• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penilaian Kualitas Perairan Pesisir Dengan Mengembangkan Indeks Sebagai Upaya Perlindungan Dan Pengelolaan Berkelanjutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penilaian Kualitas Perairan Pesisir Dengan Mengembangkan Indeks Sebagai Upaya Perlindungan Dan Pengelolaan Berkelanjutan"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

PENILAIAN KUALITAS PERAIRAN PESISIR DENGAN

MENGEMBANGKAN INDEKS SEBAGAI UPAYA

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN

BERKELANJUTAN

DISERTASI

Oleh :

HIDAYATI

058106013/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENILAIAN KUALITAS PERAIRAN PESISIR DENGAN

MENGEMBANGKAN INDEKS SEBAGAI UPAYA

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN

BERKELANJUTAN

DISERTASI

Untuk Memperoleh Gelar Doktor

Dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh :

HIDAYATI

058106013/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PENGESAHAN

Judul Penelitian : Penilaian Kualitas Perairan Pesisir Dengan Mengembangkan Indeks Sebagai Upaya Perlindungan Dan Pengelolaan Berkelanjutan

Nama : HIDAYATI

NIM : 058106013

Program Studi : Doktor (S3) Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 17 Maret 2010

PANITIA PENGUJI DISERTASI

Ketua : Prof.Dr.Alvi Syahrin, SH, M.S Anggota : 1. Dr. Ir. Priana Sudjono, MSc

2. Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia Tarigan, MSc 3. Prof. Dr. Ir. Zainuddin, MSc

4. Prof. Dr. Ir.Rahim Mantondang MSIE 5. Prof. Dr.Retno Widhiastuti, MS,

(5)

PERNYATAAN

PENILAIAN KUALITAS PERAIRAN PESISIR DENGAN

MENGEMBANGKAN INDEKS SEBAGAI UPAYA

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN

BERKELANJUTAN

D I S E R T A S I

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam disertasi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar doktor di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, April 2010

(6)

Telah diuji pada

Tanggal : 17 Maret 2010

PANITIA PENGUJI DISERTASI

Ketua : Prof.Dr.Alvi Syahrin, SH, M.S Anggota : 1. Dr. Ir. Priana Sudjono, MSc

2. Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia Tarigan, MSc 3. Prof. Dr. Ir. Zainuddin, MSc

(7)

ABSTRAK

PENILAIAN KUALITAS PERAIRAN PESISIR DENGAN

MENGEMBANGKAN INDEKS SEBAGAI UPAYA

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN

BERKELANJUTAN

Hidayati

Menurunnya kualitas air, rendahnya produksi perikanan tangkap, kemiskinan nelayan, konversi lahan mangrove, dan sedimentasi merupakan permasalahan ekologi, sosial dan ekonomi di perairan pesisir. Pemecahan masalah membutuhkan suatu nilai yang konprehensif yang dapat menggambarkan kondisi perairan yang sebenarnya. Penelitian ini bertujuan untuk pembangunan instrumen penilaian kualitas lingkungan dengan pengembangan indeks dan status perairan sehingga dapat ditetapkan kebijakan perlindungan dan pengelolaan perairan pesisir. Selanjutnya diterapkan di perairan Belawan.

Pengembangan indeks dilakukan dengan melakukan pemilihan indikator, mengkuantifikasikan indikator, pembobotan, dan melakukan perhitungan komposit indikator berdasarkan indeksnya. Status perairan pesisir ditentukan berdasarkan range nilai indeks yang dikembangkan menggunakan program visual basic 6,0, serta kebijakan ditetapkan berdasarkan nilai indeks dan status yang telah ditentukan.

Instrumen tersebut adalah Indeks Perairan pesisir (IPP) merupakan

akumulasi dari indeks kualitas air, indeks kesejahteraan nelayan dan indeks potensi sumber daya hayati pesisir. Kebijakan perlindungan dan pengelolaan perairan pesisir berdasarkan pengembangan indeks dan status perairan terdiri dari kebijakan pencegahan pencemaran dan kerusakan, kebijakan pemeliharaan dan peningkatan potensi internal, kebijakan penanggulangan pencemaran dan kerusakan, kebijakan perbaikan dan pemulihan, serta kebijakan perombakan sistem dan relokasi.

Penerapan penggunaan instrumen indeks perairan pesisir di perairan Belawan adalah sangat tepat, karena memiliki indikator yang fleksibel dan sesuai dengan kondisi perairan Belawan. Nilai indeks perairan pesisir (IPP) Belawan

adalahsebesar 30,58 saat pasang dan 29,55 saat surut yaitu dengan status “buruk”. Kebijakan yang sesuai adalah “perbaikan dan pemulihan” dalam upaya mencapai pembangunan perairan Belawan berkelanjutan dilakukan strategi berbasis kepada Pengelolaan pesisir terpadu, melakukan kajian pola hidrodinamika perairan Belawan, penguatan partisipasi masyarakat, serta penerapan aksi perlindungan dan pengelolaan perairan pesisir.

(8)

Kata kunci : Indeks, Perairan Pesisir, Kualitas Air, Nelayan, Belawan.

ABSTRACT

THE ASSESMENT OF COASTAL WATERS QUALITY BY DEVELOPING AN INDEX IN AN EFFORT OF PROTECTION

AND SUSTAINABLE MANAGEMENT

Hidayati

Declining water quality, low production of fisheries captures, poverty of fisherman, conversion of mangrove land and sedimentation is a problem of ecological, social and economic in coastal waters.

Solving these problems require a comprehensive value that can describe the actual condition of the waters. This study aims to build environmental quality assessment instrument with the development index and water status in order to set policies and manage the protection of coastal waters that furthermore applied in Belawan waters.

Development of index done by selection indicator, quantifying indicators, weighting and calculating a composite indicator based on the index. Status of coastal waters is determined based on the range of index values developed using visual basic 6.0 program and set policies based on the index value and status that have been determined.

These instruments are called coastal waters index (IPP) that is

accumulation of water quality index, the index of well-being of fisherman and potential index of coastal biological resources. Protection policies and management of coastal waters based on the index and status of development of water pollution prevention policy and damage policy, maintenance and improvement of internal potential, pollution prevention policy and the damage, repair and recovery policies, and reform policies and relocation system.

Application of index instruments in the waters of coastal waters of Belawan is very appropriate because its flexibility and the indicators is accordance with the condition of Belawan waters. The value of index of Belawan Coastal waters (IPP) is 30,58 during high tide and 29.55 during low tide. This status is

considered as “bad”. The appropriate policy is to “repair and recovery”, in an effort to achieve the development of sustainable Belawan waters, with a strategy based on the integrated coastal management, conduct a study patterns of hydrodynamics for Belawan waters, strengthening community participation, and implementation of management actions and protection of coastal water.

(9)

KATA PENGANTAR

Perairan pesisir dihadapkan kepada permasalahan yang sangat kompleks. Sumber permasalahan timbul dari pemanfaatan sumber daya hayati dan perairan oleh manusia. Oleh karena itu diperlukan perlindungan dan pengelolaan perairan pesisir. Selanjutnya perlindungan dan pengelolaan perairan pesisir membutuhkan suatu pengukuran yang dapat menjelaskan kondisi perairan pesisir secara akurat dan terpadu.

Disertasi ini berjudul “Pengukuran Kualitas Perairan Pesisir dengan Mengembangkan Indeks sebagai Upaya Perlindungan dan Pengelolaan Berkelanjutan“ menghasilkan instrumen indeks perairan pesisir, penentuan status perairan dan instrumen kebijakan sebagai solusi permasalahan disebutkan diatas.

Penulis sangat berterima kasih kepada Prof.Dr.Alvi Syahrin, SH.MS, selaku Promotor Utama yang telah membimbing penulis sehingga penulisan disertasi ini dapat diselesaikan. Bimbingan dari Prof. Dr.Alvi Syahrin SH,MS dirasakan sangat penting kepada penulis dalam memberikan tentang bidang keilmuan terkait Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. .

(10)

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia Tarigan, MSc, sebagai Co-Promotor. Penulis sangat terharu ketika beliau memberikan buku-buku yang sangat bermanfaat tentang pola hidrodinamika perairan. Beliau memberikan motivasi sehingga selesainya disertasi ini.

Selanjutnya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Chairudiddin P.Lubis, Rektor Universitas Sumatera Utara dan Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc., selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Beliau selalu memberikan semangat kepada penulis.

Penulis juga memgucapkan terima kasih kepada Prof.Dr.Retno Widhiastuti, MS, dan Prof.Syamsul Arifin, SH, MH, Kepala Badan Lingkungan Hidup Sumatera Utara yang telah banyak memberikan masukan dan saran serta bimbingan dalam penulisan disertasi ini. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada para dosen penguji yaitu Prof.Dr. Ir.Rahim Mantondang MSIE., Prof.Dr.Ir.Ternala Alexander Barus MSc, dan Prof. Dr. Ir. Zainuddin, MSc.

(11)

M.Eng., Dr. H. Indra Utama, MSi., Ir. Khairul Azhar MSi, .Drs. Khairuddin, MSc., Dra. Halimah MSi., Ir. Sri Maulina MSc., Ir. Sari Farah Dina, MSc., Zulkarnain, SH, MSi., yang telah banyak memberikan sumbangan pemikiran kepada penulis.

