• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANGGILAN HIDUP MANUSIA SESUAI RENCANA ALLAH

Dalam dokumen Etika Kristen UKI Press (Halaman 32-35)

Tulisan ini membahas tentang makan panggilan hidup manusia yang sesuai dengan kebenaran Alkitab. Berbicara mengenai panggilan hidup yang bermakna pada zaman ini dapat dikatakan sungguh menyedihkan. Manusia menjalani kehidupannya cenderung tidak lagi mendasarkan pada norma-norma kebenaran etis dan moral. Nilai-nilai kebenaran telah direduksi. Dampak reduksi ini membuat banyak orang merasa prihatin karena telah mempengaruhi sendi-sendi kehidupan pada diri manusia itu sendi-sendiri dan disekitar manusia tersebut. 38  Apa sebenarnya yang terjadi? Pertanyaan-pertanyaan tentang hal ini sering terdengar dan mencoba untuk dijawab. Namun kecenderungan jawaban yang muncul hanya bersifat fenomena yang solusinya tidak menyelesaikan persoalan, karena tidak menyentuh substansi yang sebenarnya. Sesungguhnya ketidak mengertian dan ketidaksadaran akan standar etika kehidupan dalam perspektif Kebenaran  Allah mengakibatkan manusia seringkali jatuh dalam tindakan-tindakan yang memprihatinkan.

A. MENYADARI AKAN NATURNYA

Manusia terdiri dari Tubuh, jiwa dan roh. Jiwa adalah bagian yang lebih mulia dalam diri manusia, sesuatu yang kekal, karena esensinya adalah ciptaan Allah39. Bodohlah orang yang berpikir bahwa ia menjadi tidak ada lagi setelah kematian. Hati dan akal budi manusia yang mengetahui antara baik dan jahat harus disadari bahwa ia harus menghadapi penghakiman Allah, bahwa setiap orang akan mempertanggungjawabkan hidupnya di hadapan Allah sesuai dengan apa yang diputuskan oleh hati dan akal budinya. Inilah alasan mengapa jiwa tersebut dikatakan mulia dan kekal.

Sebagaimana juga dijelaskan bahwa manusia adalah ciptaan menurut gambar dan rupa  Allah (Created in God’s image)40 yang artinya citra Allah ada di dalam diri manusia.41 Gambar Allah

dalam diri manusia meliputi semua sifat unggul yang menjadikannya memiliki natur yang melampaui semua spesies binatang. Inilah yang terlihat dalam integritas yang terlihat pada Adam, ketika ia memiliki pengertian yang benar, dan mengendalikan perasaannya dengan akal budinya, dan menata seluruh inderanya atau keinginannya berdasarkan rencana Allah.

Sifat kekekalan yang melekat pada jiwa manusia ini mendorongnya mengarahkan diri ke atas dan menghargai kebenaran Allah. Jiwa manusia dimaksudkan untuk terarah kepada Allah, sehingga semakin seorang manusia mendekatkan diri kepada Allah semakin ia makhluk yang rendah hati sekaligus rasional.

Jiwa manusia yang kekal ini memiliki dua kemampuan yaitu  pengertian  dan kehendak . Pengertian untuk membedakan mana yang harus diterima dan yang harus ditolak. Sedangkah kehendak membuat keputusan dan mengikuti apa yang oleh rasio dinyatakan sebagai hal yang baik

38

 Fakta Kemerosotan nilai-nilai kehidupan dapat di baca lebih lanjut pada buku Blamires, Harry, The Post Christian Mind , Michigan, Servant Ministries, 199.

39

Dalam Alkitab Perjanjian Baru, kata ‘jiwa’ yang diterjemahkan dari bah. Yunani dari kata ‘psyche’. Leksikon Yunani Perjanjian Baru Arndt-Gingrich mendaftarkan sejumlah makna untuk kata ini, beberapa diantaranya adalah ‘prinsip hidup’ , ‘kehidupan duniawi itu sendiri’, (earthly life it self) ‘tempat kehidupan rohani manusia (seat of inner life of mean), termasukperasaan dan emosi’, ‘tempat dan pusat kehidupan ya ng melampui hal -hal duniawi’. Yang memiliki kehidupan makhluk hidup. Lebih lanjut lihat William F. Arndt dan F. Wilbur Gingrich, A Greek-English Lexicon of The New Testament and Other Early Christian Literature, (Chicago, Univ. Of Chicago Press, 1975)

dan menolak apa yang tercela. Allah telah memperlengkapi jiwa manusia dengan akal budi sehingga ia dapat membedakan antara yang benar dan jahat dan untuk menemukan dengan terang akal budinya apa yang harus dilakukan dan yang harus dihindari. Dan kehendaknya bertugas untuk membuat pilihan.

