• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN BERKELANJUTAN

AND SUSTAINABLE MANAGEMENT Hidayati

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.13 Parameter Kualitas Air Laut

Parameter kualitas air laut yang digunakan mengacu kepada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004. Dalam surat keputusan tersebut, parameter kualitas lingkungan diuraikan terdiri atas parameter kimia, fisika dan biologi yang dapat menyatakan kondisi perairan untuk mendukung kehidupan organisma perairan (komposisi, keragaman phyto plankton, benthic, perikanan, fauna dan flora akuatik).

Hal ini relevan dengan parameter yang menunjukkan karakteristik perairan estuari dan perairan pesisir menurut Dahuri (2003) yaitu terdiri atas sirkulasi air, salinitas, partikel tersuspensi, bahan polutan. Dahuri menambahkan bahwa sirkulasi air sangat dipengaruhi oleh aliran air tawar yang bersumber dari badan sungai di atasnya dan air pasang yang berasal dari laut. Besar atau kecil debit kedua aliran massa air tersebut akan mempengaruhi stratifikasi massa air berdasarkan salinitas. Sedangkan salinitas merupakan kadar garam yang kadarnya

<35 permil. Ekosistem mangrove memiliki adaptasi yang tinggi terhadap salinitas, namun beberapa organisme perairan tidak dapat beradaptasi dengan salinitas yang mencapai kondisi ekstrim. Salinitas juga mempengaruhi nutrien yang berada di perairan pesisir.

Partikel tersuspensi yang khususnya dibawa oleh aliran sungai akan terakukumulasi di muaranya. Karena kondisi cenderung stagnan dari estuari maka partikel mengalami pengendapan di lapisan dasar akan bertambah dan terjadi pendangkalan sehingga menyebabkan terjadinya perubahan morfologi dasar perairan. Demikian juga dengan bahan polutan yang berasal dari pemukiman, transportasi air, maupun industri masuk ke badan air (sungai) dan langsung menuju perairan pesisir.

Dahuri (2003) menyatakan bahwa indikator lingkungan perairan ditinjau dari keberlanjutan perairan dalam rangka mendukung peningkatan potensi perikanan, antara lain:

a. Tersedianya kualitas air perairan pesisir dengan parameter kualitas air yang tidak melewati nilai ambang batas baku mutu yang ditetapkan, ataupun toleransi organisma perairan.

b. Tidak terakumulasinya logam berat pada sedimen yang mengandung nutrisi untuk kebutuhan biota yang hidup didasar perairan.

Nilai ambang batas parameter kualitas air merupakan nilai yang tercantum pada baku mutu. Baku mutu merupakan peraturan pemerintah yang harus dilaksanakan yang berisi spesifikasi dari jumlah bahan pencemar yang boleh dibuang atau jumlah kandungan yang boleh berada dalam media ambient. Parameter kualitas air laut diuraikan pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5.    Parameter Kualitas Air Laut Yang Berdasarkan Kepmen LH Nomor 51 Tahun  2004. 

 

No Parameter Satuan Baku Mutu Metode

I. Fisika

1 Kekeruhan NTU 30 Turbidimetri

2 Kebauan - Tidak berbau Visual

3 Padatan Tersuspensi mg/l 50 SNI 06 – 2413 - 1991

4 Suhu °C Potensiometri

5 Lapisan Minyak - Visual

II. Kimia

1 pH - 6 -8,5 Potensiometri

2 Salinitas ‰ 35 Potensiometri

3 Amoniak Total mg/l (-) Salicylate Method 4 Sulfida (H2S) mg/l 0,002 Metylene Blue

5 Total Fenol mg/l 1 4-Aminoantipyrine

6 Detergen (MBAS) mg/l 200 Crystal Violet Method 7 Minyak dan lemak mg/l 1000 JIS K– 0102 – 24.2

8 Air Raksa (Hg) mg/l 0,002 AAS

9 Timbal (Pb) mg/l 0,03 AAS

10 Cadmium (Cd) mg/l 0,01 AAS

11 Tembaga (Cu) mg/l 0,02 AAS

12 Seng (Zn) mg/l 0,05 AAS

Namun dalam penelitian ini hanya beberapa parameter kunci saja yang dipergunakan. Hal ini berdasarkan pengaruhnya terhadap biota perairan dan hasil pemantauan yang dilakukan terhadap parameter kualitas air laut di Perairan Belawan {PT.(Persero) Pelabuhan Indonesia I, 2004-2008} yang memperlihatkan fluktuasi dan beberapa diantaranya melebihi nilai ambang batas.

2.3.1. pH

pH air laut yang ditentukan dalam baku mutu Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004 tentang kualitas air laut dengan peruntukan perairan bagi kehidupan biota perairan adalah 6,5 – 8,5.

