BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Paradigma Pedagogi Reflektif
1. Pengertian Paradigma Pedagogi Reflektif ( PPR )
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia kata paradigma berarti suatu kerangka berpikir/ model dari teori ilmu pengetahuan/perubahan model. Dalam hal ini paradigma maksudnya adalah suatu pendekatan atau model pembelajaran. Pedagogi adalah suatu cara pendidik untuk mendampingi para peserta didik dalam pertumbuhan dan perkembangannya (Subagya, 2010:22). Selain itu pengertian Paradigma Pedagogi Reflektif menurut Tim PPR SD Kelompok Kanisius (2010:3) adalah sebuah pola pikir (paradigma) dalam menumbuhkembangkan pribadi siswa menjadi pribadi kristiani yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Pengertian lain dari PPR adalah pola pembelajaran yang mengintegrasikan pemahaman, masalah dunia dan kehidupan serta pengembangan nilai – nilai kemanusiaan dalam proses yang terpadu, sehingga nilai – nilai itu muncul dari kesadaran dan kehendak peserta didik melalui refleksinya (Gema Kanisius, Oktober 2010 :7).
2. Ciri-ciri Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR)
PPR memiliki ciri esensial sebagai berikut (Subagya, 2010: 68): a. Paradigma Pedagogi Reflektif dapat diterapkan dalam semua
b. Paradigma Pedagogi Reflektif fundamental untuk proses belajar mengajar.
c. Paradigma Pedagogi Reflektif menjamin para pengajar menjadi pengajar yang lebih baik.
d. Paradigma Pedagogi Reflektif mempribadikan proses belajar dan mendorong pelajar merefleksikan makna dan arti yang dipelajari. 3. Tujuan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR)
Menurut Tim Ignatian Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) memiliki 2 tujuan yaitu diperuntukkan bagi pendidik dan bagi peserta didik.
a. Tujuan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) bagi pendidik antara lain : 1) Semakin memahami peserta didik.
2) Semakin bersedia mendampingi perkembangannya. 3) Semakin lebih baik dalam menyajikan materi ajarnya. 4) Memperhatikan kaitan perkembangan intelektual dan moral. 5) Mengadaptasi materi dan metode ajar demi tujuan pendidikan. 6) Mengembangkan daya reflektif terkait dengan pengalaman sebagai
pendidik, pengajar, dan pendamping.
b. Tujuan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) bagi peserta didik antara lain :
1) Manusia bagi sesama. 2) Manusia utuh.
3) Manusia yang secara intelektual berkompeten, terbuka untuk perkembangan religius.
4) Manusia yang sanggup mencintai dan dicintai.
5) Manusia yang berkomitmen untuk menegakkan keadilan dalam pelayanannya pada orang lain (umat Allah).
6) Manusia yang berkompeten dan berhati nurani.
7) Membentuk pemimpin pelayanan,dengan meniru Yesus Kristus.
Competence adalah kualitas yang unggul bagi peserta didik
(Masijo, 2009:3). Berkaitan dengan kehidupan peserta didik maka tujuan di atas dapat diambil contoh kasus yang berkaitan dengan competence antara lain pada saat proses belajar mengajar, peserta didik cenderung ramai, senang mengobrol dengan teman serta kurang mendengarkan pendidik dalam menerangkan materi ajar sehingga peserta didik cenderung tidak tepat waktu dalam menyelesaikan tugas maka akibatnya hasil nilai akademik peserta didik kurang memuaskan. Sehingga penalaran, eksplorasi, kreativitas, dan kemandirian sangat diperlukan untuk mencapai kualitas yang unggul.
Conscience adalah kepekaan dan ketajaman hati nurani (Masijo,
2009:3). Jika diaplikasikan dalam kehidupan peserta didik tujuan di atas dapat diambil contoh dalam kehidupan sehari-hari adalah cenderung ramai, kurang disiplin dan kurangnya kerapian dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh pendidik.
Compassion adalah sikap peduli terhadap sesama (Masijo, 2009:3). Berkaitan dengan compassion peserta didik kurang berminat untuk mengambil bagian ketika bekerja sama menyelesaikan tugas kelompok, peserta didik kurang peduli dalam menolong teman yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas, dan peserta didik kurang peduli dalam memelihara lingkungan sekitarnya. Tujuan dari PPR di atas mengajak peserta didik menjadi manusia yang sanggup mencintai dan dicintai dan membentuk pemimpin pelayanan.
4. Pola Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR)
PPR dalam proses pengembangan nilai – nilai kemanusiaannya ditumbuhkan melalui konteks, pengalaman, refleksi, aksi, evaluasi. Dalam proses pembelajaran berpola PPR menganggap setiap peserta didik itu unik, pribadi yang bernilai. Peserta didik itu subjek pembelajar bukan objek maka dalam situasi apapun berhak dihargai dan mendapat rasa hormat.
Pendidik bukan satu–satunya sumber pengetahuan, pengetahuan dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti buku, majalah, internet, dan para ahli. Peserta didik sendirilah yang aktif belajar menemukan kebenaran. Sebagai fasilitator, seorang pendidik berperan untuk menciptakan situasi sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung. Pendidik hendaknya juga hadir memberikan stimulasi, memotivasi, dan meneguhkan usaha anak untuk belajar.
