUNGSI DAN TANTANGANNYA PADA MASA ORDE BARU Studi Kasus: Masyarakat Tlogoguwo Tahun 1960-1998"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

TAYUB: FUNGSI DAN TANTANGANNYA PADA MASA

ORDE BARU

Studi Kasus: Masyarakat Tlogoguwo Tahun 1960-1998

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Program Studi Ilmu Sejarah

Disusun Oleh:

AG. EKO FIBRI . S

014314014

JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)

TAYUB: FUNGSI DAN TANTANGANNYA PADA MASA

ORDE BARU

Studi Kasus: Masyarakat Tlogoguwo Tahun 1960-1998

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Program Studi Ilmu Sejarah

Disusun Oleh:

AG. EKO FIBRI . S

014314014

JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

MOTTO

(7)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan kepada:

Tuhan Yesus yang selalu mendampingi dalam

jalan hidup.

Bapak Paulus Samidi dan Ibu C

Supadmiyati yang telah mendoakan dan

memberikan motivasi kepada ananda dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Istri ku Victoria Indarti dan Anak ku Candra

yang selalu mendampingi dalam suka dan duka.

(8)
(9)
(10)

ABSTRACT

Tayub: Its Function of Barriers in the Period of New Order Case Study of the Society in Tlogoguwo Village in 1960 – 1998

Fine which was emerged and developed in amongst the society is related to the influences of environment where this fine emerged. It is similar with the fine of tayub which emerged and developed in amongst the society has been also influenced by the environmental condition. Since the emergence up to now, tayub has various kinds of function. Meanwhile the function of tayub had various changes following with the transformation of the era. In former time, tayub had functions as the ritual medium of the fertility. However along with the changes of era, tayub has various functions. The changes of tayub’s function could be seen, i.e. tayub as the medium of party propaganda, as educational medium, and still a lot of other problems amongst the society which support them. However, the changes of functions happened also often emerge much problem, either for tayub it self or even to the society.

Method of research which was used in this research consists of three steps, i.e. the source collecting, source analysis, and historical writing. The source collecting aimed to collect historical sources relating to the topic by the shape of interview, books, and website. The source collecting in this research also functions as the source critical toward the sources which had been collected. Source analysis was used to analyze the source which has been collected in the step of source collecting and source critics. After the source has been completely finished, the result gained in this research then was summarized in a historical writing. Historical writing revealed that a research has been successfully conducted.

(11)

ABSTRAK

Tayub: Fungsi dan Tantangannya Pada Massa Orde Baro

Studi Kasus: Masyarakat Desa Tlogoguwo Tahun 1960-1998

Suatu seni yang ada muncul dan berkembang ditengah masyarakat tidak dapat lepas dari pengruh lingkungan seni itu muncul. Begitupula dengan seni tayub yang muncul dan berkembang ditengah masyarakat juga terpengaruh dari keadaan lingkungan. Sejak kemunculan sampai dengan sekarang tayub mengalimi berbagai macam fungsi, dimana fungsi tayub tersebut mengalami berbagai macam perubahan mengikuti perubahan zaman. Tayub pada zaman dahulu memiliki fungsi sebagi sarana ritual kesuburan, tetapi seiring dengan perubahan zaman tayub memiliki banyak fungsi. Perubahan fungsi tayub dapat dilihat yaitu tayub sebagai alat propaganda partai, sebagai media pendidikan, dan masih banyak memiliki masalah ditengah masyarakat pendukungnya. Walaupun perubahan fungsi yang terjadi juga sering memunculkan banyak masalah baik itu bagi tayub sendiri maupun bagi masyarakat.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu pengumpulan sumber, analisis sumber, dan penulisan sejarah. Pengumpulan sumber bertujuan mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang terkait dengan topik yang berupa wawancara, buku, dan webset. Pengumpulan sumber dalam penelitian ini juga berfungsi sebagai kritik sumber terhadap sumber-sumber yang telah dikumpulkan. Analisis sumber digunakan untuk menganalisis sumber yang telah dikumpulkan pada tahap pengumpulan sumber dan kritik sumber. Setelah sumber selesai dianalisis, hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dirangkum dalam sebuah penulisan sejarah. Penulisan sejarah menunjukkan bahwa sebuah penelitian berhasil dilaksanakan.

(12)

Kata Pengantar

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat- Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan penelitian ini tidak

dapat lepas dari berbagai pihak. Maka dalam penelitian ini banyak mengucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Fr. B. Alip, M.Pd., M.A selaku, Dekan Fakultas Sastra Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta

2. Drs.H.Herry Santosa, M. Hum selaku Ketua Progam Studi Ilmu Sejarah

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta .

3. Drs. H Herry Santosa, M. Hum selaku dosen pembimbing I dan dosen

akademik atas segala kritikan dan kemudahan yang diberikan.

4. Dosen-dosen Ilmu Sejarah : Bp.Drs. SilverioM. Hum, Bp Drs. Purwanto

M. Hum, BpDrs Sandiwan, Bp Drs. Anton M. Hum, Bp Drs Moejianto

M. Hum Alm, Bp, P.J Sowarno, Bp Manu, Ibu Drs. Ning M Hum dan

Romo Baskoro atas segala bimbingan dan ’’transfer’’ ilmunya.

5. Rekan-rekan sejarah, Nanang, Berta, Hendrik, Gagak, Krisna W, Krisna

Cilik, Taji, Retno, Lina, yang memberikan dorongan dan motivasi

kepada penulis, sehingga selesainya skripsi ini.

6. Masyarakat Desa Tlogoguwo trimakasih atas kerjasamanya.

7. Kelompok Tari Tayub Sekar Mawar Desa Tlogoguwo.

8. Bapak, Ibu, Istriku, Anaku Candra, Nenek dan Adik Yogi, Hari. Aku

(13)

Hasil dari penelitian ini disadari masih jauh dari sempurna, karena itu

masukan dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun masih sangat

diperlukan. Semoga skripsi ini berguna bagi siapa saja dan dapat membantu bahan

setudi selanjutnya.

(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDU ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….... ii

HALAMAN PENGESAHAN ………... iii

A. Sejarah Perkembangan Tayub dari Awal Sampai Dengan Tahun 1960... 14

B. Seni Tayub di Desa Tlogoguwo………... 22

C Karateristik Pentas Tayub di DesaTlogoguwo... 26

D. Beberapa Fungsi Tayub……… 30

a. Fungsi Tayub Sebagai Ritual dan Hiburan... 30

b. Fungsi Tayub Sebagai Profesi... 34

c. Fungsi Tayub Sebagai Humaniora... 38

BAB III KEADAAN TAYUB DARI TAHUN 1960-1998... 38

(15)

B. Tayub Pada Tahun 1966 Sampai Dengan Tahun 1998... 46

BAB IV TAYUB DIMATA MASYARAKAT... 58

A. Pandangan Tari Tayub Dari Agama... 59

B. Pandangan Tayub Dari Pendidikan... 66

C. Pandangan Pemerintah Terhadap Tayub... 72

D. Pandangan Tayub Dari Masyarakat Desa Dan Masyarakat Kota ... 74

BABPENUTUP...77

DAFTAR PUSTAKA

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat Indonesia yang tersebar dari Sabang sampai Merauke terdiri dari

beraneka ragam suku budaya dengan adat istiadat yang berbeda pula. Budaya

tradisional dan adat istiadat tersebut perlu dilestarikan dalam masyarakat Indonesia,

karena mengandung nilai-nilai luhur dan edukatif yang dapat membina masyarakat

untuk berinteraksi secara positif, efektif serta berbudi pekerti luhur

Corak seni budaya suatu daerah tidak lepas dari pengaruh masyarakat dan

lingkungannya. Corak seni budaya masih akan terus berproses, hal tersebut digunakan

untuk melangkapi corak-corak budaya yang ada. Beranekaragam corak-corak yang

mempunyai ciri-ciri dan simbul yang khas dan mempunyai fungsi tertentu yang berbeda

di antara daerah yang satu dengan daerah yang lain.1

Di tengah era globalisasi seperti sekarang ini, pelestarian nilai-nilai budaya

tradisional dipandang masih tetap relevan untuk dilakukan. Perkembangan zaman yang

semakin maju dan semakin canggihnya teknologi informasi dan komunikasi,

mengakibatkan berbagai pengaruh dan budaya asing akan semakin mudah masuk ke

suatu wilayah. Sementara itu, disadari atau tidak disadari bahwa tanpa adanya

pengenalan dan pemahaman yang tinggi terhadap budaya suatu daerah, daerah itu akan

mudah terpengaruh, atau bahkan kehilangan jati diri wilayah sebagai bangsa Indonesia

yang dikenal sebagai bangsa yang memiliki peradaban dan budaya.

