• Tidak ada hasil yang ditemukan

Panitia Farmasi dan Terapi adalah tim yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.

Tujuan dari PFT adalah:

a) Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat serta evaluasinya

b) Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan kebutuhan.

Susunan kepanitiaan Panitia Farmasi dan Terapi serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat :

1. Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 Dokter, Apoteker dan Perawat. Untuk Rumah Sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3 orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada.

31

2. Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai ketua adalah dari Farmakologi. Sekretarisnya adalah Apoteker dari instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk.

3. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat Panitia Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan PFT.

Menurut WHO dalam suatu rumah sakit fungsi panitia farmasi dan terapi, yaitu : sebagai komite penasehat bagi staf medis, mengembangkan kebijakan obat, seleksi dan evaluasi obat-obat untuk daftar formularium, mengembangkan pedoman pengobatan standar (Standar Treatment Guidelines/STGs), menilai penggunaan obat untuk mengidentifikasi masalah, mengarahkan intervensi yang efektif pada penggunaan obat, mengelola (Adverse Drug Relation/ADR), mengelola medication error, transparansi informasi, dan menjalin kerjasama dengan panitia maupun institusi kesehatan lain yang sejenis di luar rumah sakit.

Fungsi dan ruang lingkup PFT, yaitu:

a. Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya, pemilihan obat untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang sama.

b. PFT harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis.

c. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk dalam kategori khusus.

32

d. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional. e. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan

mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi, tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus penggunaan obat secara rasional.

f. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.

g. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat.

Peran PFT adalah mengoptimalkan penggunaan obat yang rasional dengan jalan mengevaluasi penggunaan obat di klinik, mengembangkan kebijakan pengelolaan obat, dan mengelola sistem formularium. PFT bertanggung jawab untuk mempromosikan penggunaan obat yang rasional melalui pendidikan staf profesional, pasien dan keluarganya.

PFT Mengembangkan kebijakan obat : a. siklus pengelolaan obat,

b. penambahan obat baru, c. obat nonformularium, d. pengurangan obat, e. penelitian obat, f. substitusi generik, g. automatic stop order,

h. form obat baru dan pedomannya, i. standar terapi,

j. critical pathways, k. algorithma terapi, l. mengatur detailer,

33 m. penyediaan literatur.

Formularium adalah himpunan obat yang diterima/disetujui oleh panitia farmasi dan terapi sebagai pedoman untuk memberikan petunjuk kepada dokter, apoteker, perawat serta petugas administrasi di rumah sakit dalam melaksanakan pelayanan dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan. Dalam proses revisi formularium, staf medis, pihak panitia farmasi dan terapi mengadakan evaluasi dan menentukan pilihan terhadap produk obat yang ada di pasaran, dengan lebih mempertimbangkan kesejahteraan pasien.

Dalam menerapkan sistem formularium diperlukan kesepakatan antara staf medis dari berbagai disiplin ilmu dengan panitia farmasi dan terapi dalam menentukan kerangka mengenai tujuan, organisasi, fungsi, dan ruang lingkup. Staf medis harus mendukung sistem formularium yang diusulkan oleh panitia farmasi dan terapi, dapat menyesuaikan sistem yang berlaku dengan kebutuhan tiap-tiap institusi, menerima kebijakan-kebijakan dan prosedur yang ditulis oleh panitia farmasi dan terapi, menguasai sistem formularium yang dikembangkan oleh panitia farmasi dan terapi, membatasi jumlah produk obat yang secara rutin harus tersedia di instalasi farmasi, serta membuat prosedur yang mengatur pendistribusian obat generik yang efek terapinya sama (Depkes RI, 2004).