Setiap aktivitas tak mungkin terselesaikan tanpa dukungan dan bantuan orang lain. Dalam penulisan disertasi ini, banyak pihak yang telah memberikan “sesuatu” yang tak ternilai berupa moril dan materil yang diterima penulis.

Disertasi ini dipersembahkan kepada orangtua tercinta Almarhum H.Wan Kuasairi dan Almarhum Ibunda Hj. Siti Nurbaya, suami dan anak-anak tercinta Ir.Ulam Raya Hutagalung, MSi, Ira Rumiris Hutagalung, Mitra Muhammad Arsyad Hutagalung dan Putri Nadya Hutagalung, atas cinta kasih mereka penulis memiliki semangat untuk menyelesaikan program Doktor di Universitas Sumatera Utara. Selain itu ucapan terima kasih kepada Abanganda Wan Ilham Kusairi/ Ningsihyani, Kakanda Wahyu Kusairi, SE/Ir. Masrudin Dalimunthe MSi, dan adinda Wan Taufik, SE/Susita Zahra yang telah memberikan dukungan dan kasih sayang kepada penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ferti Saragih, SH., Siti Bayu, Sip, MSi., M.Nur Hasibuan, SP., Joys Suterca Tarigan, ST., Anna Maria Haurissa, SE, dan Maulida Hasibuan serta seluruh personil Laboratorium Badan Lingkungan Hidup Sumatera Utara yang telah bersedia memberikan bantuan baik pemikiran maupun memberikan dukungan kepada penulis.

(12)

pihak yang telah banyak membantu dan namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan karuniaNya, sehingga ilmu yang diperoleh dapat dikembangkan dan diterapkan kepada bangsa dan negara.

Medan, 29 Maret 2010

(13)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Hidayati, lahir di Pulau Raja Kabupaten Asahan Sumatera Utara pada tanggal 6 April 1963, putri ketiga dari Almarhum H. Wan Kusairi dengan Hj. Siti Nurbaya.

Menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD No 1. Pabatu Tebing Tinggi Tahun 1975, Sekolah Menengah Pertama (SMP) YAPEKSI Pabatu Tebing Tinggi Tahun 1978, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 7 Medan Tahun 1981. Selanjutnya menyelesaikan Program Sarjana Teknik Kimia dari Universitas Sumatera Utara (S1) Tahun 1988, kemudian melanjutkan ke Sekolah Pascasarjana (S2) Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Sumatera Utara Tahun 2000-2002, mengikuti Program Doktor Sekolah Pascasarjana (S3) Jurusan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Sumatera Utara Tahun 2006-2010.

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR SINGKATAN... xv

DAFTAR ISTILAH ... xviii

DAFTAR NOTASI ... xxvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxvii

I PENDAHULUAN... 1

1.1 Umum... 1

1.2. Latar Belakang ... 5

1.3. Perumusan Masalah. ... 7

1.4. Tujuan Penelitian . ... 7

1.5. Hipotesis... 7

1.6. Kerangka Pikir . ... 8

II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Pemanfaatan Wilayah Pesisir. ... 9

2.2 Indeks Kualitas Lingkungan. ... 12

2.3 Parameter Kualitas Air Laut... 16

2.4 Indeks Kesejahteraan Nelayan. ... 23

2.5 Sumber Daya Hayati di Wilayah Pesisir. ... 24

2.6 Karakteristik Perairan Pesisir. ... 28

2.7 Pola Penyebaran Polutan. ... 29

2.8 Indeks Kualitas Perairan Pesisir di Negara lain. ... 30

2.9 Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Perairan Pesisir. ... 35

2.10 Ruang Lingkup Studi Kebijakan Publik . ... 39

III GAMBARAN KONDISI PERAIRAN BELAWAN... 41

3.1. Kondisi Kecamatan Medan Belawan. ... 41

3.2. Sumber Pencemar Potensial. ... 42

3.3. Potensi Sumber Daya Alam Perairan Belawan. ... 45

IV METODOLOGI PENELITIAN ... 49

4.1. Menyusun Lingkup Pandang terhadap Permasalahan Perairan Pesisir... 49

4.2. Pengembangan Indeks Perairan Pesisir (IPP)... 49

(15)

Pesisir ... 51

4.4. Pembuatan Instrumen Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Perairan Pesisir ... 52

4.5. Pengukuran Indeks Perairan (IPP). ... 52

4.6. Menentukan Strategi Penerapan Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Perairan Belawan... 52

4.7. Pemetaan Pola Hidrodinamika di perairan Belawan... 53

V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55

5.1 Indeks Perairan Pesisir ... 55

5.1.1 Penentuan Komponen Indeks. ... 55

5.1.2. Pengembangan Indeks Perairan Pesisir. ... 56

5.1.3. Status Perairan Pesisir. ... 93

5.1.4. Model Indeks Perairan Pesisir dan status Perairan Pesisir menggunakan Visual Basic 6,0. ... 94

5.1.5. Instrumen Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Perairan Belawan ... 96

5.2. Upaya Perlindungan dan Pengelolaan Perairan Belawan ... 102

5.2.1. Perlindungan dan Pengelolaan PesisirBerkelanjutan... 102

5.2.2 Perangkat Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Perairan Pesisir. ... 105

5.2.3. Pengukuran Nilai Indeks dan status Perairan Pesisir Belawan dan Kebijakan Perlindungan dan Pegelolaan Perairan Belawan. ... 109

5.2.4. Strategi Perlindungan dan Pengelolaan Perairan Pesisir. 112 VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 156

6.1. Kesimpulan ... 156

6.2. Saran-Saran ... 157

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1. Indeks Kualitas Air NSF ... 14

2.2. Kategori Pencemaran Indeks Prat’s. ... 15

2.3. Persamaan Sub Indeks Dari Mc Duffi. ... 15

2.4. Variabel dan Pembobotan Indeks O’Connors... 16

2.5. Parameter Kualitas Air Laut Yang Berdasarkan Kepmen LH Nomor 51 Tahun 2004... 18

2.6. Nilai pH dan Pengaruhnya Terhadap Biota Perairan. ... 19

2.7. Kesesuaian Perairan Untuk Kepentingan Perikanan Berdasarkan Nilai Padatan Tersuspensi (T 2.8. Parameter dari Komponen Ekologi. ... 32

3.1. Kabupaten/Kotamadya Yang Berada Dalam Pengaruh DAS Sungai Belawan dan Sungai Deli. ... 43

3.2. Jumlah penduduk di Kecamatan Medan Belawan. ... 43

4.1. Rating dan Tingkat Kepentingan Indikator. ... 50

5.1. Pembobotan Indeks Kualitas Air Perairan pesisir... 57

5.2. Pembobotan Indeks Kesejahteraan Nelayan. ... 58

5.3. Pembobotan Indeks Kesehatan... 58

5.4 Pembobotan Indeks Perumahan. ... 58

5.5. Pembobotan Indeks Potensi Sumberdaya Hayati... 58

5.6. Pembobotan Indeks Perikanan Tangkap. ... 59

5.7. Pembobotan Indeks Mangrove... 59

5.8. Perhitungan Indeks Kualitas Air Perairan Pesisir =100. ... 85

5.9. Perhitungan Indeks Kualitas Air Perairan Pesisir = 72,42. ... 85

5.10. Perhitungan Indeks Kualitas Air Perairan Pesisir = 45,55. ... 86

5.11. Perhitungan Indeks Kualitas Air Perairan Pesisir = 21,69. ... 86

5.12. Perhitungan Indeks Kualitas Air Perairan Pesisir = 0. ... 87

5.13. Perhitungan Indeks Kesejateraan Nelayan Dengan Sub Indeks = 100. 87 5.14. Perhitungan Indeks Kesejateraan Nelayan = 79,93... 88

5.15. Perhitungan Indeks Kesejateraan Nelayan = 58,02... 88

5.16. Perhitungan Indeks Kesejateraan Nelayan = 40,66... 89

5.17. Perhitungan Indeks Kesejateraan Nelayan Dengan Sub Indeks = 0. 89 5.18. Perhitungan Indeks Perikanan Mangrove = 100. ... 90

5.19. Perhitungan Indeks Potensi Sumber Daya hayati = 77,89. ... 90

5.20. Perhitungan Indeks Potensi Sumber Daya hayati= 52,81. ... 90

5.21. Perhitungan Indeks Potensi sumber Daya Hayati = 27,73. ... 90

5.22. Perhitungan Indeks Mangrove, Sub Indeks = 0. ... 91

5.23. Perhitungan Indeks Perairan pesisir =100... 91

5.24. Perhitungan Indeks Perairan Pesisir = 76,51... 91

5.25. Perhitungan Indeks Perairan Pesisir = 51,86... 91

5.26. Perhitungan Indeks Perairan Pesisir = 29,87... 92

5.27. Perhitungan Indeks Perairan Pesisir = 0... 92 5.28. Evaluasi Terhadap Kriteria Implementasi Kebijakan

(17)

dan Pengelolaan Perairan Pesisir Belawan Sumatera Utara ... 97

5.29. Kebutuhan Komponen Perlindungan dan Pengelolaan Perairan Pesisir. ... 104

5.30. Perangkat Kebijakan Pesisir... 105

5.31. Perangkat Kebijakan Pesisir di Sumatera Utara... 107

5.32. Kebijakan Pengelolaan Berbasis Indeks Perairan Pesisir... 111

5.33. Zona Pengelolaan Perairan Belawan... 122

5.34. Hubungan Kondisi Pola Hidrodinamika Perairan Belawan terhadap Indeks Kualitas Air Perairan Belawan. ... 141

5.35. Matrik Fungsi dan Wewenang dari masing-masing ... Lembaga Yang Terkait dalam Pengelolaan Sumberdaya Pesisir perairan Belawan ... 147

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 2.1. Tahapan Proses Penentuan Indeks Kualitas Lingkungan... .

