ANALISA KINERJA SIMPANG LENGAN EMPAT BERSINYAL
DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KAJI DAN SIDRA
(STUDI KASUS: SIMPANG PONDOK KELAPA, MEDAN)
TUGAS AKHIR
Disusun oleh :
Juniarti Basaria Siahaan
09 0424 065
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Kinerja simpang bersinyal berdasarkan program KAJI dan SIDRA ini dilakukan dengan menghitung besar kapasitas, tundaan, derajat kejenuhan, tingkat pelayanan (LOS), dan panjang antrian pada persimpangan yang diteliti sehingga data output atau hasil keluaran program didapat dan perbedaan kedua program dapat diketahui. .
Lokasi yang diteliti terletak pada persimpangan Pondok Kelapa yang memiliki empat lengan yakni jalan Asrama, jalan Gatot Subroto, jalan Binjai Raya, jalan Gagak Hitam. Data yang dipergunakan berdasarkan data primer dan data sekunder. Data masukan meliputi geometrik, volume, dan data kecepatan dari lalu lintas pada simpang yang diteliti. Metode yang digunakan dalam menganalisa adalah program komputer yakni KAJI dan SIDRA untuk mendapatkan nilai tundaan, panjang antrian, derajat kejenuhan, kapasitas berdasarkan dari dua program tersebut.
Dari hasil penelitian pada simpang bersinyal di persimpangan Pondok Kelapa, Medan dengan menggunakan program KAJI diperoleh derajat kejenuhan pada pendekat utara adalah 0,865, pada pendekat selatan 1,478, pendekat timur 0,738, dan pendekat barat 0,979. Tundaan pada pendekat utara 71,37 det/smp, pada pendekat selatan 96,1 det/smp, pada pendekat timur 47,84 det/smp, pada pendekat barat 96,37 det/smp. Sedangkan derajat kejenuhan dengan menggunakan program SIDRA pada pendekat utara 0,56, pada pendekat selatan 0,97, pada pendekat timur 0,84, dan pendekat barat 0,53. Tundaan pada pendekat utara 42,6, pendekat selatan 89,2, pendekat timur 48,5, pada pendekat barat 37,9.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
Tugas Akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Sipil Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul
“Analisa Kinerja Simpang Lengan Empat Bersinyal Dengan Menggunakan Program KAJI dan SIDRA (Studi Kasus: Simpang Pondok kelapa, Medan)”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian Tugas Akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada beberapa pihak yang berperan penting, yaitu :
1. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc selaku Dosen Pembimbing dan Koordinator Teknik Sipil Ekstension Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bimbingan yang sangat bernilai, masukan, dukungan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, MT, dan Bapak Ir. Joni Harianto, selaku Dosen Pembanding, yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
6. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis.
8. Teman-teman tim survey, Naomi Purba, Ivan Doly, Herbet Panjaitan, bg Joy Sandi, Arief Dermawan, M. Rusdianto, dan yang lain yang telah membantu saya dalam survey.
9.
Teman-teman saya keseluruhan di teknik sipil Ekstensi terkhusus Ekstensi 09 Universitas Sumatera UtaraMengingat adanya keterbatasan-keterbatasan yang penulis miliki, maka penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca diharapkan untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, April 2014 Penulis,
DAFTAR ISI
HAL
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR GRAFIK ... xi
DAFTAR NOTASI ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
I.1 UMUM ... 1
I.2 LATAR BELAKANG ... 2
I.3 PERUMUSAN MASALAH PENELITIAN ... 4
I.4 TUJUAN PENELITIAN ... 4
I.5 MANFAAT PENELITIAN ... 5
I.6 PEMBATASAN MASALAH ... 5
I.7 SISTEMATIKA PENULISAN ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
II.1 PERSIMPANGAN ... 8
II.1.1 Konflik Persimpangan ... 9
II.1.2 Pengaturan Persimpangan ... 11
II.3 LAMPU LALU LINTAS ... 16
II.3.1 Daya Guna Lampu Lalu Lintas ... 17
II.3.2 Pengaturan Waktu Lalu lintas ... 17
II.3.3 Parameter-Parameter Pengaturan Lampu Lalu Lintas ... 20
II.4 ANALISIS KINERJA SIMPANG BERSINYAL ... 24
II.4.1 Metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 . 27 II.4.1.1 Panjang Antrian ... 32
II.4.1.2 Angka Henti ... 32
II.4.1.3 Rasio Kendaraan Terhenti ... 33
II.4.1.4 Tundaan ... 33
II.4.1.5 Sistem Operasi KAJI ... 34
II.4.2 Signalized Intersection Design and Research Aid (SIDRA 39 II.4.2.1 Rumus-rumus yang Digunakan dalam Analisa SIDRA . 41 II.4.2.2 Data-data Input SIDRA yang Dibutuhkan ... 47
II.4.2.3 Data-data Output SIDRA ... 47
II.4.2.4 Sistem Operasi SIDRA ... 48
II.5 PERBEDAAN DAN PERSAMAAN KAJI DAN SIDRA ... 52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 56
III. 1 PENENTUAN LOKASI PENELITIAN ... 56
III. 2 ALAT PENELITIAN ... 57
III.3 METODE PENGERJAAN ... 57
III.4 JENIS DATA ... 58
III.4.1 Data Primer ... 58
III.5 VOLUME KENDARAAN ... 59
III.6 METODE SURVEY ... 61
III.7 WAKTU SINYAL ... 62
III.8 GEOMETRIK SIMPANG ... 62
III.9 SPOT SPEED... 63
III.10 METODE ANALISA ... 63
BAB IV ANALISA DATA ... 65
IV.1 UMUM ... 65
IV.1.1 Data Geometrik Simpang ... 65
IV.1.2 Data Lalu Lintas ... 66
IV.1.3 Kecepatan Sesaat ... 72
IV.1.4 Pejalan Kaki (Pedestrian ... 76
IV.2 ANALISA SIDRA ... 77
IV.2.1 Hasil Output SIDRA ... 77
IV.2.2 Perbaikan Untuk Persimpangan SIDRA ... 84
IV.3 ANALISA KAJI ... 87
IV.3.1 Hasil Output KAJI ... 87
IV.4 PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA KAJI DAN SIDRA ... .. 88
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 93
V.1 KESIMPULAN ... ... 94
V.2 SARAN ... ... 95
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
HAL
2.1 Hubungan Antara Arus Jenuh Dengan Lebar Efektif Lengan
Persimpangan ... 16
2.2 Nilai Normal Waktu Antar Hijau ... 23
2.3 Nilai Ekivalensi Mobil Penumpang ... 23
2.4 Tingkat Pelayanan Berdasarkan Keterlambatan ... 45
2.5 Perbedaan dan Persamaan SIDRA Dengan KAJI ... 56
4.1 Kondisi Geometrik Simpang Pondok Kelapa ... 68
4.2 Volume Lalu Lintas dan PHF ... 69
4.3 Volume dan PHF Maksimum ... 71
4.4 Arus Lalu Lintas pada Kondisi PHF Tertinggi (kend/jam) ... 71
4.5 Arus Lalu Lintas Pada Kondisi PHF Tertinggi (smp/jam) ... 72
4.6 Perhitungan Kecepatan Sesaat ... 75
4.7 Kecepatan Sesaat ... 76
4.8 Pedestrian ... 76
4.9 Output KAJI... 87
4.10 Perbandingan Hasil Output Antara SIDRA dan KAJI Simpang Pondok Kelapa ... 88
DAFTAR GAMBAR
2.1 Tipe Dasar Pergerakan Diverging ... 9
2.2 Tipe Dasar Pergerakan Merging ... 10
2.3 Tipe Dasar Pergerakan Weaving ... 10
2.4 Tipe Dasar Pergerakan Crossing ... 10
2.5 Titik Konflik pada Simpang Lengan Empat ... 11
2.6 Arus Jenuh yang Diamati Per Selang Waktu Enam Detik ... 24
2.7 Model Dasar Untuk Arus Jenuh ... 26
2.8 Konflik-konflik Pada Simpang Bersinyal Empat Lengan ... 28
2.9 Tampilan Software KAJI ... 29
2.10 Sistem Operasi KAJI ... 40
2.11 Tampilan Software SIDRA... 41
2.12 Bagan Alir Operasi SIDRA ... 53
3.1 Peta Lokasi Penelitian ... 58
3.2 Bagan Alir Penelitian ... 67
4.1 Geometrik Simpang Pondok Kelapa ... 69
4.2 Output Delay SIDRA ... 79
4.3 Output Queue SIDRA ... 81
4.4 Output Queue Distance SIDRA ... 82
4.5 Output Capacity SIDRA ... 84
4.6 Output Degree of Saturation SIDRA ... 85
DAFTAR GRAFIK
2.1 Rasio Arus Persimpangan ... 33
4.1 Grafik Perbandingan Output Kapasitas Program SIDRA dan KAJI ... 89
4.2 Grafik Perbandingan Output Panjang Antrian Program SIDRA dan
KAJI ... 90
4.3 Grafik Perbandingan Output Delay Program SIDRA dan KAJI ... 90
4.4 Grafik Perbandingan Output Degree of Saturation Program SIDRA
DAFTAR NOTASI
C : Kapasitas (smp/jam)
Co : Kapasitas dasar (smp/jam)
S : Arus Jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat
selama sinyal hijau (smp/jam hijau = smp per-jam hijau)
c : Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang
lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang
sama)
FCW : Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas
FCSF : Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan / kereb
FCCS : Faktor penyesuian ukuran kota
FCSP : Faktor penyesuaian pemisah arah (hanya untuk jalan tak Terbagi),
bernilai 1,0 untuk jalan terbagi dan jalan-jalan satu arah
LTI : Jumlah waktu hilang per siklus (detik)
FR \: Arus dibagi dengan arus jenuh (Q/S)
FRcrit : Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada suatu fase
sinyal.
