• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. SIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini beberapa saran yang dapat disampaikan adalah :

1. Inventarisasi untuk mendapatkan data parameter demografi secara berkala perlu dilakukan minimal dengan mengelompokkan dalam tiga kelas umur, yaitu anak, remaja, dan dewasa sehingga struktur umur dapat diketahui untuk menilai keberhasilan perkembangan populasi banteng;

2. Rehabilitasi terhadap Padang Penggembalaan Sadengan untuk meningkatkan produktivitas rumput dan daya dukung satwa perlu dilakukan secara berkala agar ukuran populasi minimum dan optimum dapat tercapai;

3. Kondisi populasi saat ini hampir mendekati ukuran populasi minimumnya; jumlah individu pada kelas umur dewasa sudah melebihi ukuran populasi

minimum lestari, sedangkan pada kelas umur anak dan dewasa masih di bawah ukuran populasi minimumnya sehingga perlu meningkatkan laju kelahiran melalui peningkatan seks rasio pada umur produktif dan tetap memperhatikan faktor- faktor penunjang kesejahteraannya.

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra HS. 1983. Ekologi banteng (Bos javanicusd’Alton) di Taman Nasional Ujung Kulon. [Disertasi]. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Alikodra HS, Sastradipraja. D.1983.Studi tentang beberapa Parameter Faal

Pelestarian Satwa Banteng (Bos javanicus). Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar Jilid I. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bogor.

Alikodra HS. 2010. Teknik Pengelolaan Satwa Liar dalam rangka Mempertahakan Keanekaragaman Hayati Indonesia. Bogor: Penerbit IPB Press.

[BTNAP]Balai Taman Nasional Alas Purwo. 2004. Laporan Tahunan Balai Taman Nasional Alas Purwo tahun 2003. Banyuwangi.

[BTNAP]Balai Taman Nasional Alas Purwo. 2008. Laporan Kegiatan Penyusunan Rencana Pengelolaan Feeding Grond Sadengan, Taman Nasional Alas Purwo. Banyuwangi.

[BTNAP] Balai Taman Nasional Alas Purwo. 2005. Rencana Stratejik Taman Nasional Alas Purwo 2005-2009. Banyuwangi.

[BTNAP]. Balai Taman Nasional Alas Purwo. 2011. Seri Buku Informasi dan Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam Taman Nasional Alas Purwo. Banyuwangi.

Beissinger SR, McCullough DR. 2002. Population viability analysis. University of Chicago Press, Chicago, Illinois, USA. 577 pp.

Bolen EG, Robinson WL. 2003. Wildlife Ecology and Management. Ed ke-5. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Boyce MS. 1992. Population viability analysis.Annual review of ecology and systematics 23: 481-506

Brito D. 2002. Minimum Viable Population and Conservation Status of the Atlantic Forest Spiny Rat Trinomys eliasi. Biological Consrvation 153-158. Choquenot D. 1993. Growth, body condition and demography of wild banteng

(Bos javanicus) on Cobourg Peninsula, northern Australia. Journal of Zoology, London 231:533-542.

http://www.wildcattleconservation.org/SpeciesFactSheets/BosJavanicus.htm [25 Mei 2012]

Deshmukh I.1992. Ekologi dan Biologi Tropika. Ed ke-1, Cet ke-1. Kartawinata K, Danimihardja S, penerjemah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Terjemahan dari Ecology and Tropical Biology.

Ewens JW, Brockwell PJ, Gani JM, Resnick SI. 1995. Minimum viable population size in the presence of catastrophes. InSoulé M E. Viable Population for Conservation. Cambridge University Press, New York, New York, USA. 189 pp.

Franklin IR. 1980. Evolutionary change in small populations. In: Conservation Biology: an Evolutionary-Ecological Approach, Soulé, M.E. and Wilcox, B.A. (eds.), pp. 135-149, Sinauer Assoc., Sunderland, M.A.

Garsetiasih R. 2012. Manajemen Konflik Konservasi Banteng (Bos javanicus d’Alton 1832) dengan masyarakat di Taman Nasional Meru Beiri dan Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi. [Disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Harcourt AH. 2002. Empirical estimates of minimum viable population sizes for primates: tens to tens of thousands? Animal conservation 5 : 237-244.

Hasibuan KM. 1988. Pemodelan Matematika di dalam Biologi Populasi Dinamika Populasi. Bogor; PAU IPB-LSI IPB.

Hoogerwerf A. 1970. Udjung Kulon, The Land of the Last Javan Rhinocheros. E.J. Brill, Leiden, Netherlands.