Keadaan manusia sebelum jatuh dalam dosa, berada dalam kemuliaan karena kemampuannya  – akal budi, pengertian, kebijaksaan, dan  pertimbangan. Dari komponen ini ditambahkan lagi pilihan untuk mengarahkan nafsunya sehingga kehendak sepenuhnya menyesuaikan dengan pertimbangan rasio. Manusia juga diberikan kehendak bebas sehingga jika ia memilih ia dapat memiliki hidup kekal. Karena itu, Adam memiliki kebebasan untuk memilih apa yang baik dan buruk.

Tetapi setelah kejatuhannya yang disebabkan oleh pilihannya yang salah, dimana manusia mau seperti Allah, mengakibatkan keunggulan pada dirinya menjadi rusak. Sebagaimana Richart L. Pratt jelaskan ‘oleh bujukan maut dari si iblis   yang meyakinkan Hawa bahwa semua kemampuan yang ia dapatkan sebagai anugrah ilahi dari Allah ternyata belum cukup untuk bisa membuatnya disebut sebagai mahkota ciptaan yang mulia. Kemudian Hawa memandang dirinya di bawah pengaruh Setan, ia tidak lagi mengindahkan keindahan rancangannya, dan ia mulai berpaling dari Penciptanya. Dia membrontak dan menjadi angkuh.42  Sejak itu, manusia tidak lagi memiliki kemampuan untuk memilih apa yang baik, karena kecendrungan hatinya sekarang hanya tertuju kepada apa yang jahat. Namun syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, karena di dalam anugerah penebusan-Nya, Roh Kudus membaharui manusia, sehingga manusia dimungkinkan melakukan, menyuarakan kebenaran Allah menjadi norma kebenaran dan etika hidup manusia.43

B. PANGGILAN ALLAH

Kata ‘panggilan’  yang dimaksudkan pada tulisan ini bukanlah berasal dari istilah ‘calling’, melainkan ‘vocation’ yang berasal dari bahasa latin yang artinya ‘suara yang memanggil’. Dalam Meriam Webster Dictionary Online44 ‘vocation’ juga disebutkan sebagai panggilan khusus ‘especially : a divine call to the religious life ’ atau ‘panggilan ilahi untuk hidup secara religius’. D i balik aktifitas manusia sehari-hari sesungguhnya terkandung makna sebuah “panggilan dari Allah”. Orientasi hidupnya tidak lagi terarah kepada hal-hal yang sifatnya fisik, ekonomis dan menguntungkan secara duniawi. Sebab mata batinnya terbuka untuk mengalami ‘spiritual awareness; (kesadaran rohani) yang mendorongnya untuk melakukan karya Allah. Kesadaran rohani tersebut bukan sekedar suatu dorongan dari perasaan religiusitas, tetapi suatu dorongan untuk melakukan tindakan yang diyakini dikehendaki oleh Allah; yaitu panggilan hidup (vocation) yang diyakini sungguh suci. Bagaimana manusia dapat memahami panggilan (vocation) Tuhan dalam kehidupannya?

 Ada dua hal yang patut di pahami untuk menjalani panggilan (vocation) Tuhan bagi setiap orang selama di dalam dunia:

(1) Konteks hidup masing-masing ("for everything there is a season..."). Ibarat setiap rangkaian pertumbuhan manusia ada 'tugas' nya masing-masing. Misalnya saat usia dini, dia mempunyai tugas untuk berjalan, usia remaja, usia pemuda, usia umur pertengahan, masing-masing ada 'tugas' yang perlu di selesaikan.