E(FRcrit): Rasio arus simpang
g : Waktu hijau (det).
gi : Tampilan waktu hijau pada fase i (detik)
NQ1 : Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya
NQ2 : Jumlah smp yang datang selama fase merah
DS : derajat kejenuhan
c : waktu siklus
C : Kapasitas (smp/jam) = arus jenuh kali rasio hijau (SxGR)
Q : arus lalu lintas pada pendekat tersebut (smp/det)
Dj : tundaan rata-rata pada pendekat j (det/smp)
DTj : tundaan lalu lintas rata-rata pada pendekat j (det/smp)
DGj : tundaan geometri rata-rata pada pendekat j (det/smp)
DTj : tundaan lalu lintas rata-rata pada pendekat j (det/smp)
GR : rasio Hijau (g/c)
DS : Derajat kejenuhan
DGj : tundaan geometri rata-rata pada pendekat j (det/smp)
Psv : rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat
Pt : rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat
QL : Panjang Antrian (m)
MC : Sepeda motor
LV : Kendaraan ringan
HV : Kendaraan berat
Emp : Faktor konversi kendaraan
Smp : Satuan Mobil Penumpang
n : Banyak Kendaraan
T : Tundaan
NSV : Jumlah kendaraan terhenti smp/jam
ABSTRAK
Kinerja simpang bersinyal berdasarkan program KAJI dan SIDRA ini dilakukan dengan menghitung besar kapasitas, tundaan, derajat kejenuhan, tingkat pelayanan (LOS), dan panjang antrian pada persimpangan yang diteliti sehingga data output atau hasil keluaran program didapat dan perbedaan kedua program dapat diketahui. .
Lokasi yang diteliti terletak pada persimpangan Pondok Kelapa yang memiliki empat lengan yakni jalan Asrama, jalan Gatot Subroto, jalan Binjai Raya, jalan Gagak Hitam. Data yang dipergunakan berdasarkan data primer dan data sekunder. Data masukan meliputi geometrik, volume, dan data kecepatan dari lalu lintas pada simpang yang diteliti. Metode yang digunakan dalam menganalisa adalah program komputer yakni KAJI dan SIDRA untuk mendapatkan nilai tundaan, panjang antrian, derajat kejenuhan, kapasitas berdasarkan dari dua program tersebut.
Dari hasil penelitian pada simpang bersinyal di persimpangan Pondok Kelapa, Medan dengan menggunakan program KAJI diperoleh derajat kejenuhan pada pendekat utara adalah 0,865, pada pendekat selatan 1,478, pendekat timur 0,738, dan pendekat barat 0,979. Tundaan pada pendekat utara 71,37 det/smp, pada pendekat selatan 96,1 det/smp, pada pendekat timur 47,84 det/smp, pada pendekat barat 96,37 det/smp. Sedangkan derajat kejenuhan dengan menggunakan program SIDRA pada pendekat utara 0,56, pada pendekat selatan 0,97, pada pendekat timur 0,84, dan pendekat barat 0,53. Tundaan pada pendekat utara 42,6, pendekat selatan 89,2, pendekat timur 48,5, pada pendekat barat 37,9.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 UMUM
Kegiatan transportasi merupakan kegiatan yang memungkinkan perpindahan
barang dan manusia dari suatu tempat ke tempat lainnya. Pertumbuhan ekonomi
menyebabkan mobilitas seseorang meningkat sehingga kebutuhan pergerakannya
pun meningkat melebihi kapasitas sistem prasarana transportasi yang ada. Pada
dasarnya sistem prasarana transportasi mempunyai dua peranan utama yaitu sebagai
alat bantu untuk mengarahkan pembangunan di daerah perkotaan dan juga sebagai
prasarana bagi pergerakan manusia dan barang yang timbul akibat adanya kegiatan di
daerah perkotaan tersebut. Dengan demikian pada akhirnya sektor-sektor lainnya
dapat tumbuh berkembang sehingga menunjang pembangunan wilayah.
Perkembangan teknologi transportasi menjadikan manusia lebih mudah untuk
berpindah dari suatu tempat ke tempat lainnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan
ataupun dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Dalam perpindahan tersebut
diperlukan dua komponen penting, yaitu sarana dan prasarana transportasi.
Jalan merupakan salah satu prasarana transportasi. Untuk mencapai sebuah
sistem transportasi yang baik dalam suatu wilayah, harus ada jalan yang memadai.
Persimpangan merupakan titil kritis dari jaringan jalan raya. Hal ini disebabkan
karena pada persimpangan sering timbul berbagai hambatan-hambatan lalu lintas
karena pada persimpangan merupakan tempat kendaraan dari berbagai arah bertemu
I.2 LATAR BELAKANG
Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia, dan kota
Medan telah berkembang dengan pesat dalam pengertian aktivitas sosio ekonomi dan
luas wilayah perkotaannya seiring dengan kemajuan ekonomi yang telah terjadi,
kecenderungan saat ini memperlihatkan bahwa tahun-tahun yang akan datang
perkembangan serupa akan terus terjadi. Pola aktivitas masyarakat berubah baik
dalam jenis maupun kuantitasnya. Peningkatan jumlah pergerakan yang terjadi yang
ditimbulkan oleh berkembangnya aktivitas masyarakat perkotaan menurut
penambahan prasarana transportasi.
Seiring dengan perkembangan kota Medan, maka arus transportasi di Kota
Medan juga semakin padat, dimana transportasi merupakan salah satu hal yang
memegang peranan di kota besar, dan jalan merupakan salah satu penunjang dari
transportasi. Jalan harus mampu menampung arus lalu lintas. Perkembangan
teknologi menimbulkan perkembangan dalam berbagai sektor kehidupan manusia.
Salah satu sektor yang berkembang saat ini adalah sektor transportasi, yang
didalamnya termasuk angkutan darat. Peningkatan penggunaan kendaraan
dikarenakan adanya peningkatan taraf hidup dan pendapatan masyarakat.
Meningkatnya jumlah kendaraan yang ada harus diikuti dengan penyediaan
jaringan jalan yang memadai sehingga tidak menimbulkan gangguan transportasi.
Gangguan transportasi itu dapat berupa kemacetan pada ruas jalan termasuk pada
persimpangan jalan terutama pada saat jam puncak/sibuk
Simpang sebagai salah satu komponen prasarana transportasi darat, adalah
daerah yang digunakan bersama-sama oleh dua jalan atau lebih yang berguna untuk
yang pada akhirnya menyebabkan kemacetan lalu lintas. Salah satu alternatif yang
digunakan untuk mengurangi konflik tersebut adalah dengan penggunaan sinyal lalu
lintas berupa lampu lalu lintas pada simpang, sehingga untuk selanjutnya simpang
tersebut disebut sebagai simpang bersinyal.
Elemen kritis pada jalan raya yang merupakan salah satu titik rawan
kemacetan adalah persimpangan. Tingkat kemacetan persimpangan dipengaruhi oleh
kapasitas jalan, karena data kapasitas jalan sangat penting bagi setiap proses
penanganan jalan, baik itu dalam hal merencanakan, merancang, maupun dalam
pengoperasiannya guna menampung dan melayani arus lalu lintas kendaraan. Nilai
kapasitas jalan yang dihasilkan digunakan untuk mengkoreksi
kekurangan-kekurangan dan mengusulkan perubahan terhadap jalan lama baik mengenai
pengaturan lampu lalu lintas atau arahnya, dan bilamana memang diperlukan dapat
direncanakan suatu jalan baru dengan kondisi geometrik dan sistem operasi lalu
lintas yang aman, nyaman, efisien dan juga dapat menampung suatu volume lalu
lintas sesuai dengan yang direncanakan untuk jangka panjang dengan memperhatikan
tingkat pertumbuhan arus lalu lintas.