Howells O, Jones E. 1996. A Feasibility study of reintroducing wild boar Sus scrofa to Scotland: Are existing woodlands large enough to support minimum viable populations. Journal of biological conservation 81:72-89 Indrawan M, Primack RB, SupriatnaJ. 2007. BiologiKonservasi. Ed ke-2 (Ed-

Rev). Jakarta: YayasanOborIndoensia,CI-Indonesia, PILI, Yayasan WWF, Uni Eropa, dan YABSHI.

[IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. 2004. IUCN Species Survival Commission the IUCN Red List of Threatened Species.www.redlist.org. [27 Maret 2012]

[IUCN]International Union for Conservation of Nature and Natural Resources.2010. IUCN-SSC Asian Wild Cattle Specialist Group 2010. Regional Conservation Strategy for Wild Cattle and Buffaloes in South- east Asia).www.asianwildcattle.org. [27 Maret 2012]

   

Jenuyanti L.2002. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan di sekitar Cagar Alam Leuweung Sancang Kabupaten Garut-Jawa Barat. [Skripsi]. Jurusan Managemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

[KEMENHUT] Kementerian Kehutanan. 2011. Permenhut RI Nomor P.58/Menhut-II/2011. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Banteng (Bos javanicus) tahun 2010-2020.

Krebs JC. 1978. Ecology : The Experimental Analysis of Distribution and Abudance. Ed ke-2. New York: Harper Collins College Publishers.

Lande R. 1995. Mutation and conservation. Conservation Biology 9:782-791 Leech TJ,Gormley AM,Seddon PJ. 2008. Estimating the minimum viable

population size of kaka (Nestor meridionalis) a potential surrogate species in New Zealand lowland forest. Journal of Biological Conservation 141:681- 691

Lehmkuhl JF. 1984. Determining size and dispersion of minimum viable population for land management planning and species conservation.

Environments Management vol 8.No.2 pp 167-176.

Lekagul, Mcneely. 1977. Mammals of Thailand. Bangkok:Sahakambhath Co. Mardi P. 1995. Analisis Permasalahan Pengelolaan dan Perencanaan Strategis

Pengelolaan Cagar Alam Leuweung Sancang Garut. [Skripsi]. Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Maryanto I.,Achmadi AS, Kartono AP. 2008. Mamalia Dilindungi Perundang- Undangan Indonesia. Jakarta: LIPI Press.

McIlroy RC. 1964. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Susetyo, penerjemah. Jakarat: Terjemahan dari: Paradnya Paramita An Introduction to Tropical Grassland Husbandry.

Muntasib EKS. dan Burhanuddin Masy’ud. 2000. Perubahan Pola Makan Banteng (Bos javanicus) dan Pengaruhnya terhadap badak Jawa (Rhinocheros sondaicus) di Taman Nasional Ujung KUlon, Jawa Barat. Hayati 7(3): 71- 74.

Murdyatmaka. 2011. Monitoring Habitat Banteng di dalam Kawasan Taman Nasional Alas Purwo. Balai Taman Nasional Alas Purwo.

Odum EP. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Ed ke-3. Samingan T, penterjemah. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari:

Fundamental of Ecology.

Pairah, 2007.TumpangTindihRelungEkologis Banteng (Bosjavanicus) danRusatimor (Rusatimorensis) di Padang PenggembalaanSadengan, Taman Nasional Alas Purwo, JawaTimur. [Tesis].FakultasKehutanan UGM (tidakdipublikasikan).

Prayurasiddi T. 1997. The ecological separation of gaur (bos gaurus) and Banteng (Bos javanicus) in Huai Kha Khaeng Wildlife Sancuary, Thalan. PhD[Thesis]. Mineapolis:University of Minnesota. http://www.wildcattleconservation.org/SpeciesFactSheets/BosJavanicus.ht

m [25 Mei 2012]

Priyatmono T. 1996. Evaluasi daerah tempat berlindung banteng (Bos javanicusd’Alton) di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi. [Skripsi]. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Malang. Malang.

Priyono A. 1998. Penentuanukuranpopulasioptimalmonyetekorpanjang (Macacafascicularis Raffles, 1821) dalampenangkarandengan system pemeliharaan di alambebas :Studikasus di PT.MusiHutanPersada. [Thesis ]Program PascaSarjanaInsitutPertanian Bogor. Bogor.

Rai UK. 2003. Minimum Size for Viable Population and Conservation Biology.

Our Nature (2003) 1: 3-9.

Reed DH. 2000. Experimental Test of Minimum Viable Population Size. Animal Conservation (2000) 3: 7-14.

