• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

2. PAPSI a. Definisi

01 Pinjaman Qardh yang diberikan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersama kan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara peminjam dan pihak yang meminjamkan yang mewajibkan peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu.

b. Dasar Pengaturan

01. SAK Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik.

02. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

c. Penjelasan

01.Pinjaman Qardh yang diberikan merupakan pinjaman yang tidak mempersyaratkan adanya imbalan.

02.Akad Qardh dalam Lembaga Keuangan Syariah terdiri dari dua macam :

a) Akad Qardh yang berdiri sendiri untuk tujuan sosial semata sebagaimana dimaksud dalam Fatwa DSN-MUI Nomor: 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang al-Qardh, bukan sebagai

sarana atau kelengkapan bagi transaksi lain dalam produk yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan;

b) Akad Qardh yang dilakukan sebagai sarana atau kelengkapan bagi transaksi lain yang menggunakan akad-akad

mu’awadhah (pertukaran dan dapat bersifat komersial) dalam

produk yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Penggunaan dana dari pihak ketiga hanya diperbolehkan untuk tujuan komersial antara lain seperti produk Rahn Emas, Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah, Pengalihan Utang, dan Anjak Piutang.

03. Bank dapat meminta jaminan atas pemberian Qardh.

04. Bank hanya boleh mengenakan biaya administrasi atas pinjaman

Qardh.

05. Pendapatan yang berasal dari biaya Administrasi dalam pinjaman Qardh yang dananya berasal dari dana pihak ketiga akan dibagi -hasilkan, sedangkan untuk pinjaman Qardh yang dananya berasal dari modal Bank tidak bagihasil.

06. Ujrah dari akad ijarah atau akad lain yang dilakukan bersamaan denganpemberian pinjaman Qardh (untuk rahn, talangan haji, dan pengalihan utang) yang dananya berasal dari dana pihak ketiga maka pendapatan yang diperoleh akan dibagihasilkan, sedangkan apabila

23

dananya berasal selain dari dana pihak ketiga pendapatan yang diperoleh tidak dibagihasilkan.

07. Dalam hal nasabah mengalami tunggakan pembayaran angsuran, Bank membentuk Penyisihan Penghapusan Aset untuk pinjaman Qardh sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh otoritas pengawasan. D. Perlakuan Akuntansi

D1. Pengakuan dan Pengukuran

01. Pinjaman Qardh diakui sebesar jumlah yang dipinjamkan pada saat terjadinya.

02. Biaya administrasi, bonus, ujrah yang dananya bersumber dari modal Bank diakui sebagai pendapatan operasional lainnya sebesar jumlah yang diterima.

03. Biaya administrasi, bonus, ujrah yang dananya bersumber dari dana pihak ketiga diakui sebagai pendapatan utama lain dan dibagihasilkan sebesar jumlah yang diterima.

D2. Penyajian

01. Pinjaman Qardh yang bersumber dari modal Bank dan dana pihak ketiga disajikan pada pos pinjaman Qardh.

02. Penyisihan Penghapusan Aset pinjaman Qardh disajikan sebagai pos lawan (contra account) pinjaman Qardh.

Fatwa DSN-MUI yang merupakan hukum positif oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah juga telah mengatur Rahn. Fatwa yang mengatur yaitu sebagai berikut :

3. Fatwa DSN-MUI No.25/DSN-MUI/III/2002

Menurut fatwa DSN-MUI No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang gadai syariah (Rahn) yang menetapkan hukum bahwa gadai syariah dibolehkan, dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam fatwa.

Pertama : Hukum

Bahwa pinjam dengan mengadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn dibolehkan.

Kedua : Ketentuan Rahn

a. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan Marhun (barang) sampai semua utang Rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.

b. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada prinsipnya, Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh

Murtahin kecuali seizin Rahin,dengan tidak mengurangi

nilai marhun dan manfaatnya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.

c. Pemeliharaan dan penyimpanan Marhun pada dasarnya menjadi kewajiban Rahin, namun dapat dilakukan juga

25

oleh Murtahin sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin.

d. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.

e. Penjual Marhun :

1) Apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingatkan Rahin untuk segera melunasi utangnya.

2) Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka Marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.

3) Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.

4) Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya menjadi ke wajiban Rahin. 4. Fatwa DSN-MUI No.26/DSN-MUI/III/2002

Menurut Fatwa DSN-MUI No.68/DSN-MUI/III/2008 tentang Rahn Emas yang menetapkan hukum bahwa gadai syariah dibolehkan, dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam fatwa.

a. Rahn emas dibolehkan berdasar prinsip Rahn (lihat Fatwa DSN nomor : 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn) b. Ongkos dan biaya penyimpanan barang (marhun)

ditanggung oleh penggadai (rahin)

c. Ongkos sebagaimana dimaksud ayat 2 besarnya didasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan.

d. Biaya penyimpanan barang (marhun) dilakukan berdasarkan Akad Ijarah.

5. Fatwa DSN-MUI No.68/DSN-MUI/III/2008

Menurut Fatwa DSN-MUI No.68/DSN-MUI/III/2008 tentang Rahn

Tasjily yang menetapkan hukum bahwa gadai syariah dibolehkan, dengan

ketentuan sebagaimana diatur dalam fatwa. Pertama : Ketentuan Umum

Rahn Tasjily disebut juga dengan Rahn Ta’mini, Rahn Rasmi,

atau Rahn Hukmi adalah jaminan dalam bentuk barang atas utang, dengan kesepakatan bahwa yang diserahkan kepada penerima jaminan (Murtahin) hanya bukti sah kepemilikannya, sedangkan fisik barang jaminan tersebut (Marhun) tetap berada dalam penguasaan dan pemanfaatan pemberi jaminan (Rahin). Kedua : Ketentuan Khusus

27

Rahn Tasjily boleh dilakukan dengan ketentuan sebagai

berikut:

a. Rahin menyerahkan bukti sah kepemilikan atau seritifat barang yang dijadikan jaminan (Marhun) kepada Murtahin; b. Penyerahan barang jaminan dalam bentuk bukti sah kepemilikan atau seritifikat tersebut tidak memindahkan kepemilikan barang ke murtahin.

c. Rahin memberi wewenang (kuasa) kepada Murtahin untuk melakukan penjualan Marhun, baik melalui lelang atau dijual ke pihak lain sesuai prinsip syariah, apabila terjadi wanprestasi atau tidak dapat melunasi utangnya;

d. Pemanfaatan barang marhun oleh rahin harus dalam batas kewajaran sesuai kesepakatan;

e. Murtahin dapat mengenakan biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang Marhun (berupa bukti sah kepemilikan seritifikat) yang ditangguhkan oleh Rahin, berdasarkan akad Ijarah;

f. Besaran biaya sebagaimana dimaksud huruf (e) tersebut tidak boleh dikaitkan dengan jumlah utang Rahin kepada

g. Selain biaya pemeliharaan, Murtahin dapat pula mengenakan biaya lain yng diperlukan pada pengeluaran yang riil.

h. Biaya asuransi Rahn Tasjily ditanggung oleh Rahin.

Ketiga : Ketentuan Umum fatwa No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang

Rahn terkait dengan pelaksaan akad Rahn Tasjily berlaku

pula pada fatwa ini.

Berdasarkan SAK 107 dalam rahn emas penentuan biaya dan pendapatan sewa

(ijarah) dilakukan berdasarkan akad pendamping dari gadai emas syariah yaitu akad ijarah (SAK 107). Fatwa DSN-MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn yaitu

menentukan gadai syariah. Fatwa DSN-MUI No. 26/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn emas yang mengatur pembiayaan tentang rahn emas. Fatwa DSN-MUI No. 68/DSN-MUI/III/2008 tentang rahn tasjily pengaturan penyerahan barang yang di gadaikan. SAK 107 dalam rahn emas penentuan biaya dan pendapatan sewa (ijarah) dilakukan berdasarkan akad pendamping dari gadai emas syariah yaitu akad qardh(SAK 59).

29

c. Hasil Penelitian Terdahulu

Identitas Peneliti/ Aspek

Judul Intusi/ perusahaan yang diteliti Permaslahan Metode Penelitian Hasil Penelitian Ami Apriani 206046103804 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayattullah Jakarta Prosfek Gadai (Rahn) Emas di Perbankan Bank Syariah Mandiri Cabang Bekasi

1.Bagaimana pratek gadai emas (rahn)

2.Bagaimana tingkat perkembangan gadai emas

Data kualitatif 1. Perlakuan akuntansi rahn di Pegadaian Syariah Cabang Istiqlal Manado

menggunakan prinsip akuntansi yang berlaku umum seperti, Fatwa DSN-MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn, No. 26/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn emas, serta No. 92/DSN-MUI/IV/2014 tentang pembiayaan yang disertai rahn. Hal tersebut dilakukan karena belum adanya standar akuntansi yang berlaku untuk pembiayaan rahn.