Persimpangan Jalan Jl. Gatot Subroto-Jl. Binjai Raya-Jl. Asrama-Jl. Gagak
Hitam ini merupakan simpang empat bersinyal (memiliki lampu lalu lintas). Seiring
berkembangnya Kota Medan, persimpangan ini sudah mulai tampak tidak memadai
lagi. Hal ini bisa dilihat dari jumlah kendaraan pada saat berhenti. Sering juga terjadi
kemacetan dipersimpangan ini walaupun sudah memiliki lampu lalu-lintas.
Persimpangan ini dilewati oleh berbagai jenis kendaraan. Dari kendaraan berat,
Untuk mendapatkan persimpangan yang memadai, diperlukan sebuah analisa
terhadap persimpangan tersebut. Dengan menggunakan beberapa ketentuan dan
dengan kapasitas jalan, maka persimpangan ini akan mampu menampung semua
jumlah kendaraan yang akan melintasinya. Saat ini diperlukan metode rasional dan
praktis dalam menentukan kapasitas jalan supaya ekonomis dan fungsional terhadap
sistem transportasi jalan. Dalam menghitung kapasitas jalan ini beberapa Negara
mengeluarkan cara atau perumusan yang berdasarkan hasil riset di Negara tersebut,
yang diperbaharui dari waktu ke waktu sesuai dengan kemajuan teknologi dan
perkembangan lingkungannya, di Indonesia metode yang dipakai adalah MKJI
(Manual Kapasitas Jalan Indonesia) dan program KAJI (Kapasitas Jalan Indonesia).
Tetapi sesuai dengan perkembangan di Negara lain telah ada metode baru dari
Australia yaitu SIDRA (Signalised and Unsignalised Intersection Design and
Research Aid) yang dapat digunakan untuk suatu kondisi daerah.
I.3 PERUMUSAN MASALAH PENELITIAN
Penelitian ini akan membahas tentang kinerja persimpangan lengan empat
bersinyal di simpang Pondok Kelapa Medan. Analisa kinerja persimpangan ini
dilakukan untuk mengetahui kinerja persimpangan bersinyal di simpang Pondok
Kelapa Medan dengan menggunakan program komputer. Analisis kinerja
persimpangan lengan empat bersinyal di simpang Pondok Kelapa Medan
berdasarkan program komputer KAJI dan SIDRA.
I.4 TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan perumusan masalah, maka
1. Membandingkan tingkat kinerja persimpangan lengan empat bersinyal
antara metode perhitungan persimpangan bersinyal menurut KAJI dan
SIDRA atau dengan kata lain dimana dan sampai sejauh mana
perbedan-perbedaan dan persamaan-persamaannya diantara ke dua metode tersebut.
2. Memberikan solusi untuk meningkatkan kinerja persimpangan lengan
empat bersinyal, sehingga akan mendapatkan hasil yang maksimal dari
persimpangan lengan empat bersinyal yang diteliti.
I.5 MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Mengetahui kinerja persimpangan lengan empat bersinyal pada simpang
Pondok Kelapa (Persimpangan Jl. Gatot Subroto-Jl. Binjai Raya-Jl. Asrama).
2. Memberikan alternatif atau pemecahan masalah yang terjadi pada
persimpangan lengan empat bersinyal pada simpang Pondok Kelapa
(Persimpangan Jl. Gatot Subroto-Jl. Binjai Raya-Jl. Asrama).
3. Memberikan masukan pada pihak yang berwenang dalam upaya memenuhi
lalu lintas khususnya pada lokasi yang diteliti.
I.6 PEMBATASAN MASALAH
Penelitian ini dititik beratkan sesuai dengan tujuan penelitian agar penelitian
ini tidak meluas dan dapat terarah, maka diberikan batasan-batasan sebagai berikut:
1. Simpang yang akan diteliti adalah simpang lengan empat bersinyal.
2. Penelitian berlokasi di simpang Pondok Kelapa (Persimpangan Jl. Gatot
Subroto-Jl. Binjai Raya-Jl. Asrama).
3. Metode perhitungan menggunakan software KAJI dan SIDRA
4. Klasifikasi kendaraan, yaitu :
a. Kendaraan Ringan (LV)
Kendaraan ringan meliputi mobil pribadi, penumpang umum, mini bus dan
pick up.
b. Kendaraan Berat (HV)
Kendaraan Berat meliputi bus, truk ringan dan truk berat.
c. Kendaraan Bermotor (MC)
d. Kendaraan Tidak Bermotor (UM).
Kendaraan tidak bermotor meliputi sepeda dan becak dayung.
5. Penelitian pada lokasi ruas jalan yang ditinjau dilakukan pada saat jam
puncak yakni: pada pagi hari, dan sore hari. Waktunya yaitu: pagi hari jam
06.30 – 08.30 WIB, sore hari jam 17.00 – 19.00 WIB
I.7 SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk mencapai tujuan penelitian ini dilakukan beberapa tahapan yang
dianggap perlu. Metode dan prosedur pelaksanaannya secara garis besar adalah
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Mengemukakan tentang informasi secara umum dari penelitian ini yang
berkenaan dengan latar belakang masalah, maksud dan tujuan penelitian, manfaat
penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang teori-teori yang dijadikan dasar dalam analisa dan pembahasan
masalah, serta beberapa defenisi dari studi literatur yang berhubungan dalam
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bagian ini berisi tentang penentuan lokasi penelitian, alat penelitian, jadwal
penelitian, dan tahap penelitian
BAB IV ANALISA DATA
Menyajikan data yang diperoleh dari hasil pengumpulan yang diperoleh dari
hasil perhitungan dan pengujian dalam penelitian ini. Selanjutnya data tersebut
kemudian diolah dan dianalisa sehingga akan menghasilkan informasi yang berguna.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini dikemukakan tentang kesimpulan hasil penelitian dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 PERSIMPANGAN
Persimpangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua sistem
jalan. Persimpangan jalan dapat didefenisikan sebagai daerah umum di mana dua
jalan atau lebih bergabung atau bersimpangan, termasuk jalan dan fasilitas tepi jalan
untuk pergerakan lalu lintas di dalamnya (AASHTO, 2001). Menurut Ofyar Z.
Tamin (2008) persimpangan juga dapat didefenisikan sebagai suatu ruang/tempat
pertemuan antara 2 atau lebih ruas jalan yang bertemu atau bersilangan;bervariasi
dari persimpangan yang sangat sederhana yang terdiri dari ruang/tempat pertemuan
antara 2 (dua) ruas jalan sampai dengan persimpangan yang sangat kompleks berupa
ruang/tempat pertemuan beberapa (>2) ruas jalan.
Karena persimpangan harus dimanfaatkan bersama-sama oleh setiap orang
yang ingin menggunakannya, maka persimpangan tersebut harus dirancang dengan
hati-hati, dengan mempertimbangkan efisiensi, keselamatan, kecepatan, biaya
operasi, dan kapasitas. Pergerakan lalu lintas yang terjadi dan urutan-urutannya dapat
ditangani dengan berbagai cara, tergantung pada jenis persimpangan yang
dibutuhkan (AASHTO, 2001, C. Jotin Khisty, B. Kent Lall, 2003).
Khisty (2003) juga menambahkan, tujuan dari pembuatan persimpangan
adalah mengurangi potensi konflik
Secara umum terdapat tiga jenis persimpangan, yaitu: (1) persimpangan
sebidang, (2) pembagian jalur jalan tanpa ramp, dan (3) interchange (simpang
susun). Sedangkan menurut F.D. Hobbs (1995), terdapat tiga tipe umum pertemuan
antara keduanya. Persimpangan sebidang (intersection at grade) adalah
persimpangan di mana dua jalan raya atau lebih bergabung, dengan tiap jalan raya
mengarah keluar dari sebuah persimpangan dan membentuk bagian darinya (C.Jotin
Khisty, B. Kent Lall, 2003). Jalan-jalan ini disebut kaki persimpangan.
Tujuan dari pembuatan persimpangan adalah mengurangi potensi konflik di
antara kendaraan (termasuk pejalan kaki) dan sekaligus menyediakan kenyamanan
maksimum dan kemudahan pergerakan bagi kendaraan (C.Jotin Khisty, B. Kent Lall,
2003).