1

(17)

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya

manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan

belajar. Kebudayaan dapat dibagi menjadi tujuh unsur yang salah satunya seni.2

Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang keberadaanya sangat

diperlukan manusia dalam pemenuhan kehidupannya. Kesenian merupakan bagian dari

unsur-unsur kebudayaan pada dasarnya dibagi menjadi tiga bagian uatama yaitu: seni

rupa, seni pertunjukan, dan seni sini matografi. Seni rupa mempunyai cabang seni lukis,

seni kriya, seni patung, dan seni desain. Seni pertunjukkan dengan cabang seni tari, seni

pedalangan, seni teater, seni musik, serta seni sastra. Sedangkan seni sinematografi

terdiri atas seni video, dan seni film.

Seni pertunjukan adalah salah satu cabang seni yang berkembang pesat di

kalangan masyarakat. Hal itu terlihat terutama dalam dua segi, yaitu daya jangkau

penyebaran dan fungsi sosialnya. Ditinjau dari segi penyebaran, seni pertunjukan rakyat

memiliki wilayah jangkauan yang meliputi seluruh lapisan masyarakat. Dari segi fungsi

sosial, daya tarik pertunjukan rakyat terletak pada kemampuannya sebagai pembangun

dan pemelihara solidaritas kelompok.3 Seni pertunjukan itu lahir dari kalangan

masyarakat, dan ditonton oleh masyarakat.4 Artinya ia lahir dan dikembangkan di

tengah, oleh, dan untuk masyarakat.

Seni pertunjukan merupakan ekspresi dari perseorangan atau komonitas dalam

mempertunjukan dirinya secara visual dalam berbagai ruang, baik ruang ekonomi,

sosial, maupun politik, yang kemudian dikemas dalam suatu bingkai yang digabungkan

dalam suatu perilaku, dan ditentukan oleh perilaku perseorangan maupun publik.

2 Kontjaraningrat. 1990. Pengantar Antropologi. Jakarata. Rineka Cipta. hal. 204. 3

Kayam Umar.2000. Pertunjukan Rakyat Tradisional Jawa dan Perubahan, Ketika Orang Jawa Nyeni. ed Syafri Sirin dan Heddy Shri Ahisma Putra. Yogyakarta. Galang Press. hal.340.

4

(18)

Pada tahun 1930-an bentuk-bentuk seni pertunjukan di wilayah Jawa Tengah

dan Yogyakarata berkembang dengan pesat. Salah satunya adalah seni tari Tayub.

Perkembangan seni tayub dapat disimak dari adanya pembaharuan, baik yang berkaitan

pada pola gerak, lagu,maupun iringan musik.

Selain mengalami perkembangan di Jawa Tengah, tayub juga mengalami

perkembangan di Jawa Barat. Istilah tayub di Jawa Barat adalah ronggeng, yang

gerakan dan bentuk tari juga sangat mirip dengan tayub.

Pencitraan masyarakat terhadap seni tayub pada jaman dahulu sering

diidentikkan dengan tarian kesuburan dan tari hiburan rakyat. Pada zaman dahulu tayub

dibedakan menjadi dua yaitu tayub yang berkeliling atau mengamen (taledhek

barangan) dan yang kedua yaitu taledhek yang menetap pada suatu lingkungan

tertentu.5 Tayub barangan adalah sekelompok kesenian tayub yang dalam

pementasannya berkeliling mengamen, sedangkan tayub yang menetap pada suatu

daerah adalah kelompok tayub yang pentas apabila diundang.

Tari tayub memiliki kesamaan dengan tari topeng yang berkeliling dari desa ke

desa,6 yaitu pada gerak tarian antara tari topeng dan tayub ada pengibingnya. Perbedaan

terdapat di dalam fungsi, tari topeng cenderung berfungsi sebagai tari hiburan saja

sedangkan tayub memiliki beragai macam fungsi: sebagai sarana ritual, sebagai

hiburan, sebagai alat pemersatu. Tari tayub pada tahun 1893-1939 yaitu pada zaman

Paku Buwono X digunakan untuk menyambut kedatangan tamu kerajaan. Pada masa

penjajahan Belanda seni tayub juga masih mengalami kejayaan, hal ini tampak jelas

dari seni tayub yang sering digunakan dalam acara-acara pesta. Di luar kraton tari tayub

juga mengalami perkembangan dengan pesat, karena di luar kraton tayub memiliki

5 Widyastutieningrum Rochana Sri. 2004 . Sejarah Tari Gambyong :Seni Rakyat

Menuju Istana. Surakarta. Citra Enik Surakarta. hal. 19.

(19)

fungsi yang sangat sakral bagi masyarakat pendukungnya. Salah satu kegunaan tayub

bagi masyarakat di luar kraton adalah tayub digunakan sebagai sarana upacara syukur

atas hasil panenan, juga di gunakan di dalam upacara pernikahan.

Tayub yang muncul dan berkembang di tengah masyarakat tidak dapat lepas

dari pengaruh keadaan atau situasi wilayah tayub. Tahun 1950 keadaan politik

Indonesia sangat kacau, banyak partai-partai yang bermuculan. Hal ini mempengaruh

keberadaan seni yang ada pada saat itu. Salah satu seni yang terpengaruh oleh keadaan

politik adalah seni tayub. Tayub oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) digunakan

sebagai alat propaganda dalam kampanye-kampanye. Alasan PKI menggunakan seni

tayub karena mereka melihat tayub sangat dekat dengan rakyat dan pada tahun 1950

tayub sedang mengalami puncak kejayaannya. Keadaan tayub mengalami perubahan

yang sangat drastis ketika orde baru muncul. Setelah PKI mengalami kehancuran maka

seni tayub juga mengalami pergeseran menuju arah yang lebih buruk. Keadaan tayub

pada zaman orde baru yang semakin buruk, dikarenaka pada zaman orde baru semua

pruduk yang pernah berasimilasi dengan PKI harus di musnahkan. Alasan orde baru

memusnakan tayub karena di takutkan dapat menumbuhkan komunisme yang baru.

Bahkan tidak hanya tayub saja yang mengalami pergeseran semu yang dianggap berbau

kerakyatan atau bahkan pernah terlibat dengan PKI di larang muncul.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka banyak muncul berbagai masalah. Walaupun

sering kali seni tari tayub lebih tampak menonjol sebagai hiburan, namun kalau diteliti

lebih mendalam sebenarnya seni tari tayub mempunyai banyak fungsi bagi masyarakat

pendukungnya. Selain itu bagaimana sebenarnya perkembangan tayub itu terjadi. Masih

(20)

apa yang terdapat di dalam tayub sehingga PKI menggunakaan sebagai alat untuk

propaganda. Ketika orde baru berkuasa tayub mengalami kemunduran yang cukup

drastis hal ini kenapa bisa terjadi. Sebenarnya nilai-nilai apa yang terdapat di dalam

tayub sampai-sampai masyarakat masih tetap mempertahankan. Bagaimana tayub

masih dapat bertahan dalam kurun waktu yang cukup lama, walaupun berbagai

tantangan muncul.

C. Rumusan Masalah

Agar dalam penulisan ini lebih fokus, maka dalam penulisan ini hanya akan

melihat beberapa masalah saja. Masalah yang di angkat dalam penulisan ini antara lain:

1. Bagaimana sejarah perkembangan tayub?

2. Bagaimana perkembangan tayub pada tahun 1960-1966?

3. Apa saja fungsi tayub?

4. Bagaimana tayub di mata masyarakat: agama, pendidikan, pemerintah dan

masyarakat Desa Tlogoguwo.

D. Tujuan Penelitian

Seperti telah disinggung di atas, bahwa seni tayub merupakan seni tradisional.

Sampai saat ini memang masih sangat eksis di kalangan masyarakat pendukungnya,

namun, seiring dengan kemajuan pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih

nampaknya mau tak mau mempengaruhi keberadaan seni tayub. Tujuan diadakan

penelitian ini adalah merekustruksi sejarah dan mendokumentasikan keberadaan tayub.

Merekunstruksi bertujuan dapat memberikan bukti bahwa tayub yang dianggap sebagai

seni pertunjukan yang negatif tetapi memiliki fungsi yang tidak dapat lepas dari

(21)

E. Manfaat Penelitian

Dari penulisan ini diharapakan dapat bermafaat bagi masyarakat yang kurang

memahami keberadaan seni tayub, tulisan ini diharapkan menjadi pandangan bagi

masyarakat yang kurang memahami tentang keberadaan seni tayub bahwa sebenarnya

seni tayub memiliki suatu fungsi yang cukup berguna bagi masyarakat pendukungnya.

Selain itu seni tayub juga merupakan salah satu seni ciptaan masyarakat Indonesia

sehingga harus tetap dilestarikan. Memberikan sumbangan data bagi penelitian sejenis

dimasa yang akan medatang.

F. Kajian Pustaka

Penelitian tentang seni tayub sudah banyak dilakukan para ahli, meskipun

demikian belum ada yang meneliti tentang tantangan seni pertunjukan tayub. Beberapa

tulisan tulisan para sejarawan tersebut adalah.