Reed DH, Julian J, O’Grady, Brook BW, Ballow JD,Frankham R. 2003. Estimates of minimum viable population sizes for vertebrates and factors influencing those estimates. Journal of Biological Conservation 113:23-34. Santosa Y, Delfiandi. 2007. Analisis Pola Penggunaan Ruang dan Wilayah Jelajah

Banteng (Bos javanicus d’Alton 1832) di Taman Nasional Alas Purwo Jawa Timur. Media Konservasi 12(3): 99-107.

Shaffer ML. 1981. Minimum population sizes for species conservation. Bio Science 31: 131-134.

Sinclair ARE, Fryxell JM, Caughley G. 2006 Wildlife Ecology, Conservation, and Management. Ed ke-2. Blackwell Publishing.

Soule ME. 1995. Viable Population for Conservation. Cambridge University Press, Cambridge. Blackwell Scientific Pub.

   

Srimulyaningsih R 2012. Faktor-faktor Penyebab Kepunahan Banteng (Bos javanicus) di Cagar Alam Leuweung Sancang Jawa Barat. [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Subroto. 1996. Studi Populasi Banteng (Bos javanicus d’Alton) di Cagar Alam Leuweung Sancang, Kabupaten Garut. [Skripsi]. Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Sukumar R. 1993. Minimum Viable Populations for Elephant Conservation.

Biol.Conserv. 55:93-102

Tarumingkeng RC. 1994. Dinamika Populasi: Kajian Ekologi Kuantitatif. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan dan Universitas Kristen Krida Wacana. Wielgus RB. 2001. Minimum viable population and reserve sizes for naturally

regulated grizzly bears in British Columbia. Biological Conservation 106: 381-388.

Yuliawati A. 2011. Penentuan Ukuran Populasi Minimum dan Optimum Lestari Rusa Timor (Rusatimorensis) Berdasarkan Parameter Demografi: StudiKasus di Taman WisataAlam/CagarAlamPananjungPangandarandan Taman Nasional Alas Purwo. [Thesis]. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

http://www.wildcattleconservation.org/SpeciesFactSheets/BosJavanicus.htm (25 Mei 2012)

Matriks M  Matriks Q invers  Nt  Nt+1  0  0  0  F  F  F  F  F  F  F  F  F  F  F  F  F  F  q‐ 1   0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  KU‐1  KU‐1  P1  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  q‐ 1   0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  KU‐2  KU‐2  0  1  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  q‐ 1   0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  KU‐3  KU‐3  0  0  1  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  q‐ 1  KU‐4  KU‐4  0  0  0  1  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  q‐ 1   0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  KU‐5  KU‐5  0  0  0  0  P2  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  q‐ 1   0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  KU‐6  KU‐6  0  0  0  0  0  1  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  q‐ 1  KU‐7  KU‐7  0  0  0  0  0  0  1  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  q‐ 1   0  0  0  0  0  0  0  0  0  KU‐8  KU‐8  0  0  0  0  0  0  0  1  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  q‐ 1   0  0  0  0  0  0  0  0  KU‐9  =  KU‐9  0  0  0  0  0  0  0  0  1  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  q‐ 1   0  0  0  0  0  0  0  KU‐10  KU‐10  0  0  0  0  0  0  0  0  0  1  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  q‐ 1   0  0  0  0  0  0  KU‐11  KU‐11  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  1  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  q‐ 1   0  0  0  0  0  KU‐12  KU‐12  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  1  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  q‐ 1   0  0  0  0  KU‐13  KU‐13  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  1  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  q‐ 1  KU‐14  KU‐14  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  1  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  q‐ 1   0  0  KU‐15  KU‐15  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  1  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  q‐ 1   0  KU‐16  KU‐16  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  1  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  q‐ 1  KU‐17  KU‐17 

Keterangan:

(A) Anak = umur 0-1 tahun (selang 1 tahun) (R) Remaja= umur 1- 5 tahun (selang 4 tahun) (D) Dewasa= Umur 5-17tahun (selang 12 tahun) (P1) Peluang hidup anak ke remaja = 0,453 (P2) Peluang hidup remaja ke dewasa = 0,552

(F) Fekunditas = 0,324 (N0) Populasi awal = 72 Lestari = N0 = N1 = N2 = 72 N0 = A + R + D N1 = (F.R+F.D)+ {(A.P1)+(2/3R)}+{(1/3R.P2)+ 12/13 D} N2 = [F. {(A.P1)+(2/3 R)} +F. {(1/3R.P2)+ 12/13D}] + [{P1. (F.R+F.D)}+ 2/3{(A.P1)+(2/3 R)}] + [P2.1/3{(A.P1)+(2/3 R)}+ 12/13 {(1/3R.P2)+12/13 D}] Persamaan: A + R + D = 72 ………..(1) 0,453A+1,212R+1,241D = 72 ………..(2) 0,549A+1,227 R+1,137D = 72 ………..(3)