II.1.1 Konflik Persimpangan
Terdapat beberapa jenis pergerakan arus lalu lintas yang menggunakan ruang
persimpangan yang dapat menimbulkan titik-titik konflik di persimpangan tersebut,
yakni sebagai berikut:
1. Diverging (gerakan memisah)
Peristiwa berpencarnya kendaraan yang melewati suatu ruas jalan ketika
kendaraan tersebut sampai pada titik persimpangan.Konflik ini dapat terjadi
pada saat kendaraan melakukan gerakan membelok atau berganti jalur.
Gambar 2.1 Tipe Dasar Pergerakan Diverging
2. Merging (gerakan bergabung)
Peristiwa bergabungnya kendaraan yang bergerak dari beberapa ruas jalan
ketika bergabung pada suatu titik persimpangan, dan juga pada saat
Gambar 2.2 Tipe Dasar Pergerakan Merging
3. Weaving (bersilangan)
Peristiwa terjadinya perpindahan jalur atau jalinan arus kendaraan menuju
pendekat lain. Gerakan ini merupakan perpaduan dari gerakan diverging dan
merging.
Gambar 2.3 Tipe Dasar Pergerakan Weaving
4. Crossing (berpotongan)
Peristiwa perpotongan antara arus kendaraan dari satu jalur ke jalur lain pada
persimpangan, biasanya keadaan demikian akan menimbulkan titik konflik
pada persimpangan.
Gambar 2.4 Tipe Dasar Pergerakan Crossing
Keberadaan persimpangan pada suatu jaringan jalan ditujukan agar kendaraan
bermotor, para pejalan kaki, dan kendaraan tidak bermotor dapat bergerak dalam
arah yang berbeda pada waktu yang bersamaan. Dengan demikian pada
persimpangan akan terjadi suatu keadaan yang menjadi karakteristik yang unik dari
persimpangan yaitu munculnya konflik yang berulang sebagai akibat dari dasar
pergerakan tersebut. Berdasarkan sifatnya konflik terbagi dua, yaitu:
1. Konflik primer (primary conflict) adalah konflik antara arus lalu lintas yang
bergerak lurus dari ruas jalan yang saling berpotongan dan termasuk konflik
2. Konflik sekunder (secondary conflict) adalah konflik yang terjadi antara arus
lalu lintas kanan dengan arus lalu lintas arah lainnya (opposing straight
throught traffic) dan atau lalu lintas belok kiri dengan para pejalan kaki.
Konflik dapat dibedakan atas dua jenis berdasarkan ada tidaknya alat
pengatur simpang yaitu konflik yang terjadi pada persimpangan sebidang tidak
bersinyal dan konflik yang terjadi pada simpang bersinyal. Pada persimpangan
sebidang tidak bersinyal terdapat lebih banyak konflik dibandingkan pada
persimpangan bersinyal. Konflik lalu lintas pada persimpangan sebidang empat
lengan tidak bersinyal memiliki 16 titik crossing conflicts, 8 diverging conflicts, dan
8 merging conflicts.
Gambar 2.5 Titik Konflik pada Simpang Empat Lengan (Sumber: Khisty, 2003)
II.1.2 Pengaturan Persimpangan
Karena merupakan tempat terjadinya konflik dan kemacetan maka hampir
semua simpang terutama di perkotaan membutuhkan pengaturan.
Tujuan pengaturan simpang adalah:
Simpang merupakan sumber konflik bagi pergerakan lalu lntas sebab
merupakan bertemunya beberapa pergerakan kendaraan dari berbagai arah
menuju suatu area yang sama yaitu ruang di tengah simpang. Dapat
digambarkan sebagai “Botteleneck” dimana arus dar kaki simpang
merupakan bagian “upstream” dan area di tengah simpang sebagai
“downstream”. Kondisi ini tidak menjadi masalah jika arus dari bagian
pendekat tidak datang bersamaan. Namun kenyataannya sulit dijumpai pada
persimpangan di erkotaan pada kenyataannya arus datang pada saat
bersamaan sehingga rawan terjadi kecelakaan atau konflik antar kendaraan.
2. Untuk meningkatkan kapasitas.
Karena terjadi konflik maka kapasitas simpang menjadi berkurang dan jauh
lebih kecil dibandingkan dengan kapasitas pada pendekat. Diharapkan dengan
adanya pengaturan maka konflik bisa dikurangi dan akibatnya kapasitas
meningkat.
3. Meminimumkan tundaan
Pada suatu simpang yang terdiri dari dua macam arus pendekat yakni bagian
utama (major) dan minor maka biasanya arus dari arah bagian utama
merupakan arus menerus dengan kecepatan yang tinggi. Jika tanpa
pengaturan maka arus yang datang dari arah minor akan sulit menyela
terutama jika arus dari arah major cukup tinggi. Dengan demikian maka arus
dari arah minor akan mengalami tundaan yang besar.
Peralatan pengendalian lalu lintas meliputi rambu, penghalang yang dapat
dipindahkan, dan lampu lalu lintas. Seluruh alat tersebut dapat digunakan secara
peringatan, atau pemandu lalu lintas diseluruh jalan. alat pengendalian lalu lintas
berfungsi menjamin keamanan dan keefisienan persimpangan dengan cara
memisahkan aliran kendaraan yang saling bersinggungan pada waktu yang tepat.
Dengan kata lain hal prioritas untuk melalui suatu persimpangan selama periode
waktu tertentu, diberikan hanya kepada satu atau beberapa aliran lalu lintas saja.
Sebagai contoh rambu peringatan atau berhenti memberikan prioritas jalan kepada
aliran yang tiba lebih dulu di persimpangan dengan menggunakan lampu lalu lintas
(C.Jotin Khsty, B. Kent Lall, 2003).
Jenis-jenis pengaturan simpang berdasarkan tingkatan arus dapat dilakukan
dengan cara-cara berikut:
1. Pengaturan dengan pemberian kesempatan jalan
Fasilitas pengaturan yang riil berupa rambu atau marka jalan. pengaturan ini
menitikberatkan pada pemberian hak jalan pada kendaraan lain ketika
memasuki simpang dengan pembagian:
a. Memberi hak jalan pada kendaraan yang lebih dahulu memasuki
simpang.
b. Memberi hak jalan pada kendaraan yang berada pada posisi lebih kiri
daripada kendaraan tinjauan.
c. Kendaraan yang hedak belok ke arah kanan pada suatu persimpangan
diwajibkan memberi hak jalan kepada kendaraan dari arah lainnya.
d. Memberi hak jalan pada penyeberang jalan yang menyentuh garis marka
penyeberangan/zebra cross
Dipasang pada arah jalan minor, pengemudi wajib memperlambat laju
kendaraan dan meneruskan perjalanan bila kondisi lalu lintas cukup aman.
3. Dengan rambu stop
Pengemudi wajib berhenti, dipasang di jalan minor
4. Kanalisasi simpang
Untuk mengarahkan kendaraan atau memisahkannya dari arah pendekatyang
akan belok ke kiri, lurus dan kanan. Berupa pulau dengan kerb yang lebih
tinggi dari jalan atau hanya berupa garis marka jalan.
5. Dengan bundaran (Roundabout)
Berupa pulau ditengah-tengah simpang yang lebih tinggi dari permukaan
jalan rata-rata dan bukan berupa garis marka. Berfungsi untuk mengarahkan
dan melindungi kendaraan yang akan belok kanan.
6. Pembatasan belok
Untuk mengurangi jumlah konflik. Cara pengaturan yang dilakukan yaitu:
a. Larangan belok kiri
Akan terjadi konflik dengan pejalan kaki sehingga kendaraan harus
berhenti yang mengakibatkan kendaraan di belakang ikut pula berhenti.
b. Larangan belok kanan
Kendaraan yang belok ke kanan harus menempuh arus lurus sampai pada
tempat yang dipandang aman lalu berputar arah kemudian belok ke kiri.
7. Dengan lampu lalu lintas
Tujuannya yaitu untuk mencegah konflik kendaraan berdasarkan interval
waktu.
Bentuknya berupa jembatan layang (fly over) atau terowongan bawah tanah.
Berfungsi untuk mencegah konflik antar kendraan berdasarkan interval ruang.
II.2 ARUS JENUH DAN WAKTU SIKLUS OPTIMUM
Arus jenuh (saturation flow) adalah arus keberangkatan maksimum yang
dapat dihasilkan dari suatu lengan persimpangan selama selang waktu hijau tertentu
(smp/waktu hijau) yang merupakan fungsi dari lebar efektif lengan persimpangan
(Ofyar Z. Tamin, 2008). Atau arus jenuh (saturation flow) juga dapat di defenisikan
sebagai tingkat laju maksimum arus yang dapat melewati pendekat simpang atau
kelompok lajur lalu lintas yang ada dengan asumsi bahwa pendekat atau lajur
kelompok memiliki 100% dari waktu nyata yang tersedia sebagai waktu hijau efektif
(Mc. Shane dan Ross, 1990). Arus jenuh biasanya dinyatakan dalam kendaraan per
jam waktu hijau.