13

2.2. Beberapa fungsi ekosistem mangrove yang memiliki hubungan

dengan sumberdaya perikanan. ... 26

2.3. Kategori Air Permukaan di Uni Eropa. ... 31

2.4. Bagan Sistem Pembagian Status Perairan Permukaan. ... 33

3.1. Pengaruh kegiatan pelabuhan terhadap kualitas air perairan pesisir 44 3.2. Peta Kegiatan-Kegiatan di Sekitar Perairan Belawan ... 46

3.3. Peta Aliran Sungai Deli ... 47

3.4. Peta Aliran Sungai Belawan ... 48

4.1. Tahapan proses komposit komponen Indeks Perairan Pesisir. ... 51

4.2. Titik Sampling Pengukuran Pola Hidrodinamika di Perairan Belawan ... 54

5.1. Komponen Lingkungan Wilayah Pesisir... 56

5.2. Garfik Indikator pH. ... 60

5.3. Grafik Indikator Suhu... 61

5.4. Grafik Indikator Dissolve Oksigen (DO). ... 61

5.5. Grafik Indikator Kekeruhan. ... 62

5.6. Grafik Indikator TotalSuspended Solid (TSS). ... 63

5.7. Grafik Indikator Amoniak. ... 63

5.8. Grafik Indikator Nitrat. ... 64

5.9. Grafik Indikator Tembaga. ... 65

5.10. Grafik Indikator Merkuri... 65

5.11. Grafik Indikator Cadmium. ... 66

5.12. Grafik Indikator Konsumsi Makanan dan Minuman. ... 68

5.13. Grafik Indikator Non Makanan dan Minuman... 69

5.14. Grafik Indikator Pendidikan... 70

5.15. Grafik Sub Indikator Umur Harapan Hidup... 71

5.16. Grafik Sub Indikator Angka Kematian Bayi... 71

5.17. Grafik Sub Indikator Ratio Jumlah Penduduk Dengan Tenaga Medis... 72

5.18. Grafik Sub Indikator Jumlah Pelayanan Kesehatan. ... 73

5.19. Grafik Sub Indikator Luas Lantai Rumah Nelayan... 74

5.20. Grafik Sub Indikator Kepemilikan Rumah. ... 74

5.21. Grafik Sub Indikator Ketersediaan Air Minum... 75

5.22. Grafik Indikator Pakaian. ... 76

5.23. Grafik Indikator Rekreasi. ... 77

5.24. Grafik Indikator Keamanan Dan Ketertiban. ... 78

5.25. Grafik Indikator Kepedulian Lingkungan Hidup. ... 78

5.26. Grafik Sub Indikator Laju Pertumbuhan Ikan... 80

5.27. Grafik Sub Indikator Mortalitas. ... 81

(19)

5.29. Grafik Sub Indikator Hasil Tangkapan... 82

5.30. Grafik Sub Indikator Keragaman Mangrove... 83

5.31. Grafik Sub Indikator Tutupan Lahan Mangrove... 83

5.32. Grafik Sub Indikator Kerapatan Mangrove... 84

5.33. Bagan Status Perairan Pesisir. ... 93

5.34. Form : Analisa Indeks Perairan Pesisir (IPP)”. ... 94

5.35. Form Detail Indeks Kesejahteraan Nelayan (IKN). ... 95

5.36. Form : Detail Indeks Potensi Sumber Daya Hayati (IPSH) ... 95

5.37. Grafik Hubungan Indeks Perairan Pesisir, Status Perairan dan Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Pesisir Berkelanjutan... 101

5.38. Perlindungan dan Pengelolaan Perairan Pesisir Berkelanjutan... 103

5.39. Hubungan Kualitas Air terhadap Kondisi Perairan Belawan... 110

5.40. Pengaruh Kualitas Air Terhadap Komponen Lain ... 112

5.41. Bagan Kelembagaan Pengelola Perairan Belawan... 116

5.42. Skema Strategi Penerapan Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Perairan Belawan. ... 118

5.43 Profil Kedalaman Perairan Belawan. ... 121

5.44. Lokasi Pengukuran Parameter Hidrodinamika Perairan Belawan . 123 5.45. Bentuk Pola Arus di Perairan Belawan pada Kondisi Debit Maksimum di Sungai Belawan dan Sungai Deli... 124

5.46. Bentuk Pola Arus yang Digambarkan Dalam Bentuk Tracer. ... 125

5.47. Bentuk Pola Arus di Muara Sungai Belawan dan Sungai Deli ... 126

5.48. Bentuk Pola Penyebaran Sedimen di Perairan Belawan. ... 127

5.49. Bentuk Kedalaman pada Zona 7, Zona 6, dan Zona 8 Ditinjau dari Potongan Melintang. ... 128

5.50. Bentuk Kedalaman Pada Zona 12, Zona 9, Zona 10 dan Zona 11 Ditinjau Dari Potongan Melintang. ... 129

5.51. Bentuk Kedalaman Pada Zona 1, Zona 2, Zona 3, Zona 4 dan Zona 5 Ditinjau Dari Potongan Melintang ... 130

5.52. Bentuk Kedalaman Pada Zona 13, Zona 14 dan Zona 15 Ditinjau Dari Potongan Melintang. ... 130

5.53. Bentuk Pola Arus yang Digambarkan dalam Bentuk Vektor ... 132

5.54. Profil Arus di Perairan Belawan... 133

5.55. Bentuk Pola Penyebaran Sedimen di Perairan Belawan. ... 134

5.56. Bentuk Kedalaman Pada Zona 7, Zona 6, Dan Zona 8 Ditinjau Dari Potongan Melintang ... 134

5.57. Bentuk Kedalaman Pada Zona 12, Zona 9, Zona 10 Dan Zona 11 Ditinjau Dari Potongan Melintang. ... 135

5.58. Bentuk Kedalaman Pada Zona 1, Zona 2, Zona 3, Zona 4 dan Zona 5 Ditinjau Dari Potongan Melintang. ... 135

5.59. Bentuk Kedalaman Pada Zona 13, Zona 14 Dan Zona 15 Ditinjau Dari Potongan Melintang ... 136

(20)

5.61. Perubahan Kedalaman Saat Debit Maksimum Dan Debit

Minimum Pada Zona 12, Zona 9, Zona 10 Dan Zona 11... 138 5.62. Perubahan Kedalaman Saat Debit Maksimum Dan Debit

Minimum Pada Zona 12, Zona 9, Zona 10 Dan Zona 11... 139 5.63. Grafik Indeks Perairan Pesisir IPP tiap zona dan Hubungan antara

Indek Perairan Pesisir IPP dengan Indeks Kualitas Air Pesisir IKAP 140

5.64. Interaksi Kegiatan Manusia dan Dampaknya Terhadap Kualitas

(21)

DAFTAR SINGKATAN

ADPEL : Administrator Pelabuhan

APEC : Asia Pacific Economic Cooperation

BAPPEDASU : Badan Perencanaan Daerah Sumatera Utara BED : Bycatch Excluder Device

BKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BKPM : Badan Koordinasi Penanaman Modal

BLHSU : Badan Lingkungan Hidup Sumatera Utara BMG : Badan Meteorologi dan Geofisika

BOD : Biochemical Oxygen Demand BPS : Badan Pusat Statistik

BT : Bujur Timur

CBD : Convention on Biological Deversity CBM : Community Based Management

Cd : Cadmium

CERC : Coastal Engineering Research Center

CPO : Cruite Palm Oil

CTI : Coral Triangle Initiative

Cu : Cuprum

DA : Reliability of Data

DAS : Daerah Aliran Sungai

DC : Deletion Certificate

DKP : Departemen Kelautan dan Perikanan

DO : Dissolve Oxygen

EP : Economic Pressure

EPI : Environtmental Performance Index EQS : Ecological Quality Status

ER : Ecosystem Richness

(22)

GNP : Gross Domestic Product

GT : Gross Toneight

Hg : Hydrargyrum

HI : Human Impact

HNSI : Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia

HT : Human Treat

IKAP : Indeks Kualitas Air Pesisir IKN : Indeks Kualitas Nelayan

INV : Invasive Species

IPM : Indeks Pengembangan Manusia

IPP : Indeks Perairan Pesisir

IPSH : Indeks Potensi Sumber Daya Hayati ISO : International Standard Organization IUU : Illegal, Unregulated and Unreported KMB : Konsorsium Mitra Bahari

Lantamal : Pangkalan Utama Angkatan Laut LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat

LU : Lintang Utara

MSY : Maximum Sustainable Yield

NCVI : National Coastal Vulneability Index

NOOA : National Oceanic and Atmospheric Administration

NO2 : Nitrogen dioksida

NO3 : Nitrogen trioksida

NSF : National Sanitation Foundation NTU : Nephelometric Turbidity Unit

PA : Protected Area Coverage

PAM : Perusahaan Air Minum

PKSPL : Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan PLTU : Pembangkit Listrik Tenaga Uap

Ppb : Pengelolan Perairan Pesisir Berkelanjutan

(23)

PPS : Pelabuhan Perikanan Samudra PPT : Pengelolaan Pesisir Terpadu

PT : Perseroan Terbatas

PU : Pekerjaan Umum

RI : Republik Indonesia

RMA : Resources Management Associates Satpol Airud : Satuan Polisi Air dan Udara

SDA : Sumber Daya Alam

SOP : Standar Operational Procedure

SPBU : Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum SPM : Standar Pelayanan Minimal

SR : Species Richnes

SR : Species Richness

TED : Turtle Excluder Device

TNI AL : Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut

TSS : Total Suspended Solid

UNCLOS : United Nations Convention on the Law of the Sea UNDP : United Nations Development Programme

UPT : Unit Pelaksana Teknis

UR : Urbanization

UU : Undang-Undang

UUPWP PPK : Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir Pulau-Pulau Kecil

WFD : Water Frame Directive WHO : World Health Organization

ZEE : Zona Ekonomi Eksklusif

(24)

DAFTAR ISTILAH

Abrasi : proses perubahan bentuk pantai yang

disebabkan gelombang laut, arus dan pasang surut.