Artikel lepas yang berjudul Mengenal Kesenian Tradisional Tayub yang ditulis

oleh Widji Soenoko. Dalam artikel tersebut diceritakan tentang latar belakang

munculnya seni tayub di kabupaten Bojonegoro. Selain itu, juga membahas latar

belakang munculnya ciri-ciri dan unsur-unsur seni tayub. Untuk memperjelas

tulisannya,juga dilengkapi dengan penjelasan populasi kesenian tayub dan prospek

kedepannya dari seni tayub. Tetapi didalam artikel ini adalah tidak menyebutkannya

hambatan-hambatan yang terjadi didalam seni tayub. Dalam penulisan hanya melihat

perkembangan seni tayub disatu wilayah.

Buku yang berjudul, Tayub:pertunjukan dan Ritus Kesuburan,karya Benediktus

(22)

dari kata ditata supaya guyub. Tayub sendiri sangat erat dengan ritus kesuburan. Sangat

disayangkan buku ini tidak melihat hambatan yang muncul pada zaman orde baru.

Buku yang ketiga berjudul:Sejarah Tari Gambyong “Seni Rakyat Menuju

Istana”. Buku ini menuliskan bahwa seni tayub merupakan awal dari adanya tari

gambyong. Tayub sendiri berasal dari kesenian yang muncul dari kalangan masyarakat

bawah. Tayub oleh masyarakat zaman dahulu dibedakan menjadi dua yaitu tayub

barangan atau tayub yang sering ngamen di jalanan dan tayub yang tinggal di suatu

daerah saja. Kekurangan dalam buku ini adalah tidak melihat perkembangan tayub pada

zaman sekarang. Selain itu juga tidak menyebutkan tantangan tayub pada zaman Paku

Buwono X (1893-1939).

Dr Endangan Caturwati, MS. Dalam karya bukunya yang berjudul Perempuan

dan Ronggeng “Di Tatar Sunda Telahan Sejarah Budaya”. Menyebutkan fungsi

ronggeng adalah sebagai sarana dalam upacara wiwitan dalam panen raya. Ronggeng

sendiri dilambangkan sebagai Dewi Sri yang dapat membawa kesuburan. Ronggeng

selain digunakan di dalam acara upacara wiwitan panen juga digunakan dalam acara

pernikahan. Buku ini juga mengalami kelemahan yaitu tidak melihat tantangan

ronggeng yang terjadi di dalam masyarakat.

G. Landasan Teori

Banyak aspek yang menentukan kehidupan seni tari di dalam masyarakat.

Kegiatan-kegiatan seni yang bersifat ritual dalam kehidupan masyarakat merupakan

aspek penting dalam kehidupan tari, teteapi ada juga kegiatan-kegiatan masyarakat

yang lain dan juga mempangaruhi seni. Kegiatan politik yang dilakukan masyasrakat

(23)

Kroeber, mengatakan bahwa unsur-unsur kebudayaaan tidak akan pernah hilang

apabila unsur-unsur tersebut memiliki fungsi yang cukup penting di dalam masyarakat.7

Oleh karena itu, apabila terjadi perubahan salah satu bagian, maka akan mempengaruhi

bagian lain yang pada akhirnya mempengaruhi kondisi sistem sosial secara

keseluruhan. Pada umumnya institusi atau lembaga sosial itu mempolakan kegiatan

manusia berdasarkan norma, nilai yang dianut secara bersama, dan di anggap sah serta

mengikat peran serta anggotnya.

Masalah-masalah ini, meskipun hanya memperhatikan beberapa unsur

kebudayaan, menurut pandangan antropologi membutuhkan suatu pengertian yang luas

mengenai sistem-sistem kemasyarakatan di mana unsur-unsur tersebut diintegrasikan.

Hal ini di sebabkan oleh pengertian yang menyatakan bahwa pertemuan antara dua

kelompok sosial dan individu-individu yang ada dalam kelompok-kelompok tersebut.

Hal ini penting, karena di dalam menganalisa masalah-masalah seperti ini tidak

dilepaskan dari bentuk-bentuk dan susunan kelompok sosial.

Teori fungsional ini mengandung pengertian, bahwa ketika peneliti

menggambarkan suatu kebudayaan, lebih condong untuk memfokuskan perhatiannya

pada sekelompok manusia di suatu tempat tertentu, yang dipandang sebagai suatu

kesatuan yang bulat.

Begitu pula yang terjadi di dalam seni tari tayub. Seni tari tayub yang semula

oleh masyarakat digunakan di dalam acara ritual, seiring dengan perkembangan

wilayah atau daerah dimana seni tayub itu berada, maka keberadaan seni tayub juga

mengalami berbagai perubahan fungsi. Perubahan fungsi yang terjadi di dalam tayub

itu bisa terjadi secara sistem kultural dan sistem kepribadian yang saling terorganisir,

merupakan suatu komplek fenomena sosial terpadu yang pengaruhnya dapat di amati

dalam perilaku manusia. Sistem kultural merupakan sistem nilai dan makna simbolis, di

(24)

antaranya berupa realitas sebagaimana yang diyakini, seperti agama atau

praktik-praktik kepercayaan lainnya. Beberapa unsur yang membentuk sistem nilai maupun

makna simbulis itu dapat secara implisit maupun ekspilisit. Pengertian ini, makna tayub

sebagai ” tari ritual” dapat di tempatkan sebagai salah satu realitas.

Sistem kepribadian (personal sytem) menyangkut kepribadian para pelaku

individu melalui proses belajar dan kebebasannya. Sistem ini semata-mata bukan ego

bahkan super-ego yang berada di luar sistem dan budaya, tetapi ada di dalam situasi

yang tersetruktur secara sosial menyatu dengan sistem yang lain.

Tayub sebagai tari ritual yang merupakan salah satu bentuk perilaku atau

aktivitas manusia yang telah terlembaga, dan sebagai bagian dari keseluruhan sistem

tindakan manusia (sistem sosial, sistem kultural, dan sistem kepribadian). Berdasarkan

pandangan fungsi ini maka muncul beberapa pertanyaan yang saling terkait, antara lain

sejauh mana fungsi yang dari kelembagaan tari tayub sebagai tari ritual dalam

memelihara keseimbangan seluruh sistem yang ada di suatu wilayah.

Berdasarkan pertanyaan fungsi itu, tentu beberapa pertanyaan membutuhkan

analisa empirik sesuai kenyataan di lapangan. Klarifikasi fungsi akan berkaitan dengan

aspek-aspek lain, terutama pelembagaan praktik politik, agama, sosial masyarakat,

karena tayub sebagai tari ritual keberadaannya tidak dapat lepas dari kelembagaan

tersebut untuk memahami masalah ini.

H. Metode Penelitian.

Agar mudah untuk melakukan penelitian dan penulisan sejarah, maka dilakukan

beberapa langkah penelitian. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah. Pengumpulan Sumber: Langkah pertama yang dilakukan pada penelitian ini

(25)

dalam pengumpulan data ditekankan dari wawancara dengan para informan, bukan

responden. Ini dimaksudkan supaya dalam pengumpulan data dan penulisan laporan

penelitian bisa lebih mendalam. Agar dalam pengumpulan data tersebut lebih bisa

terarah, maka menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun terlebih dahulu.

Informan dipilih sesuai dengan bidang seni tayub, dengan harapan dapat menjelaskan

secara mendalam tentang seni tayub.Selain dengan wawancara, sumber yang digunakan

untuk menganalisis permasalahan adalah sumber tertulis yang berupa buku, website dan

koran. Sumber tertulis diperoleh melalui perpustakaan. Setelah pengumpulan data,

kemudian dilakukan kritik sumber. Kritik sumber bertujuan umtuk mengetahui

kredibilitas sumber. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kritik sumber adalah uji

terhadap data penelitian. Kritik sumber dalam penelitian sejarah merupakan langkah

yang harus dilakukan untuk menghindari adanya kepalsuan suatu sumber. Salah satu

cara untuk mendapatkan sumber adalah kritik interen dengan memperbandingkan

sumber.

Analisis Sumber: Analisis merupakan tahap yang penting dan menentukan

dalam suatu penelitian. Hasil analisis akan menunjukkan tingkat keberhasilan suatu

penelitian. Analisis sumber dalam penulisan ini, lebih menekankan pada Tayub: Fungsi

dan Tantangannya Pada masa Orde Baru Studi Kasus: Masyarakat Tlogoguwo Tahun

1960-1998.

Penulisan Sejarah merupakan tahap akhir dari suatu penelitian. Penulisan

sejarah dilakukan secara kronologis dari peristiwa yang terjadi. Kerangka sejarah

tersebut dijabarkan dalam sistematika penulisan.

I.Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini akan dirumuskan dalam lima bab.

(26)

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, landasan teori,

metode penelitian, sistematika penulisan.

Bab II, dalam bab ini berisi tentang Tayub dan Masyarakat Pendukungnya, yang

di jelaskan Sejarah Perkembangan Tayub pada zaman hindu budha sampai dengan

tahun 1960. Karateristik pentas tayub di Desa Tlogoguwo. Fungsi Tayub: tayub sebagai

ritual dan hiburan, tayub sebagai profesi, tayub sebagai pendidikan.

