• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : PROFIL FORUM MUSYAWARAH PONDOK PESANTREN

A. Pandangan Ulama Terhadap Larangan Boncengan Yang Bukan

Berikut pendapat para ulama beserta dasar hukumnya, baik itu yang memperbolehkan maupun melarangnya:

1. Menurut pandangan Dr. Abdul Karim Zaidan dalam karyanya Mufasal Fi

Ahkami Mar‟ah.

Sesungguhnya asal hukum dalam masalah berkumpulnya seorang laki-laki dan wanita adalah haram. Namun dibolehkan berikhtilat antara laki laki dan perempuan jika memang terdapat dhorurah sariyah, hajat sariyah, maslahah sariyah atau karena hukum adat dalam beberapa keadaan berikut:

a. Ikhtilat yang di bolehkan sebab darurat:

 Seorang laki-laki yang menolong seorang wanita padasaat wanita tersebut di kejar oleh seseorang yang akan menganiayanya.

 Seorang laki-laki yang menemukan seorang wanita yang tesesat di jalan kemudian berjalan bersama ketempat yang di tujunya.

b. Ikhtilat yang di bolehkan sebab hajat sar‟iyah

 Berikhtilatnya laki-laki dan wanita untuk bermualah sariyah seperti jual beli, gadai, dan lainnya.

 Berikhtilatnya laki-laki dan wanita untuk menghormati tamu.

 Berikhtilatnya laki-laki dan wanita di dalam kendaraan umum untuk memenuhi hajat (kebutuhan hidup sehari-hari seperti berbelanja dan sebagainya).

c. Ikhtilath yang sudah menjadi sebuah hukum adat atau kebiasan masyarakat yangg bersifat positif :

 Berihktilatnya lelaki dengan wanita di salah satu tempat berkumpul seperti lapangan upacara, auditorium atau saat mengunjungi salah seorang sahabat dengan catatan pakaian dan adab harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat islam dan hukum syari‟at,

pandangan antara para lelaki dan wanita-wanita tersebut tidak terdapat syahwat dan tidak ada kholwat antara seorang lelaki dan seorang wanita.45

2. Menurut jumhur ulama dalam kitab Mau‟suah Fiqih Kuwait tentang hukum berboncengan:

Boleh hukumnya berboncengan seorang lelaki dengan seorang istrinya karena nabi pernah membonceng istrinya Sofi‟ah r.a.h. Sedangkan hukum seorang lelaki yang membonceng seorang wanita “ajnabiy” atau sebaliknya (bukan dalam keadaan dhorurat dan ada hajat positif ) itu adalah dilarang berdasarkan hukum “saddu dziro‟i” dan untuk menjaga dari syahwat terhadap lawan jenis

yang bukan muhrim.46 Dasar hokum pelarangannya berdasarkan hadis Rasulullah SAW . Dijelaskan pula dari Amir bin Rabi‟ah,

Artinya: Dari Amir Bin Rabi‟ah, ia berkata, Rasulullah SAW “Jangan lah

seorang lelaki berduan dengan seorang perempuan yang tidak halal baginya. Karena sesungguhnya yangketiga adalah

setan.kecuali ditemani mahramnya.”47(HR. Ahmad)

3. Menurut imam Abi Bakar Usman Bin Muhammad Syatho Adhimyati ulama dari mazhab Syafi‟i dalam karyanya “Hasyiah I‟anah Tholibhin” beliau mengungkapkan pendapatnya sebagai berikut :

45

Dr.Abdul Karim Zaidan, Mufashol Fi Ahkamil Mar‟ah, (t.t, Mu‟assasah Arrisalah,

1993) cet.1, juz 3, h. 328-330

46

Kementrian dan Urusan Agama Kuwait, Mausu‟ah Fiqh Kuwair, (t.t., dzatu tsalazil, 1983) cet.2, juz 3, h. 91

47

Al Imam Asy- Syaukani, Nailul Authar, Kitab Nikah (Riad: Darul Ibni Afan,2005), Juz7, hlm 543

Adapun hukum berkumpulnya seorang wanita dan seorang lelaki pada perayaan yang tidak melanggar hukum syar‟iyah diakhir romadhon (perayaan malam takbiran) adalah makruh Selama tidak terdapat persentuhan badan antara lawan jenis yang ajnaby secara sengaja dan tanpa kebutuhan dhorurot. maka jika terjadi persentuhan yang disengaja dan tidak dalam kebutuhan dhorurat adalah haram hukumnya.48

