• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Parameter Kualitas Air

Kualitas air adalah kondisi suatu perairan yang dicerminkan dari hasil pengukuran parameter-parameter tertentu pada perairan tersebut. Kualitas air yang baik akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan udang vaname secara optimal yang perlu dikontrol secara seksama. Salah satu faktor yang utama penentu keberhasilan produksi budidaya udang adalah pengelolaan kualitas air, karena udang adalah hewan air yang segala kehidupan, kesehatan, dan pertumbuhannya tergantung pada kualitas air sebagai media hidupnya (Tricahyo 1995).

Pengukuran kualitas air selama pemeliharaan udang penting dilakukan untuk mengetahui gejala-gejala yang terjadi sebagai akibat perubahan salah satu parameter kualitas air. Beberapa parameter kualitas air yang perlu dijaga yaitu suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut, alkalinitas, total organik matter, amonium, nitrit, nitrat dan phospat serta kepadatan vibrio dan plankton.

Suhu Air

Suhu air dapat mempengaruhi kelangsungan hidup, pertumbuhan, reproduksi, pergantian kulit dan metabolisme udang. Suhu juga berpengaruh terhadap kelarutan gas-gas, kecepatan reaksi unsur dan senyawa yang terkandung dalam air (Boyd 1990).

Kisaran suhu air tambak yang baik bagi kehidupan udang vaname berkisar 24−32oC. Guncangan suhu yang bisa ditoleransi adalah tidak lebih dari 2oC sehingga perubahan suhu yang mendadak akan langsung berpengaruh pada kehidupan udang dan suhu 26oC menyebabkan nafsu makan turun hingga 50%

dan jika suhu naik >30oC udang akan mengalami stres yang disebabkan oleh

tingginya kebutuhan oksigen, untuk menghindari kenaikan suhu terutama pada musim kemarau dapat dilakukan pendalaman atau menaikkan permukaan air dengan memasukkan air baru yang suhunya lebih rendah (Van Wyk et al dalam Yuniasari 2009).

Suhu air pada bagian dasar dipengaruhi oleh kepadatan partikel yang dapat menghalangi penetrasi cahaya masuk kedalam air sehingga dalam proses budidaya perlu dilakukan pengelolaan kualitas air dengan melakukan pengukuran yang menggunakan thermometer serta dapat dilakukan pada pagi dan sore hari (Amri dan Kanna 2008).

Salinitas

Salintas adalah jumlah berat (g) zat padat yang terkandung dalam satu kg air laut. Salintas merupakan salah satu aspek kualitas air yang penting karena mempengaruhi pertumbuhan udang (Schlieper 1972 dalam Mustofa 1999).

Salinitas lingkungan yang optimal dibutuhkan udang untuk menjaga kandungan air dalam tubuhnya (terutama sel tubuh) agar dapat melangsungkan proses metabolisme dengan baik. Dinding sel bersifat semipermeable, yaitu saling tarik menarik antara larutan di dalam sel dengan larutan yang berada dalam lingkungannya karena tekanan osmotik dan Jika kadar garam dalam sel lebih tinggi dari lingkungannya, maka air dari lingkungan akan masuk ke dalam sel sehingga sel akan membesar. Demikian sebaliknya jika kadar garam lingkungannya lebih besar dari sel tubuh, maka cairan dalam sel akan tertarik keluar sehingga udang akan kurus dan langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi rendahnya salinitas tersebut adalah dengan menambah input air laut.

Sebaliknya jika salinitas terlalu tinggi, salinitas diturunkan dengan membuang

sebagian air di dalam tambak dan menggantinya dengan air tawar sehingga salinitas optimal dapat dicapai (Suyanto dan Takarina 2009).

Udang dapat tumbuh optimal pada kisaran salinitas 15−25 ppt dan salinitas yang tinggi (>40 ppt) sering terjadi pada musim kemarau. Salinitas dapat dilihat dengan melakukan pengukuran yang menggunakan refraktometer atau salinometer (Amri dan Kanna 2008).

