• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

A. Paradigma Pedagogi Reflektif

a. Tujuan utama Paradigma Pedagogi Reflektif adalah (Modul Tim PPR, 2010):

1) Mengintegrasikan pengetahuan dan sikap batin peserta didik agar mampu melihat korelasi antara ilmu pengetahuan yang didapat dan dialaminya selama proses pembelajaran dengan realitas konkret ditengah-tengah masyarakat dan lingkungannya.

2) Peserta didik memiliki motivasi untuk bertindak atas dasar pengetahuan yang dialaminya dan mampu mewujudkan dalam bentuk aksi nyata yang bermanfaat bagi perkembangan kepribadian para peserta didik.

b. Tujuan PPR bagi Guru

Tujuan PPR bagi guru yaitu membantu para guru untuk (Modul Tim PPR, 2010) :

1) Semakin memahami peserta didik

2) Semakin bersedia memdampingi perkembangannya 3) Semakin lebih baik dalam menyajikan materi ajarnya 4) Memperhatikan kaitan perkembangan intelektual dan moral 5) Mengadaptasi materi dan metode ajar demi tujuan pendidikan 6) Mengembangkan daya reflektif terkait dengan pengalaman sebagai

c. Tujuan PPR bagi Peserta Didik

Tujuan PPR bagi peserta didik yaitu jika 3C dikembangkan secara integral maka peserta didik dapat menjadi (Modul Tim PPR, 2010) : 1) Manusia bagi sesama.

2) Manusia yang utuh.

3) Manusia yang secara intelektual berkompeten, terbuka untuk perkembangan dan religious.

4) Manusia yang sanggup mencintai atau dicintai.

5) Manusia yang berkomitmen untuk menegakkan keadilan dalam pelayanannya pada orang lain.

6) Manusia yang berkompeten dan berhati nurani. 5. Dinamika Paradigma Pedagogi Reflektif

PPR merupakan suatu proses yang berkelanjutan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Langkah-langkah pembelajaran berpola PPR adalah (Modul Tim PPR, 2010) :

Gambar. 1. Dinamika PPR PENGALAMAN REFLEKSI EVALUASI AKSI KONTEKS

a. Konteks

Secara sederhana konteks dapat diartikan sebagai kesiapan peserta didik untuk belajar. Konteks dapat berupa segala kemungkinan yang dapat membantu atau menghalangi proses pembelajaran dan perkembangannya. Konteks meliputi banyak hal seperti keluarga, kelompok baya, keadaan sosial, lembaga pendidikan, ekonomi, budaya dan kenyataan-kenyataan yang lain. Dari lingkungan dan data-data yang diperoleh, pendidik dapat memahami konteks peserta didik. Hal-hal tersebut akan mempengaruhi sikap, tanggapan, penilaian dan pilihan peserta didik. Banyaknya faktor yang terkandung dalam konteks belajar ada yang membawa dampak positif tetapi ada pula yang membawa dampak negatif misalnya: lingkungan kemiskinan biasanya membawa dampak negatif pada harapan peserta didik untuk berhasil dalam belajar, situasi yang harmonis cenderung mendukung proses pendidikan yang baik. Konteks belajar harus dipahami dengan baik sebelum proses pendidikan berlangsung. Suasana sekolah juga mempunyai peran yang penting. Faktor psikis seperti suasana atau iklim sekolah merupakan syarat yang penting dalam pencapaian pendidikan yang sesungguhnya. Dengan demikian unsur suasana sekolah idealnya mendapatkan perhatian yang lebih serius. Secara konkret unsur-unsur suasana sekolah dapat diwujudkan dalam perhatian pada mutu akademik sekolah, kepercayaan, penghargaan kepada orang lain walaupun berbeda

sebagainya. Unsur-unsur tersebut sangatlah mendukung dalam upaya pembentukan kepribadian peserta didik. Dengan mengenali konteks peserta didik secara baik, guru akan dapat memberi perhatian yang baik pula pada pribadi peserta didik (Modul Tim PPR, 2010).

b. Pengalaman

Pengalaman yang dimaksud meliputi segala kegiatan pembelajaran, informasi, nilai-nilai, perasaan peserta didik. Pengalaman mula-mula diperoleh melalui pengandaian adanya fakta-fakta, asas-asas dan pengertian, selanjutnya peserta didik dituntut melakukan penyelidikan atau penelitian tentang hal-hal yang terkandung secara implisit dari suatu peristiwa yang disimak, menganalisis serta menilai ide-idenya untuk bernalar.