Alkalinity : kemampuan untuk menetralkan asam. Alluvial : tanah yang dibentuk dari lumpur

sungai yang mengendap di dataran rendah yang memiliki sifat tanah yang subur dan cocok untuk lahan

Appraisal : penaksiran.

Aquaculture : kegiatan usaha tambak.

Arus : proses pergerakan massa air menuju kesetimbangan yang menyebabkan perpindahan horizontal dan vertikal massa air.

Assessment : penilaian.

Bad : status sangat buruk.

Bahari : berhubungan dengan kelautan.

Baku mutu : batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar yang terdapat di lingkungan dengan tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan.

Beach Index : indeks pantai.

Biomass : biomassa.

Biota : keseluruhan kehidupan yang ada pada satu wilayah geografi tertentu dalam suatu waktu tertentu.

Bottom-up : bawah-atas.

(25)

Clarity : kejelasan.

Coastal Engineering Research Control : pengawasan penelitian teknik pantai. Coastal fisheries : perikanan pantai.

Coastal index : indeks pesisir.

Coastal water : air pesisir.

Code of Conduct : kode perlakuan. Common property : milik bersama.

Community based management : manajemen berbasis komunitas.

Compatibility : keserasian.

Conflic of interest : konflik kepentingan.

Debit : jumlah volume air yang mengalir dalam setiap detik.

Degradasi : penurunan kualitas maupun perusakan lahan.

Dissipated resource rent : hilangnya rent sumberdaya yang

semestinya diperoleh dari pengelolaan yang optimal.

Distributive Policies : kebijakan distributive.

Distributor : penyalur.

Diversity : keragaman.

DO (Dissolved Oxygen) : oksigen terlarut. Ecological Quality Status : status kualitas ekologi.

Economic Pressure : kondisi ekonomi di suatu negara dimana indikator ekonomi kurang baik.

Ecoport : program aksi dalam pengendalian pencemaran lingkungan di pelabuhan. Ecosystem Richness : kesempurnaan ekosistem.

Endemic : spesies asli dari suatu tempat yang berupa wilayah geografis tertentu seperti pulau, kepulauan atau negara.

(26)

Erosi : peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan partikel lainnya) Estuaria : wilayah pesisir semi tertutup yang

mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka.

Estuaria regime : perairan estuaria

Existing : keadaan awal mula.

Expenditue : pengeluaran

Flag of convenience : ukuran kenyamanan.

Flushing : penyebaran polutan ke berbagai arah karena fluktuasi muka air saat pasang surut terjadi.

Free Surface : permukaan aliran bebas

Gage : daerah yang mewakili.

Gelombang irregular : gelombang tak beraturan. Genetic diversity : keragaman genetik

Gerusan : proses semakin dalamnya dasar sungai

karena interaksi antara karakteristik aliran dengan karakteristik material dasar sungai

Good governance : pemerintahan yang baik.

Good : status baik

Green belt : penghalang ombak

Hidrodinamika : karakteristik perairan dengan parameter yang terdiri dari arus, kedalaman,

sedimentasi dan suhu perairan. Homogenisasi : proses menjadi satu.

Horton Quality Index : indeks kualitas Horton. Human Impact Index : indeks pengaruh manusia.

Human Treat : perlakuan manusia.

(27)

Incentive : dana tambahan.

Index : indeks.

Insitu : sumber air

Integrated coastal management : pengelolaan wilayah pesisi terpadu.

Integrated : keterpaduan

Jurisdictional conflict : konflik hukum.

Konservasi ekologis : upaya yang dilakukan untuk memelihara ekosistem

Layout : tata ruang.

Main aspect : aspek utama

Management rules : ketentuan manajemen.

Maritim : kelautan.

Market failure : gagal pasar.

Material Policies : kebijakan barang.

Mc Duffi’s River Pollution Index : indeks polusi sungai Mc Duffi. Mixed semi diurnal : siklus setengah harian tetap.

Moderate : status sedang.

Morfologi : pengetahuan tentang bentuk.

Multy aspect : aspek yang lebih luas. Nearshore regime : perairan sekitar pantai. Non point source : bukan sumber yang utama. O’Connors Index : indeks O’Connors

Oceanic regime : perairan samudera Offshore fisheries : perikanan di laut lepas.

One plan and one management : satu rencana dan satu manajemen Open access resources : sumber daya yang bisa dimasuki

Open access : bisa dimasuki.

Outlet : saluran.

Overcapacity : melebihi kapasitas.

(28)

Pasang surut : peristiwa naik turunnya muka air laut yang disebabkan oleh adanya gaya tarik antara bumi dengan benda-benda angkasa lainnya, terutama bulan dan matahari.

Performance : prilaku.

pH : derajat keasaman yang diguna-kan untuk menyatakan tingkat keasaman atau

kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan.

Plywood : kayu lapis.

Poaching : penangkapan ikan oleh negara lain tanpa izin dari negara yang bersangkutan. Policy analysis : analisis kebijakan.

Policy decisions : pengambilan kebijakan. Policy demands : kebijakan yang diharapkan. Policy frameworks : kerangka kerja.

Policy impact : pengaruh kebijakan. Policy implementor : pembuat kebijakan. Policy outcome, Policy outputs : hasil kebijakan. Policy performance : prilaku kebijakan. Policy statements : pernyataan kebijakan.

Policy : kebijakan.

Polutan : zat atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran

Poor : status buruk.

Prati’s Implicit Index of Pollution : indeks polusi implisit Prati.

Primary Sector : sektor utama.

Prime mover : penggerak.

Private Goods Policies : kebijakan barang pribadi.

(29)

Public Goods Policies : kebijakan barang-barang umum. Public interest : kepentingan masyarakat.

Public policy : kebijakan yang diperuntukkan bagi masyarakat.

Rating : pemberian angka

Red tide : peristiwa kematian massal plankton Dynoflagellata yang didahului oleh terjadinya blooming dynoflagellata. Redistributive Policies : kebijakan terdistribusi yang berulang. Refactory Organic Matter : bahan organik daur ulang.

Refraksi : pembelokan gelombang akibat perbedaan kedalaman.

Regime Open Access : perairan yang bisa dimasuki.

Rekruitmen : permintaan/kebutuhan

Reliability of Data : data yang bisa diandalkan.

Resources Management Associates : berhubungan dengan manajemen sumber daya.

Responsible Fisheries : penangkapan ikan yang bertanggung jawab

Revenue : penerimaan

Running : saat dijalankan

Sedimen : akumulasi dari mineral-mineral dan pecahan-pecahan batuan yang bercampur dengan hancuran cangkang dan tulang dari organisme laut serta beberapa partikel lain yang terbentuk lewat proses kimia yang terjadi di laut.

Self Regulatory Policies : upaya pengaturan mandiri. Shallow Water Problems : permasalahan air dangkal. Shore Protection Manual : perlindungan pantai buatan.

(30)

Sonneratiaceae : pohon Bogem. Species diversity : keragaman jenis. Species Richness : kekayaan jenis.

Specific conductivity : daya konduksi spesifik.

Stabilisator : penyetabil.

Stake holder : pihak terkait.

Stimulator : pembangkit.

Substantive Policies : kebijakan yang substansial.

Sulfat : asam mineral (anorganik) yang kuat.

Surface water : air permukaan

Sustainable development : asas pembangunan berkelanjutan.

Territorial : wilayah.

The Marine Water Quality Index : indeks kualitas perairan pesisir. Total Suspended Solid : total padatan tersuspensi.

Transisi : peralihan.

Transitional waters : air di daerah transisi.

Transmitter : pemancar.

Transparansi : kejelasan.

Turbidity : kekeruhan.

Unregulated fishing : perikanan yang tidak diatur. Unreported fishing : perikanan yang tidak dilaporkan.

Very good : status sangat baik.

Vessel Monitoring System : sistem pengawasan Kapal.

Visual Basic 6.0 : produk perangkat lunak berbasis grafis Microsoft Corporation

Vortex : pusaran yang disebabkan arus.

Wave generating area : daerah pembangkitan gelombang.

Wild life : binatang liar

(31)

Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia : jalur di luar dan berbatasan dengan wilayah Indonesia sebagaimana

ditetapkan berda- sarkan Undang-Undang yang berlaku tentang perairan Indone- sia yang meliputi dasa tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil diukur dari garis pangkal

wilayah Indo-nesia.

Zona penyangga : areal hijau yang berfungsi sebagai buffer.