Kecerahan

Kecerahan dipengaruhi oleh populasi plankton dan bahan padatan yang tersuspensi dalam petakan. Tingginya populasi plankton atau konsentrasi padatan tersuspensi dalam air, akan makin rendah kecerahan. Kecerahan yang bagus dalam budidaya udang vaname adalah kecerahan yang diakibatkan oleh plankton, bukan dari padatan tersuspensi. Kecerahan yang diakibatkan oleh padatan tersuspensi terjadi pada budidaya vaname di tambak tanah dengan aerasi 16 HP per hektar, semakin padat densitas tebar makin cepat terjadi air milky. Densitas fitoplankton pada tambak tanah tidak bisa berkembang dengan baik karena aktifitas fotosintesis terganggu, sinar matahari terhalang oleh partikel-partikel lumpur yang tersuspensi (Edhy et al 2010).

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman didefinisikan secara konvensional sebagai – Log [H+].

pH merupakan parameter air yang berpengaruh secara langsung terhadap udang yang dibudidayakan. Nilai pH yang normal untuk tambak udang berkisar antara 6−9. Khusus untuk udang vaname, kisaran pH yang optimum adalah 7,5−8,5 (Wyban dan Sweeny 1991).

Nilai pH diatas 10 dapat mematikan udang, sedangkan pH di bawah 5 mengakibatkan pertumbuhan udang menjadi lambat. Budidaya udang di tambak, guncangan pH air tidak begitu mengkhawatirkan karena air laut mempunyai daya penyangga atau buffer yang cukup kuat. Proses pembusukan dan kadar karbon dioksida yang tinggi dapat berpengaruh pada pH sehingga untuk mengatasi terjadinya guncangan pH perlu diusahakan penggantian air sesering mungkin dan pengoprasian aerator terutama pada pagi hari (Suyanto dan Takarina 2009).

Guncangan pH yang bisa ditoleransi adalah tidak lebih dari 0,5 dan dalam budiaya udang, kita menginginkan agar nilai pH perairan tambak adalah sama atau mendekati sama dengan nilai pH tubuh udang. Hal ini ditujukan agar udang tidak mengalami stres dalam menyesuaikan pH tubuh dengan lingkungannya.

Jika nilai pH perairan tambak berada di bawah kisaran yang distandarkan, maka kita harus menaikkan nilai pH tersebut dengan cara pemberian kapur, demikian sebaliknya jika pH perairan, kita turunkan misalnya dengan cara pemberian saponin aktif. Derajat keasaman air dapat diukur dengan menggunakan pH meter atau kertas lakmus dan pengukuran dilakukan setiap 5 hari sekali pada pagi dan siang hari (Haliman dan Adijaya 2005).

Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)

Kandungan oksigen terlarut sangat mempengaruhi metabolisme tubuh udang. Oksigen dalam perairan berasal dari difusi O2 dari atmosfer serta aktivitas fotosintesis oleh fitoplankton maupun tanaman lainnya. Oksigen yang bisa dimanfaatkan udang adalah oksigen terlarut (Amri dan Kanna 2008).

Kandungan oksigen terlarut yang baik untuk kehidupan udang vaname adalah >3 ppm dan sebaiknya berada pada kisaran 4−8 ppm. Oksigen dibutuhkan

oleh udang untuk proses pembakaran protein, lemak, dan karbohidrat sehingga menghasilkan energi (Hains Worth 1981 dalam Mustofa 1999).

Oksigen terlarut merupakan parameter utama kualitas air yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang serta kebutuhan konsumtif metabolisme tubuh udang yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas (berenang, reproduksi dan pertumbuhan). Pengaruh langsung oksigen adalah efektifitas penggunaan pakan serta proses metabolisme udang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kondisi kualitas air.

Rendahnya kandungan oksigen terlarut di dalam tambak sering terjadi pada periode musim kemarau yang tidak berangin dan tanda sederhana terjadinya kekurangan oksigen yaitu udang berenang dipermukaan air atau berkumpul di sekitar inlet air tambak. Pada malam hari suhu menjadi rendah yang diikuti dengan meningkatnya aktivitas fitoplankton sehingga mengakibatkan turunnya kandungan oksigen. Upaya untuk meningkatkan oksigen terlarut di dalam tambak dapat dilakukan dengan menggunakan kincir dan ada dua metode penentuan oksigen terlarut yang dapat diandalkan yaitu metode elektrometris dan metode winkler atau biasa disebut metode titrasi. Metode elektrometris lebih banyak digunakan dan lebih mudah diaplikasikan di lapangan dengan menggunakan DO meter (Amri dan kanna 2008).

