• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Parameter Demografi

2.3.1 Natalitas

Populasi meningkat karena natalitas. Tingkat natalitas setara dengan angka kelahiran, natalitas hanya menjadi kata yang lebih luas yang mencakup produksi individu baru dengan kelahiran, penetasan, perkecambahan, atau fisi. Tingkat natalitas dapat dinyatakan sebagai jumlah organisme lahir per wanita per satuan waktu. Pengukuran tingkat natalitas atau kelahiran sangat tergantung pada jenis organisme yang dipelajari (Krebs 1978).

Natalitas merupakan jumlah individu baru (anak) yang lahir dalam suatu populasi yang dapat diyatakan dalam beberapa cara yaitu produksi individu baru dalam suatu populasi, laju kelahiran per satuan waktu atau laju kelahiran per satuan waktu per individu (Odum 1971). Natalitas dapat dinyatakan dalam laju kelahiran kasar (crude birth rate), yaitu perbandingan antara jumlah individu yang dilahirkan dengan jumlah seluruh anggota populasi pada satu periode waktu; dan laju kelahiran pada umur spesifik yang merupakan perbandingan antara jumlah individu yang dilahirkan dengan jumlah induk yang melahirkan yang termasuk dalam kelas umur tertentu (Alikodra 2002).

Beberapa faktor yang mempengaruhi laju induk melahirkan anak adalah (Deshmukh 1992) : (1) Jumlah anak yang dihasilkan dalam setiap kelahiran; (2) Waktu antara satu kejadian reproduksi dengan kejadian berikutnya; dan (3) Umur reproduksi yang pertama.

2.3.2. Mortalitas

Kepadatan populasi dapat berkurang oleh faktor mortalitas. Mortalitas dapat dihitung lajunya sebagai angka kematian, jumlah hewan yang mati selama unit waktu (biasanya satu tahun) dibagi dengan jumlah hidup pada awal satuan waktu (Deshmukh 1992; Sinclair et al. 2006).

Pola kematian karena umur lanjut digambarkan melalui kurva kelangsungan hidup/peluang hidup (survivorship curve). Peluang hidup adalah kemampuan individu kelas umur tertentu untuk hidup pada kelas umur di atasnya. Setiap makhluk hidup memiliki tipe kurva peluang hidup yang berbeda-beda. Secara umum tipe survivorship dibedakan menjadi tiga tipe seperti pada Gambar 3.

Sumber : Pearl 1928 dalam Krebs 1978 dan Hasibuan 1988

Gambar 3. Kurva survivorship.

Tipe 3  Tipe 2 Tipe 1 Peluang  Hidup  Umur 

   

Kurva tipe 1 merupakan gambaran populasi yang setelah kelahiran tidak mengalami penurunan, akan tetapi menjelang periode umur tertentu mengalami penurunan yang drastis. Beberapa populasi mamalia besar dan manusia termasuk kedalam kurva tipe 1. Kurva tipe 2 menggambarkan angka kematian yang relatif tetap untuk setiap kelas umur dari suatu populasi, kurva tersebut membentuk garis diagonal. Kurva tipe ini merupakan ciri dari kurva survivorship pada binatang pengerat, beberapa jenis burung dan populasi invertebrata. Kurva tipe 3 menyatakan suatu keadaan laju kematian sangat tinggi pada awal hidupnya, seperti yang terjadi pada ikan, kemudian berangsur-angsur menurun sampai tahap akhir dari satu periode hidup (Krebs 1978; Hasibuan 1988; Deshmukh 1992). Beberapa faktor yang mempengaruhi kematian antara lain karena adanya predator, penyakit, dan bahaya lain yang mengancam jauh sebelum organisme mencapai usia tua (Krebs 1978).

2.3.3 Perkembangbiakan danReproduksi

Kemampuan berkembang biak menentukan kelestarian suatu populasi. Banteng melakukan perkawinan dalam suatu periode waktu tertentu yang tergantung dari lokasinya. Menurut Lekagul dan McNeely (1977), musim kawin banteng di Thailand adalah dalam bulan Mei dan Juni. Hoogerwerf (1970) menyatakan bahwa musim kawin banteng di Suaka Alam Ujung Kulon adalah dalam bulan Juli, September, dan Oktober, kadang-kadang juga dalam bulan Nopember dan Desember. Perkawinan tersebut biasanya dilakukan pada waktu malam hari.