Eliminasi D pada persamaan 1 dan 2

A + R + D = 72 x 1,241 0,453A+1,212R+1,241D = 72x 1 Menjadi 1,241A+1,241R+1,241D = 89,320 0,453A+1,212R+1,241D = 72 - _ 0.787 A + 0.029R = 17,320 ……….(4)

Eliminasi D pada persamaan 1 dan 3

A + R + D = 72 X 1,137 0,549A+1,227 R+1,137D = 72 X 1 Menjadi 1,137A+1,137R+1,137D = 81,876 0,549A+1,227 R+1,137D = 72 - 0,588A+-0,090R = 9,876…………...………….(5)

Eliminasi R pada persamaan 4 dan 5 0.787 A + 0.029R = 17,320 x -0,090 0,588A - 0,090R = 9,876 x 0,029 Menjadi -0,071A - 0,003R = -1,551 0,017A -0,003R = 0,284 0,087A = -1,835 A = , , = , = 21

Eliminasi A pada persamaan 4 dan 5

0.787 A + 0.029R = 17,320 x 0,588 0,588A - 0,090R = 9,876 x 0,787 Menjadi 0,463A + 0,017R = 10,185 0,463A - 0,071R = 7,777 – 0,087 R = 2,408 R = , , = , = 28

Eliminasi A pada persamaan 1 dan 2

A + R + D = 72 x 0,453 0,453A+1,212R+1,241D = 72 x 1 Menjadi 0,453A+0,453R+0,453D = 32,625 0,453A+1,212R+1,241D = 72 - -0,759 R -0,787D = -39,375 ………..(6) Eliminasi A pada persamaan 1 dan 3

A + R + D = 72 X 0,549 0,549A+1,227 R+1,137D = 72 X 1 Menjadi 0,549A+0,549R+0,549D = 52,126 0,549A+1,227 R+1,137D = 72 - -0,678R -0,588D = -32,464 ………(7)

Eliminasi R pada persamaan 6 dan 7

-0,759 R -0,787D = -39,375 x -0,678 -0,678R -0,588D = -32,464 x -0,759

Menjadi 0,514R + 0,534D = 26,682 0,514R + 0,446D = 24,631 – 0,087D = 2,051 D = , , = | , | = 23

2012 12 22 38 72 2013 16 22 38 76 2014 16 23 38 77 2015 16 25 37 78 2016 15 26 37 78 2017 16 28 36 80 2018 16 28 37 81 2019 16 28 37 81 2020 16 28 38 82 2021 17 29 38 84 2022 17 29 39 85 2023 17 29 39 85 2024 17 30 40 87 2025 17 30 41 88 2026 18 30 42 90 2027 18 31 43 92 2028 19 31 44 94 2029 19 32 45 96 2030 19 33 45 97 2031 20 33 46 99 2032 20 34 46 100 2033 20 34 47 101 2034 20 35 47 102 2035 21 35 48 104 2036 21 36 49 106 2037 21 36 49 106 2038 22 37 50 109 2039 22 37 51 110 2040 22 38 52 112 2041 22 38 52 112 2042 23 39 53 115 2043 23 39 54 116 2044 23 40 55 118 2045 24 41 55 120 2046 24 41 56 121 2047 24 42 57 123 2048 25 42 58 125 2049 25 43 58 126 2050 25 43 59 127 2051 26 44 60 130 2052 26 44 61 131 2053 26 45 61 132 2054 27 45 62 134 2055 27 46 63 136 2056 27 46 64 137 2057 28 47 64 139 2058 28 48 65 141 2059 28 48 66 142 2060 29 49 67 145 2061 29 49 67 145 2062 29 50 68 147 2063 29 50 69 148 2064 30 51 69 150 2065 30 51 70 151