Alkalinitas

Alkalinitas merupakan kemampuan untuk menetralkan asam dalam air.

Alkalinitas diukur dengan penambahan asam hingga pH mencapai 4,5. Air yang mempunyai kestabilan pH yang baik terhadap penambahan asam atau basa disebut air yang terbuffer dengan baik (Fast 1983 dalam Mustofa 1999).

Parameter ini secara tidak langsung menunjukkan tingkat kesuburan tambak karena konstribusinya dalam penyediaan CO2 untuk keperluan fotosintesa dan HCO3 dalam penyediaan unsur penyangga (buffer ). Alkalinitas diukur dengan metode titrasi setiap 3 hari sekali. Nilai optimal alkalinitas dalam tambak adalah 90−150 ppm (SOP CP Prima 2010).

Amri dan Kanna (2008) menyatakan bahwa nilai alkalinitas yang kurang dari 90 ppm dilakukan dengan cara pengapuran dosis 5 ppm. Jenis kapur hidroksida (Ca(OH)2) dapat diaplikasikan untuk menaikkan alkalinitas sekaligus menaikkan pH air, namun bila pH sudah tinggi jenis kapur yang digunakan adalah kapur pertanian (CaCO3) atau penggunaan kapur Dolomit (CaMg (CO3)2).

Total Organik Matter (TOM)

Total organik matter (TOM) menggambarkan kandungan bahan organik total suatu perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi dan koloid. Peningkatan kandungan N-organik dalam air disebabkan sisa pakan yang tidak dikonsumsi, kotoran udang, kematian plankton dan bahan organik yang masuk pada saat pergantian air (Suyanto dan Takarina 2009).

Boyd (1992) mengatakan bahwa kandungan bahan organik yang optimal 20 ppm dan kandungan bahan organik yang tinggi >60 ppm menunjukkan kualitas air yang menurun. Kandungan total bahan organik merupakan sumber terjadinya senyawa yang dapat meracuni udang dalam proses anaerob. Selanjutnya dijelaskan, bahwa pengukuran bahan organik dilakukan setiap minggu baik pada petak pembesaran udang maupun petak tandon. Bila kandungan air tambak mencapai 50 ppm maka perlu dilakukan penurunan yaitu dengan cara pergantian

atau penambahan air dari petak tandon namun, cara ini dapat dilakukan kalau petak tandon kandungan bahan organiknya lebih rendah.

Amonium (NH4+)

Amonium atau amonia terionisasi dengan rumus kimia NH4+ yang merupakan bentuk nitrogen anorganik yang tereduksi, tergantung konsentrasi dan komposisi perbandingan antara keduanya terhadap pH dan suhu (Kordi 2010).

Pengukuran amonium dapat dilakukan dengan test kit, amonium dapat menyuburkan perairan tapi bagi tambak intensif penyuburan yang berlebihan tidak dikehendaki. Amonium akan dirombak menjadi nitrit dan nitrit akan dirombak menjadi nitrat, proses ini dinamakan nitrifikasi yang dilakukan oleh bakteri genus Nitrosomonas (Edhy et al 2010).

Nitrit (NO2)

Nitrit diperoleh dari hasil perombakan amonia oleh bakteri aerob Nitrosomonas menjadi nitrit (NO2) dan kemudian menjadi nitrat (NO3) oleh bakteri Nitrobactery (Clifford 1994).

Kisaran optimal nitrit untuk budidaya vaname yaitu 0,01-0,05 ppm (Adiwijaya et al 2003). Konsentrasi nitrit pada kondisi normal sangat jarang konsentrasi mematikan udang. Bila kadar oksigen dalam air tinggi, senyawa ini akan teroksidasi menjadi nitrat (NO3) yang dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton sebagai nutrient. Senyawa ini diukur sebagai salah satu indikator kesuburan tambak, kekurangan unsur N ini dapat disuplai dengan pemupukan (Urea) dan Pengukuran senyawa ini menggunakan spektrofotometer.

Nitrat (NO3)

Nitrat adalah bentuk senyawa nitrogen yang merupakan sebuah senyawa yang stabil dan merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan dalam jumlah banyak oleh fitoplakton untuk tumbuh dan berkembang, serta sebagai salah satu indikator kesuburan tambak (Kordi 2010)

Nitrat dapat berasal dari pupuk yang digunakan dan dari oksidasi nitrit oleh bakteri Nitrobaktery yang akan mengubah amoniak menjadi nitrit dan nitrit menjadi nitrat. Besarnya kadar nitrat di dalam tambak yang bisa ditoleransi berada pada kisaran 0,4 ppm (Edhy et al 2010).