Tabel 2.1 Hubungan Antara Arus Jenuh Dengan Lebar Efektif Lengan Persimpangan
Lebar Lengan
(m)
3,05 3,35 3,50 3,65 4,25 4,60 4,90 5,20 5,20-18,30
Arus Jenuh
(smp/jam)
1850 1875 1900 1950 2075 2250 2475 2700 525 x W
Sumber: Ofyar Z. Tamin, 2008
Waktu siklus optimum (optimum cycle time) didefenisikan sebagai selang
waktu antara nyalanya sinyal hijau pada suatu fase dengan nyalanya sinyal hijau
berikutnya pada fase yang sama (Ofyar Z. Tamin, 2008).
0 =
1,5 +5
II.3 LAMPU LALU LINTAS
Suatu metode yang paling efektif untuk mengatur lalu lintas di persimpangan
adalah dengan menggunakan lampu lalu lintas. Menurut C. Jotin Khisty (2003),
lampu lalu lintas adalah sebuah alat elektrik (dengan sistem pengatur waktu) yang
memberikan hak jalan pada satu arus lalu lintas atau lebih sehingga aliran lalu lintas
ini bisa melewat persimpangan dengan aman dan efisien. Clarkson H. Oglesby
(1999) menyebutkan bahwa setiap pemasangan lampu lalu lintas bertujuan untuk
memenuhi satu atau lebih fungsi-fungsi yang tersebut di bawah ini:
1. Mendapatkan gerakan lalu lintas yang teratur.
2. Meningkatkan kapasitas lalu lintas pada perempatan jalan.
3. Mengurangi frekuensi jenis kecelakaan tertentu.
4. Mengkoordinasikan lalu lintas di bawah kondisi jarak sinyal yang cukup baik,
sehingga aliran lalu lintas tetap berjalan menerus pada kecepatan tertentu.
5. Memutuskan arus lalu lintas tinggi agar memungkinkan adanya
penyeberangan kendaraan lain atau pejalan kaki.
6. Mengatur penggunaan jalur lalu lintas.
7. Sebagai pengendali ramp pada jalan masuk menuju jalan bebas hambatan
(entrance freeway).
8. Memutuskan arus lalu lintas bagi lewatnya kendaraan darurat (ambulance)
atau pada jembatan gerak.
Di lain pihak, Clarkson H. Oglesby (1999) menyebutkan bahwa terdapat
hal-hal yang kurang menguntungkan dari lampu lalu lintas, antara lain adalah:
2. Pelanggaran terhadap indikasi sinyal umumnya sama seperti pada
pemasangan khusus.
3. Pengalihan lalu lintas pada rute yag kurang menguntungkan.
4. Meningkatkan frekuensi kecelakan, terutama tumbukan bagian belakang
kendaraan dengan pejalan kaki.
II.3.1 Daya Guna Lampu Lalu Lintas
Daya guna lampu lalulintas pada simpang dapat dievaluasi dari seberapa jauh
suatu sistem lampu lalulintas dapat memenuhi fungsi yang diharapkan, yaitu:
Mengurangi waktu tundaan
Meningkatkan kapasitas simpang
Sedapat mungkin mempertahankan laju pergerakan
Fasilitas penyebrangan bagi pejalan kaki
Meningkatkan keselamatan
Jumlah dan tingkat kecelakaan merupakan ukuran dari tiap kecelakaan yang
mungkin terjadi untuk menentukan daya guna keselamatan pada simpang. Tundaan
dan kapasitas simpang sangat tergantung dari lay-out geometrik simpang, konflik
arus lalulintas dan metode pengendalian simpang yang dipakai.
II.3.2 Pengaturan Waktu Lalu Lintas
Dalam pengoperasian sinyal lampu lalulintas dapat dikategorikan kepada
jenis perlengkapan yang digunakan, yaitu:
1. Operasional waktu sinyal tetap (Fixed Time Operation)
Simpang dengan pengaturan waktu lampu lalulintas tetap (Fixed Time
Operation) dalam pengoperasiannya menggunakan waktu siklus dan panjang
tertentu. Panjang siklus dan fase adalah tetap selama interval tertentu,
sehingga tipe ini merupakan bentuk pengendalian lampu lalulintas yang
paling murah dan sederhana.
Pada keadaan tertentu, tipe ini tidak efisien dibandingkan tipe aktual
karena tidak memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi pada volume
arus lalulintas. Sehingga untuk kebutuhan pengendalian dimana lebih baik
jika dipakai lebih dari satu pengaturan (multi-setting) untuk situasi yang
berbeda dalam satu hari. Pada umumnya periode waktu berhubungan dengan
waktu sibuk dalam satu hari yaitu pagi, siang hari dan sore hari.
2. Operasional sinyal tidak tetap (Actuated Operation)
Sistem ini mengatur waktu siklus dan panjang fase secara berkelanjutan
disesuaikan dengan kedatangan arus lalulintas setiap saat. Kemudian ditentukan
nilai waktu hijau maksimum dan minimum. Alat detektor dipasang disetiap
cabang simpang untuk mendeteksi kendaraan yang lewat, kemudian data
disimpan dalam memori lalu diolah untuk mendapatkan nilai tambah waktu
diatas nilai waktu hijau minimum untuk suatu cabang simpang. Oleh karena itu
sistem pengaturan ini sangat peka terhadap situasi dan sangat efektif jika
diterapkan meminimumkan tundaan pada simpang tersebut.
Terdapat dua jenis traffic actuated operation, yaitu semi actuated
operation dan fully actuated operation. Operasional waktu sinyal separuh
nyata (semi actuated operation) ditetapkan pada simpang dimana arus
lalulintas pada jalan utama jauh lebih besar daripada jalan yang lebih kecil.
Sebuah alat deteksi dipasang dijalan minor untuk mengetahui kedatangan
kendaraan dari jalan tersebut, dan diatur sedemikian rupa sehingga jalan
Operasional waktu sinyal yang nyata (fully actuated operation)
ditempatkan pada simpang dimana arus lalulintas relatif sama di setiap
cabang simpang tetapi distribusinya bervariasi dan berfluktuasi. Detektor
ditempatkan disetiap cabang simpang. Pada simpang fully actuaded operation
ini untuk tiap–tiap cabang simpang ditentukan waktu hijau maksimum dan
minimumnya.
Arus lalu lintas yang memasuki suatu simpang akan bervariasi dari
waktu kewaktu selama satu hari, sehingga akan dibutuhkan waktu siklus yang
bervariasi. Kondisi ini tidak menjadi masalah bagi sistem pengaturan traffic
actuaded operation, sedangkan untuk pengaturan lampu lalulintas waktu
tetap perlu ditentukan waktu siklus yang dapat menghindari terjadinya
tundaan yang berlebihan pada suatu arus lalulintas tinggi.
Keuntungan yang dapat diperoleh dengan pengoperasian waktu sinyal
tetap (fixed time operation) adalah :
Waktu mulai (start) dan lama interval yang tetap sehingga
memudahkan untuk mengkoordinasikannya dengan lampu lalulintas
yang berdekatan.
Tidak dipengaruhi kondisi arus lalulintas pada suatu waktu tertentu.
Lebih dapat diterima pada kawasan dengan volume arus pejalan kaki
yang tetap dan besar.
Biaya instalasi yang lebih murah dan sederhana serta perawatan yang
lebih mudah.
Keuntungan pemakaian lampu lalulintas dengan waktu tidak tetap
(actuated operation) adalah :
Efesiensi persimpangan maksimum karena lama tiap fase disesuaikan
dengan volume pergerakan yang melewati persimpangan.
Dapat menyediakan fasilitas berhenti (stop) dan jalan (go) secara terus
menerus tanpa penundaan yang berarti.
Secara umum menurunkan tundaan pada persimpangan terisolasi.
II.3.3 Parameter-Parameter Pengaturan Lampu Lalu lintas
Parameter-parameter yang biasa digunakan dalam perencanaan waktu
lampu lalulintas adalah :
1. Fase Sinyal
Pemilihan fase pergerakan tergantung dari banyaknya konflik
utama, yaitu konflik yang terjadi pada volume kendaraan yang cukup
besar. Menurut MKJI, 1997 Jika fase sinyal tidak diketahui, maka
pengaturan dengan dua fase sebaiknya digunakan sebagai kasus dasar.