Bab III, dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Keadaan Tayub pada tahun

1960-1965. Tayub pada tahun 1960 sampai dengan tahun 1965, Tayub pada tahun1966

sampai dengan tahun 1998,

Bab IV, dalam bab ini akan di jelaskan mengenai Tayub dimata Masyarakat:

Pandangan masyarakat agama, Pandangan masyarakat pendidikan, Pandangan

pemerintah terhadap tayub, Pandangan tayub dari masyarakat desa dan masyarakat

kota.

Bab V, dalam bab ini berisi mengenai kesimpulan yang merupakan jawaban

(27)

BAB II

TAYUB DAN MASYARAKAT

PENDUKUNGNYA

A. Sejarah Perkembangan Tayub dari Zaman Hindu Budha, Sampai Dengan Tahun 1960.

Seni tari merupakan salah satu bidang seni yang secara langsung menggunakan

tubuh manusia sebagai media ekspresi, yang merupakan ungkapan nilai keindahan dan

nilai keluhuran, lewat gerakan dan sikap tubuh, dengan penghayatan nilai-nilai seni.

Manusia sebagai makhluk sosial, memiliki hubungan timbal balik antara jasmani dan

rohani, sehingga untuk memahami hakikat seni tari, perlu mempelajari bidang-bidang

lainya, yang ada kaitannya dengan seni tari.

Kesenian, menurut salah satu seorang informan, seni pertunjukan meupakan ekspresi dari perseorangan atau komunitas dalam mempertunjuksn dirinya secara visual dalam berbagai ruang, baik ruang ekonomi sosial, maupun politik, yang kemudian dikemas dalam suatu bingkai yang digabungkan dalam suatu perilaku, dan di tentukan oleh perilaku perseorangan maupun publik.8

Begitu pula yang terjadi didalam seni tayub dari sejak semula muncul sampai

dengan sekarang. Keberadaan tari tayub sendiri mengalami pasang surut, hal ini terjadi

berdasarkan pada masyarakat pendukungnya. Perkembangan tayub sendiri sudah ada

sejak zaman Hindu dan Budha, ini tampak dari relief-relief yang terdapat dalam

candi-candi yang berada di Jawa Tengah. Keberadaan seni tayub juga tampak pada abad ke

19 yang di ceritakan dalam surat Centhini. Surat centhini adalah sebuah karya sastra

baru yang diubah pada abad ke 19 dengan sangat jelas menggambarkan bagaimana

(28)

tayub sebagai hiburan, ini benar-benar merupakan hiburan kaum pria. Kutipan di bawah

ini menjadi bukti yang dapat menunjukkan bahwa betapa merangsangnya tari tayub

ini :

( …pinondhong taledhek iro, sinurak wong kasenjatanan, keploke abenbendronga, taledhek aneng pondhongan … cethik lambung cinakepan, tan kendhat pangibingiro, anutuk deniro suka, mudun ngepat kleteran, … kipetinggi tombakiro, patang wang ginegem tangan sinuwel jeron kembennya…)

Artinya

( … Dibopong taledheknya, disorak oleh para kerabat, tepuk tangan mereka berderai, taledhek berada di gendongan , … pinggul dan lambung disekap erat, tak henti-hentinya ia menari, dengan puasnya ia bersulam ria, ledhek turun cepat menyusup ruang… ki petinggi membayarnya, empat uang digenggam tangan, dimasukkan ke dalam kain pembungkus dadanya..).9

Perkembangan tayub juga disampaikan oleh Raffles, bahwa keadaan tayub yang

menari dengan sehelai selendang yang tersampir pada salah satu bahu dan salah satu

tangan memegang kipas. Mereka mengiringi tarian dengan lagu.10 Setiap mengadakan

pementasan tayub, suatu kelompok tayub mencari tempat-tempat umum. Tetapi ada

juga tayub yang hanya pentas di suatu acara-acara ritual seperti pada acara wiwitan

panen dan pernikahan.

Pandangan masyarakat terhadap seni tayub masih mengarah pada suatu tarian

yang memiliki konsep untuk mengekspresikan unsur kesuburan. Selain itu, dalam

perkembangannya, masyarakat memandang seni tayub juga tidak dapat dilepaskan dari

pandangan sebagai tari pergaulan.11 Namun tidaklah berarti bahwa kedua pandangan

tersebut akan dipisah sebagai unsur yang berdiri sendiri. Sebab di dalam kenyataannya

kedua pandangan tersebut berbaur menjadi satu. Memang tidak mustahil, bahwa salah

9

Serat Centhini seperti yang dikutip oleh Edi Sedyawati. 1984. “Gambyong Menuru Serat Calang dan Serat centhini”. Dalam bukunya tari, tinjauan dari berbagai segi. Jakarta: Pustaka Jaya. hal. 146.

10 Thomas Stamford Raffles. 1978. Histrory of Java. Kualalumpur. Oxford Unifersity

Prees. hal. 342.

11

(29)

satu fungsi itu lebih menonjol dari fungsi yang lainnya, akan tetapi kesemuanya itu

sangat tergantung pada keadaan daerah, kurun waktu dan pandangan masyarakat dari

zaman ke zaman.

Adanya perubahan bentuk dan pola tayub di atas, akan lebih memperlihatkan

suatu upaya yang nyata dari para seniman dalam mengembangkan seni tayub, dari yang

bersifat sederhana sampai pembaharuan-pembaharuan untuk menyesuaikan diri dengan

perkembangan zamannya. Pembaharuan dari zaman ke zaman ini menandakan, bahwa

masyarakat selalu menginginkan adanya suatu perubahan dan perkembangan, sehingga

seni tayub akan dapat hidup terus dalam kehidupan masyarakat. Perubahan yang terjadi

pada seni tayub tentu saja berasal dari adanya suatu pemikiran dari para seniman dan

masyarakat pendukungnya dengan mengikuti perkembangan zaman. Selain dari

seniman dan masyarakat keadaan suatu wilayah juga mempengaruhi perubahan yang

terjadi pada suatu seni, khususnya tayub.

Di daerah-daerah kerajaan seperti Yogyakarta pada zaman Sultan

Hamengkubuwono Ke VIII Taledhek ditempatkan di sebuah kampung khusus dan

diketahui oleh seoarang lurah, serta mendapatkan upah. Disini para taledhek memiliki

status sosial yang tinggi dibandingkan dengan tayub barangan, sebab mereka memiliki

pergaulan dengan lingkungan keraton dan memiliki pendidikan yang cukup tinggi.

Kelompok tayub yang memiliki hubungan dengan keraton ini hanya pentas di

waktu-waktu tertentu misalnya untuk menyambut kedatangan tamu kraton dan pentas pada

waktu grebeg.

Selain di kraton Yogyakarta seni tayub juga berkembang di kraton Surakata.

Perkembangan tayub justru lebih pesat di Surakarta, karena raja-raja di Surakarta

(30)

Buwono IV (1788-1820) tayub sering dipertunjukkan.12 Pada zaman Pakubuwono X

(1893-1939) tayub juga sering di tampilkan di pasanggrahan-pasanggrahan, misalnya di

pasanggrahan Paras Boyolali.13

Tayub pada zaman Mataram (abad XVI) digunakan oleh Sekar Pembayun putri

raja Mataram pertama, Panembahan Senopati. Sekar Pembayun menyamar sebagai

penari tayub mengamen berkeliling dalam rangka menaklukkan Ki Ageng Mangir.

Sekar Pembanyun dengan daya pikat kewanitaannya menggoda dan menarik Ki Ageng

Mangir melalui tarian tayub. Akhirnya Ki Ageng Mangir terpikat oleh Sekar Pembayun

dan mempersuntingnya sebagai istri. Setelah menjadi istri Ki Ageng Mangir, Sekar

tari tayub oleh Sekar Pembayun tersebar secara lisan di masyarakat. Bahkan oleh para

taledhek Sekar Pembayun dianggap sebagai leluhur para taledhek. Oleh karena itu, jika

mereka ingin jadi penari tayub yang bagus biasanya mereka berziarah ke makam Sekar

Pembayun dan memohon restunya.14

Perkembangan tayub tidak hanya berkembang di Jawa Tengah saja, tetapi juga

di daerah Jawa Barat tayub. Istilah yang digunakan untuk menyebut tari tayub di Jawa

Barat adalah Ronggeng, Perkembangan tayub atau ronggeng di daerah Jawa Barat

mulai tergeser ketika agama Islam mulai masuk pada tahun 1551.15 Pada masa ini

12 Sri Rochana Widyatutieningrum. 2004. Sejarah Tari Gambyong: SEni Rakyat

Menuju Istana. Surakarta. Citera Etnika Surakarta. hal. 29.

13Ibid. hal. 31.