2067 31 52 72 155 2068 31 53 72 156 2069 31 53 73 157 2070 32 54 74 160 2071 32 54 74 160 2072 32 55 75 162 2073 33 56 76 165 2074 33 56 77 166 2075 33 57 77 167 2076 33 57 78 168 2077 34 58 79 171 2078 34 58 79 171 2079 34 59 80 173 2080 35 59 81 175 2081 35 59 81 175 2082 35 60 82 177 2083 35 60 83 178 2084 36 61 83 180 2085 36 61 84 181 2086 36 62 85 183 2087 37 62 85 184 2088 37 63 86 186 2089 37 63 86 186 2090 37 64 87 188 2091 38 64 88 190 2092 38 65 88 191 2093 38 65 89 192 2094 38 65 89 192 2095 39 66 90 195 2096 39 66 91 196 2097 39 67 91 197 2098 39 67 92 198 2099 40 67 92 199 2100 40 68 93 201 2101 40 68 93 201 2102 40 69 94 203 2103 40 69 94 203 2104 41 69 95 205 2105 41 70 95 206 2106 41 70 96 207 2107 41 70 96 207 2108 42 71 97 210 2109 42 71 97 210 2110 42 72 98 212 2111 42 72 98 212 2112 42 72 99 213 2113 43 73 99 215 2114 43 73 100 216 2115 43 73 100 216 2116 43 74 100 217 2117 43 74 101 218 2118 43 74 101 218 2119 44 74 102 220 2120 44 75 102 221

2122 44 75 103 222 2123 44 76 103 223 2124 44 76 104 224 2125 45 76 104 225 2126 45 76 104 225 2127 45 77 105 227 2128 45 77 105 227 2129 45 77 105 227 2130 45 77 106 228 2131 46 78 106 230 2132 46 78 106 230 2133 46 78 107 231 2134 46 78 107 231 2135 46 79 107 232 2136 46 79 108 233 2137 46 79 108 233 2138 46 79 108 233 2139 47 79 109 235 2140 47 80 109 236 2141 47 80 109 236 2142 47 80 109 236 2143 47 80 110 237 2144 47 80 110 237 2145 47 81 110 238 2146 47 81 110 238 2147 48 81 111 240 2148 48 81 111 240 2149 48 81 111 240 2150 48 82 111 241 2151 48 82 112 242 2152 48 82 112 242 2153 48 82 112 242 2154 48 82 112 242 2155 48 82 113 243 2156 48 82 113 243 2157 48 83 113 244 2158 49 83 113 245 2159 49 83 113 245 2160 49 83 114 246 2161 49 83 114 246 2162 49 83 114 246 2163 49 83 114 246 2164 49 84 114 247 2165 49 84 114 247 2166 49 84 115 248 2167 49 84 115 248 2168 49 84 115 248 2169 49 84 115 248 2170 49 84 115 248 2171 49 84 115 248 2172 50 85 115 250 2173 50 85 116 251 2174 50 85 116 251 2175 50 85 116 251

2177 50 85 116 251 2178 50 85 116 251 2179 50 85 116 251 2180 50 85 117 252 2181 50 85 117 252 2182 50 85 117 252 2183 50 86 117 253 2184 50 86 117 253 2185 50 86 117 253 2186 50 86 117 253 2187 50 86 117 253 2188 50 86 117 253 2189 50 86 118 254 2190 50 86 118 254 2191 51 86 118 255 2192 51 86 118 255 2193 51 86 118 255 2194 51 86 118 255 2195 51 86 118 255 2196 51 86 118 255 2197 51 87 118 256 2198 51 87 118 256 2199 51 87 118 256 2200 51 87 118 256 2201 51 87 119 257 2202 51 87 119 257 2203 51 87 119 257 2204 51 87 119 257 2205 51 87 119 257 2206 51 87 119 257 2207 51 87 119 257 2208 51 87 119 257 2209 51 87 119 257 2210 51 87 119 257 2211 51 87 119 257 2212 51 87 119 257

No Skenario Ukuran MVP (ekor) Prosentase (%) anak remaja dewasa total

1 Peluang hidup dan fekunditas awal 16 29 48 93

2 Peluang hidup dan fekunditas turun 10 % 27 38 23 88 - 6

3 Peluang hidup dan fekunditas turun 20 % 25 40 16 81 -13

4 Peluang hidup dan fekunditas turun 30 % 24 41 13 78 -17

5 Peluang hidup dan fekunditas turun 40 % 23 42 10 75 -19

6 Peluang hidup dan fekunditas turun 50 % 21 44 8 72 -22

7 Peluang hidup dan fekunditas naik 10 % 29 34 39 103 10

8 Peluang hidup dan fekunditas naik 20 % 31 33 51 114 23

9 Peluang hidup dan fekunditas naik 30 % 32 32 67 131 40

10 Peluang hidup dan fekunditas naik 40 % 33 30 87 151 62

MASUDAH. Determining Minimum and Optimum Viable Population Size of Banteng (Bos javanicus) Based on Demographic Parameters at Alas Purwo National Park, Banyuwangi, East Java. Under direction of YANTO SANTOSA and ABDUL HARIS MUSTARI