Pemisahan gerakan-gerakan belok kanan biasanya hanya dilakukan
berdasarkan pertimbangan kapasitas kalau gerakan membelok melibihi
200 smp/jam.
2. Waktu Antar Hijau (Intergreen periode)
Waktu antar hijau atau intergreen periode adalah waktu yang
diperlukan untuk pergantin antara waktu hijau pada suatu fase awal ke
suatu fase berikutnya, merupakan periode kuning dan merah semua
Waktu minimum yang diperuntukkan pada periode ini adalah
selama 4-6 detik. Atau dimana waktu semua sinyal beberapa saat tetap
sebelum pergantian sinyal berikutnya yang disebut antara (interval) dan
pertukaran tersebut selama waktu kuning (amber) dan merah semua (all
red) yang disebut pertukaran antara (change interval).
Kendaraan yang akan membelok kekanan dapat bergerak
membelok kekanan selama intergreen periode ini. Intergreen periode
juga merupakan penjumlahan antara waktu kuning, dalam desain
umumnya diambil selama 3 detik, dengan waktu all red, dalam desain
umumnya diambil selama 2 detik. Waktu merah semua ini dipergunakan
untuk membersihkan (clearence time) daerah persimpangan dari
kendaraan yang terjebak saat melintasi persimpangan.
sebelum pergerakan fase selanjutnya. Lama waktu antar hijau
bergantung pada ukuran lebar persimpangan dan kecepatan kendaraan.
Di Indonesia waktu antar hijau dialokasikan sebagaimana yang
ditunjukkan dalam tabel 2.1:
Tabel 2.2 Nilai Normal Waktu Antar Hijau
Ukuran Simpang Lebar jalan rata-rata
(m)
Nilai Lost Time (LT) (detik/fase)
Kecil 6-9 4
Sedang 10-14 5
Besar ≥14 ≥6
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
3. Arus Lalu Lintas
Perhitungan dilakukan per satuan jam untuk satu atau lebih periode,
pagi, siang dan sore. Arus lalu-lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok-kiri
QLT, lurus QST dan belok-kanan QRT) dikonversi dari kendaraan
per-jam menjadi satuan mobil penumpang (smp) per-per-jam dengan
menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk
masing-masing pendekat terlindung dan terlawan:
Tabel 2.3 Nilai Ekivalen Mobil Penumpang
Jenis kendaraan Emp untuk tipe pendekat
Terlindung Terlawan
Kendaraan Ringan (LV)
Kendaraan Berat (HV)
Sepeda Motor (MC)
1,0
1,3
0,2
1,0
1,3
0,4
Sumber : MKJI, 1997
Arus berangkat juga terus berlangsung selama waktu kuning dan
merah-semua hingga turun menjadi 0, yang biasanya terjadi 5 - 10 detik
setelah awal sinyal merah.
Permulaan arus berangkat menyebabkan terjadinya apa yang
disebut sebagai 'Kehilangan awal' dari waktu hijau efektif, arus berangkat
setelah akhir waktu hijau menyebabkan suatu 'Tambahan akhir' dari waktu
hijau efektif. Jadi besarnya waktu hijau efektif, yaitu lamanya waktu hijau
di mana arus berangkat terjadi dengan besaran tetap sebesar S, dapat
kemudian dihitung sebagai:
Waktu Hijau Efektif = Tampilan waktu hijau - Kehilangan awal + Tambahan akhir
4. Arus Jenuh (Saturation Flow)
Kapasitas suatu simpang ditentukan oleh kapasitas tiap-tiap cabang
simpang pada suatu persimpangan. Dua faktor yang menentukan kapasitas
cabang simpang yaitu, kondisi fisik cabang simpang, seperti lebar jalan,
jari-jari belok dan kelandaian cabang simpang serta jenis kendaraan yang akan
melalui simpang tersebut. Kapasitas suatu cabang simpang yang ditentukan
berdasarkan pada kondisi fisik cabang simpang pada suatu persimpangan
ditunjukkan oleh suatu parameter yang disebut arus jenuh (saturation flow).
Arus jenuh adalah antrian arus lalulintas pada saat awal waktu hijau
yang dapat melewati garis stop pada suatu lengan secara terus menerus
selama waktu hijau dari suatu antrian tidak terputus. Arus lalulintas jenuh
pada suatu persimpangan merupakan kapasitas lengan tersebut persiklus.
Secara ideal pengukuran arus jenuh lebih baik dilakukan di
lapangan, akan tetapi pengukuran arus jenuh dengan estimasi diperlukan
ketika akan dilakukan pemasangan lampu lalulintas pada persimpangan
setting) yang telah ada berkenaan dengan perubahan geometri
persimpangan, alokasi lajur dan susunan fase.
Estimasi arus jenuh didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya
dari sejumlah persimpangan pada masa tertentu. Aspek-aspek yang
mempengaruhi arus jenuh secara umum adalah faktor lingkungan, tipe
lajur, kemiringan dan komposisi lalulintas. Estimasi empiris yang pernah
dilakukan pada setiap metode pengukuran arus jenuh dikembangkan atas
dasar pertimbangan pengaruh faktor-faktor tersebut.
Gambar 2.8 Model dasar untuk arus jenuh (Akcelik 1989)
Gambar 2.7 Model dasar untuk arus jenuh
Sumber: Akcelik 1989
II.4 ANALISA KINERJA SIMPANG BERSINYAL
Simpang bersinyal adalah suatu persimpangan yang terdiri dari beberapa
Berdasarkan MKJI 1997, adapun tujuan penggunaan sinyal lampu lalu lintas (traffic
light) pada persimpangan antara lain:
1. Menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik arus lalu lintas
kendaraan dari masing-masing lengan.
2. Memberi kesempatan kepada kendaraan/dan pejalan kaki yang berasal dari
jalan kecil untuk memotong ke jalan utama.
3. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan antara
kendaraan-kendaraan dari arah yang bertentangan.
Kinerja suatu persimpangan dapat dilihat dari beberapa parameter pada
persimpangan. Salah satu parameter ini adalah waktu tundaan per mobil yang
dialami oleh arus yang melalui simpang. Tundaan terdiri atas tundaan geometri
(geometric delay) dan tundaan lalu lintas (traffic delay). Tundaan geometri
(geometric delay) adalah waktu menunggu yang disebabkan oleh perlambatan dan
percepatan kendaraan yang membelok di simpangan dan/atau yang terhenti oleh
lampu merah. Sedangkan tundaan lalu lintas (traffic delay) adalah waktu menunggu
yang disebakan oleh interkasi lalu lintas dengan gerakan lalu lintas. Parameter
persimpangan yang lain adalah angka henti dan rasio kendaraan terhenti pada suatu
sinyal. Nilai angka henti merupakan jumlah berhenti kendaraan rata-rata akibat
adanya hambatan samping, juga termasuk kendaraan berhenti berulang-ulang dalam
suatu antrian. Sedangkan rasio kendaraan yang terhenti menggambarkan rasio dari
arus lalu lintas yang terpaksa terhenti sebelum mencapai garis henti. Kendaraan yang
berhenti ini akibat adanya pengendalian sinyal. Hal lain yang perlu juga mendapat
Parameter-parameter ini yang mampu menggambarkan hambatan-hambatan yang
terjadi pada suatu persimpangan.
Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna pada traffic light (merah,
kuning, hijau) dilakukan untuk dapat memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu
lintas yang saling bertentangan dalam dimensi waktu yang terjadi bersamaan.
Konflik-konflik gerakan lalu lintas di persimpangan bersinyal dapat dibagi menjadi
dua, yaitu konflik-konfik utama dan konflik-konflik kedua, yang dapat dilihat pada
Gambar 2.6 berikut ini.
Gambar 2.8 Konflik-konflik pada simpang bersinyal empat lengan
Sumber: MKJI, 1997
Pada dasarnya jumah potensial terjadinya titik-titik konflik di persimpangan
tergantung pada beberapa faktor, seperti jumlah kaki persimpangan yang ada, jumlah
lajur pada setiap kaki persimpangan, jumlah pergerakan yang ada dan sistem
pengaturan yang ada.
Sinyal persimpangan biasanya memberi waktu untuk pergerakan dengan
membagi pergerakan ke dalam beberapa fase, biasanya antara dua atau empat fase.
Dalam menganalisis fase-fase ini dibutuhkan definisi dari terminologi yang
pembelokan kanan yang terlindungi, yang fungsinya adalah untuk melindungi
mobil-mobil yang berbelok dari pergerakan mobil-mobil lurus yang berlawanan. Dengan adanya
fase khusus untuk belok, pergerakan belok dapat menjadi lancar dibandingkan
pembelokan yang dibolehkan tetapi tidak terlindung.