14 Wawancara dengan Sri Khosmini penari tayub asal Gunung Kidul. 15

(31)

agama Islam tidak mengakui peran perempuan sebagai pemimpin, sehingga nasib

perempuan tertindas. Agama Islam beranggapan bahwa kodrat seorang perempuan itu

lebih rendah derajatnya dari pada laki-laki. Walaupun tayub di Sunda mengalami

tantangan, namun masih ada kelompok-kelompok yang mempertahankan

keberadaannya. Kelompok-kelompok itu adalah masyarakat yang masih menganut

agama Hindu-Budha, mereka masih menggunakan tayub atau ronggeng dalam

acara-acara ritual seperti Mapang Sri, Nyalin, Ngarot, Ngunjung.16

Tayub mulai mengalami perkembangan ketika bangsa Barat datang ke

Indonesia dan mengembangkan perkebunan-perkebunan dan merekrut tenaga kuli-kuli

kontrak serta perempuan buruh pribumi. Khususnya ketika perkebunan kopi diterapkan

dan membuka lahan baru di daerah Priangan yang ditetapkan oleh VOC.17 Adanya

perkebunan mendorong terjadinya perekrutan tenaga ahli dari Eropa, kedatangan

mereka yang pada umumnya masih perjaka, mengakibatkan berkembang adanya

pergundikan, pelacuran serta pertunjukan hiburan yang menyajikan penari tayub.

Perkembangan tayub pada masa tanam paksa sangat pesat, di setiap ada pembukaan

lahan perkebunan baru yang melibatkan tenaga kuli lokal dan perempuan pribumi pasti

disitu tayub berkembang. Perkembangan tayub disetiap perkebunan memiliki alasan

yang cukup kuat karena tayub pada saat itu merupakan salah satu seni hiburan yang

sangat murah.

Tayub juga mengalami tantangan pada masa tanam paksa, ketika tayub

berkembang sampai ke pelosok-pelosok daerah perkebunan. Setiap ada pementasan

seni tayub sering muncul keributan hanya untuk memperebutkan taledhek. Hal ini

membuat para penguasa Jawa maupun VOC mengeluarkan peraturan untuk mencegah

16

Ibid. Perempuan dan Ronggeng: Di Tatar Sunda Telahan Sejarah. hal. 27.

17 Sartono Kartodirjo dan Djiko Suryo. 1991. Sejarah Perkebunan Di Indonesia:

(32)

keonaran. Mereka yang membuat keonaran dikenakan denda yang disebut Nawala

Pradata.18 Walaupun larangan sudah diterapkan tetapi keonaran masih sering muncul

setiap diadakan pementasan tayub, sehingga membuat keresahan masyarakat. Akibat

dari itu muncul larangan di adakan pementasan tayub di daerah

perkebunan-perkebunan. Larangan akan pementasan tayub membuat ketakutan para pemilik

perkebunan. Apabila para pekerja tidak mendapat hiburan secara periodik akan

meninggalkan pekerjaan.

Keuntungan para taledhek sering didapat apabila mereka dapat menari dengan

baik, keuntungan yang didapat adalah taledhek dapat di persunting oleh kepala rendah

perkebunan. Keberuntungan para taledhek terjadi pada tanggal 30 April 1890. Para

taledhek atau ronggeng di wilayah Cirebon mereka dibuatkan suatu sekolah yang di

khususkan hanya untuk para penari ronggeng atau penari tayub.

Selain di Jawa Barat di kawasan Jawa Timur. Daerah-daerah seperti

Bojonegoro, Ponorogo, Pacitan menjadi pusat pertumbuhan tayub. Munculnya tayub di

masyarakat memang tidak dapat diketahui secara jelas. Setiap orang yang mempunyai

perhatian terhadap tayub mempunyai pandangan yang berbeda-beda, biasanya di

dasarkan pada masa orang tersebut memulai melihat seni tayub secara

langsung.Menurut Soedarsono perkembangan tayub mengalami kemajuan sejak tahuan

1960. Hal itu didasarkan pada perhatian masyarakat yang semula tertuju pada kesenian

kraton mulai bergeser ke seni pertunjukan pinggiran atau pedesaan, yang salah satu

diantaranya adalah seni tayub.19

Tarian ini mengambil nuansa warna dan gerak yang sangat khas bagi

masyarakat jawa. Tarian ini mulai di kembangkan oleh masyarakat pendukungnya.

18Ibid. Sejarah Perkebunan Di Indonesia. hal. 28.

19 Soedarsono, R. M. 1999. Seni Pertunjukan Indonesia Di Era Globalisasi. Jakarta

(33)

Buah pikirannya ini, kemudian marak diperbincangkan oleh masyarakat umum, karena

berhasil merekonstruksi ulang seni pertunjukan yang sudah lama punah, akibat

perubahan masa yang cenderung melupakan seni tradisi akibat dari globalisasi yang

semakin berkembang hingga saat ini.

Saat-saat tayub mengalami perkembangan di masyarakat, tantangan mulai

muncul. Tantangan yang ada pada tahun 1960 muncul saat keadaan politik di Indonesia

sangat kacau. Seni yang berbau kerakyatan pada tahun 1950 menjadi rebutan

partai-partai yang ada pada saat itu misalnya PNI dan PKI. Kedua partai-partai tersebut

memperebutkan seni yang mampu meraih masa terbanyak. Tayub adalah salah satu seni

yang digunakan oleh PKI (Partai Komunis Indonesi) sebagai alat propaganda untuk

mencari massa. Tayub yang dapat meraih massa terbanyak selalu diarahkan untuk

menampilkan kedekatan kepada rakyat dan menentang feodalisme.

Saat PKI mengalami kehancuran seni yang dibawahi oleh PKI juga mengalami

kehancuran. Pada tahun 1966 keadaan seni tayub benar-benar mengalami kehancuran,

karena dengan kemunculan orde baru semua seni yang berbau kerakyatan apalagi seni

yang dahulunya digunakan oleh PKI tidak boleh dipentaskan lagi. Alasan yang

digunakan oleh orde baru untuk melarang tayub pentas adalah dapat menumbuhkan

semangat komunis yang dapat menghancurkan Negara Indonesia.

Terlepas dari pandangan positif dan negatif yang dibuat oleh masyarakat dalam

menilai kesenian tayub tetapi seni tayubt tidak akan tergoyahkan. Bahkan ada

peningkatan terhadap minat seni tradisional ini. Kemajuan seni tayub terjadi pada tahun

1980 sampai dengan sekarang, karena semenjak tahun 1980 tayub boleh lagi pentas.

(34)

B. Seni Tayub di Desa Tlogoguwo

Munculnya seni tayub didesa Tlogoguwo apabila diteliti berdasarkan kapan

tayub muncul tidak dapat diketahui. Seni tayub yang ada didesa Tlogoguwo sudah

mendarah daging di kalangan masyarakat dan hanya dipentaskan dalam acara-acara

yang oleh masyarakt diangap sakral. Pelaksanaan pentas tayub hanya diselenggarakan

dalam acara bersih desa, pernikahan, upacara wiwitan. Upacara-uapacara tersebut

biasanya dilaksanakan mengunakan penanggalan jawa, misalnya bulan sapar, mulud,

suro.

Apa bila ditelusur menurut asalnya seni tayub berasal dari India atau merupakan

pengaruh agama Hindu yang masih tersisa sampai sekarang ini. Biasanya pementasan

tayub yang dilakukan oleh masyarakat desa Tlogoguwo dilaksanakan pada masa

sesudah panen sebagai ungkapan syukur masyarakat terhadap para Dewa yang telah

memberikan rejeki.

Untuk menjadi penari tayub seorang calon taledhek harus melalui beberapa

persyaratan. Ritus yang harus dijalani seorang calon tayub adalah melaksanakan laku

midang.20 Midang yang harus dilakukan seorang calon penari tayub adalah dengan cara

mendatangi rumah-rumah penduduk, beserta rombongan untuk mendapatkan tanggapan

dengan imbalan suka rela atau bahkan tidak mendapat imbalan sama sekali. Midang

sebenarnya memiliki tujuan sebagai ujian mental bagi calon penari tayub. Setelah

seorang calon penari tayub melaksanakan midang tujuh kali, maka dia akan disahkan

sebagai penari tayub. Pengesahan menjadi penari tayub biasanya dilakukan dengan

wisuda dan dilakukan dengan mengadakan selamatan dan pementasan pertunjukan

tayub. Maka sebutan para panari tayub berubah menjadi Taledhek. Pada zaman dahulu

upacara yang paling dianggap sakral adalah buka klambu. Mereka yang berhak

(35)

melakukan buka klambu adalah pemenang sayembara, tetapi upaca buka kelambu pada

zaman sekarang sudah tidak dilakukan.