4. Menurut imam Nawawy dalam karyanya Majmu Syarah Muhadzab berpendapat sebagai berikut :

Tidak diperbolehkan bagi seorang wanita berjalan sendirian untuk melaksanakan ibadah sunnah, berdagang dan selainya kecuali bersama mahromnya. Namun sebagian dari sahabat kami (ashabul wujuh dalam mazhab Syafi‟i) berpendapat bahwa: boleh hukumnya seorang wanita berpergian tanpa di temani wanita-wanita lain jika perjalan nya di anggap aman.49

5. Menurut Syaikh Ibnu Ibrahim

Menaiki kendaraan berupa mobil atau motor bersama sopir lebih dari sekedar berduaan di rumah, karena bisa berpergian kemana saja baik karena sama-sama senag atau karena dipaksa. Kerusakan yang mungkin timbul bisa lebih besar dari pada hanya berduan saja. Fitnah yang ditimbulkan wanita karna berduaan tidak di sangsikan lagi. Dalam hadits disebutkan.

Artinya : Dari Usamah bin Zaid r.a,Nabi SAW, beliau bersabda. “Aku tidak meninggalkan fitnah sesudahku yang lebih berbahaya atas laki-laki dari pada fitnah perempuan.50”(H.R. Muslim)

48

Abi Bakar Usman Adhimyathi, I‟anah Tholibhin, (Beirut-Libanon:Darrul Khutub Ilmiyah, 1995) cet.1, juz 1 h. 272

49

Al Imam Nawawi, Majmu Syarah Muhadzab, (Beirut-Libanon: Darrul Khutub Ilmiyah, 2001) cet.2, Juz.8, h.421

50

HR. Muslim, Al-Imam Muslim, Shahih Muslim, Kitab Riqaq, (Bandung: Sirkah

Yang menjadi kewajiban bagi kita semua, adalah melarang setiap wanita naik taksi hanya bersama sopir taksi saja, tanpa ditemani mahramnya atau teman-teman yang di percaya dan sudah dikenal. Wajib pula menasehati para wanita dan wali-wali mereka dan mengingatkan dengan ancaman-ancaman.51

6. Menurut Syaikh Aziz bin Baz

Tidak di perbolehkan bagi wanita untuk pergi bersama orang asing meski hanya sebagai sopir tanpa ditemani orang lain, karena ini merupakan khalwat (berduaan). Telah diriwayatkan dalam hadis nabi SAW beliau bersabda

Artinya: Dari Jabir: Sesungguhnya Nabi SAW Bersabda:”Barang siapa yang

beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah tidak berhalwat dengan wanita yang tidak di dampingi dengan mahramnya. Karna sesungguhnya yang ketiga adalah

setan.”52

(H.R. Ahmad)

Namun jika ia bersama laki-laki lain atau lebih, atau dengan satu wanita lain atau lebih, maka tidak apa-apa, jika tidak ada keraguan yang timbul, karena hukum khalwat hilang dengan adanya orang ketiga atau lebih. Ini apabila bukan dalam kondisi berpergian, maka tidak dibolehkan bagi wanita untuk berpergian tanpa di temani mahromnya berdasarkan hadits nabi :

51

Syaikh Muhammad bin Yahya Al-Wazan.. [et al.],Fatwa-fatwa Tentang Wanita,

Penerjemeh Ahmad Amin Sjihab, (Jakarta: Darul haq, 2001),jil.3, h.129

52

Al Imam Asy-Syaukani, Nailul Authar, Kitab Nikah, (Riad:Darul Ibni Afan,2005), cet.1, Juz.7, Hlm.542.

Artinya: Dari Ibnu „Abbas r.a., katanya dia mendengar Nabi SAW. Berkhutbah, sabdanya: “seorang laki-laki tidak boleh berada di tempat sunyi dengan seorang perempuan, melainkan harus diserrtai mahram. Begitu pula seorang perempuan tidak boleh berjalan sendirian, melainkan harus bersama mahram.53(H.R. Muslim)

Tidak ada perbedaan, apakah berpergian dengan mengunakan kendaraan darat, laut, dan udara.54

B. Pandangan Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) terhadap

Dokumen terkait