Untuk menganalisis simpang bersinyal ada beberapa metode yang dipakai,
yaitu:
a. Metode MKJI 1997
b. Metode USHCM 1994
c. Metode Akcelik (Australia)
d. Metode SIDRA
e. Metode Webster
Dalam penelitian ini digunakan dua metode analisis dalam menganalisis
simpang bersinyal, yakni:
II.4.1 Metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997
Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) adalah panduan yang diperlukan
untuk perencanaan, perancangan dan operasi fasilitas lalu lintas jalan di Indonesia.
Perangkat lunak KAJI merupakan metode perhitungan yang dikembangkan dalam
MKJI. Tujuannya adalah menganalisis kapasitas dan perbedaan kinerja dari fasilitas
lalu lintas jalan (misalnya: ruas jalan, simpang, dll) pada geometri dan arus lalu lintas
yang ada.
KAJI (Kapasitas Jalan Indonesia) adalah suatu program komputer yang
digunakan sebagai alat untuk menganalisa tentang rencana, desain atau operasional
dari bentuk-bentuk lalu lintas atau persimpangan yang ada. KAJI menggunakan
Gambar 2.9 Tampilan Software KAJI
Adapun tingkat kinerja jalan yang diukur pada Manual Kapasitas Jalan
Indonesia 1997 adalah panjang antrian (queue length/QL), jumlah kendaraan terhenti
(number of stopped vehicles/Nsv) dan tundaan (delays/D) (Manual Kapasitas Jalan
Indonesia, 1997).
Metodologi untuk analisa simpang bersinyal yang diuraikan dibawah ini,
didasarkan pada prinsip-prinsip utama sebagai berikut:
a. Geometrik
Satu lengan simpang dapat terdiri lebih dari satu pendekat, yaitu dipisahkan
menjadi dua atau lebih sub pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan belok kanan
dan/atau belok kiri mendapat sinyal hijau pada fase yang berlainan dengan
lalu lintas yang lurus, atau jika dipisahkan secara dalam pendekat. Untuk
masing-masing pendekat atau sub pendekat lebar efektif (We) ditetapkan
dengan mempertimbangkan denah dari bagian masuk dan keluar suatu
simpang dan distribusi dari gerakan-gerakan membelok.
b. Arus Lalu lintas
Perhitungan dilakukan per satuan jam untuk satu atau lebih periode, misalnya
didasarkan pada kondisi arus lalu lintas rencana jam puncak pagi, siang dan
belok kanan Qrt) dikonversi dari kendaraan per jam menjadi satuan mobil
penumpang (smp) per jam dengan menggunakan ekivalensi kendaraan
penumpang (emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlaawan.
c. Model dasar
Kapasitas pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai berikut:
C = S x g/c...(2.2)
Dimana:
C = Kapasitas (smp/jam)
S = Arus Jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat
selama sinyal hijau (smp/jam hijau = smp per jam hijau)
g = Waktu Hijau (det)
c = Waktu Siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang
lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang sama).
Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian antara arus jenuh
dasar (So) yaitu arus jenuh pada keadaan standar, dengan faktor penyesuaian
(F) untuk penyimpangan dari kondisi sebenarnya, dari suatu kumpulan
kondisi-kondisi (ideal) yang telah ditetapkan sebelumnya.
= � 1 � 2� 3� 4� … … …. .� ...(2.3)
Untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari
lebar efektif pendekat (We)
So = 600 x We...(2.4)
Penyesuaian kemudian dilakukan untuk kondisi-kondisi berikut ini:
- Ukuran kota CS, jutaan penduduk
Jalan dan kendaraan tak bermotor
- Kelandaian G, % NAIK (+), atau turun (-)
- Parkir P, jarak garis henti-kendaraan parkir pertama
- Gerak membelok RT, % belok kanan
LT, % belok kiri
d. Penentuan Waktu Sinyal
Penentuan waktu sinyal untuk keadaan dengan kendali waktu tetap dilakukan
berdasarkan metode webster (1996) untuk meminimumkan tundaan total pada
suatu simpang. Pertama-tama ditentukan waktu siklus (c), selanjutnya waktu
hijau (gi) pada masing-masing fase (i).
Waktu Siklus
� = 1.5 � +5
(1− � )...(2.5) Dimana :
c = Waktu siklus sinyal (detik)
LTI = Jumlah waktu hilang per siklus (detik)
FR = Arus dibagi dengan arus jenuh (Q/S)
� = Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat
pada suatu fase sinyal
E( � ) = Rasio arus simpang = jumlah � dari semua fase pada
Grafik 2.1 Rasio Arus Persimpangan
Jika waktu siklus tersebut lebih kecil dari nilai ini maka ada resiko serius
terjadinya lewat jenuh pada simpang tersebut. Waktu siklus yang terlalu
panjang akan menyebabkan meningkatnya tundaan rata-rata. Jika nilai
E( � ) mendekati atau lebih dari 1 maka simpang tersebut adalah lewat
gi = Tampilan waktu hijau pada fase i (detik)
kinerja suatu simpang bersinyal pada umumnya lebih peka terhadap
kesalahan-kesalahan dalam pembagian waktu hijau daripada terhadap terlalu
panjang waktu siklus. Penyimpangan kecilpun dari rasio hijau (g/c) yang
ditentukan dari rumus diatas menghasilkan bertambah tingginya tundaan
Kapasitas pendekat diperoleh dengan perkalian arus jenuh dengan rasio hijau
(g/c) pada masing-masing pendekat.
Derajat kejenuhan diperoleh sebagai:
DS = Q/C = (Qxc) / (Sxg)...(2.7)
f. Perilaku Lalu Lintas
Berbagai ukuran perilaku lalu lintas dapat ditentukan berdasarkan pada arus
lalu lintas (Q), derajat kejenuhan (DS) dan waktu sinyal (c dan g).
II.4.1.1 Panjang Antrian
Jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai
jumlah smp yang tersisa dari fase sebelumnya (NQ1) ditambah jumlah smp yang
datang selama fase merah (NQ2)
NQ = NQ1 + NQ2...(2.8)
Panjang antrian (QL) diperoleh dari perkalian (NQ) dengan luas rata-rata
yang dipergunakan per smp (20m²) dan pembagian dengan lebar masuk.
= � � 20� ...(2.9)
II.4.1.2 Angka Henti
Angka henti (NS), yaitu jumlah berhenti rata-rata per kendaraan (termasuk
berhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati suatu simpang, dihitung sebagai:
NS = 0.9 x (NQ / Qxc) x 3600...(2.10)
Dimana c adalah waktu siklus (det) dan Q arus lalu lintas (smp/jam) dari
II.4.1.3 Rasio Kendaraan Terhenti
Rasio kendaraan terhenti , yaitu rasio kendaraan yang harus berhenti
akibat sinyal merah sebelum melewati suatu simpang, i dihitung sebagai
= min( , 1)...(2.11)
Dimana NS adalah angka henti dari suatu pendekat
II.4.1.4 Tundaan
Tundaan pada suatu simpang dapat terjadi karena dua hal:
1. Tundaan lalu lintas (DT) karena interaksi lalu lintas dengan gerakan
lainnya pada suatu simpang.
2. Tundaan geometrik (DG) karena perlambatan dan percepatan saat
membelok pada suatu simpang dan atau terhenti karena lampu merah.
Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat j dihitung sebagai:
= + ...(2.12)
Dimana :
= Tundaan rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
= Tundaan lalu lintas rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
= Tundaan geometrik rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dari
rumus berikut (didasarkan pada Akcelik 1988):
=�� 0.5 � (1− )2
(1− � ) +
1� 3600
...(2.13)
Dimana:
= Rasio hijau (g/c)
= Derajat Kejenuhan
= Kapasitas (smp/jam)
1 = Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau
Tundaan Geometrik rata-rata pada suatu pendekat j dapat diperkirakan
sebagai berikut:
= 1− � � 6 + ( � 4)...(2.14)
Dimana :
DGj = Tundaan geometrik rata-rata pada pendekat j (det/smp)
= Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat
= Rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat
Nilai normal 6 detik untuk kendaraan belok tidak berhenti dan 4 detik untuk
yang berhenti didasarkan anggapan-anggapan: 1) kecepatan = 40 km/jam ; 2)
kecepatan belok tidak berhenti = 10 km/jam; 3) percepatan dan perlambatan
= 1,5 m/det²; 4) kendaraan berhenti melambat untuk meminimumkan
tundaan, sehingga menimbulkan hanya tundaan percepatan.