Dalam kehidupan budaya agraris, kesuburan merupakan satu-satunya harapan

yang didambakan oleh petani. Pikiran para petani tradisional, sampai sempai sekarang

ini masih terbersit sisia-sisa kebiasan masa lampau yang dianggap sulit untuk

ditinggalkan. Mereka beranggapan, bahwa kesuburan tanah (juga dalam masalah

perkawinan) tidak cukup hanya dicapai lewat peningkatan sistem penanaman baru,

tetapi juga perlu diupayakan lewat kekuatan-kekuatan yang tidak kasat mata. Kekuatan

itu, antara lai berupa magis simpatis, yang hanya bisa didapat melalui dengan suatu

perbuatan yang melambangkan terjadinya pembuhan yaitu hubungan antara pria dan

wanita.

Pementasan tayub yang terjadi didalam masyarakat desa Tlogoguwo biasanya

didahuli oleh pembukaan yang dilakukan oleh ayak21 sebagai seorang yang bertugas

dalam mengatur pertunjukan tayub. Ayak mempunyai kewenangan untuk mengatur

jalannya pertunjukan tayub. Kelancaran dan keamanan pertunjukan tayub berada pada

kendali seorang ayak, sehingga ayak bertanggung jawab atas segala sesuatunya pada

pertunjukan tayub.

Pembukan yang menandai pentas tayub diawali dengan tarian gambyong.

Tarian ini, taledhek menari sendiri tanpa diikuti oleh pengibing pria. Setelah tari ini

selesai, dilanjutkan dengan tarian berpasangan yang melibatkan pengibing diarena

pentas tayub. Meriah atau tidaknya pentas tayub sangat tergantung pada banyak

sedikitnya penonton. Biasanya pertunjukan semakin ramai apabila semakin malam,

dalam mengibing biasanya pengibing melakukan dagelan yang membuat acara semakin

ramai.

(36)

Sebagai suatu seni pertunjukan, seni tayub mempunyai beberapa unsur yang

merupakan satu kesatuan dan merupakan syarat mutlak dalam pertunjukan seni tayub.

Adapun unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut: taldehk atau penari tayub,

waranggono yaitu penabuh gamelan, ayak, gamelan pengiring, busana.

Keunikan yang menrik dalam pentas tayub didesa Tlogoguwo adalah adanya

indang 22, Indang biasanya diaktualisasikan dalam syair tembang yang lebih tepat

disebut ”mantra”.23 Kekuatan mantara lewat syair tersebut tembang benar dirasakan

oleh para taledehk. Seperti yang dialami Ibu Endang setiap pentas dimulai, pada saat

tembang Sekar Gadung24 dinyanyikan, taledehk merasakan seolah-olah ada sesuatu

yang merasuki dirinya. Kekuatan itu mengajaknya untuk menyanyi dan menari diatas

pentas. Dalm bahasa Bu Endang melukiskan bahwa saat mendengar tembang Sekar

Gadung kaki dan tanganya kemlitir (bergetar) dan ingin nyarantal (berlari) ke atas

pentas. Mitos bagi para penari tayub seperti ini berfungsi menjalankan asal mulai

tarian tayub didesa Tlogoguwo. Mitos tersebut juga berfungsi menjadi dasar (alasan)

mengapa masyarakat desa Tlogoguwo bertahan menghidupu tarian tayub.

Pada saat pentas tayub dilaksanakan masyarakat yang terlibat tidak hanya kaum

lelaki saja, tetapi anak-anak dan ibu-ibu juga terlibat dalam pentas tayub. Biasanya

anak-anak terlibat waktu siang hari, mereka tidak melakukan mengibing, tetapi

nyawanggati. Nyawanggati adalah meminta kepada penrai tayub untuk menyampaikan

beberapa nyanyian dan sianak mendengarkan lagu itu dihadapan penari tayub.

22Indang Munculnya roh nenek moyang yang mesuk didalam tubuh penari tayub 23 Wawancara dengan Simbah Kariyo

(37)

C.Karakteristik Pentas Tayub di Desa Tlogoguwo

Seni mempunyai nilai sebagai penikmatan, yang terwujud sebagai pengalaman

yang mengandung imajinasi dan proses. Suatu seni patut disebut sebagai seni, apabila

ia mampu memberikan kebahagian dan memberikan pengalaman dalam berkarya.25

Sehubungan dengan penikmatan seni diperhatikan pula masalah pendekatan awalnya.

Secara garis besar dan sebagai abstraksi, dapat dibedakan dua pendekatan yang kurang

lebih dapat disebut pendekatan klasik dan pendekatan kontenporer.

Pendekatan klasik dalam berkesenian merupakn pernyatan dari idialisasi

intelektual, dan didasari oleh seperangkat sistem pelembagaan yang mantap. Sisi yang

berbeda menurut kemampuan tiap seniman dan masyarakat umum adalah pilihan

motifnya, cara menyatakan, cara menyajikan serta intensitas penghayatannya. Melalui

penafsiran ini, secara berangsur-angsur dapat mengubah seikit sistem pelembagaan

yang menjadi krangka taradisi seni yang bersangkutan.

Pendekatan kontenporer, menitikberatkan penilaian pada keunikan suatu karya

seni.26 Suatu seni dianggap benar-benar suatu karya seni apabila lahir suatu wawasan

pribadi seniman dan penikmat seni dapat menciptakan suatu keunikan, yang muncul

dari kondisi-kondisi yang setiap saat berubah. Kelebihan seorang seniman

dibandingkan masyarakat awam adalah ia mampunyai naluri untuk melihat suatu unsur

sebagai suatu potensi karya seni, serta kemampuan untuk menyaatukan unsur-unsur

dalam suatu karya seni secara lain.27

Fenomena seni tari tayub didesa Tlogoguwo memang sangat beragam. Tarian

tayub atau sering dikenal dengan sebutan tarian ronggeng atau taledehk, merupakan

salah satu seni tradisi yang masih dapat eksis dimasyarakat. Tarian ini pada awalnya

25

Wawancara dengan Bapak H Suprobo.

26 Edi Sedyawati. 1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan. Hal.

59.

(38)

merupakan tarian tunggal, setelah suasana semakin lama, akan berubah menjadi bentuk

tarian yang berpasangan. Pasangan dari penari tayub atau lebih sering disebut

pengibing ini, tidak lain adalah dari kalangan penonton sendiri. Tarian tayub ini, dapat

muncul dengan berbagai variasi dan kalau sudah berpasangan, maka seni tayub menjadi

semakin meriah. Mereka yang menari biasanya memberikan uang sawer kepada

taledehk.

Secara umum, ciri-ciri tayub dan sejenisnya dalah sebagai berikut:

1. Patokan gerak tidak tetap, tergantung pada lagu dan jatuhnya irama gong.

2. Pada pukulan gong, ada gerakan kepala yang khas.

3. Ada bagian yang memberikan kebebasan untuk membuat gerak-gerak yang

menyebabkan penonton tertawa.

4. Pemakian selendang yang biasa diletakkan dibahu atau pinggang dan digunakan

secara aktif.

Tayub sebagai salah satu seni pertunjukan taradisional Jawa, dalam hidupnya

selalu mengalami perkembangan dalam usahanya untuk mengimbangi kemajuan

zaman. Perkembangan tersebut tidak hanya terbatas pada fungsinya saja yakni hanya

sekedar hiburan, melainkan juga pada unsur-unsur baku dalam pementasan seni tayub.

Unsur-unsur seni tayub:

1. Taledehk Penari tayub

Taledehk adalah wanita yang berprofesi sebagai seniman tari dalam seni

tayub, yang mempunyai kemampuan dasar menari dan mendendangkan lagu

Jawa dengan diiringi gamelan Jawa, baik sambil menari maupun dengan tanpa

menari.

(39)

Ayak adalah seorang yang mengatur jalanya pementasan, dan

mempunyai tanggung jawab penuh dalam melayani tamu yang akan menari.

Aman dan tidaknya proses pementasan seni tayub sangat tergantung dari

kecakapan seorang ayak tayub.

3.Pengrawit atau Wiyogo

Kelompok pengrawit atau penabuh gamelan mempunyai tugas

mengiringi pementasan seni tayub dengan gending-gending atau gamelan Jawa

sesuai dengan permintaan para pengibing. Musik pengiring tersebut biasanya

dapat berwujud suara-suara, baik itu suara instrumen maupun vokal yang

digunakn untuk mengiringi setiap adegan.

Jenis gamelan dalam pementasan seni tayub terdiri dari dua jenis, yang

mempunyai tingkatan nada yang berbeda. Kedua jenis gamelan pengiring

tersebut adalah jenis pelog (tujuh jarak nada yang tidak sama setiap jaraknya)

dan jenis slendro (lima jarak nada yang hampir mirip setiap jaraknya).

Kombinasi iringan gamelan pelog dan slendro merupakan sebuah inovasi untuk

mebuat tarian tayub lebih bervariasi.28 Jenis gending dan gamelan yang

dipergunakan, waktunya menurut kebutuhan dan biasanya diatur oleh ayak

tayub.