Effendi (2003) mengklasifikasikan nilai pH berdasarkan pengaruhnya terhadap biota perairan seperti yang dijelaskan pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6. Nilai pH dan Pengaruhnya Terhadap Biota Perairan.

Nilai pH

Pengaruh Umum

6,0 – 6,5 1. Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit menurun. 2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktiktivitas tidak

mengalami perubahan.

5,5 – 6,0 1. Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos semakin tampak.

2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih belum mengalami perubahan yang berarti.

3. Algae hijau berfilamen mulai tampak pada zona litoral. 5,0 – 5,5 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton,

perifiton, dan bentos semakin besar.

2. Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankto dan bentos.

3. Algae hijau berfilamen semakin banyak 4. Proses nitrifikasi terhambat.

4,5 – 5,0 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton, dan bentos semakin besar

2. Penurunan kelimpahan total dan biomassa, zooplankton dan bentos

3. Algae hijau berfilamen semakin banyak 4. Proses nitrifikasi terhambat.

4,5 – 5,0 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton, dan bentos semakin besar

2. Penurunan kelimpahan total dan biomassa, zooplankton dan bentos

3. Algae hijau berfilamen semakin banyak 4. Proses nitrifikasi terhambat.

Sumber: Telaah Kualitas Air oleh Hefni Effendi, 2003.

Effendi juga menjelaskan bahwa pada umumnya pH air laut nilainya relatif stabil, namun perubahan nilainya sangat berpengaruh terhadap proses kimia maupun biologis dari jasad hidup yang berada dalam perairan tersebut. pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Pada pH <4,5, sebahagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat bertoleransi terhadap pH rendah.

Selain itu kelarutan logam dalam air dikontrol oleh pH air. Kenaikan pH menurunkan kelarutan logam dalam air, karena kenaikan pH mengubah kestabilan dari bentuk karbonat menjadi hidroksida yang membentuk ikatan dengan partikel pada badan air, sehingga akan mengendap membentuk lumpur (Palar, 1994).

2.3.2. Suhu

Efendi (2003) mengemukakan kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat yaitu: (a) Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun; (b) Kecepatan reaksi kimia meningkat; (c) Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya akan mati.

Perubahan suhu suatu badan air perairan pesisir berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi perairan. Alga akan tumbuh dengan baik pada suhu 30°C - 35°C serta fitoplankton pada suhu 20°C - 30°C. Sedangkan air sungai memiliki titik beku (-1,90C). Suhu alami air sungai adalah suhu normal dimana organisma dapat hidup sesuai dengan oksigen yang dibutuhkan. Besaran suhu (temperatur) air laut yang terdapat pada bakumutu adalah alami dengan deviasi 3. 2.3.3. Oksigen Terlarut (Dissolve Oxygen, DO)

Mc.Neelyet al. (1979) menuliskan bahwa besarnya kelarutan oksigen dalam air laut cukup untuk membuat ikan dan biota hidup di dalamnya. Permasalahan akan timbul bilamana kadarnya berubah sampai batas di luar angka normal dalam suatu perairan. Konsentrasi oksigen dalam air laut bervariasi, di perairan laut kadar oksigen mencapai 11 mg/l pada 0°C dan 7 mg/l pada 25°C. Pada penelitian lainnya Zottoli (1972) mengukur oksigen terlarut dengan kadar 9,9 mg/l dalam keadaan jenuh. Di wilayah pesisir konsentrasinya akan semakin berkurang tergantung kepada kondisi lingkungan sekitarnya. Konsentrasi oksigen di permukaan air laut dipengaruhi oleh suhu, semakin tinggi suhu maka kelarutan gas akan semakin rendah.

2.3.4. Kekeruhan (Turbidity)

Nilai Ambang Batas kekeruhan (Turbibity) pada Baku Mutu (Kep-51/MENLH/2004) yaitu <30 NTU. Kekeruhan yang tinggi dapat mengganggu sistem osmoregulasi, yaitu pernafasan dan daya lihat organisme akuatik, serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Tingginya nilai kekeruhan juga dapat mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air.

2.3.5. Total Suspended Solid (TSS)

TSS adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air yang terdiri atas bahan-bahan organik, sel-sel mikroorganisme, tanah liat, pasir halus, dan lain-lain. Selain mengurangi penetrasi cahaya kedalam air, TSS juga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis. Baku mutu menentukan kadar TSS maksimal adalah 80 mg/l.

Tabel 2.7. Kesesuaian Perairan Untuk Kepentingan Perikanan Berdasarkan Nilai Padatan Tersuspensi (TSS).