Demikian juga dalam konteks masing-masing setiap orang, (saat dia sedang sekolah panggilannya adalah mempertanggungjawabkan sekolahnya dengan baik). Jikalau orang tersebut lalai maka 'tugas' akan membebani perjalanan hidup selanjutnya. Demikian sebelum menikah dan sesudah menikah, atau sebelum dan sesudah mempunyai anak, dst. Dari keseluruhan atau totalitas kehidupannya di Bumi ini setiap orang juga harus melakukan tugasnya sebagai ciptaan Tuhan, yakni takut akan Tuhan serta memuliakan Tuhan dalam hidupnya.

(2) Misi dan visi kehidupan. Ini merupakan 'jiwa' perjuangan setiap manusia di muka bumi ini. Keduanya berpadu dalam kehidupan manusia. Tantangannya adalah jikalau setiap orang tidak memahami akan hidup dan konteks dimana dia hidup, sesungguhnya dia terperangkap, dan hanya mengikuti arus jaman tanpa daya. Jikalau kita tidak memahami 'season' hidup kita dan memenuhi

42

 Pratt, L, Richard, DIRANCANG BAGI KEMULIAAN , Surabaya: Momentum, hal. 52 43

 LAI TB : Efesus 4: 21-24 44

'tugas' nya, maka kita bisa terperangkap dalam pergumulan diri yang rumit. Jikalau kita tidak mempunyai visi maka hidup kehilangan arah, nilai dan makna yang sebenarnya.

Maka dari itu Allah berkehendak agar manusia dapat selalu hidup menurut rencana-Nya. Dia berkenan memimpin kita sehingga dapat mengerti rencana-Nya. Bagi manusia yang terpenting dalam mengelola kemampuannya  – akal budi, pengertian, kebijaksaan, dan  pertimbangan  yang ada pada dirinya dalam menjalankannya haruslah dengan rendah hati.45 Dengan demikian rencana Tuhan yang khusus bagi setiap manusia disebut sebagai panggilan hidup. Untuk menolong kita mengerti akan panggilan Allah, perhatikan tiga hal di bawah ini:

1. Kebenaran sejati bersumber dari Allah sendiri

Manusia bukanlah sumber kebenaran, karena manusia sendiri masih mencari kebenaran, dan manusia sendiri sadar bahwa tingkat pengetahuan kebenarannya tidaklah absolut (banyak kesalahan yang masih kita lakukan di dalam hidup kita). Karena itu, jika kita mau mencari kebenaran, haruslah kembali kepada Allah sendiri, yang menjadi sumber kebenaran dan dirinya kebenaran. Secara inkarnasi, maka di sepanjang sejarah, hanya satu 'manusia' saja yang berhak mengklaim diri sebagai Kebenaran, yaitu Yesus Kristus sendiri, Anak Allah yang Tunggal (Yoh 14:6).

2. Allah mewahyukan kebenaran di dalam Alkitab.

 Allah menyatakan kebenaran-Nya kepada manusia melalui firman-Nya, yaitu Alkitab. Dengan kata lain, Alkitab merupakan satu-satunya sarana untuk manusia bisa kembali mengerti kebenaran yang paling hakiki. Inilah yang ditekankan dengan proklamasi: Sola Scriptura (Hanya  Alkitab Saja). Dengan demikian, maka seluruh kebenaran harus berpresuposisi pada Alkitab.

Dengan lebih kritis lagi, bahwa setiap kebenaran yang bisa kita dapat dan mengerti, jika memang benar, maka ia tidak bisa bertentangan dengan Alkitab.

3. Alkitab merupakan satu kebenaran yang utuh dari Allah yang satu.

Karena Allah yang sama mewahyukan seluruh bagian Alkitab, maka seluruh bagian Alkitab tidak bertentangan satu sama lain. Jika terjadi pertentangan, maka bukan pengertian Alkitab itu sendiri, tetapi kesulitan pikiran manusialah yang memang mempertentangkannya. Maka kembali lagi, presuposisi manusia di dalam menghadapi Alkitab adalah presuposisi keutuhan, bukan dekonstruktif.

BAB IX

Dalam dokumen Etika Kristen UKI Press (Halaman 32-35)

Dokumen terkait