Dinamika Pembelajran model PPR menurut Rm.J.Subagya, SJ :
Gambar 1. Dinamika Paradigma Pedagogi Reflektif
Pembelajaran bidang studi disesuaikan dengan konteks siswa dan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan diusahakan melalui dinamika konteks, pengalaman, refleksi, aksi dan disertai evaluasi. Maka kelima unsurnya yaitu konteks, pengalaman, refleksi, aksi dan evaluasi merupakan satu kesatuan yang utuh.
a. Konteks
Nilai kemanusiaan yang akan dikembangkan disesuaikan dengan konteks siswa dan materi pelajaran. Konteks di sini maksudnya, guru harus menyesuaikan materi dan cara belajar yang disukai siswa, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan baik. Konteks siswa antara lain taraf perkembangan pribadi, kondisi sosial, budaya, dan agama (Subagyo, 2005a). Konteks materi pelajaran antara lain kompetensi dasar, ruang lingkup materi, sifat
KONTEKS
PENGALAMAN EVALUASI
materi, keterkaitan materi dengan kehidupan nyata, dan cara mempelajarinya.
b. Pengalaman
Pengembangan nilai kemanusiaan paling efektif dilakukan melalui pengalaman, yaitu siswa mengalami sendiri nilai yang diperjuangkan atau yang ingin dikembangkan dari bahan yang dipelajari (Subagyo, 2005a:3). Pengalaman nilai yang ingin dikembangkan dapat berupa pengalaman langsung dan juga dapat berupa pengalaman secara tidak langsung. Penerapan pengalaman langsung, misalnya siswa ingin mengembangkan nilai persaudaraan dan kerjasama dalam diri para siswa, maka siswa belajar dengan cara kerja kelompok. Penerapan pengalaman tidak langsung dapat dilakukan dengan cara siswa membayangkan, merenungkan suatu peristiwa misalnya membaca berita dan melihat foto.
c. Refleksi
Refleksi adalah kegiatan siswa meninjau kembali pengalaman yang lalu. Menurut Subagyo (2005a), refleksi merupakan tahap di mana siswa menjadi sadar sendiri mengenai kebaikan, keenakan, manfaat dan makna nilai yang diperjuangkan. Tujuannya adalah agar nilai yang diperjuangkan menjadi menarik bagi siswa dan kemudian mereka terpikat untuk memiliki atau menghayati nilai yang diperjuangkan sampai pada keinginan untuk bertindak. Untuk membantu siswa menyadari nilai kemanusiaan yang terkandung di
dalam pengalaman, guru memfasilitasi dengan berbagai cara, antara lain:
1) mengajukan pertanyaan terbuka/divergen (Subagyo, 2005a);
2) memberi tugas kepada siswa untuk mengkomunikasikan pendapat/ perasaan mereka dalam bentuk lisan, tulisan, atau gambar;
3) mengajak siswa berdiskusi. d. Aksi
Perwujudan dari hasil pengalaman yang sudah direfleksi adalah sebuah aksi. Kegiatan aksi ini merupakan sikap atau perbuatan yang ingin dilakukan siswa atas kemauan mereka sendiri terkait dengan nilai kemanusiaan yang ingin diperjuangkan.
Menurut Subagyo (2005a:3), perkembangan nilai kemanusiaan tidak boleh hanya berhenti sampai kesadaran, tetapi harus berlanjut sampai pada bersikap dan berbuat dari kemauannya sendiri. Sikap dan niat adalah aksi batin, sedangkan perbuatan merupakan aksi lahir. e. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap penentuan hasil belajar dari para siswa. Menurut Subagyo (2005a: 4), evaluasi perkembangan nilai kemanusiaan tidak dapat dilakukan dengan tes, tetapi dengan observasi. Guru mengobservasi perbuatan siswa yang spontan, yang menunjukkan perkembangan nilai kemanusiaan. Guru mencatat anekdot (peristiwa yang cukup mencolok). Perlunya observasi karena
ciri khas nilai kemanusiaan adalah kebebasan, siswa berbuat dari kemauannya sendiri.
Dari uraian tentang unsur-unsur dinamika pembelajaran berpola PPR di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik PPR dalam pembelajaran ditunjukkan dengan adanya kegiatan-kegiatan sebagai berikut (Susento,2010):
1) Guru menyesuaikan nilai kemanusiaan yang akan ditumbuhkan dengan konteks siswa dan materi pelajaran;
2) Siswa mengalami nilai kemanusiaan dalam kegiatan pembelajaran; 3) Siswa merefleksikan pengalaman terkait dengan nilai
kemanusiaan;
4) Siswa membangun niat atau melakukan aksi untuk mewujudkan nilai kemanusiaan;
5) Guru mengevaluasi proses belajar nilai kemanusiaan pada diri para siswa.
5. Kekuatan dan kelemahan PPR
a. Kekuatan PPR menurut Tim PPR Kanisius adalah :
1) Pemerataan perhatian oleh pendidik kepada setiap pribadi peserta didik.
2) Setiap peserta didik memiliki hak untuk dihargai dan dihormati. 3) Setiap peserta didik mampu memecahkan permasalahan yang
4) Memperbaiki kelemahan peserta didik dengan tegas tetapi penuh cinta kasih.
5) Menumbuhkan sekaligus menerapkan semangat berbagi dalam proses pembelajaran.
6) Mencakup semua aspek yang mendukung proses pembelajaran. b. Kelemahan dari PPR menurut Tim PPR Kanisius adalah :
1) Hambatan pada jumlah peserta didik yang banyak dikarenakan pendidik kurang dapat memberikan perhatian secara menyeluruh pada peserta didik.
2) Tidak mudah menjalankan tugas sebagai pendidik sesuai dengan tujuan PPR yaitu pendidik merupakan panggilan hidup