• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

II.3 LAMPU LALU LINTAS

II.3.3 Parameter-Parameter Pengaturan Lampu Lalu lintas

Parameter-parameter yang biasa digunakan dalam perencanaan waktu lampu lalulintas adalah :

1. Fase Sinyal

Pemilihan fase pergerakan tergantung dari banyaknya konflik utama, yaitu konflik yang terjadi pada volume kendaraan yang cukup besar. Menurut MKJI, 1997 Jika fase sinyal tidak diketahui, maka pengaturan dengan dua fase sebaiknya digunakan sebagai kasus dasar. Pemisahan gerakan-gerakan belok kanan biasanya hanya dilakukan berdasarkan pertimbangan kapasitas kalau gerakan membelok melibihi 200 smp/jam.

2. Waktu Antar Hijau (Intergreen periode)

Waktu antar hijau atau intergreen periode adalah waktu yang diperlukan untuk pergantin antara waktu hijau pada suatu fase awal ke suatu fase berikutnya, merupakan periode kuning dan merah semua antara dua fase sinyal yang berurutan (detik).

Waktu minimum yang diperuntukkan pada periode ini adalah selama 4-6 detik. Atau dimana waktu semua sinyal beberapa saat tetap sebelum pergantian sinyal berikutnya yang disebut antara (interval) dan pertukaran tersebut selama waktu kuning (amber) dan merah semua (all red) yang disebut pertukaran antara (change interval).

Kendaraan yang akan membelok kekanan dapat bergerak membelok kekanan selama intergreen periode ini. Intergreen periode juga merupakan penjumlahan antara waktu kuning, dalam desain umumnya diambil selama 3 detik, dengan waktu all red, dalam desain umumnya diambil selama 2 detik. Waktu merah semua ini dipergunakan untuk membersihkan (clearence time) daerah persimpangan dari kendaraan yang terjebak saat melintasi persimpangan.

sebelum pergerakan fase selanjutnya. Lama waktu antar hijau bergantung pada ukuran lebar persimpangan dan kecepatan kendaraan.

Di Indonesia waktu antar hijau dialokasikan sebagaimana yang ditunjukkan dalam tabel 2.1:

Tabel 2.2 Nilai Normal Waktu Antar Hijau

Ukuran Simpang Lebar jalan rata-rata

(m)

Nilai Lost Time (LT) (detik/fase)

Kecil 6-9 4

Sedang 10-14 5

Besar ≥14 ≥6

Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

3. Arus Lalu Lintas

Perhitungan dilakukan per satuan jam untuk satu atau lebih periode, misalnya didasarkan pada kondisi arus lalu-lintas rencana jam puncak

pagi, siang dan sore. Arus lalu-lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok-kiri QLT, lurus QST dan belok-kanan QRT) dikonversi dari kendaraan per-jam menjadi satuan mobil penumpang (smp) per-per-jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan:

Tabel 2.3 Nilai Ekivalen Mobil Penumpang

Jenis kendaraan Emp untuk tipe pendekat

Terlindung Terlawan Kendaraan Ringan (LV) Kendaraan Berat (HV) Sepeda Motor (MC) 1,0 1,3 0,2 1,0 1,3 0,4 Sumber : MKJI, 1997

Arus berangkat juga terus berlangsung selama waktu kuning dan merah-semua hingga turun menjadi 0, yang biasanya terjadi 5 - 10 detik setelah awal sinyal merah.

Permulaan arus berangkat menyebabkan terjadinya apa yang disebut sebagai 'Kehilangan awal' dari waktu hijau efektif, arus berangkat setelah akhir waktu hijau menyebabkan suatu 'Tambahan akhir' dari waktu hijau efektif. Jadi besarnya waktu hijau efektif, yaitu lamanya waktu hijau di mana arus berangkat terjadi dengan besaran tetap sebesar S, dapat kemudian dihitung sebagai:

Waktu Hijau Efektif = Tampilan waktu hijau - Kehilangan awal + Tambahan akhir

4. Arus Jenuh (Saturation Flow)

Kapasitas suatu simpang ditentukan oleh kapasitas tiap-tiap cabang simpang pada suatu persimpangan. Dua faktor yang menentukan kapasitas cabang simpang yaitu, kondisi fisik cabang simpang, seperti lebar jalan, jari-jari belok dan kelandaian cabang simpang serta jenis kendaraan yang akan melalui simpang tersebut. Kapasitas suatu cabang simpang yang ditentukan berdasarkan pada kondisi fisik cabang simpang pada suatu persimpangan ditunjukkan oleh suatu parameter yang disebut arus jenuh (saturation flow).

Arus jenuh adalah antrian arus lalulintas pada saat awal waktu hijau yang dapat melewati garis stop pada suatu lengan secara terus menerus selama waktu hijau dari suatu antrian tidak terputus. Arus lalulintas jenuh pada suatu persimpangan merupakan kapasitas lengan tersebut persiklus.