Pengalaman dibagi menjadi dua yaitu pengalaman langsung misal: pengalaman persaudaraan dialami dalam bekerjasama dalam kelompok kecil yang ramah dan sopan, tenggang rasa dan akrab. Yang kedua adalah pengalaman tidak langsung misal: mendengarkan cerita atau membaca kisah suatu kejadian sekaligus mempergunakan imaginasi, bermain peran, atau video.

Pengalaman akan membantu peserta didik untuk merasakan sesuatu secara internal. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini biasanyan berupa upaya peserta didik untuk mengetahui fakta, memahami konsep dan prinsip-prinsip, serta menganalisis dan menilai suatu gagasan. Pengalaman tidak berhenti pada pemahaman intelektual

saja, namun mencakup penghayatan seluruh pribadi, budi pekerti, perasaan, kemauan, dan kemampuan untuk bertindak. Belajar mengenai pemahaman intelektual saja tanpa terkait dengan perasaan batin tidak akan mendorong orang untuk bertindak. Pengalaman merupakan kegiatan yang memuat pemahaman kognitif, afektif dan psikomotorik yang diperoleh secara serasi, selaras, dan seimbang. Peserta didik dapat mendalami makna yang dipelajari apabila dapat memahami secara akurat bahan ajar yang dipelajari. Untuk itu seluruh pikiran, hati, dan kehendak harus terlibat secara aktif dalam memperoleh pengalaman. Dalam PPR diharapkan peserta didik tidak hanya menyerap data namun sekaligus juga mengalami reaksi afektifnya dilanjutkan pada tindakan. Ketiga ranah tersebut selalu berproses dalam perkembangan peserta didik. Dengan demikian peserta didik dituntut aktif untuk memperoleh pemahaman dan pengertian kenyataan yang ada dan dialami (Modul Tim PPR, 2010).

c. Refleksi

Refleksi merupakan kekhasan dari proses pembelajaran berbasiskan Paradigma Pedagogi Reflektif. Pada dasarnya refleksi berarti meninjau kembali pengalaman, topik tertentu, gagasan, reaksi, spontan maupun yang direncanakan dari berbagai sudut pandang secara rasional dengan tujuan agar semakin mampu memahami maknanya secara penuh. Refleksi difasilitasi dengan pertanyaan refleksi agar

Refleksi dapat dilakukan dengan menuliskan niat dan aksi dalam buku refleksi, tetapi refleksi juga dapat dilakukan dengan diam dan hening untuk meresapi.

Refleksi merupakan proses yang mampu memunculkan makna dalam pengalaman manusiawi. Refleksi yang luas dan mendalam akan bermuara pada pilihan aksi yang lebih tepat dan membuahkan hasil yang lebih baik. Pengalaman pembelajaran dimaknai agar menjadi milik peserta didik, dimana ia dapat menangkap maknanya demi pertumbuhan dirinya dan demi sesama. Melalui dinamika pengalaman, aksi dan refleksi, para pendidik diharapkan dapat membantu peserta didik untuk tumbuh dan berkembang secara optimal dan menyeluruh. Dengan demikian, peserta didik akan mampu menjadi pribadi yang bebas : mencari, menemukan, dan melaksanakan kehendak Tuhan bagi dirinya sendiri dalam segala situasi hidup yang dialaminya.

Pada saat melakukan pendampingan, pendidik hendaknya sudah terlatih dalam berefleksi agar dapat menghubungkan materi ajar, realitas dan konteks serta pengalaman peserta didik. Refleksi dapat dilakukan dengan menggunakan daya ingat, pemahaman, daya khayal, dan perasaan untuk menangkap makna dan nilai yang hakiki dari hal yang dipelajari. Refleksi juga memungkinkan peserta didik dituntut untuk menemukan hubungan dengan segi-segi lain dari pengetahuan yang dipahami dan kegiatan insani serta menghargai implikasi-implikasinya dalam mencari kebenaran.