(32)

DAFTAR NOTASI

A : koefisien CERC (0,61 . 106 – 0,79 . 106)

Co : kecepatan rambat gelombang di laut dalam (m/s) f, g : fungsi

g : percepatan gravitasi (m/s2) Hb : tinggi gelombang pecah (m)

Ho : tinggi gelombang signifikan di laut dalam (m) I : Indeks

Ii : Sub indeks komponen ke-i (i = 1, 2, 3, …, n) In : Sub indeks komponen akhir

Krbr : koefisien refraksi di sisi luar breaker zone (daerah gelombang pecah)

m : landai pantai

n : jumlah data pengamatan

S : jumlah angkutan sedimen selama satu tahun (m3/tahun) V : kecepatan rata-rata arus menyusur pantai (m/s)

w : bobot parameter wi : bobot parameter ke-i x : nilai parameter xi : nilai parameter ke-i y : variabel sub indeks

br : sudut datang gelombang pecah pada breaker zone (o) : diskritisasi kecepatan arus

(33)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I : Peta Zona Pengelolaan di Sekitar Perairan Belawan LAMPIRAN II : Kuesioner Studi Indeks Kualitas Air Perairan Belawan LAMPIRAN III : Kuesioner Studi Indeks Kesejahteraan Nelayan

Tradisional Di Wilayah Pesisir

LAMPIRAN IV : Kuesioner Studi Indeks Potensi Sumber Daya Pesisir (Pesisir Belawan)

LAMPIRAN V : Perhitungan Indeks LAMPIRAN VI : Pembobotan

LAMPIRAN VII : Kuesioner Survei Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Di Kecamatan Medan Belawan

LAMPIRAN VIII : Kegiatan Industri Sepanjang Sungai Deli dan Belawan LAMPIRAN IX : Pengolahan Data

LAMPIRAN X : Inventarisasi Flora di Kawasan Pelabuhan Belawan LAMPIRAN XI : Analisis SWOT

(34)

ABSTRAK

PENILAIAN KUALITAS PERAIRAN PESISIR DENGAN

MENGEMBANGKAN INDEKS SEBAGAI UPAYA

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN

BERKELANJUTAN

Hidayati

Menurunnya kualitas air, rendahnya produksi perikanan tangkap, kemiskinan nelayan, konversi lahan mangrove, dan sedimentasi merupakan permasalahan ekologi, sosial dan ekonomi di perairan pesisir. Pemecahan masalah membutuhkan suatu nilai yang konprehensif yang dapat menggambarkan kondisi perairan yang sebenarnya. Penelitian ini bertujuan untuk pembangunan instrumen penilaian kualitas lingkungan dengan pengembangan indeks dan status perairan sehingga dapat ditetapkan kebijakan perlindungan dan pengelolaan perairan pesisir. Selanjutnya diterapkan di perairan Belawan.

Pengembangan indeks dilakukan dengan melakukan pemilihan indikator, mengkuantifikasikan indikator, pembobotan, dan melakukan perhitungan komposit indikator berdasarkan indeksnya. Status perairan pesisir ditentukan berdasarkan range nilai indeks yang dikembangkan menggunakan program visual basic 6,0, serta kebijakan ditetapkan berdasarkan nilai indeks dan status yang telah ditentukan.

Instrumen tersebut adalah Indeks Perairan pesisir (IPP) merupakan

akumulasi dari indeks kualitas air, indeks kesejahteraan nelayan dan indeks potensi sumber daya hayati pesisir. Kebijakan perlindungan dan pengelolaan perairan pesisir berdasarkan pengembangan indeks dan status perairan terdiri dari kebijakan pencegahan pencemaran dan kerusakan, kebijakan pemeliharaan dan peningkatan potensi internal, kebijakan penanggulangan pencemaran dan kerusakan, kebijakan perbaikan dan pemulihan, serta kebijakan perombakan sistem dan relokasi.

Penerapan penggunaan instrumen indeks perairan pesisir di perairan Belawan adalah sangat tepat, karena memiliki indikator yang fleksibel dan sesuai dengan kondisi perairan Belawan. Nilai indeks perairan pesisir (IPP) Belawan

adalahsebesar 30,58 saat pasang dan 29,55 saat surut yaitu dengan status “buruk”. Kebijakan yang sesuai adalah “perbaikan dan pemulihan” dalam upaya mencapai pembangunan perairan Belawan berkelanjutan dilakukan strategi berbasis kepada Pengelolaan pesisir terpadu, melakukan kajian pola hidrodinamika perairan Belawan, penguatan partisipasi masyarakat, serta penerapan aksi perlindungan dan pengelolaan perairan pesisir.

(35)

Kata kunci : Indeks, Perairan Pesisir, Kualitas Air, Nelayan, Belawan.

ABSTRACT

THE ASSESMENT OF COASTAL WATERS QUALITY BY DEVELOPING AN INDEX IN AN EFFORT OF PROTECTION

AND SUSTAINABLE MANAGEMENT

Hidayati

Declining water quality, low production of fisheries captures, poverty of fisherman, conversion of mangrove land and sedimentation is a problem of ecological, social and economic in coastal waters.

Solving these problems require a comprehensive value that can describe the actual condition of the waters. This study aims to build environmental quality assessment instrument with the development index and water status in order to set policies and manage the protection of coastal waters that furthermore applied in Belawan waters.

Development of index done by selection indicator, quantifying indicators, weighting and calculating a composite indicator based on the index. Status of coastal waters is determined based on the range of index values developed using visual basic 6.0 program and set policies based on the index value and status that have been determined.

These instruments are called coastal waters index (IPP) that is

accumulation of water quality index, the index of well-being of fisherman and potential index of coastal biological resources. Protection policies and management of coastal waters based on the index and status of development of water pollution prevention policy and damage policy, maintenance and improvement of internal potential, pollution prevention policy and the damage, repair and recovery policies, and reform policies and relocation system.

Application of index instruments in the waters of coastal waters of Belawan is very appropriate because its flexibility and the indicators is accordance with the condition of Belawan waters. The value of index of Belawan Coastal waters (IPP) is 30,58 during high tide and 29.55 during low tide. This status is

considered as “bad”. The appropriate policy is to “repair and recovery”, in an effort to achieve the development of sustainable Belawan waters, with a strategy based on the integrated coastal management, conduct a study patterns of hydrodynamics for Belawan waters, strengthening community participation, and implementation of management actions and protection of coastal water.

(36)

I. PENDAHULUAN

Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah banyak pembahasan dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk pembangunan perairan pesisir. Namun permasalahan pesisir yang dipengaruhi oleh berbagai pemanfaatan, membutuhkan kajian dan penelitian lebih lanjut. Permasalahan, latar belakang, tujuan, hipotesis, dan ruang lingkup penelitian dipaparkan pada bab pendahuluan ini.

1.1. Umum

Perlindungan dan Pengelolaan kawasan pesisir terpadu bertujuan untuk, pelestarian dan pengendalian sumberdaya alam dengan melaksanakan perencanaan terpadu dari berbagai aspek dan sektor sehingga dapat mendukung pembangunan pesisir berkelanjutan. Asas pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menjadi paradigma utama dalam khasanah dunia pengelolaan wilayah pesisir (Kay, 1999). Pembangunan pesisir berkelanjutan memiliki makna pemeliharaan keseimbangan antara kewajiban dan tanggung jawab terhadap fungsi lingkungan hidup sesuai dengan tujuan pengelolaan perairan pesisir untuk perwujudan kesejahteraan dan mutu hidup manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pemeliharaan keseimbangan lingkungan membutuhkan perencanaan pemanfaatan yang efektif terhadap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir. Dalam Undang-undang No.27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UUPWP PPK) disebutkan bahwa tujuan utama dari pengelolaan pesisir terpadu adalah untuk memanfaatkan sumberdaya pesisir dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat dan pelaksanaan pembangunan nasional, dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya pesisir di dalam memenuhi kebutuhan baik untuk generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang. Dalam pengelolaan wilayah pesisir tepadu (integrated coastal management) kata kunci “terpadu” merupakan solusi terhadap penyelesaian permasalahan pesisir yang kompleks. Keterpaduan didalam pengelolaan pesisir mencakup keterpaduan ekologis, keterpaduan sektor, keterpaduan berbagai disiplin ilmu dan keterpaduan stake holder.

(37)

alam secara optimal dan berkelanjutan, pembuangan limbah sesuai dengan kapasitas asimilasi lingkungan, desain serta pembangunan prasarana dan sarana sesuai dengan karakteristik serta dinamika ekosistem pesisir dan lautan (Dahuri, 1996).

Keterpaduan sektor dimaksudkan agar sektor-sektor pelaku pembangunan memanfaatkan pesisir tanpa adanya tumpang tindih yang menimbulkan konflik berkelanjutan secara horizontal maupun vertikal. Keterpaduan sektor seharusnya menjadi lebih diperkuat dengan adanya Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang telah disempurnakan melalui Undang-Undang No.32 Tahun 2004. Undang-undang ini menguatkan kelembagaan dalam usaha pengembangan wilayah dimana daerah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengurusi wilayahnya sendiri. Selain itu juga diperlukan antara lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga non pemerintah.