4. Pengibing

Seorang tamu yang mendapatkan kehormatan untuk menari atau ngibing

bersama dengan taledehk. Jika tayub dipentaskan untuk orang yang mepunyai

hajat pernikahan, maka biasanya yang menri terlebih dahulu adalah penganti

pria. Sedangkan gending yang dibawakan untuk mengiringinya adalah Gunung

Sari atau Ketawang Puspa Warna. Digambarkan bahwa seorang pengantin pria

28 M.c. Riklefs. 2005. Sejarah Indonesia Moderen 1200-2004. Jakarat: Serambi Ilmu

(40)

adalah sorang raja yang mempunyai kedudukan terhormat atau lebih tinggi pada

tamunya. Setelah pengantin pria baru dilanjutkan oleh para tamu undangan.

Ada juga bentuk atau pola dalam mengibing saat pementasan tayub yaitu

andongan.29 Pola ini dalam menarinya dapat diikutu banyak orang dan biasnya

5 sampai 8 orang. Banyaknye penari yang ikut menari bersama taledehk ini

didasarkan pada banyak dan sedikitnya tamu yang hadir. Pementasan tayub

biasanya berlangung dua kali yaitu siang dan malam hari. Siang hari biasanya

dikhususkan untuk anak-anak dan ibu-ibu yang mau nyawang gati, sedangkan

malam harinya dikhususkan untuk para tamu undangan.

D. Beberapa Fungsi Seni Tayub

Keberadaan seni tayub di tengah masyarakat sebenarnya memiliki cukup

banyak fungsi, baik sebagai fungsi primer maupun fungsi sekunder. Setiap zaman,

setiap kelompok etnis, setiap lingkungan masyarakat, serta setiap bentuk seni

pertunjukan memiliki fungsi primer dan sekunder yang berbeda.30 Namun seni tayub

memiliki tiga fungsi primer, yaitu sebagai sarana ritual, sebagai hiburan pribadi, dan

sebagai presentasi estetis. Fungsi primer yaitu seni tayub sebagai hiburan pribadi.

Keterlibatan penikmat sama dengan tayub yang berfungsi sebagai sarana ritual. Seni

tayub yang berfungsi sebagai penyajian estetis memerlukan penggarapan yang sangat

serius, karena penyajiannya untuk pariwisata.

a. Fungsi Tayub Sebagai Ritual dan Hiburan

29 Andongan menari bersama-sama yang dilakukan dengancara berbaris dan gerakan

tari yang dibawakan biasanya sama

30

(41)

Pada awal tumbuhnya seni tradisi bermula dari adanya

keperluan-keperluan ritual. Seni yang muncul biasanya dianalogikan dalam suatu gerak,

suara, ataupun tindakan-tindakan tertentu dalam suatu upacara ritual.31 Didalam

perkembangan selanjutnya, seni pertunjukan tradisional masih juga

memperlihatkan fungsinya secara ritual. Untuk memenuhi fungsi secara ritual

ini, seni pertunjukan yang dipertunjukan biasanya masih tetap berpijak kepada

atauran-aturan tradisi yang berlaku.

Pembagian seni tayub dibedakan menjadi dua unsur yang saling

berkaitan. Dua unsur tersebut diantaranya adalah tayub ritual dan tayub hiburan.

Kedua seni tayub tersebut, tentunya mempunyai karakteristik yang berbeda,

sehingga ada semacam penekanan-penekanan yang ada didalamnya yang

menggambarkan simbolisasi kehidupan.

Tayub ritual untuk perkawinan dan pertanian sampai sekarang masih

banyak dilaksanakan di desa-desa, terutama di wilayah yang agak jauh dari kota

besar dan istana. Adapun ciri-ciri dari tayub ritual adalah:

1. Diselenggarakan pada waktu yang terpilih.

2. Dilakukan pada waktu yang terpilih.

3. Penari pria atau pengibing yang menari pertama bersama taledhek harus pria

terpilih.

4. Taledhek yang tampil harus yang terpilih.

5. Dalam penyelanggaraannya diperlukan berbagai sesaji.32

Untuk upacara kesuburan pertanian, seni tayub diselenggarakan pada saat panen

dimulai, dengan harapan agar panen berikutnya dapat berhasil dengan baik.

31

Tim Penulis. 2003. Seni Pertunjukan Tradisional, Nilai Fungsi, Dan Tantangannya.

Kementrian Kebudayaan dan Parifisata Deputi Bidang Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan. Balai Kajian Sejarah Kebudayaan Daerah dan Nilai Tradisional Yogyakarta. hal.49.

32

(42)

Penyelenggaraan yang dijatuhkan pada awal panen ini kemungkinan besar juga

dimaksudkan sebagai ungkapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwa

panennya telah berhasil. Tempat penyelenggaraannya kebanyakan dipinggir sawah, dan

penari pria yang tampil pertama dengan taledhek adalah tetua desa. Dibeberapa tempat,

penari berpasangan antara tetua desa yang mengawali ngibing dengan taledhek disebut

bedah bumi, yang secara makna harafiah berarti membelah bumi. Istilah bedah bumi

ini melambangkan hubungan antara pria dan wanita yang terlihat dalam gerakan tari

berpasangan.

Meskipun secara visual hubungan tersebut hanya dapat ditangkap lewat gerakan

maknawi ciuman dari jarak yang tidak terlalu rapat, tetapi adegan ini sudah cukup

untuk melambangkan adanya hubungan antara pengibing dengan taledhek. Istilah

bedah bumi ini juga dapat dimaksudkan sebagai perlambang untuk “membelah” rahim

wanita yang kekuatan magis simpatetisnya akan mempengaruhi terhadap kesuburan

perkawinan.

Kekuatan itu antara lain berupa magi simpatesis, yang hanya bisa didapat

dengan suatu perbuatan yang melambangkan terjadinya pembuahan yaitu hubungan

antara pria dan wanita. Hubungan ini biasanya dilakukan secara simbolis. Hubungan

secara simbolis inilah yang rupanya melatarbelakangi kehadiran tayub ritual untuk

kesuburan yang dilakukan oleh masyarakat pedesaan yang agraris yang jauh dari

tatanan etika serta tata krama istana, dan tentunya pelaksanaannya tidak sehalus tari

ritual yang ada di istana.

Tayub ritual untuk perkawinan dilakukan dengan penataan yang khas menurut

tradisi setempat. Pertunjukannya diselenggarakan ditempat panggih antara mempelai

pria dan wanita. Mempelai pria dapat kesempatan menari pertama kali bersama

(43)

bersama taledhek. Bahkan apabila ia tidak mampu menggerakkan tubuhnya seirama

dengan alunan suara gamelan, ia cukup berdiri dengan mengalungkan selendang

(sampur) pada lehernya. Bila yang terjadi demikian, taledhek akan menari sendiri

sambil mendendangkan tembang di hadapan mempelai pria. Tayub ritual perkawinan

seperti ini di percaya bisa melahirkan magi simpatetis yang diharapkan akan

mempengaruhi kesuburan kedua mempelai, yang dalam waktu tidak terlalu lama akan

membuahkan kelahiran bayi yang didambakan.

Pertunjukan tayub ritual yang dipentingkan bukan penataan tarinya, melainkan

semata-mata mengungkap makna magis simbolis dari penampilan pengibing dan

taledhek, yang berjoget secara berpasangan. Gerak simbolis yang melambangkan

hubungan sakral antara pria (pengibing) dan wanita (taledhek) antara daerah yang satu

dengan daerah yang lain bisa berbeda, tergantung pada tataran etika dan tata krama

masyarakat setempat. Kalau diwilayah istana hubungan itu dilambangkan secara samar,

tetapi dimasyarakat umum biasanya lebih bersifat nyata.

Biasanya setelah prosesi tayub ritual pertanian maupun perkawinan selesai,

akan berubah fungsinya sebagai tari hiburan. Bahkan tayub yang berfungsi sebagai

hiburan inilah yang banyak diminati oleh masyarakat. Dari kekuatannya bertahan dari

masa ke masa, tayub hiburan yang semula merupakan bisnisnya orang-orang pedesaan,

akhir-akhir ini mulai bergeser menjadi ajang bisnis orang perkotaan. Upaya tersebut

dengan mengangkat seni tayub sebagai suguhan bagi wisatawan ditempat-tempat

wisata. Selain itu, seni tayub juga sudah ada yang dipentaskan di hotel-hotel sebagi

suatu hiburan. Seni tayub sebagai hiburan merupakan pelebaran fungsi dari tayub ritual

(44)

b. Fungsi Tayub Sebagai Profesi

Pengalaman batin seseorang mendorong tumbuhnya kreatifitas serta

menumbuhkan semangat melahirkan unsur yang baru setiap kali menciptakan

sebuah karya seni, sekalipun mungkin unsur yang telah ada tetap di

pertahankan. Proses pengayaan batin melalui banyak cara, yang pada prinsipnya

tercipta melalui proses pergaulan. Adanya pergaulan itu dapat menimbulkan

sikap untuk selalu belajar dan belajar. Pergaulan dalam lingkup seniman

akademisi tidak terlalu banyak maupun mendorong iklim kreatifitas. Ada

semacam tarik-menarik antara penguasan ilmu kesenian dengan berkesenian.