Lamanya bayi dalam kandungan adalah 9,5-10 bulan, jumlah anak setiap induk berkisar antara 1-2 ekor, namun kebanyakan 1 ekor setiap induk. Anaknya dilahrkan dalam satu menit, 40 menit kemudian anaknya sudah dapat berdiri, 60 menit kemudian menyusu induknya. Selanjutnya anaknya akan disapih dalam umur 10 bulan. Banteng liar menurut Hoogerwarf (1970) termasuk monoestrus, artinya mempunyai satu musim kawin dalam satu tahun. Umur termuda banteng betina untuk mulai berkembang biak adalah 3 tahun, sedangkan untuk jantan lebih dari 3 tahun. Banteng dapat mencapai umur 21-25 tahun, sehingga seekor banteng betina sepanjang umurnya dapat menurunkan anak sebanyak 21 kali.

2.3.4Struktur Umur dan Seks Rasio

Penyebaran umur merupakan ciri atau sifat penting populasi yang mempengaruhi natalitas dan mortalitas. Biasanya populasi yang sedang berlangsung cepat akan mengandung bagian besar individu-individu muda, populasi yang stasioner memiliki pembagian kelas umur yang lebih merata, dan populasi yang menurun akan mengandung bagian besar individu-individu yang berusia tua (Odum 1993).

Individu-individu dalam populasi mencakup berbagai tingkatan umur. Struktur umur adalah proporsi individu dalam setiap kelas umur dari suatu populasi (Deshmukh 1992). Struktur umur dapat digunakan untuk menilai keberhasilan perkembangan satwa liar, sehingga dapat dipergunakan pula untuk menilai prospek kelestarian satwa liar (Alikodra 2002).

Tarumingkeng (1994) menggolongkan struktur umur pada populasi dalam tiga pola, yaitu :

1. Struktur umur menurun yaitu struktur umur yang memiliki kerapatan populasi kecil pada kelas-kelas umur yang sangat muda dan muda, paling besar pada kelas umur sedang dan kecil pada kelas umur tua. Perkembangan populasi tersebut terus menurun dan jika keadaan lingkungan tidak berubah, populasi akan punah setelah beberapa waktu;

2. Struktur umur stabil, bentuk piramida sama sisi, dengan sisi-sisi yang kemiringannya mengikuti garis lurus; dan

3. Struktur umur meningkat dengan populasi yang terus meningkat, merupakan piramida dengan sisi-sisi yang cekung dengan dasar yang lebar.

Seks ratio adalah perbandingan jumlah jantan dengan betina dalam satu populasi. Hoogerwerf (1970) menyatakan bahwa seks rasio banteng adalah 1:3 sampai 1:4; sedangkan Alikodra (1983) menyatakan seks rasio banteng di padang penggembalaan Cijungkulon adalah 1:6.

2.3.5 Penentuan Kelas Umur Banteng

Identifikasi umur satwa liar di lapangan mengalami banyak kesulitan, oleh karena itu penentuan kelas umur dapat ditentukan hanya berdasarkan morfologi

   

dan perilaku satwa di lapangan. Kelas umur hanya dibagi dalam tiga kelas yaitu anak, remaja, dan dewasa.

Hoogerwerf (1970) menyatakan bahwa perkembangan tanduk dapat dipergunakan untuk mengetahui kelas umur dari banteng sampai mencapai umur kurang lebih 30 bulan. Tabel hubungan antara umur banteng, tinggi sampai pundak dan panjang tanduk dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Hubungan antara umur banteng, tinggi sampai pundak, dan panjang tanduk

Kelamin Umur Tinggi sampai pundak (cm) Panjang tanduk (cm)

Jantan 4.0 Hari 75 Tidak ada tanda-tanda

Jantan 23.0 Hari 84 Benjolan kecil

Jantan 36.0 Hari 92 Tanduk muncul di

permukaan kulit Jantan 63.0 Hari 85 2 Jantan 70.0 Hari - 3 Jantan 6.5 Bulan 110 8 Jantan 9.5 Bulan 120 15 Jantan 12.0 Bulan 125 23 Jantan 20.5 Bulan 125 35 Jantan 2.5 Bulan 90 2 Betina 17.0 Bulan 118 9 Sumber : Hoogerwerf 1970

Dokumen terkait