Nilai TSS (mg/l) Pengaruh Terhadap Kepentingan Perikanan <25 25 – 80 81 – 400 >400 Tidak berpengaruh Sedikit berpengaruh

Kurang baik bagi kepentingan perikanan Tidak baik bagi kepentingan perikanan Sumber : Alabaster dan Lloyd, 1982

2.3.6. Amoniak

Bentuk senyawa nitrogen yaitu nitrogen-amonia, dapat memberikan pengaruh berupa penurunan kualitas air perairan pesisir. Senyawa amoniak yang terdapat dalam air laut merupakan hasil reduksi senyawa nitrat (NO3) atau senyawa nitrit (NO2) oleh mikroorganisme. Selain itu juga berasal dari hasil ekskreasi fitoplankton. Kadar amoniak dalam air laut sangat bervariatif dan dapat berubah dengan cepat. Dalam batas-batas tertentu konsentrasi amonia dapat berakibat negatif terhadap kehidupan biota dalam perairan sekitarnya sebagai akibat dari sifat racun yang ditimbulkan oleh amonia tersebut. Penelitian Singbal et al. (1976) di Perairan Teluk Velsao menunjukkan bahwa konsentrasi senyawa nitrogen-amonia yang mencapai 2,451 mg/l merupakan salah satu penyebab bagi kematian biota perairan.

2.3.7. Nitrat

Nitrat adalah unsur nitrogen yang juga merupakan unsur hara yang tidak kalah pentingnya, berperan dalam proses pembentukan protoplasma. Secara alamiah keberadaan unsur nitrogen dalam air laut adalah sebagai hasil

dekomposisi tumbuh-tumbuhan dan hewan, serta fiksasi udara dengan adanya gerakan massa air dan curah hujan. Konsentrasi salah satu bentuk senyawa nitrogen yang tinggi dapat dijadikan sebagai patokan terjadinya suatu reaksi kimia tertentu yang akhir dari biota. Konsentrasi masing-masing yang bervariasi antara 0,006–0,021 mg/l dan 0,001–0,011 mg/l mengindikasikan suatu keadaan yang normal. Berdasarkan variasi konsentrasi senyawa nitrogen yang disusun oleh Sharp (1983) untuk kategori beberapa wilayah perairan, maka variasi kadar senyawa nitrogen (nitrat, nitrit dan amonia) di Teluk Lada ini masih berada dalam batas yang aman untuk perairan laut. Variasi konsentrasi nitrat dan nitrit dipengaruhi pula oleh faktor lingkungan sekitarnya. Contoh kasus adalah penelitian Susana (2004) di Sungai Cisadane yang mendapatkan konsentrasi nitrat sebesar 0,492 mg/l, sedangkan di luar Sungai Cisadane konsentrasinya lebih rendah yaitu 0,013 mg/l dan 0,005 mg/l.

2.3.8. Logam Terlarut Cu, Hg, Cd

Hefni Effendi (2003) mengemukakan bahwa logam berat yang terlarut dalam air akan berpindah ke dalam sedimen jika berikatan dengan materi organik bebas atau materi organik yang melapisi permukaan sedimen, dan penyerapan langsung oleh permukaan partikel sedimen. Dalam lingkungan perairan, bentuk logam antara lain berupa ion-ion bebas, pasangan ion organik, dan ion kompleks.

Pikir (1991) memaparkan pencemaran merkuri di Teluk Minamata Jepang pada tahun 1953 dan 1961 menunjukkan bahwa pembuangan limbah yang mengandung merkuri (Hg) dapat menyebabkan pencemaran yang membahayakan kesehatan manusia karena terjadi bioakumulasi di dalam organisme dan biomagnifikasi melalui rantai makanan, sehingga keluarga nelayan yang mengkonsumsi ikan menderita keracunan hebat. Pengaruh tingkat bahaya jenis metal di dalam air laut berdasarkan bioassay pada (LC50) untuk ikan dewasa adalah Hg 2+ >Cd 2+ >Cu 2+ >Ag 2+ >Ni2+ >Pb 2+ >As 2+ >Cr 2+ >Sn 2+ >Zn 2+.

Dalam bukunya, Mukhtasor (2002) berpendapat toksisitas logam berat bagi makhluk hidup bergantung pada jenis logam, bentuknya dan organisme target yang terkena. Jenis dan bentuk logam yang paling toksik adalah logam

timbal (Pb), kadmium (Cd), dan merkuri (Hg) yang berikatan dengan senyawa organik. Pencemaran Logam Berat di Pantai Timur Surabaya diberitakan telah tercemar oleh merkuri (Hg) dan tembaga (Cu).

Dokumen terkait