Ilmu kesenian memang dapat dipola, didesain, dan ditarget, serta di ukur untuk

keperluan kualifikasi akademis seseorang. Sedangkan seorang seniman tentu

diperoleh lewat penggambaran kreatifitas pengalaman yang panjang.

Kalau kemampuan seorang seniman sudah mulai tumbuh, bentuk

ekspresi dalam berkarya seni akan berkembang. Kemauan yang ada harus

diimbangi dengan kemampuan teknisi yang digelutinya. Dalam kehidupan

kesenian dan berkesenian di perlukan kemampuan pengelolaan karya seni yang

memadai baik secara kultural maupun ekonomis. Pengimbangan kekayaan

pergaulan batin dan kemampuan teknisi berjalan secara kreatif, sehingga suatu

karya seni tidak berangkat dari situs yang kosong.

Menciptakan dan mengembangkan suatu karya seni, memang dapat

dilakukan sendiri, akan tetapi hasil suatu karya seni tetaplah diperuntukkan

untuk kalangan luas. Pergaulan dalam masyarakat dapat menimbulkan rasa cinta

atas kesenian bangsanya sendiri, khususnya dalam ekspresi seni. Landasan

pemahaman mendalam terhadap cita rasa seni akan mendorong langkah

(45)

sendiri. Keberanian dalam mencoba kemungkinan yang baru dalam berkarya

seni, dengan penuh rasa tanggung jawab juga merupakan sikap seorang

seniman. Kejujuran dalam berkesenian akan sangat tercermin dari karya-karya

seni yang dihasilkan dan ditampilkan.

Usaha pelestarian seni tradisional memerlukan suatu pemahaman

menyeluruh tentang berbagai aspek dan latar belakang lahirnya kesenian

tersebut. Pemahaman itu setidaknya meliputi latar belakang dan sejarah tarian

tersebut. Termasuk segi-segi teknis dan iringan tarian yang akan dilestarikan itu.

Salah satu masalah yang dihadapi oleh para seniman adalah sulitnya untuk

mendapatkan literatur dan sumber asli yang mengulas tentang seni tersebut. Ada

tari tradisional yang masih hidup dan berkembang, ada juga yang sudah

mengalami kemunduran bahkan mengalami kepunahan.

Dalam kondisi tersebut, seorang seniman dihadapkan pada persoalan

teknis dan sekaligus persoalan budaya. Pemahaman terhadap faktor-faktor

penyebab kepunahan suatu tarian tradisional akan memberikan manfaat besar

bagi upaya untuk melestarikannya.banyak tari tradisional yang punah karena

memang sudah tidak disukai oleh masyarakatnya sendiri. Hal ini dimungkinkan

tarian itu sudah tidak sesuai lagi dengan etika dan norma hidup masyarakatnya.

Jika upaya penggalian dan pelestarian tari tradisional tidak ingin terperosok

kedalam situasi yang membawa kepunahan, maka didalam upaya pelestarian

tersebut harus tercakup adanya upaya pengembangan dan penyesuaian

seperlunya tanpa harus menghilangkan roh tarian aslinya.

Profesi penari tayub atau taledhek di wilayah desa Tlogogowo pada saat

ini merupakan profesi yang menjanjikan penghasilan berkecukupan, karena

(46)

taledhek untuk memeriahkan pesta pernikahan atau hajatan yang lain. Taledhek

sangat dibutuhkan pada kesenian tayub karena merupakan penari inti yang

bertugas menari mendampingi para tamu yang punya hajat, yang berniat ikut

mengibing bersama taledhek tayub. Taledhek merupakan penari wanita yang

harus siap diajak untuk mendampingi pengibing pria pada seni tayub.

Mengingat kompleksnya kemampuan seni yang harus dikuasai oleh

seorang yang berprofesi sebagai taledhek, tidak mungkin calon taledhek dapat

menguasai segala kemampuan seni tersebut tanpa disertai belajar dengan giat

untuk menjadi seorang taledhek tayub. Proses pembelajaran untuk menjadi

taledhek bagi seorang pemula biasanya suara merdu didukung wajah dan tubuh

yang semampai membuat para pengibing, semakin semangat dalam menari.

c. Fungsi Tayub Sebagai Pendidikan Humaniora

Dalam budaya masyarakat primitif yang serba mistis, tentu saja

pelembagaan pendidikan yang terkandung dalam tari, sebagian besar

bersangkut-paut dengan nilai dan norma. Kesadaran masyarakat primitif

terhadap kekuatan gerak tari, terutama untuk mempangaruhi kekuatan alam dan

segala benda meupun kehidupan yang ada. Oleh karenanya ekspresi gerak atau

tari dipercaya mampu menjelaskan peran sebagai magis yang digunakan, yaitu

magis imitatif, simpatetis, maupun kontagius. Dalam kehidupan primitif

tampaknya nilai tari selalu berhubungan dengan kaidah yang sifatnya magis

atau ritual. Karena bagimanapun juga mentalitas primitif bukanlah logika yang

bicara, melainkan ungkapan emosional hidupnya yang menyeluruh. Tari dalam

(47)

bersama-sama dengan alam. Bagi masyarakat primitif alam merupakan masyarakat besar

atau masyarakat kehidupan.

Dalam linkungan masyarakat tradisional pedesaan, nilai atau norma

yang terkandung dalam tari mengajarkan sifat egalitarian, sebagaimana sikap

kehidupan mereka yang bersifat kegotongroyongan, yaitu kebersamaan sesama

individu. Jikalau terjadi perbedaan atau menempatkan seseorang pada tingkat

yang lebih tinggi, sifatnya adalah penghormatan kepada sesama. Nilai ungkapan

seperti itu tampak dalam tarian rakyat yang cirinya kebersamaan. Tari tayub

merupakan salah satu tari tradisional yang identik dengan kebersamaan. Dalam

uapcara bersih desa atau upacara wiwitan panen, adalah upacara kebersamaan

(48)

BAB III

KEADAN TAYUB DARI TAHUN 1960-1998

Seni adalah suatu kualitas transendental, dalam arti seni yang sejati. Sebuah

karya seni merupakan ungkapan nilai seorang seniman setelah dia merenungkan suatu

obyek. Nilai itu amat subyektif sifatnya. Tetapi, karena renungan seniman yang

sunguh-sunguh jujur dan mendalam terhadap suatu obyek itu dilakukan untuk

menemukan kebenaran universal, hasilnya akan diterima secara obyektif oleh

penanggap karya seninya.

Setiap seniman adalah seorang pencari dan pencipta, yang di cari adalah nilai

kualitas, nilai esensi, nilai emosi yang baru dan segar atas obyek yang sama yang

mungkin telah berkali-kali direnungkan oleh seniman lainnya. Yang diciptakan adalah

hasil temuannya tadi dalam wujud intrinsik benda seni itu sendiri. Wilayah pencarian

dan penemuan seniman adalah wilayah di luar obyeknya itu, namun sebenarnya muncul

dari obyek tersebut. Suatu wilayah di luar obyek-tampak, suatu wilayah trasendental.

Suatu wilayah di luar kenyataan material duniawi, wilayah luas yang tak terbatas bagi

pengembaraan rohani manusia.

Sebuah karya seni sejati selalu unik, baru, segar, mengejutkan oleh tujuannya

pada sesuatu yang belum dikenal manusia sebelumnya. Sebuah karya seni sejati juga

bersifat organis dalam dirinya. Ia selalu tumbuh, menampilkan sisinya yang lain.

Semua itu dimungkinkan karena sebuah karya seni adalah tanggapan kualitas

transendental. Sebuah karya seni sejati selalu membawa manusia ke pengalaman

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pasal tersebut dikata kan: “Satuan Reserse Kriminal yang selanjutnya disingkat Sat Reskrim adalah unsur pelaksana tugas pokok fungsi reserse kriminal pada

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan dengan subjek siswa kelas V SDN Uekambuno 2 Bongka Makmur Kecamatan Ulubongka melalui penggunaan

Kesimpulan : Pegawai pada tiap unit kerja yang ada di Puskesmas Bunut lebih meningkatkan upaya kerjasama tim dalam menurunkan kasus pneumonia pada balita, khususnya

1.Bagaimana intensitas masyarakat dalam memahami Toleransi umat beragama di desa balun ini tidak luput darinama desa Balun yang diambil dari nama sesepuh desa bernama

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yaitu prosedur pemecahan masalah karena setiap penelitian memerlukan metode untuk mencapai

Mahasiswa dapat mengingat kembali materi-materi yang telah diberikan, sekaligus mendapatkan gambaran mengenai materi lanjutan dari mata kuliah Sistem Operasi, yaitu

Namun guna mendukung nilai pemanfaatan dari system yang telah dibangun, dilakukanlah penelitian yang lebih menyeluruh terutama berkaitan dengan kemampuan dalam adopsi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan sambungan kayu yang memenuhi persyaratan sebagai bahan elemen struktur dengan memperhatikan teknik penyambungan finger