One of the main goals of conservation is to maintain sustainability and to increase the population size of living species. In order to conserve an important wildlife population, Minimum Viable Population (MVP) and Optimum Viable Population (OVP) are the main population parameters that must be known. Banteng (Bos javanicus) are protected by the conservation law yet on the other hand has a great economic value for human. Research on MVP of banteng has not yet been performed up until now, and this was the main reason for undertaking a certain study. The aims of this study were to determine MVP and OVP of banteng as a basic point of wildlife management. To obtain the actual condition of the population (population size, sex ratio and age classes) an inventory method of Concentration Count was used, performed in Sadengan grazing field. Based on the assumption that all banteng would gather at this certain location, the counting was performed within 18 repetition and the largest counted number was then considered as the population size. The Algebra linear equation system from Leslie’s matrix was used to determine MVP, while the density dependence of Leslie’s matrix was used to determine the OVP. The population size used as base of calculation was the size of female population, and as for the male population size was predicted using the initial population’s sex ratio. The result showed that the MVP of banteng in Alas Purwo National Park was 94 with the domination of females in each of age classes, which predicted would occur in a year ahead (2013). As for the OVP was 149, also dominated by females and predicted to be occured in the next 30 years (2024).

Keywords: minimum viable population, optimum viable population, concentration count, banteng

MASUDAH. Penentuan Ukuran Populasi Minimum dan Optimum Lestari Banteng (Bos javanicus) berdasarkan Parameter Demografi di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur. Dibimbing oleh YANTO SANTOSA dan ABDUL HARIS MUSTARI

Sebagai kawasan konservasi di mana kategori wilayah penyebaran banteng berstatus Confirmed Range, TN Alas Purwo merupakan salah satu kawasan prioritas pada Program Pengelolaan Populasi Banteng di Pulau Jawa. Selain itu, TN Alas Purwo merupakan kawasan konservasi yang telah menerapkan sistem pengelolaan kawasan berbasis resort sehingga manajemen pengelolaannya sudah berbasis kinerja petugas di level terendah dalam pengelolaan taman nasional.

Salah satu tolok ukur dari kelestarian adalah ukuran populasi minimum lestari atau Minimum Viable Population (MVP). Penentuan ukuran populasi minimum lestari sangat penting dalam manajemen populasi terutama dalam penyusunan rencana pengelolaan spesies. Selain ukuran populasi minimum lestari, ukuran populasi optimum lestari atau Optimum Viable Population (OVP) juga penting untuk dikaji. Ukuran populasi optimum lestari merupakan kondisi di mana pada ukuran populasi tersebut laju pertumbuhan populasi akan maksimal. Dengan laju pertumbuhan maksimal, populasi akan bertambah dengan cepat.

Penelitian dilaksanakan di TN Alas Purwo, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. Penelitian dan pengolahan data dilaksanakan selama 6 bulan yaitu pada bulan Maret s.d Agustus 2012. Data demografi banteng yang diperlukan meliputi: ukuran populasi, kelas umur, seks rasio, peluang hidup, fekunditas, dan usia kawin. Data yang dikumpulkan di lapangan berupa ukuran populasi, kelas umur dan sex rasio. Peluang hidup dan fekunditas didapatkan dari hasil analisis data lapangan sedangkan usia kawin didapatkan dari hasil studi pustaka. Penghitungan populasi dilakukan dengan metode penghitungan terkonsentrasi dengan asumsi bahwa pada saat pengamatan, banteng berkumpul di Padang Penggembalaan Sadengan. Pengamatan dilakukan selama 18 kali ulangan. Ukuran populasi tertinggi merupakan ukuran populasi pada saat pengamatan.

Penentuan ukuran populasi minimum lestari didasari dari pemikiran bahwa kelestarian tercapai jika setidaknya populasi akhir sama dengan atau lebih dari populasi awal. Pada penelitian ini, populasi awal adalah ukuran populasi pada saat pengamatan. Persamaan populasi awal dan populasi akhir didapatkan dari penjabaran matriks Leslie yang dimodifikasi. Persamaan-persamaan tersebut dieliminasi untuk mendapatkan ukuran populasi minimum lestari pada setiap kelas umur. Penentuan ukuran populasi optimum lestari dilakukan dengan memproyeksikan populasi awal pertahun dengan menggunakan matriks Leslie terpaut kepadatan (Density Dependent) sehingga dapat dilihat pertumbuhan populasinya.Populasi optimum lestari adalah ukuran populasi pada tahun ke-t di mana selisih antara Nt dengan Nt+1 merupakan selisih terbesar di antara tahun- tahun lainnya. Waktu yang digunakan pada proyeksi populasi ini adalah 200 tahun. Populasi yang digunakan sebagai populasi awal dalam proyeksi matriks