2. Tingkat pengembalian keuntungan dari pembiayaan gadai Syarih (rahn) untuk tahun 2010 ke 2011 mengalami

peningkatan dengan persentase dari 0.31%, begitupula untuk jumlah nominal dari pembiayaan yang disalurkan ke masyarakat juga terjadi peningkatan signifikan. Nur Amaliah Ramadahani A31107024 Universitas Hasanuddin Makasar Analisis Perlakuan Akuntasi pembiayaan Gadai Emas

Bank BNI Syariah Cabang Makasar

1Apakah perlakuan akuntansi atas pembiayaan gadai syariah yang diterapkan Bank BNI Syariah telah sesuai dengan PSAK 107 (akad

ijarah )?

2.Apakah gadai emas syariah di Bank BNI Syariah telah sesuai Fatwa DSN MUI No.26/DSN-MUI/III/2002?

3.Bagaimanakah tingkat pengembalian pendapatan (keuntungan) pembiayaan gadai syariah pada PT. Bank Negara

Data kualitatif dan Data kuantitatif

1. Perlakuan akuntansi pembiayaan gadai syariah rahn pada BNI Syariah cabang Makassar sudah sesuai PSAK 107 (akad Ijarah) dengan uraian yang meliputi:

a. Pengakuan dan pengukuran pembiayaan gadai syariah,

Kejadian-kejadian yang penting (critical

event) pada pembiayaan yaitu Pada

saat terjadinya akad pembiayaan: Pengakuan tersebut

sesuai dengan PSAK No.107 part 1 yang menyatakan bahwa

pada saat terjadinya dan

menggunakan dasar kas (cash basis) 2.Pembiayaan gadai emas syariah pada BNI Syariah telah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.26/DSNMUI/ III/2002.

3. Tingkat pengembalian keuntungan dari pendapatan pembiayaan gadai syariah (rahn) untuk tahun 2010 ke tahun 2011 mengalami peningkatan dengan persentase dari 0,31% menjadi 3,78%, begitupula untuk jumlah

nominal dari pembiayaan yang disalurkan ke masyarakat juga terjadi peningkatan yang signifikan.

Adisty Isini Herman Karamoy Universitas Sam Ratulangi, Manado Evaluasi Penerapan Akuntasi Gadai Syariah PT Pegadaian (Persero) Cabang Manado

1.Apakah perlakuan akuntansi atas pembiayaan gadai emas syariah yang diterapkan Bank BJB Syariah Kantor Cabang Pembantu

Karawang telah sesuai dengan PSAK 107 (akad ijarah)? 2.Apakah gadai emas syariah di Bank BJB Sayriah Kantor Cabang Pembantu Karawang telah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 26/DSN-MUI/III/2002?

Data Kualitatif 1. Penerapan akuntansi rahn di Pegadaian Syariah Cabang Istiqlal Manado untuk transaksi mengenai sewa tempat (ujroh) sudah sesuai dengan PSAK 107 tentang ijarah. Serta untuk transaksi lainnya pihak pegadaian menggunakan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia sesuai dengan produk pembiayaan gadai syariah (rahn).

2.

Perlakuan akuntansi rahn di Pegadaian Syariah Cabang Istiqlal Manado menggunakan prinsip akuntansi yang berlaku umum seperti, Fatwa DSN-MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn, No. 26/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn emas, serta No. 92/DSN-MUI/IV/2014 tentang pembiayaan yang disertai rahn. Hal tersebut dilakukan karena belum adanya standar akuntansi yang berlaku untuk pembiayaan rahn.

31

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu dari Ami Apriani tidak menggunkan PSAK Syariah 59 penulis terdahulu ini cuma menggunakan Fatwa DSN –MUI, Ami Apriani melakukan penelitian di pegadaian Syariah. Sedangkan Nur Amaliah melakukan penelitian bukan di Bank Syariah Mandiri, penulis terdahulu ini melakuakan penelitian terdahulu di Bank BNI Syariah.

32

Dokumen terkait