Proses dalam pembentukan formularium mempertimbangkan beberapa hal antara lain: daftar obat esensial, epidemiologi penyakit, daftar supli obat baik dari pengadaan, anggaran, distribusi dan produksi. Disamping itu sisitem formularium diharapkan dapat mendukung penggunaan obat yang rasional termasuk didalamya adalah informasi obat. Penggunaan obat yang rasional dengan sistem formularium harus selalu dilakukan evaluasi dan monitoring. Sistem formularium secara rinci dapat dilihat digambar 2.

34

Gambar 2. Sistem formularium (Quick, et al, 1997) 3. Standar Terapi

a. Merupakan standar untuk mendiagnosis dan memberi terapi yang tepat;

b. Di Rumah Sakit dicari secara epidemiologi yang merupakan10 penyakit dengan prevalensi tinggi tiap spesialisasi

List of Common Health Problem DTC Meeting List of Essential Drugs/ Formulary List Drug List Drug Supply - Procurement - Donation - Distribution - Production Treatment Guidelines

Monitoring dan Evaluation for more Rational Drug Use Rational Drug Use - Training - Supervision - Monitoring Drug Information Formulary Manual

35

c. Berisi : Nama penyakit, Patofisiologi, Etiologi, Gejala Klinik, Diagnosis (anamnesis, Pasien Fisik, Pasien Penunjang), Diagnosis Banding, Penatalaksanaan (Farmakologi, Non Farmakologi).

Formulary Manual

a. Berisi Info lengkap yang dibutuhkan untuk memakai suatu obat b. Nama obat dari Formulary List

c. Info dipilih yang benar-benar digunakan di lapangan d. BNF: British National Formulary

Formulary List

a. Daftar Obat yang direkomendasikan; b. RS: Formularium RS, DORS;

c. PT.Askes: DPHO (Daftar dan Plafond Harga Obat), DO (Daftar Obat) d. PT. Jamsostek: DSO (Daftar Standar Obat)

e. Nasional: DOEN Daftar Obat Essensial Nasional, Formularium Nasional Untuk BPJS Kesehatan

f. Klas Terapi, Nama Generik, Nama Dagang, Pabrik, Keterangan Adapun keuntungan dari adanya formularium yang efektif adalah:

a. Menjamin keamanan dan keefektifan penggunaan obat b. Terapi obat yang lebih cost efective

c. Penyediaan obat yang konsisten Prinsip Menyusun Formularium :

1. Memilih obat berdasar kebutuhan (penyakit dan keadaan yang sedang terjadi di wilayah setempat).

2. Memilih ”drug of choice”

3. Menghindari duplikasi dan gunakan nama generik

4. Gunakan kombinasi produk hanya pada kondisi spesifik misalnya TB 5. Kriteria pemilihan harus jelas dan mencakup :

36 b. Safety

c. Quality d. Cost

6. Obat konsisten dengan formularium nasional dan regional dan guidelines terapi standar.

Tidak efektif dan efisiennya manajemen obat dapat dilihat dari gejala kekurangan obat yang terlalu sering dan terjadi pada banyak jenis obat, kelebihan jenis obat tertentu, penyediaan obat tidak merata, perimbangan manfaat biaya (cost effectiveness) yang tidak baik, pengaturan anggaran obat yang tidak proporsional, cara peresepan yang tidak rasional dan tidak efektif, penyimpangan dan distorsi kebutuhan obat (Wambrauw, 2006).