Keterpaduan stake holder diperlukan untuk pengenalan, pengidentifikasian sifat, karakteristik dan permasalahan serta pemecahannya. Keterpaduan bertujuan mewujudkan masyarakat pesisir yang sejahtera. Hal ini dapat dicapai dengan peningkatan kualitas hidup komunitas manusia yang bergantung pada sumberdaya pesisir. Sumberdaya pesisir membutuhkan keseimbangan antara pemanfaatan dan konservasi dengan mempertahankan keanekaragaman hayati dan produktivitas ekosistem. Penguatan hubungan kebutuhan yang menyatukan pemerintah, masyarakat dan lingkungan hidup serta kepentingan stakeholder merupakan jalan yang sangat tepat dalam melindungi ekosistem pesisir.

Perairan pesisir merupakan ruang. Di dalamnya terdapat berbagai sumberdaya pesisir yang dimanfaatkan untuk kelangsungan kehidupan dan pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Pemanfaatan sumberdaya pesisir biasanya menimbulkan berbagai dampak ke perairan pesisir. Bahkan pemanfaatan sepanjang sungai yang bermuara ke perairan pesisir sangat mempengaruhi kualitas air perairan pesisir. Berbagai kegiatan yang dilakukan manusia dan disebabkan oleh alam memiliki potensi mengancam ekosistem wilayah pesisir. Aneka pemanfaatan di wilayah pesisir adalah tantangan pembangunan yang memerlukan rumusan perencanaan terpadu dan berkelanjutan (Rahmawaty, 2004).

(38)

Indikator sosial ekonomi diidentifikasi dengan pencapaian tingkat pendapatan masyarakat nelayan tradisional yang dapat memenuhi kebutuhan nelayan tradisional dalam tingkat keluarga sejahtera seperti kepemilikan rumah layak sesuai kriteria keluarga sejahtera (BKKBN, 2002), memiliki pendidikan yang cukup, sehingga dapat memberikan bekal terhadap nelayan untuk peningkatan keterampilan. Memiliki sarana dan prasarana, sehingga para nelayan tradisional akan menjadi tangguh. Memiliki kapasitas pemikiran untuk dapat memotivasi diri melindungi lingkungan perairan pesisir. Indikator lingkungan hidup dilihat dari kualitas lingkungan pesisir dengan parameter yang tidak melewati nilai ambang batas baku mutu yang ditetapkan. Toleransi organisma perairan merupakan indikator yang dapat digunakan dalam kaitannya dengan kebutuhan biota yang hidup perairan pesisir. Indikator kelembagaan dinilai dari kemampuan kelembagaan dalam menerapkan tugas pokok dan fungsinya dan mampu mengatasi konflik. Kemampuan kelembagaan dalam perlindungan dan pengelolaan dalam menghidupkan kegiatan ekonomi produktif berbasis sumberdaya lokal dan mengendalikan sumber pencemar yang mengkontribusi badan perairan.

Permasalahan ekologis diidentifikasi dari terjadinya penurunan fungsi mangrove akibat penebangan dan erosi. Tingginya kadar padatan tersuspensi mengakibatkan pendangkalan di perairan pesisir. Intrusi air laut pada badan air dan air tanah menyebabkan masyarakat sulit menemukan air sumur yang dapat digunakan sebagai air bersih. Terancamnya sumberdaya alam pesisir mengakibatkan pertumbuhan ekonomi daerah akan terpengaruh, berlanjut menjadi permasalahan sosial dan budaya. Dengan pendapatan nelayan tradisional yang sangat minim, kesejahteraan nelayan dalam aspek perumahan, pemukiman, kesehatan, kenyamanan, keamanan, ketertiban, keindahan sangat sulit untuk dicapai. Tata ruang kawasan pesisir yang mengatur zona-zona pemanfaatan dan konservasi menjadi permasalahan administrasi dan kelembagaan. Peranan kelembagaan dalam pembangunan wilayah pesisir belum optimal dan belum tercipta suatu system pengelolaan secara terpadu. Selain itu lemahnya pemahaman tentang ekosistem pesisir dan hukum lingkungan, baik di tingkat aparatur maupun masyarakat, adalah gambaran nyata dari kondisi yang ada. Berdasarkan uraian diatas, pemanfaatan perairan pesisir oleh berbagai pihak dan kegiatan memberikan dampak terhadap sosial dan lingkungan pesisir, membutuhkan perlindungan dan pengelolaan yang tepat.

(39)

sosial-budaya pada suatu wilayah pesisir dan laut tertentu yang digunakan sebagai prioritas respon terhadap tumpahan minyak. Dalam perkembangannya Indeks Kepekaan Lingkungan bukan hanya untuk menilai kepekaan lingkungan terhadap tumpahan minyak, tetapi juga kepekaan wilayah pesisir terhadap polutan dan bahan pencemar lainnya baik yang berasal dari sungai, pemukiman, maupun kegiatan-kegiatan di sekitar pantai. Indeks Kepekaan Lingkungan lebih difokuskan kepada tingkat kerentanan dari kondisi fisik wilayah pesisir dan data yang dibutuhkan diperoleh melalui data satelit.

1.2. Latar Belakang

Perlindungan ekosistem dapat ditingkatkan dengan mengetahui kondisi ekosistem pesisir secara akurat, karena telah banyak kerusakan ekosistem yang belum teridentifikasi secara rinci dan terukur. Untuk mengetahui kondisi akurat tersebut diperlukan pendekatan yang dapat memberikan suatu nilai atau besaran secara empiris. Perlindungan dan pengelolaan perairan pesisir memerlukan informasi aktual tentang kondisi eksisting. Untuk itu dibutuhkan suatu instrumen yang dapat menjelaskan pengaruh komponen-komponen yang menjadi variabel dalam kualitas perairan pesisir. Instrumen yang mampu memberikan ukuran tingkat kualitas perairan pesisir haruslah mengandung parameter-parameter yang dapat memberikan karakteristik perairan pesisir dan kesejahteraan nelayan. Nilai tersebut secara tegas memberikan status terhadap kondisi lingkungan perairan pesisir. Status lingkungan merupakan alat bantu dalam pengambilan keputusan dan kebijakan pembangunan pesisir berkelanjutan. Dalam penelitian ini dilakukan inventarisasi indikator pengelolaan perairan pesisir dengan tujuan pembangunan instrumen penilaian kualitas perairan pesisir yang selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Untuk mengetahui sejauhmana instrumen tersebut dapat digunakan, diperlukan simulasi terhadap perairan pesisir yang memiliki permasalahan ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan. Di Perairan Belawan permasalahan ekologi diidentifikasi dari instrusi air laut di daerah pemukiman kecamatan Belawan, yaitu kualitas air sumur memiliki daya hantar listrik dan salinitas yang tinggi (Pemantauan Badan lingkungan Hidup, 2008). Beberapa daerah di kecamatan Medan Belawan terdapat perumahan nelayan yang kumuh, kondisi perairan yang kotor oleh sampah, kondisi mangrove yang tidak terkelola, menunjukkan belum optimalnya kelembagaan melakukan perlindungan dan pengelolaan terhadap daerah pesisir Belawan.

(40)

merupakan perairan pesisir yang dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan ekonomi di Sumatera Utara, antara lain pemanfaatan untuk pelabuhan, perikanan, pertambangan, lokasi industri dan pemukiman. Oleh sebab itu penggunaan instrumen disimulasikan di Perairan Belawan. Pemanfaatan dari beberapa kegiatan tersebut, mempengaruhi kualitas air, kehidupan sosial dan ekonomi nelayan.

Penelitian ini dibatasi pada daerah estuari yang memiliki nilai salinitas nol, dan batas ke laut terbuka sampai batas yang ditentukan 4 (empat) mil kearah laut terbuka. Batas sosial penelitian ini adalah terhadap masyarakat nelayan yang hidup di sekitar pesisir. Sedangkan pembahasan efek fisik dan ekosistem perairan dilakukan dari mulai hulu hingga muara Sungai Deli dan Sungai Belawan serta daerah yang dipengaruhi pasang dan surut.

1.3. Perumusan Masalah

Perlindungan dan Pengelolaan perairan pesisir membutuhkan nilai yang dapat menggambarkan kondisi fisik dan non fisik perairan pesisir. Perolehan nilai membutuhkan indikator perairan pesisir terpadu. Belum tergabungnya indikator perairan pesisir dalam suatu sistem penilaian yang efisien, yang dapat digunakan dalam penerapan kebijakan perlindungan dan pengelolaan perairan berkelanjutan.

Berdasarkan identifikasi permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, diperlukan indikator perlindungan dan pengelolaan perairan pesisir secara menyeluruh dan terintegrasi dari komponen-komponen perairan pesisir. Bagaimana memperoleh instrumen pengukuran yang dapat menggambarkan kondisi perairan pesisir sehingga dapat ditentukan status perairan pesisir dan kebijakan perlindungan dan pengelolaan perairan pesisir?; Bagaimana penerapan instrumen tersebut sehingga diperoleh status Perairan Belawan? Dengan status tersebut, apa yang harus dilakukan untuk mencapai Perairan Belawan berkelanjutan? Permasalahan-permasalahan tersebut adalah permasalahan pokok dalam penelitian ini.

1.4. Tujuan Penelitian

(41)
(42)

1.5. Hipotesis

Hipotesis penelitian meliputi beberapa hal yaitu: 1) Indikator yang diperlukan dalam perlindungan dan pengelolaan perairan pesisir yang dapat menggambarkan kondisi perairan secara menyeluruh dan terintegrasi terdiri dari kualitas air, sumberdaya alam pesisir dan kondisi masyarakat di sekitarnya; 2) Instrumen penilaian kualitas perairan pesisir diperkirakan dapat ditentukan dengan melakukan pengembangan indeks; 3) Dengan mengetahui nilai indeks sebagai instrumen penilaian kualitas perairan pesisir maka dapat ditentukan status dan kebijakan perlindungan perairan Belawan.