Phospat (PO4-3)

Phospat merupakan faktor pembatas produktivitas plankton sehingga kehadirannya di dalam air tambak harus selalu dimonitor. Total phospat tidak berubah konsentrasinya secara harian, seperti terjadi dengan pH, oksigen terlarut, dan parameter kualitas air yang lain. Namun, total phospat juga bisa berubah dengan cepat setelah pemberian pupuk. Hal tersebut dapat berubah dalam beberapa hari dan tergantung dengan fluktuasi kelimpahan fitoplankton atau konsentrasi padatan tersuspensi (Edhy et al 2010). Dijelaskan lebih lanjut, ketika tambak dikeringkan khususnya sekitar 20–25% limbah tambak terakhir mengandung total phospat yang tinggi. Sampel yang diambil pada setiap minggu biasanya akan menggambarkan kondisi phospat yang bagus pada limbah tambak udang. Sampel dikumpulkan dalam botol plastik, disimpan dalam es, dan dianalisis dalam 12 jam setelah pengambilan dan analisis total phospat memerlukan sampel air yang dilarutkan dalam asam atau direaksikan dengan

oksidator. Perubahan fosfor partikulat dan phospat organik terlarut menjadi orthophosphate terlarut dapat diukur dengan spektrofotometer.

Plankton

Plankton adalah organisme renik yang pada umumnya bergerak melayang di dalam air dan distribusinya selalu dipengaruhi gerakan massa air. Dikenal ada dua golongan besar plankton yaitu fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah jasad renik perairan yang masuk dalam golongan tumbuh-tumbuhan, sedang zooplankton masuk dalam golongan hewan. Parameter kualitas air ini tercermin dari warna dan transparansi perairan. Perairan yang didominansi fitoplankton dari golongan chlorophyta, maka warna air akan nampak hijau, kalau didominansi oleh diatomae, maka warna air akan coklat. Fungsi utama dari fitoplankton dalam perairan adalah pemasok oksigen terbesar (pada siang hari), pakan alami dan penjaga kestabilan ekosistim tambak (Edhy et al 2010).

Fitoplankton merupakan sumber produktivitas primer dalam tambak udang yang menggunakan nutrien anorganik dan sinar matahari (Ultraviolet) dalam menghasilkan bahan organik dalam bentuk karbohidrat dan oksigen melalui proses fotosintesis. Fotosintesis merupakan proses fototropik dimana tumbuhan yang berklorofil menggunakan energi cahaya untuk mereduksi karbon anorganik menjadi karbohidrat. Oksigen yang dibebaskan dalam proses fotosintesis merupakan sumber utama oksigen terlarut (DO) dalam tambak. dalam mengelola parameter ini yang terpenting adalah bagaimana kita bisa membuat jenis plankton yang beragam, bukan didominasi oleh satu jenis plankton saja. Suatu perairan hanya didominansi oleh satu jenis plankton, kekhawatirannya adalah jika plankton tersebut terkena gangguan dan mati massal, maka perairan akan menjadi bening.

Pengukuran jumlah dan jenis plankton dilakukan setelah ada permintaan ke pihak laboratorium (Edhy et al 2003).

Vibrio

Vibrio adalah salah satu jenis bakeri yang tergolong marine bakteri dan vibrio bersifat aerob dan ada yang bersifat anaerob. Keberadaan bakteri vibrio dalam perairan tambak, dibedakan dalam dua golongan koloni, yaitu golongan koloni kuning dapat memfermentasi sukrose dan koloni hijau tidak dapat memfermentasi sukrose sehingga toksisitasnya lebih tinggi dari warna kuning.

Pengamatan terhadap vibrio dapat menggunakan media selektif Tiosulfat Sitrat Bile Salt (TCBS) dan standar vibrio dalam budidaya udang vaname yaitu

<3 x 103 cfu/ml, jika perairan tambak mempunyai nilai vibrio di atas standar maka dilakukan siphon dan penambahan probiotik keperairan tambak. Pengukuran vibrio dilakukan setiap dua kali dalam seminggu (Sari 2009).

Dokumen terkait