• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. METODE PENELITIAN

3.4. Parameter Pengamatan

3.4.1. Pengukuran Rasio Karbon terhadap Nitrogen Feses Gajah dan Cairan Rumen Sapi

Rasio karbon terhadap nitrogen merupakan indikator yang menunjukkan kualitas nutrisi yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme. Rasio C/N sangat menentukan produksi biogas. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengukuran rasio C/N untuk mengetahui jumlah karbon dan nitrogen yang terkandung di dalam susbtrat dan inokulum yang berguna untuk mendukung pertumbuhan mikroorganisme. Pengukuran rasio C/N dilakukan pada hari ke-0. Nilai rasio C/N dapat diketahui setelah dilakukan pengukuran kadar karbon dan nitrogen organik terlebih dahulu. Setelah mendapatkan nilai konsentrasi karbon dan nitrogen organik, Nilai rasio C/N dapat dihitung dengan rumus: Rasio C/N= 𝐢 π‘œπ‘Ÿπ‘”π‘Žπ‘›π‘–π‘˜

𝑁 π‘œπ‘Ÿπ‘”π‘Žπ‘›π‘–π‘˜. Pengukuran karbon organik dilakukan dengan menggunakan metode spektofotometri. Pertama, dibuat larutan sampel dengan cara, 0,10 g sampel dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, lalu ditambahkan 5 ml K2Cr2O7 dan 7 ml H2SO4, dihomogenkan dan didiamkan selama 30 menit. Selanjutnya, dibuat larutan standar C 250 ppm dari larutan standar 5000 ppm. Sebelumnya, larutan standar 5000 ppm dibuat dengan melarutkan 12,5 g glukosa, 36,60 ml K2Cr2O7

dan 100 ml H2SO4 ke dalam 1000 ml aquades. Kemudian, larutan standar C 250 ppm dibuat dengan melarutkan 5 ml larutan standar C 5000 ppm, 5 ml K2Cr2O7

dan 7 ml H2SO4.

Kemudian dibuat juga larutan blanko sebagai standar C 0 ppm. Larutan sampel, standar C 250 ppm dan 0 ppm masing-masing diencerkan hingga tanda tera 100 ml, lalu ketiganya dihomogenkan dan dibiarkan semalaman. Setelah itu, diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 561 nm. Kadar karbon organik (%) dapat dihitung dengan rumus:

C organik (%)= ppm kurva π‘₯ 100

mg sampelπ‘₯ fk,

dengan keterangan Ppm= konsentrasi contoh yang didapat dari kurva regresi hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikurangi blanko; Fk= Faktor koreksi kadar air= 100/(100-% kadar air).

Pengukuran N organik dilakukan dengan menggunakan metode Kjedahl.

Sampel ditimbang sebanyak 0,25 g, lalu dimasukkan ke dalam tabung digestion Kjedahl, kemudian 1 g campuran selenium reagent dan 2,5 ml H2SO4 pekat ditambahkan ke dalam digestion. Selanjutnya, didestruksi selama 30 menit pada suhu 35Β°C hingga didapat ekstrak berwarna jernih. Kemudian tabung didinginkan dan ekstraknya diencerkan dengan aquades hingga 50 ml, lalu dihomogenkan dan dibiarkan selama satu malam. Pembuatan larutan blanko dilakukan dengan cara yang sama, namun sampel feses diganti dengan aquades.

Hasil ekstraksi kemudian didestilasi. Destilasi dilakukan dengan terlebih dahulu menyiapkan penampung NH3 berupa Erlenmeyer yang telah diisi 10 ml asam borat 1% ditambah dengan 2 tetes indikator Conway. Kemudian, ditambahkan 10 ml NaOH 40% ke dalam labu didih yang berisi ekstrak sampel.

Destilasi dilakukan hingga volume mencapai 50-75 ml atau berubah warna menjadi kehijauan. Hal yang sama dilakukan pada blanko. Lalu destilat ditititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga berwarna merah muda. Volume titrasi sampel dan blanko dimasukkan dalam rumus:

N-organik (%)= (Vc βˆ’ Vb) x N x 14 x 50

10 mlx 100

250 mg x fk,

Dengan keterangan: Vc= ml titrasi sampel; Vb= ml titrasi blanko; N= normalitas larutan H2SO4; 14= berat molekul nitrogen; 100= konversi ke bentuk %; dan Fk=

faktor koreksi kadar air= 100/(100-% kadar air).

3.4.2. Analisis Produksi Biogas

Analisis produksi biogas dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif.

Kuantitas biogas yang dihasilkan dapat diketahui dengan mengukur volume biogas yang tertampung di dalam gas bag. Gas hasil yang tertampung dalam gas bag selama proses fermentasi dimasukkan ke dalam container box berskala yang berisi air dengan volume terukur (2 liter). Pertambahan air pada container box

20

tersebut diasumsikan sebagai volume biogas. Pengukuran volume biogas dilakukan selama proses fermentasi, yaitu pada hari ke-0, 7, 14, 21, dan 28.

Kualitas biogas yang dihasilkan dapat diketahui dengan melakukan pengukuran komposisi biogas menggunakan gas analyzer dan juga uji nyala api.