Daya ingat, pemahaman, imajinasi, dan perasaan dipergunakan untuk menangkap makna dan nilai-nilai pokok dari bahan yang dipelajari, untuk menemukan hubungannya dengan pengetahuan lain dan aktivitas manusia dan untuk mengapresiasinya dalam proses pencarian pengetahuan yang berkelanjutan. Pada saat terjadi proses pembelajaran, sebenarnya peserta didik mengalami berbagai gerak batin, seperti : senang, sedih, bingung, ragu-ragu, egois, dan sebagainya. Gerak batin tersebut akan memberikan dorongan yang mengarah pada suatu tindakan. Gerak batin ada yang mengarah pada tindakan yang baik namun adapula yang mengarah pada tindakan yang jahat, maka dibutuhkan penegasan yang menjelaskan motivasi batin apa sebelum seseorang melakukan tindakan. Sebelum membuat keputusan harus disertai alasan-alasan apa yang melatarbelakangi, sebab-sebab dan implikasinya, menimbang pilihan-pilihan yang mungkin terjadi dan menilainya, melihat konsekuensi-konsekuensinya sehingga dapat menemukan apa yang paling memungkinkan dalam pencapaian tujuan yang dicari. Semua itu diusahakan agar peserta didik dapat menjadi pribadi yang bebas dalam mencari, menemukan, dan melaksanakan keputusan dalam tiap-tiap keadaan.

Refleksi ini merupakan sebuah proses yang akan membentuk kepribadian seseorang dan membebaskannya. Refleksi akan membentuk suara hati peserta didik yang meliputi keyakinan, nilai, sikap, dan cara

sampai ke tahap berbuat sesuai dengan pengertian mereka. Jadi, refleksi dapat diartikan sebagai sebuah kegiatan batin dalam menyimak kembali bahan ajar tertentu, pengalaman, ide-ide, usul-usul, atau reaksi spontan agar dapat menangkap makna dari setia proses pembelajaran.

Refleksi merupakan suatu proses yang memunculkan makna dalam setiap pengalamannya. Hal ini dapat dilakukan dengan melalui cara-cara berikut (Modul Tim PPR, 2010) :

1) Memahami kebenaran yang dipelajari secara lebih baik. 2) Mengerti sumber-sumber perasaan dan reaksi yang dialami. 3) Memperdalam implikasi-implikasi yang telah dimengerti.

4) Mengusahakan mencapai makna untuk diri pribadi tentang kejadian-kejadian, ide-ide, kebenaran atau pemutarbalikan dari kebenaran. 5) Memulai memahami siapa dirinya dan bagaimana seharusnya

bersikap. d. Aksi

Aksi merupakan hasil dari pelaksanaan pembelajaran. Aksi mengacu pada kebutuhan batin manusia yang didasarkan pada pengalaman yang sudah direfleksikan. Aksi dalam PPR dapat diartikan sebagai perbuatan atau tindakan. Bagi Ignatius, batu uji dari cinta kasih adalah perbuatannya. “Cinta kasih dinyatakan lebih lewat perbuatan dan bukan melalui kata-kata”. Refleksi akan menjadi mentah apabila hanya menghasilkan pemahaman dan reaksi-reaksi afektif saja. Refleksi akan berkembang kalau menghasilkan tekad maupun keputusan untuk

bertindak secara konkret. Aksi yang dihasilkan dalam PPR bukanlah sembarang perbuatan maupun sembarang tekad, namun, aksi yang dihasilkan adalah aksi yang disertai dengan latar belakang, alasan, penalaran, dan pertimbangan yang matang dengan tetap menghargai kebebasan manusia.

Aksi mencakup 2 hal, yaitu pilihan-pilihan batin dan pilihan yang dinyatakan dalam lahir (Modul Tim PPR, 2010):

1) Pilihan-pilihan batin

Pilihan batin yang dimaksud adalah pilihan yang berupa sikap, kemauan, perasaan, dan sebagainya. Peserta didik akan mempertimbangkan pengalaman dari sudut pandang pribadi dan manusiawi. Kemauan baru akan tergerakkan setelah terjadi pemahaman kognitif mengenai pengalaman yang disertai perasaan-perasaan afektif. Lalu, dari pengalaman-pengalaman itu akan muncul pilihan-pilihan. Untuk itu, peserta didik harus mempunyai keyakinan bahwa keputusan yang diambilnya benar sambil membiarkan diri ke arah mana ia digiring oleh kebenaran itu.

2.) Pilihan yang dinyatakan secara lahir

Pendidikan merupakan sebuah proses. Pada suatu ketika, makna-makna hidup, sikap, dan nilai-nilai yang diperoleh akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam diri peserta didik. Hal ini akan mendorong peserta didik berbuat sesuatu yang konsisten dengan

peserta didik sesuai dengan bakat, minat, serta kemampuannya yang bersifat positif (Modul Tim PPR, 2010).

e. Evaluasi

Penilaian merupakan bagian penting dalam proses belajar. Dengan penilaian, akan diketahui sejauh mana kemajuan yang telah dicapai selama proses belajar. Evaluasi merupakan tinjauan untuk mengetahui kemajuan yang dicapai dalam proses pembelajaran baik oleh peserta didik maupun pendidik. Namun, sering kali penilaian hanya digunakan untuk mengukur kemajuan akademik.