Pedoman Penggunaan Formularium di Indonesia menurut Kepmenkes No 1197 tahun 2004: meliputi membuat kesepakatan antara staf medis dari berbagai disiplin ilmu dengan panitia farmasi dan terapi dalam menentukan kerangka mengenai tujuan, organisasi, fungsi dan ruang lingkup. staf medis harus mendukung sistem formularium yang diusulkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi, staf medis harus dapat menyesuaikan sistem yang berlaku dengan kebutuhan tiap-tiap institusi, staf medis harus menerima kebijakan-kebijakan dan prosedur yang ditulis oleh panitia farmasi dan terapi untuk menguasai sistem formularium yang dikembangkan oleh panitia farmasi dan terapi, nama obat yang tercantum dalam formularium adalah nama generik, membatasi jumlah produk obat yang secara rutin harus tersedia di instalasi farmasi, membuat prosedur yang mengatur pendistribusian obat generik yang efek terapinya sama, seperti apoteker bertanggung jawab untuk menentukan jenis obat generik yang sama untuk disalurkan kepada dokter sesuai produk asli yang diminta, dokter yang mempunyai pilihan terhadap obat paten tertentu harus didasarkan padapertimbangan farmakologi dan terapi, apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas, dan sumber obat dari sediaan kimia, biologi dan sediaan farmasi yang digunakan oleh dokter untuk mendiagnosa dan mengobati pasien.

37

Kriteria obat yang lolos seleksi dalam formularium adalah obat sudah efektif dan aman, biaya yang relatif efisien, pilihan dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti farmakokinetik obat atau tersedianya fasilitas pengadaan dan penyimpanan, mutu terjamin, termasuk bioavailabilitas dan stabilitas obat selama penyimpanan, sebaiknya obat memiliki komponen tunggal, bila dalam bentuk kombinasi maka perbandingan dosis komponen kombinasi tetap merupakan perbandingan yang tepat untuk populasi yang memerlukan kombinasitersebut dan kombinasi tetap terbukti memiliki kelebihan daripada komponen tunggalnya baik dari segi efek terapi, keamanan serta kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Apabila seorang dokter bergabung menjadi staf rumah sakit, ia wajib setuju berpraktik sesuai dengan peraturan sistem formularium rumah sakit tersebut, obat yang akan ditulis, di dispensing, dan digunakan di rumah sakit harus sesuai dengan sistem formularium (Siregar dan Amalia, 2004).

Secara garis besar faktor yang mempengaruhi penulisan resep dibagi dua yaitu faktor medis dan faktor nonmedis. Faktor medis adalah faktor yang berhubungan dengan status kesehatan pasien yang merupakan faktor utama yang menentukan apakah seorang pasien akan diberikan resep obat atau tidak. Faktornonmedis terbagi dua lagi yaitu faktor kondisi peresepan (conditioning factors) dan faktor individu (individual factors) yaitu semua yang berhubungan dengan individu dokter. Kekuatan dari industri obat nasional dan kekuasaan dari pihak yang berwenang mengontrol, merupakan dua faktor kondisi yang penting yang juga mempengaruhi faktor individu (Yenis, 1999., diacu dalam Wambrauw, 2006).

Beberapa faktor yang mempengaruhi penulisan resep (Wambrauw, 2006) : 1. Sistem suplai kesehatan (Health Supply System)

Faktor yang mempengaruhi sistem meliputi suplai obat yang tidak dapat dipercaya, jumlah obat yang terbatas/ tidak mencukupi, obat-obat yang kadaluarsa dan tersedianya obat-obat yang tidak tepat/tidak sesuai. Inefisiensi dalam sistem tersebut menimbulkan ketidakpercayaan oleh dokter dan pasien. Padahal pasien membutuhkan

38

pengobatan dan dokter harus memberikan obat apa yang sudah tersedia, walaupun obat yang tersedia tersebut tidak tepat indikasi.

2. Penulis resep / dokter (Prescriber)

Faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi dokter dalam menuliskan resep. Pengetahuan dokter tentang obat dapat mempengaruhi penulisan resep obat, pengetahuan didapat dari pendidikan dasar yang membentuk sikap. Kurangnya pendidikan berkelanjutan (Continuing education), keahlian untuk mendapatkan informasi baru yang lebih banyak didapat dari sales obat bukan berdasarkan evidence based mempengaruhi penulisan resep obat. Faktor eksternal seperti jumlah pasien yang banyak, atau tekanan untuk menuliskan resep dari pasien atau salesmen obat/pabrik obat.

39 BAB IV