II.4.1.5 Sistem Operasi KAJI
Data input dalam operasi KAJI adalah sebagai berikut:
1. Form SIG-I
Merupakan form untuk proses input data seperti:
Geometri persimpangan seperti jumlah penduduk kota, LTOR diijinkan
atau tidak, lebar jalan, lebar LTOR, menentukan model persimpangan, dan
Fase dari lampu lalu lintas di persimpangan tersebut, baik mengenai
lamanya siklus waktu, waktu hijau, merah, kuning.
Lingkungan jalan persimpangan tersebut sebagai permukiman (RES),
komersial (COM), akses terbatas (RA)
2. Form SIG-II
Merupakan form untuk proses input data sebagai berikut:
Volume arus lalu lintas sebelum dikonversi menjadi smp/jam, dan meliputi
data-data untuk mobil, bis/truk, sepeda motor, dan kendaraan yang tidak
bermotor.
3. Form SIG-III
Merupakan form untuk proses input data clearance time dan lost time.
4. Form SIG-IV
Merupakan form untuk proses input dan output data, dimana input datanya
adalah sebagai berikut:
Menentukan sifat pergerakannya bersifat protected atau oppsed,
Memasukkan nilai anjusted base saturation flow.
Sedang hasil output dari form ini adalah:
Kapasitas
Derajat kepadatan
5. Form SIG-V
Merupakan form untuk proses output data, di mana data-data yang dihasilkan
adalah:
Keterlambatan dan tingkat pelayanan,
Perhentian,
Derajat kepadatan, dan
Kapasitas.
Sistem operasi KAJI adalah sebagai berikut:
1. Jalankan program KAJI dengan membuka file KAJI.EXE yang berada di
desktop,
2. Kemudian muncul jendela pilihan untuk membuka file baru atau loading file
yang lama,
3. Tekan menu ‘form, kemudian pilih SIG-I dan input data untuk nama kota,
jumlah penduduk, nama persimpangan, jumlah fase, waktu hijau, waktu
intergreen, approach identity, road environment, (COM, RES, RA), friction,
ada/tidaknya median, gradient jalan, ada/tidaknya LTOR, lebar jalan, keluar
masuk, lebar LTOR, jalur belok kanan esklusif.
4. Tekan menu ‘form’, kemudian pilih SIG-II untuk data volume arus lalu lintas
yang dapat berupa:
Light vehicle (LV), meliputi mobil, taksi, angkot,
Heavy vehicle (HV), meliputi bis atau truk,
Motorcycle (MC) meliputi sepeda motor, vespa,
Unmotorised vehicle (UV) meliputi becak dan sepeda.
5. Tekan menu ‘form’, kemudian pilih SIG-IV untuk input data faktor protected
atau opposed dari persimpangan tersebut, dan juga untuk memasukkan nilai
adjusted arus kepadatan, dan hasil output yang didapat adalah nilai derajad
6. Kemudian tekan ‘form’ lagi dan pilih menu SIG-V untuk input data
probability for overloading, dan hasil output yang kita peroleh adalah
Gambar 2.10 Sistem Operasi KAJI
II.4.2 Signalized Intersection Design and Research Aid (SIDRA)
SIDRA Intersection (sebelumnya disebut SIDRA dan aaSIDRA) adalah paket
perangkat lunak yang digunakan untuk persimpangan (junction) kapasitas, tingkat
pelayanan, dan analisis kinerja oleh lalu lintas desain, operasi dan profesional
perencanaan. Pertama kali dirilis pada tahun 1984.
Pengoperasian sinyal lalu lintas secara umum dapat dibedakan dalam dua
kategori yaitu sistem sinyal fixed time dan traffic responsive. Pada sistem sinyal tetap
sistem operasi menggunakan wakt siklus yang tetap, tetapi kita juga dapat melakukan
beberapa rencana waktu siklus misalkan pembedaan waktu siklus untuk jam sibuk
dan jam tidak sibuk. Sistem responsive adalah sistem pengoperasian sinyal
menggunakan waktu siklus yang disesuaikan dengan kondisi arus lalu lintas di
lapangan. Selain itu sinyal dapat dioperasikan secara individu/tunggal (isolated)
maupun secara teroordinasi, pada sistem tunggal pengaturan sinyal hanya berlaku
pada satu simpang saja sedangkan pada sinyal koordinasi terdapat keterkaitan
pengaturan sinyal lalu lintas antar simpang satu dengan yang lainnya, waktu siklus
yang digunakan adalah sama atau setengahnya.
R. Akcelik (1981) mengembangkan metode untuk menganalisis simpang
bersinyal tunggal dengan menekankan pada pergerakan lalu lintas yang sering
dikenal dengan critical movement, artinya pengaturan sinyal lampu lintas didasarkan
pada pergerakan kendaraan yang paling kritis. Konsep ini berbeda dengan metode
Webster dimana pengaturan sinyal didasarkan pada jumlah fase yang paling sedikit
dengan indikator tundaan minimum sehingga menghasilkan siklus optimum.
Penelitian ini akan menggunakan metode Akcelik untuk menganalisis kinerja
persimpangan yang memiliki lengan empat buah dengan bantuan program SIDRA.
SIDRA singkatan dari Signalised and unsignalised Intersection Design Research
Aid dan digunakan sebagai suatu bantuan untuk mendesain dan mengevaluasi
macam-macam persimpangan sebagai berikut:
Signalised intersection (persimpangan bersinyal),
Roundabout (bundaran),
Two way stop sign control,
All way stop sign control, dan
Give way sign control.
SIDRA menggunakan model analisa lalu lintas secara detail dan digabungkan
dengan metode perkiraan untuk memberikan perkiraan kapasitas dan tampilan
statistic dari keterlambatan, antrian, perhentian, dan lain-lain. Sidra dapat digunakan
untuk:
Memperoleh perkiraan kapasitas dan ciri-ciri tampilan seperti keterlambatan,
antrian, perhentian dan juga pemakaian bahan bakar, emisi polusi serta biaya
Menganalisa beberapa alternatif desain untuk mengoptimalkan desain
persimpangan, menandai tahapan-tahapan dan waktu untuk menentukan
strategi yang berbeda
Melakukan analisa desain
Mendesain panjang jalur yang pendek (pada belokan, jalur daerah parkir dan
hilangnya jalur pada jalan keluar)
Menangani persimpangan yang memiliki lebih dari empat kaki atau
maksimum sampai dengan persimpangan dengan delapan kaki
Menganalisa akibat dari kendaraan berat pada persimpangan
Menganalisa masalah yang rumit dari jalur yang terbagi dan belokan yang
berlawanan serta jalur pendek pada hulu dan hilir
Menentukan waktu tanda lampu bagi setiap geometrik persimpangan
sesederhana mungkin sesuai dengan penyusunan taraf yang komplek
Menganalisa kondisi tingkat kepadatan yang tinggi dengan menggunakan
Sidra.
II.4.2.1 Rumus-rumus yang Digunakan dalam Analisa Sidra
Perhitungan waktu siklus pada Sidra ditentukan pada rumus P = D +KH,
dimana k adalah hukuman perhentian (stop penalty), D adalah total tundaan dan H
adalah angka henti. Dari rumus diatas dibuat formula menurut ARR 123 Rahmi
Akcelik
...(2.15)
Dimana : co = waktu siklus k = penalty Stop
Y= ratio arus persimpangan
Kegunaan dari waktu siklus adalah agar mendapatkan hasil keterlambatan dan
antrian yang optimum, karena dengan dengan siklus waktu yang optimum akan
dihasilkan keterlambatan dan antrian yang optimum.
Keterlambatan kendaraan berbeda di antara waktu perjalanan yang terganggu
(opposed) dan yang tidak terganggu (protected). Perkiraan keterlambatan didasarkan
pada metode path race, dimana keterlambatan yang di ambil kendaraan selama
periode analisa (periode arus sibuk). Rata-rata keterlambatan untuk semua kendaraan
berhenti dan tidak berhenti adalah sebagai berikut:
�= dq/360...……(2.16)
Dimana: D = total keterlambatan (kendaraan per jam)
d = rata-rata keterlambatan per kendaraan (detik)
q = rata-rata arus (periode arus sibuk)
Guna dari penghitungan keterlambatan adalah untuk menentukan tingkat
pelayanan dari persimpangan tersebut, dan tingkat pelayanan (LOS) yang ditentukan
oleh keterlambatan. Nilai LOS dapat dilihat pada tabel 4.9 dan batas minimum yang
dianjurkan dalam karya ilmiah ini adalah LOS kelas C.
Tabel 2.4 Tingkat Pelayanan Berdasarkan Keterlambatan
Tingkat Pelayanan