didapatkan dari perbandingan seks rasio.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran populasi minimum lestari banteng di TN Alas Purwo adalah 94 ekor dengan jumlah betina anak 21 ekor, jantan anak 7 ekor, betina remaja 28 ekor, jantan remaja 9 ekor, betina dewasa 23 ekor, dan jantan dewasa 6 ekor dan diprediksi akan tercapai satu tahun mendatang. Ukuran Populasi optimum lestari banteng di TN Alas Purwo adalah 149 ekor dengan jumlah anak betina 23 ekor, anak jantan 8 ekor, betina remaja 39 ekor, jantan remaja 12 ekor, betina dewasa 53 ekor, dan jantan dewasa 14 ekor dan diprediksi akan tercapai 30 tahun yang akan datang atau pada tahun 2042. Kata kunci : populasi minimum lestari, populasi optimum lestari, metode

1.1 Latar belakang

Banteng sebagai salah satu jenis satwa liar memiliki nilai ekonomi dan budaya yang penting bagi umat manusia sejak dahulu, yaitu sebagai sumber protein, bahan untuk membuat peralatan (baik dari tulang maupun tanduknya), kepercayaan, dan alat penutup tubuh (Alikodra 1983). Sejak tahun 1996, banteng dikategorikan “Endangered” atau “Terancam Kepunahan” dalam Red Data List

IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources). Banteng juga dilindungi oleh Undang-undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Di Indonesia, populasi dan habitat banteng terus menurun. Ancaman utama adalah konversi lahan dan kerusakan habitat, perburuan liar dan predator. Populasi banteng hanya terkonsentrasi di kawasan hutan, terutama di kawasan konservasi. Beberapa lokasi yang masih bisa dijumpai adanya banteng antara lain di Taman Nasional (TN) Ujung Kulon, TN Baluran, TN Meru Betiri, dan TN Alas Purwo, serta di beberapa kawasan hutan yang berbatasan langsung dengan kawasan konservasi tersebut.

Sebagai kawasan konservasi berstatus Confirmed Range untuk penyebaran banteng di Indonesia, TN Alas Purwo merupakan salah satu kawasan prioritas pada Program Pengelolaan Populasi Banteng di Pulau Jawa (Kemenhut, 2011). Selain itu, TN Alas Purwo merupakan kawasan konservasi yang telah menerapkan sistem pengelolaan kawasan berbasis resort sehingga manajemen pengelolaannya sudah berbasis kinerja petugas di level terendah dalam pengelolaan taman nasional yang sudah mengcover pengelolaan banteng sebagai unit tersendiri.

Salah satu tolok ukur dari kelestarian pengelolaan banteng adalah ukuran populasi minimum lestari atau Minimum Viable Population (MVP). Penentuan ukuran populasi minimum lestari sangat penting dalam manajemen populasi terutama dalam penyusunan rencana pengelolaan spesies. Ukuran populasi minimum lestari merupakan tujuan utama dalam konservasi biologi (Shaffer 1981,

Soule 1995; Wielgus 2001). Keberhasilan upaya pelestarian dicirikan oleh ukuran populasi yang mencapai MVP, di mana dipastikan tidak akan terjadi penurunan ukuran populasi. Ukuran populasi optimum lestari atau Optimum Viable Population (OVP) menunjukkan keadaan pertumbuhan populasi maksimal, di mana populasi akan bertambah dengan cepat. Kondisi ini perlu dipertahankan jika pengelolaan satwa bertujuan untuk pemanfaatan. Penelitian tentang MVP dan OVP banteng sampai saat ini belum dilakukan.

Pada umumnya ukuran populasi minimum lestari maupu ukuran optimum lestari yang diperoleh merupakan ukuran populasi secara keseluruhan dan belum menunjukkan komposisi/perbedaan kelas umur, padahal peluang hidup pada masing-masing kelas umur berbeda. Data dan informasi ini sangat penting dalam rangka pengaturan populasi agar kelestariannya terjamin dalam jangka panjang (Wielgus 2001). Oleh karena itu diperlukan penelitian mengenai penentuan ukuran populasi minimum dan optimum lestari banteng berdasarkan parameter demografi untuk setiap kelas umur dan jenis kelamin.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menentukan ukuran populasi minimum lestari banteng pada setiap kelas umur dan jenis kelamin;

2. Menentukan ukuran populasi optimum lestari banteng pada setiap kelas umur dan jenis kelamin.

1.3 Kegunaan

Hasil penghitungan nilai populasi minimum dan optimum lestari ini diharapkan dapat dijadikan target pengelolaan banteng sehingga kelestariannya terjaga. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan dasar untuk penentuan kuota tangkap dan acuan waktu pemanenan. Selain itu, data yang diperoleh bermanfaat sebagai data pendukung dalam rencana aksi pengelolaan banteng secara nasional.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bioekologi Banteng