1.6. Kerangka Pikir

Perlindungan dan pengelolaan terhadap sumber daya alam dan lingkungan hidup di daerah pesisir membutuhkan penilaian kondisi perairan pesisir secara konprehensif. Hal ini membutuhkan indeks sebagai instrumen pengukuran. Pengukuran membutuhkan indikator yang tepat. Selain itu pengukuran juga memerlukan formulasi yang dapat diterapkan di berbagai perairan pesisir. Dengan pengukuran indeks pada kondisi eksisting, maka diperoleh nilai indeks awal. Nilai indeks yang diharapkan pada perairan pesisir berkelanjutan diasumsikan mendekati nilai 100. Dalam

(43)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.11 Pemanfaatan Wilayah Pesisir

Pengelolaan pesisir terpadu (integrated coastal management) merupakan

optimalisasi proses interaktif secara bertahap yang bertujuan mewujudkan

pembangunan kawasan pesisir secara optimal dan berkelanjutan (Kay and Alder,

1999). Keterpaduan perlindungan dan pengelolaan wilayah pesisir memiliki

keterkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya di dalamnya dan merupakan objek

pengelolaan. Pemanfaatan sumber daya alam selalu dilakukan dengan

mengkonversikan nilai ekologi menjadi nilai ekonomi. Konversi dilakukan oleh

berbagai pihak yang berkepentingan, dalam arti kepemilikan bersama wilayah

pesisir namun bukan tanggung jawab bersama dalam penanggulangan kerusakan

(Dahuri et. al, 1996).

Tarik menarik kepentingan dan tolak menolak tanggung jawab terhadap

wilayah pesisir sebagai kawasan yang merupakan bagian dari daerah yang

menjadi batas antara wilayah laut dengan daratan ini memiliki permasalahan yang

sangat kompleks. Berbagai isu dan permasalahan memerlukan penanganan yang

komprehensif dengan strategi khusus dan terpadu. Strategi pengelolaan wilayah

pesisir akan difokuskan untuk menangani isu utama yaitu konflik pemanfaatan

ruang wilayah pesisir, yang secara simultan juga berkaitan dengan penanganan isu

yang lain. Strategi tersebut mengacu kepada visi pengelolaan pesisir terpadu yaitu

terwujudnya pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir yang berwawasan

lingkungan dan berkelanjutan yang didukung oleh peningkatan kualitas

sumberdaya manusia, penataan dan penegakan hukum, serta penataan ruang untuk

terwujudnya peningkatan kesejahteraan rakyat (Cicin-Sain and Knecht, 1998).

Rudyanto, 2004 menegaskan tentang kondisi sumberdaya pesisir dan laut

yang bersifat milik bersama (common property) dengan akses yang bersifat

terbuka. Istilah common property lebih mengarah pada kepemilikan yang berada

(44)

merupakan daerah umum. sehingga sifat sumberdaya tersebut bukanlah tidak ada

pemiliknya. Ini berarti sumberdaya tersebut tidak terdefinisikan dalam hal

kepemilikannya sehingga menimbulkan gejala yang disebut dengan dissipated

resource rent, yaitu hilangnya rente sumberdaya yang semestinya diperoleh dari pengelolaan yang optimal. Dengan adanya sifat sumberdaya yang terbuka

menyebabkan tindakan salah satu pihak yang merugikan pihak lain tidak dapat

terkoreksi oleh pasar (market failure). Hal ini menimbulkan ketidak efisienan

ekonomi karena semua pihak akan berusaha mengeksploitasi sumberdaya

sebesar-besarnya, jika tidak maka pihak lain yang akan mendapat keuntungan.

Salah satu strategi pengelolaan pesisir adalah penataan ruang. Rahardjo

(2006) menyatakan bahwa kawasan pesisir pada prinsipnya merupakan suatu

sistem dari suatu tata ruang wilayah. Sedangkan ruang adalah wadah yang

meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi

sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup,

melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya (Undang-Undang

Republik Indonesia No. 26 Tahun 2006).

Mamuaya (2003) mengemukakan bahwa ruang pesisir merupakan bentang

alam spesifik, sebagai percampuran pengaruh antara udara, lautan dan daratan.

Beberapa pengertian yang dikemukakan untuk menerangkan tentang wilayah

pesisir menunjukkan pentingnya wilayah tersebut untuk dapat dimanfaatan secara

berkelanjutan Berdasarkan US commission on Marine Science, Engineering and

Resources (1969), wilayah pesisir dapat didefinisikan sebagai: 1) Wilayah yang berupa daratan kering dan ruang laut yang berdekatan (air dan daratan) dimana

ekologi daratan secara langsung berdampak pada ekologi ruang lautan, 2) Suatu

wilayah yang mempunyai lebar area yang bervariasi yang dibatasi oleh benua dan

dataran laut, 3) Secara fungsional, wilayah pesisir adalah suatu antarmuka yang

luas lahan dan air, dimana produksi, konsumsi, dan proses pertukaran terjadi pada

intensitas yang sangat tinggi, 4) Secara ekologi, wilayah pesisir adalah suatu area

aktifitas biokimia yang dinamis akan tetapi kapasitasnya terbatas didalam

mendukung berbagai bentuk kebutuhan manusia, 5) Secara geografis, batas

daratan dari zona pesisir adalah sangat diperlukan karena belum jelas, 6) Laut

(45)

Namun pada daerah-daerah tertentu wilayah pesisir merupakan hilir dari

sungai yang mengalir dari pegunungan. Dalam Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia No.26 Tahun 2008 ditegaskan bahwa pelestarian dan peningkatan

fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan dan

meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati,

mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan

keunikan bentang alam, dan melestarikan warisan budaya nasional.

Keseimbangan ekosistem pesisir merupakan titik optimal dari dari

interaksi komponen lingkungan wilayah pesisir. Interaksi faktor-faktor yang

berkaitan didalam sistem perairan pesisir dapat dilihat dari ditinjau dari faktor

yang berpengaruh terhadap keberlanjutan pengelolaan pesisir terpadu, yaitu: (1)

tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir; (2) Proses perencanaan dan pengambilan

keputusan yang inklusif, partisipatif, transparan, akuntabel, dan didukung dengan

informasi ilmiah sebagai prasarat untuk menciptakan parameter berkelanjutan

Pengelolaan pesisir Terpadu; (3) Proses penutupan proyek secara tepat; (4)

Kerangka hukum yang memadai; dan (5) Desain proyek yang fleksibel yang

memenuhi prinsip-pinsip Pengelolaan pesisir terpadu (Wiyana, 2004).

Keterpaduan yang menjadi prinsip pengelolaan perairan pesisir

merupakan upaya pengelolaan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yg

meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan,

pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup (Undang-undang

Pengelolaan Lingkungan Hidup No.32 Tahun 2009). Upaya terpadu fungsi

pengelolaan memiliki tujuan membangun fungsi lingkungan hidup secara

berkelanjutan. Siregar (2004) memperluas makna pembangunan berkelanjutan

dengan slogan “think global, act local”untuk menyatakan bahwa dengan

mengelola wilayah pesisir akan dapat memperlambat degradasi lingkungan global

(46)

2.12 Indeks Kualitas Lingkungan

Menurut Merriem-Webster Dictionary (2007), indeks (kata benda) adalah

perangkat yang berfungsi untuk menunjukkan nilai atau kuantitas. Atau sesuatu

yang mengarah kepada suatu fakta tertentu atau kesimpulan.

Ott (1976) yang mengemukakan indeks kualitas lingkungan sebagai

sumber informasi dan pengambilan keputusan dan mengevaluasi kondisi

lingkungan. Demikian juga National Academy of Sciences (1975) mengutarakan

bahwa indeks kualitas lingkungan memiliki peranan dalam penilaian dalam

perumusan kebijakan, mengevaluasi efektif tidaknya suatu program pemeliharaan

lingkungan, digunakan dalam perencanaan, dan sebagai fasilitas komunikasi antar

masyarakat dan lingkungan.

Indeks lingkungan merupakan alat ukur kinerja. Alat ukur kinerja telah

banyak dikembangkan di bidang teknologi dan manajemen lingkungan serta telah

digunakan pula untuk menilai efektivitas investasi program pengelolaan

lingkungan. Satuan untuk mengukur tingkat kinerja pengelolaan lingkungan

adalah skala indeks kualitas lingkungan. Indeks menggambarkan nilai komposit

dari sejumlah variabel lingkungan yang dinilai berpengaruh terhadap perubahan

kualitas lingkungan (Pamengkas, 2005).

Ott (1976) mengungkapkan bahwa indeks kualitas lingkungan, I

merupakan fungsi dari sub indeksnya (I1,I2, I3,………In), dan sub indeks

merupakan fungsi dari nilai hasil pengamatan dari parameter i (x1,x2,x3,….xi)

yang merupakan komponen sub indeks.

Dituangkan dalam rumus:

I = g(I1,I2,I3,...In) (2.1) )

( i i

i f x

I = (2.2)

Tahapan proses penentuan indeks kualitas lingkungan diuraikan dalam

(47)
[image:47.595.121.514.126.328.2]

Gambar 2.1. Tahapan Proses Penentuan Indeks Kualitas Lingkungan.