Dalam PPR, fokus penilaian tidak hanya dalam hal kemajuan akademik, tetapi lebih integral lagi yaitu memperhatikan pada pertumbuhan peserta didik secara menyeluruh sebagai makhluk pribadi maupun makhluk sosial. Untuk itu, pendidik dituntut mempertimbangkan umur, bakat, kemampuan dan tingkat perkembangan pribadi setiap peserta didik.

Hal ini akan dapat berjalan dengan baik apabila terjalin hubungan saling percaya dan saling menghargai antara pendidik dan peserta didik. Dengan demikian, dibutuhkan hubungan yang akrab antara peserta didik dengan pendidik dan antar peserta didik sendiri. Apabila suasana tersebut dapat diciptakan dengan baik, maka saat penilaian merupakan saat yang baik sekali untuk menyemangati peserta didik maupun mendorong peserta didik menyimak kembali hal-hal yang telah dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan bijaksana, memunculkan sudut

pandang lain, memberikan informasi yang dibutuhkan, dan mengajak memandang masalah dari sudut pandangan lain. Bahkan, pada saat-saat tertentu peserta didik dapat diajak mengevaluasi kembali sikap-sikap dan keputusannya karena ada pengalaman yang baru, perubahan dalam suasana hidup, tantangan zaman dan sebagainya. Dengan demikian, akan muncul kesadaran baru akan kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang serta membantu peserta didik dalam daur paradigma yang berkesinambungan.

Jadi, dengan adanya evaluasi peserta didik dapat memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan kepribadiannya secara menyeluruh mencakup pemahaman, sikap, prioritas-prioritas dan kegiatan yang selaras dengan menjadi manusia demi orang lain. Adapun bagi guru, evaluasi bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana proses belajar yang disampaikan membantu para peserta didik dapat memahami dan menilai pengalaman mereka, pembentukan nilai-nilai, dan menjadi pelaku perubahan pola pikir, sikap dan tindakan sosial.

Hal-hal yang dapat dievaluasi meliputi sekolah, materi pelajaran, metode mengajar, keterlibatan peserta didik, tugas-tugas, aksi yang dibuat, dan sebagainya (Modul Tim PPR, 2010).

6. Tujuan Paradigma Pedagogi Reflektif Dalam Mengintegrasikan 3C

(Competence, Conscience dan Compassion)

yaitu competence, conscience dan compassion, yang diharapkan dengan

adanya 3C tersebut peserta didik menjadi manusia yang utuh, lebih memuliakan allah dan lebih peduli dengan sesamanya. Competence,

conscience dan compassion tersebut mempunyai pengertian sebagai

berikut: competence adalah kompetensi secara utuh yang harus dicapai

peserta didik, conscience adalah kepekaan dan ketajaman hati nurani,

compassion adalah kepedulian dan bela rasa bagi sesama. Selain itu

competence dapat dimaknai sebagai kemampuan akademik yang

memadukan unsur-unsur pengetahuan, ketrampilan, dan sikap, conscience

dimaknai sebagai kemampuan memahami alternative dan menentukan pilihan (baik-buruk, benar-salah), compassion dimaknai sebagai kemauan

untuk berbela rasa pada sesama dan lingkungan (Man and women for and

with others)(Subagya, 2010).

7. Kekuatan Paradigma Pedagogi Reflektif

Kekuatan Paradigma Pedagogi Reflektif yaitu (Modul Tim PPR, 2010): a. Membantu peserta didik menyadari sejauh mana usaha yang telah

dilakukan dapat efektif dalam membantu mengembangkan dirinya. b. Membantu peserta didik berlatih mempertimbangkan dan memilih

cara-cara yang paling baik dan benar.

c. Membantu peserta didik dalam melewati tahap mengerti ke tahap berbuat sesuai pengertian dan kemampuannya.

d. Menumbuhkembangkan pribadi peserta didik menjadi pribadi kristiani yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

8. Kelemahan Paradigma Pedagogi Reflektif

Kelemahan Paradigma Pedagogi Reflektif yaitu (Modul Tim PPR, 2010) : a. Membutuhkan waktu yang lama dalam pelaksanaan pembelajaran.

b. Kesulitan dalam memunculkan nilai kemanusiaan (life skill) secara lebih

menonjol.

c. Kesulitan menilai bagaimana aksi telah dilakukan peserta didik.

Dokumen terkait