2.1.1 Taksonomi

Lekagul dan McNeely (1977) mengklasifikasikan banteng ke dalam dunia Animalia, filum Choerdata, kelas Mammalia, orda Artiodactyla, Famili Bovidae, genus Bos, spesies Bos javanicus dan sub species Bos javanicus javanicus

(terdapat di Jawa, Madura, dan Bali, Indonesia), Bos javanicus lowi (terdapat di Kalimantan) dan Bos javanicus birmanicus (terdapat di Indocina).

2.1.2 Morfologi dan Anatomi

Banteng memiliki morfologi tubuh yang tegap, besar dan kuat dengan bahu bagian depannya lebih tinggi dari pada bagian belakang tubuhnya. Tinggi pundak banteng mencapai 120-70 cm. Bagian dada banteng terdapat gelambir yang dimulai dari pangkal kaki depan sampai bagian leher, tetapi tidak mencapai daerah kerongkongan. Maryanto et al. (2008) menyatakan bahwa bentuk tubuh betina banteng lebih kecil dibandingkan dengan jantan. Tinggi jantan mencapai 1.9 m dengan bobot badan 825 kg, sedangkan tinggi betinanya 1.6 m dengan bobot badan 635 kg. Banteng asal Kalimantan umumnya mempunyai ukuran lebih pendek atau kecil.

Banteng juga memiliki warna kulit dan sepasang tanduk yang dapat membedakan jenis kelamin dan umur banteng. Banteng jantan memiliki warna kulit hitam, semakin tua umurnya semakin hitam warna tubuhnya. Banteng betina tubuhnya berwarna coklat kemerah-merahan, semakin tua umurnya, maka warnanya akan semakin gelap menjadi coklat tua. Anak banteng baik yang jantan maupun betina berwarna coklat, sehingga sulit untuk dibedakan jenis kelaminnya. Tanduk pada banteng jantan berwarna hitam mengkilap, runcing dan melengkung simetris ke dalam, sedangkan pada banteng betina bentuk tanduknya lebih kecil (Lekagul & McNeely 1997; Maryanto et al. 2008).

2.1.3 Penyebaran Geografi

Hoogerwerf (1970) mengemukakan bahwa wilayah penyebaran banteng meliputi Burma, Thai, Indocina, Semenanjung Malaya, dan Indonesia (Kalimantan dan Jawa) dengan memperkirakan bahwa populasi banteng tahun 1940 sekitar 200 ekor, sebagian besar terdapat dalam kawasan perlindungan dan di dataran rendah sebelah selatan Jawa. Peta sebaran banteng dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber : IUCN-SSC Asian Wild Cattle Specialist Group 2010

Gambar 1 Peta sebaran banteng.

Saat ini, status sebaran banteng di Indonesia dibagi dalam empat kategori (Kemenhut 2011), yaitu kawasan yang dapat dipastikan sebagai habitat banteng (confirmed range), kawasan yang mungkin menjadi habitat banteng (possible range), kawasan yang diragukan menjadi habitat banteng (doubtful range), dan kawasan yang pernah menjadi habitat banteng (former range atau extirpated).

   

Sumber : Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 58 tahun 2011 tentang Strategi dan Recana Aksi

Konservasi Bateng 2011-2020

Gambar 2 Peta status sebaran banteng di Indonesia.

2.1.4 Habitat

Habitat merupakan suatu rangkaian interkasi antara komponen biotik dengan komponen abiotik yang ditempati oleh suatu komunitas atau populasi kehidupan. Komponen biotik terdiri dari berbagai organisme yang hidup, sedangkan komponen abiotik terdiri dari berbagai benda mati atau faktor-faktor lingkungan yang mendukung atau sering berinteraksi dengan komponen biotik, seperti iklim, suhu, kelembaban, tanah dan sebagainya. Keberadaan kedua komponen tersebut akan mempengaruhi kelengkapan suatu habitat bagi suatu spesies di segala musim ataupun pada musim-musim tertentu. Alikodra (2002) menyatakan bahwa ukuran dari kelengkapan suatu habitat adalah mampu menyediakan berbagai keperluan bagi suatu spesies termasuk sumber makanan, minum dan perlindungan (cover), dan faktor-faktor lainnya yang diperlukan oleh spesies hidupan liar untuk bertahan hidup dan melangsungkan reproduksinya

Dokumen terkait