Secara ideal pengukuran arus jenuh lebih baik dilakukan di lapangan, akan tetapi pengukuran arus jenuh dengan estimasi diperlukan ketika akan dilakukan pemasangan lampu lalulintas pada persimpangan maupun untuk memodifikasi keadaan sinyal lampu lalulintas (signal

setting) yang telah ada berkenaan dengan perubahan geometri persimpangan, alokasi lajur dan susunan fase.

Estimasi arus jenuh didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya dari sejumlah persimpangan pada masa tertentu. Aspek-aspek yang mempengaruhi arus jenuh secara umum adalah faktor lingkungan, tipe lajur, kemiringan dan komposisi lalulintas. Estimasi empiris yang pernah dilakukan pada setiap metode pengukuran arus jenuh dikembangkan atas dasar pertimbangan pengaruh faktor-faktor tersebut.

Gambar 2.8 Model dasar untuk arus jenuh (Akcelik 1989)

Gambar 2.7 Model dasar untuk arus jenuh

Sumber: Akcelik 1989

II.4 ANALISA KINERJA SIMPANG BERSINYAL

Simpang bersinyal adalah suatu persimpangan yang terdiri dari beberapa lengan dan dilengkapi dengan pengaturan sinyal lampu lalu lintas (traffic light).

Berdasarkan MKJI 1997, adapun tujuan penggunaan sinyal lampu lalu lintas (traffic light) pada persimpangan antara lain:

1. Menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik arus lalu lintas kendaraan dari masing-masing lengan.

2. Memberi kesempatan kepada kendaraan/dan pejalan kaki yang berasal dari jalan kecil untuk memotong ke jalan utama.

3. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan antara kendaraan-kendaraan dari arah yang bertentangan.

Kinerja suatu persimpangan dapat dilihat dari beberapa parameter pada persimpangan. Salah satu parameter ini adalah waktu tundaan per mobil yang dialami oleh arus yang melalui simpang. Tundaan terdiri atas tundaan geometri (geometric delay) dan tundaan lalu lintas (traffic delay). Tundaan geometri (geometric delay) adalah waktu menunggu yang disebabkan oleh perlambatan dan percepatan kendaraan yang membelok di simpangan dan/atau yang terhenti oleh lampu merah. Sedangkan tundaan lalu lintas (traffic delay) adalah waktu menunggu yang disebakan oleh interkasi lalu lintas dengan gerakan lalu lintas. Parameter persimpangan yang lain adalah angka henti dan rasio kendaraan terhenti pada suatu sinyal. Nilai angka henti merupakan jumlah berhenti kendaraan rata-rata akibat adanya hambatan samping, juga termasuk kendaraan berhenti berulang-ulang dalam suatu antrian. Sedangkan rasio kendaraan yang terhenti menggambarkan rasio dari arus lalu lintas yang terpaksa terhenti sebelum mencapai garis henti. Kendaraan yang berhenti ini akibat adanya pengendalian sinyal. Hal lain yang perlu juga mendapat perhatian adalah besarnya panjang antrian kendaraan dalam suatu pendekat.

Parameter-parameter ini yang mampu menggambarkan hambatan-hambatan yang terjadi pada suatu persimpangan.

Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna pada traffic light (merah, kuning, hijau) dilakukan untuk dapat memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang saling bertentangan dalam dimensi waktu yang terjadi bersamaan. Konflik-konflik gerakan lalu lintas di persimpangan bersinyal dapat dibagi menjadi dua, yaitu konflik-konfik utama dan konflik-konflik kedua, yang dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut ini.

Gambar 2.8 Konflik-konflik pada simpang bersinyal empat lengan

Sumber: MKJI, 1997

Pada dasarnya jumah potensial terjadinya titik-titik konflik di persimpangan tergantung pada beberapa faktor, seperti jumlah kaki persimpangan yang ada, jumlah lajur pada setiap kaki persimpangan, jumlah pergerakan yang ada dan sistem pengaturan yang ada.

Sinyal persimpangan biasanya memberi waktu untuk pergerakan dengan membagi pergerakan ke dalam beberapa fase, biasanya antara dua atau empat fase. Dalam menganalisis fase-fase ini dibutuhkan definisi dari terminologi yang digunakan untuk melihat fase-fase persimpangan. Fase sinyal dapat diintegrasikan

pembelokan kanan yang terlindungi, yang fungsinya adalah untuk melindungi mobil-mobil yang berbelok dari pergerakan mobil-mobil lurus yang berlawanan. Dengan adanya fase khusus untuk belok, pergerakan belok dapat menjadi lancar dibandingkan pembelokan yang dibolehkan tetapi tidak terlindung.

Untuk menganalisis simpang bersinyal ada beberapa metode yang dipakai, yaitu:

a. Metode MKJI 1997 b. Metode USHCM 1994 c. Metode Akcelik (Australia) d. Metode SIDRA

e. Metode Webster

Dalam penelitian ini digunakan dua metode analisis dalam menganalisis simpang bersinyal, yakni:

Dokumen terkait