Dalam penentuan sub indeks digunakan grafik sub indeks yang

menghubungkan variabel sub indeks (y) dan nilai parameter (x). Nilai parameter

diperoleh dengan cara penyebaran kuisioner dan wawancara terhadap para

informan. Bentuk grafik bermacam-macam sesuai dengan range nilai dan

karakteristik komponen indeks.

Untuk mengetahui nilai indeks kualitas lingkungan diperlukan bobot dari

pada sub indeks parameter yang diidentifikasi berdasarkan tingkat pengaruh

parameter tersebut sebagai komponen indeks. Pembobotan (wi) diperoleh dengan

cara penyebaran kuesioner terhadap para panelis. Pembobotan merupakan

merupakan perkalian tiap sub indeks dari parameter kunci dengan koefisien yang

sesuai, yaitu :

I =

= n

u

Ii wi 1

. (2.3)

w1 + w2 = 1

dimana :

wi = Bobot parameter i

Ii = Sub indeks komponen i

(48)

Pembobotan  (wi)  diperoleh dengan  cara penyebaran  kuesioner terhadap para 

peneliti. Metode di atas telah banyak digunakan oleh para peneliti sebelumnya, yakni: 

2.2.1. Indeks Kualitas Air Horton

Horton (1965) mengembangkan indeks kualitas air yang digunakan untuk menentukan air umum (air permukaan) dan kepentingan khusus (air minum,

irigasi, perikanan, rekreasi dan habitat alami). Variabel yang digunakan adalah

oksigen terlarut (Dissolve Oxygen), pH, Coliform dan Chloride dengan

pembobotan 4, 4, 2 dan 1.

2.2.2. Indeks Kualitas Air NSF

Indeks kualitas air yang dikembangkan oleh NSF (1970) memiliki

variabel dengan pembobotan serta skala status yang diuraikan sebagai berikut :

Tabel 2.1. Indeks Kualitas Air NSF.

No Variabel Pembobotan

1 Oksigen terkarut 0,17

2 Coliform faecal 0,15

3 pH 0,12

4 BOD5 hari 0,10

5 Nitrat 0,10

6 Fosfat 0,10

7 Suhu 0,10

8 Kekeruhan 008

9 Padatan total 0,08

2.2.3. Indeks Pencemarn Prati’s

Indeks Prat’s adalah indeks pencemaran yang menggunakan variabel dan

(49)

Tabel 2.2. Kategori Pencemaran Indeks Prat’s.

No Variabel Kategori pencemaran

1 pH Excellent : 1

2 Oksigen terlarut, % Acceptabel : 2

3 BOD5 hari, ppm Slightly : 4

4 COD, ppm Polluted : 8

5 Permanganat, mg/l O2 Heavily polluted : >8

6 Padatan Melayang (Suspended solid), ppm

7 Amoniak, ppm

8 Nitrat, ppm

9 Khlorida, ppm

10 Besi, ppm

11 Mangan, ppm

12 Alkil benzene sulfonat, ppm

13 Carbon Chloroform Extract, ppm

2.2.4. Indeks Pencemaran Sungai Mc Duffi’s (1973)

Mc Duffi (1973) menggunakan metode indeks untuk mengetahui tingkat pencemaran sungai dengan menggunakan variabel dan formulasi sub indeks

seperti yang diuraikan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Persamaan Sub Indeks Dari Mc Duffi.

No Variabel Persamaan Sub Indeks

1 Persen deficit oksigen I = 100 – X ………..X = DO 2 Bahan organik lapuk biologi (BOD5) I = 10 X

3 Refractory Organic Matter I = 5 (X-Y) ………X = COD

4 Coliform Count (No/100 mL) I = 10 (log X/log 3)

5 Padatan melayang yang tidak menguap. I = X

6 Average Nutrient Excess I = 5 (X/0,2 + Y/0,1)

Y = total N X = total P

7 Garam larut I = 0,25 X …..X = specific

conductivity

8 Suhu 0C I = 1/6 X2 - 65

2.2.5. Indeks O’Connors

Indeks O’Connors digunakan untuk mengetahui kualitas air dengan pemanfaatan perikanan dan binatang liar (wild life) serta air minum. Variabel dan

(50)

Tabel 2.4. Variabel dan Pembobotan Indeks O’Connors.

Pembobotan

No Variabel

Perikanan dan binatang liar Air minum

1 DO 0,206 0,056

2 Fecal coliform - 0,171

3 pH 0,142 0,079

4 Nitrat 0,064 0,070

5 Fosfat 0,169 -

6 Suhu 0,088 -

7 Kekeruhan 0,074 0,058

8 Padatan terlarut 0,099 0,084

9 Phenol 0,084 0,104

10 Ammoniak - -

11 Fluoride - 0,079

12 Kesadahan - 0,077

13 Khlorida - 0,060

14 Alkalinity - 0,058

15 Color 0,054 0,054

16 Sulfat 0,050 0,050

Jumlah 1,00 1,00

2.13 Parameter Kualitas Air Laut

Parameter kualitas air laut yang digunakan mengacu kepada Keputusan

Menteri Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004. Dalam surat keputusan tersebut,

parameter kualitas lingkungan diuraikan terdiri atas parameter kimia, fisika dan

biologi yang dapat menyatakan kondisi perairan untuk mendukung kehidupan

organisma perairan (komposisi, keragaman phyto plankton, benthic, perikanan, fauna dan flora akuatik).

Hal ini relevan dengan parameter yang menunjukkan karakteristik perairan

estuari dan perairan pesisir menurut Dahuri (2003) yaitu terdiri atas sirkulasi air,

salinitas, partikel tersuspensi, bahan polutan. Dahuri menambahkan bahwa

sirkulasi air sangat dipengaruhi oleh aliran air tawar yang bersumber dari badan

sungai di atasnya dan air pasang yang berasal dari laut. Besar atau kecil debit

kedua aliran massa air tersebut akan mempengaruhi stratifikasi massa air

(51)

<35 permil. Ekosistem mangrove memiliki adaptasi yang tinggi terhadap salinitas,

namun beberapa organisme perairan tidak dapat beradaptasi dengan salinitas yang

mencapai kondisi ekstrim. Salinitas juga mempengaruhi nutrien yang berada di

perairan pesisir.

Partikel tersuspensi yang khususnya dibawa oleh aliran sungai akan

terakukumulasi di muaranya. Karena kondisi cenderung stagnan dari estuari

maka partikel mengalami pengendapan di lapisan dasar akan bertambah dan

terjadi pendangkalan sehingga menyebabkan terjadinya perubahan morfologi

dasar perairan. Demikian juga dengan bahan polutan yang berasal dari

pemukiman, transportasi air, maupun industri masuk ke badan air (sungai) dan

langsung menuju perairan pesisir.

Dahuri (2003) menyatakan bahwa indikator lingkungan perairan ditinjau

dari keberlanjutan perairan dalam rangka mendukung peningkatan potensi

perikanan, antara lain:

a. Tersedianya kualitas air perairan pesisir dengan parameter kualitas air yang

tidak melewati nilai ambang batas baku mutu yang ditetapkan, ataupun

toleransi organisma perairan.

b. Tidak terakumulasinya logam berat pada sedimen yang mengandung nutrisi

untuk kebutuhan biota yang hidup didasar perairan.

Nilai ambang batas parameter kualitas air merupakan nilai yang tercantum

pada baku mutu. Baku mutu merupakan peraturan pemerintah yang harus

dilaksanakan yang berisi spesifikasi dari jumlah bahan pencemar yang boleh

dibuang atau jumlah kandungan yang boleh berada dalam media ambient.

(52)

Tabel 2.5.    Parameter Kua

Gambar

Gambar 2.1.  Tahapan Proses  Penentuan  Indeks  Kualitas Lingkungan.
Gambar.5.14. Grafik Indikator Pendidikan.
Gambar 5.17.  Grafik Sub Indikator Ratio Jumlah Penduduk Dengan Tenaga Medis.
Gambar  5.19.   Grafik Sub Indikator Luas Lantai Rumah Nelayan.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh harga minyak dunia, harga emas, dan tingkat inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 2003-2012, dengan

Di kalangan akademisi dakwah, munculnya tayangan sinetron mistis yang dikemas dengan menggunakan simbol-simbol kegamaan tersebut memang masih menjadi persoalan,

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai keanekaragaman plankton dan kualitas air di Kali Surabaya dapat disimpulkan, bahwa keanekaragaman plankton di Kali

Dalam Usman (2008:108), Yukl menyatakan, kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaannya yang mencerminkan pengalaman yang menyenangkan dan tidak

Istilah Rolling Bearing mengacu pada berbagai jenis bearing yang menggunakan elemen elemen gelinding berbentuk bola bundar atau beberapa jenis rol lainnya antara bagian

Sampah daun-daun Cemara Udang kemudian dibakar, sedangkan sisa-sisa makanan dibiarkan hingga menyebabkan bau yang kurang sedap di sekitar kawasan Pantai Baru, yang

Dalam hal terdapat perbedaan data antara DIPA Petikan dengan database RKA-K/L-DIPA Kementerian Keuangan maka yang berlaku adalah data yang terdapat di dalam database

Kelompok kontrol (-) yakni mencit betina normal dengan induksi prostaglandin, kelompok kontrol (+) mencit dengan induksi VCD dengan pemberian aquadest, sedangkan