Biogas diukur menggunakan gas analyzer pada hari ke-7, 14, 21, dan 28 untuk mengetahui komposisi gas yang terbentuk. Gas bag yang mengandung biogas dengan volume terukur (100 ml) dihubungkan dengan selang gas analyzer yang terhubung dengan perangkat komputer.

Selanjutnya, dilakukan uji nyala api untuk mengetahui kualitas biogas dengan melihat warna nyala api yang dihasilkan pada saat pembakaran. Nyala api diuji dengan cara membakar gas yang dikeluarkan dari selang pengeluaran biogas.

Warna biru pada api mengindikasikan gas yang dihasilkan berkualitas baik karena mengandung metana, sedangkan warna kemerah-merahan pada api mengindikasikan adanya gas-gas pengotor dalam biogas (Harahap, 2007).

3.4.3. Pengukuran pH

Pengukuran pH dimaksudkan untuk memonitor salah satu indikator proses fermentasi. Nilai pH sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme dalam fermentor. Oleh karena itu, perlu diketahui nilai pH yang mendukung mekanisme mikroorganisme selama proses fermentasi. Pengukuran pH dilakukan dengan mengambil 10 ml sampel slurry dari fermentor melalui kran plastik yang terpasang pada fermentor. Kemudian dilakukan pengukuran pH dengan menggunakan pH meter pada masing-masing perlakuan setiap interval 7 yaitu pada hari ke-0, 7, 14, 21, dan 28.

3.4.4. Pengukuran Konsentrasi Amonia (NH3)

Pengukuran konsentrasi amonia dilakukan untuk mengetahui konsentrasi amonia selama proses fermentasi biogas. Pengukuran amonia dilakukan dengan metode mikrodifusi Conway (General Laboratory Procedures, 1996) setiap interval 7 hari selama 28 hari. Cawan Conway yang telah dibersihkan diolesi dengan vaselin pada bagian tepinya, pada bagian tengah cawan diteteskan I ml H3BO3, pada bagian kiri diteteskan 1 ml K2CO3 dan pada bagian kanan diteteskan

1 ml sampel. Kemudian cawan digoyangkan agar sampel dan K2CO3 tercampur, lalu didiamkan selama 2 jam hingga terjadi perubahan warna menjadi biru.

Kemudian campuran tersebut dititrasi dengan menggunakan HCl 0,005 N hingga warna berubah menjadi warna awal (merah muda), volume HCl yang digunakan dicatat dan dihitung konsentrasi N-NH3 dengan persamaan:

Konsentrasi NH3( mg

3.4.5. Pengukuran Konsentrasi Volatile Fatty Acids (VFA) Parsial

Volatile Fatty Acids merupakan asam lemak yang penting sebagai nutrisi dalam metabolisme anaerobik. Konsentrasi VFA berpengaruh terhadap produksi biogas yang terbentuk. Pengukuran VFA parsial dilakukan dengan menggunakan alat kromatografi gas (GC) pada hari ke-0 dan ke-28. Sebanyak 1 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf lalu ditambahkan 0,003 g asam sulfo 5 salisilat dihidrat, dihomogenkan. kemudian tabung Eppendorf disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 12.000 rpm pada suhu 7 ΒΊC. Setelah itu, sampel diinjeksikan ke dalam GC. Perbedaan partisi atau absorbsi pada fase diam (kolom) dan fase bergerak (gas) akan muncul puncak di layar monitor GC. VFA sampel dapat diukur dengan melihat kromatogram standar acuan VFA dengan konsentrasi yang telah diketahui. VFA parsial dihitung dengan persamaan:

VFA parsial (mmol/ml) = Luas area VFA sampel x konsentrasi VFA standar x 1000 Luas area VFA standar x berat molekul , Dengan keterangan: BM= Berat Molekul VFA parsial. Sedangkan, kadar VFA total dapat diketahui dengan menjumlahkan seluruh VFA parsial yaitu asam asetat, propionat, dan butirat.

3.4.6. Analisis Mikroorganisme Metanogen

Analisis mikroorganisme metanogen dilakukan dengan pengamatan mikroskopis dan perhitungan mikroorganisme. Pertama, dilakukan pengamatan secara mikrokopis, yaitu dengan mengamati mikroorganisme yang terdapat di

22

dalam sampel menggunakan mikroskop yang telah terhubung dengan kamera pada perangkat komputer. Sebelum diamati sampel diambil sebanyak 0,1 ml dari setiap perlakuan dan dimasukkan ke dalam NaCl 0,9 %. Kemudian, dihomogenkan dengan vortex dan dilakukan seri pengenceran hingga pengenceran 10-6. Setelah itu, diambil 0,1 ml sampel pada pengenceran 10-4, 10-5, dan 10-6 (tiga pengenceran terakhir) dari setiap perlakuan, lalu diteteskan di atas kaca objek dan disebarkan hingga membentuk film tipis. Lalu, preparat diberi setetes minyak emersi dan diamati dengan mikroskop pada perbesaran 400 X dan 1000 X. Selama pengamatan, dilakukan dokumentasi untuk setiap perbesaran. Pengamatan dilakukan pada hari ke-0, 7, 14, 21, dan 28.

Kedua, dilakukan perhitungan total bakteri dengan metode Total Plate Count (TPC) pada hari ke-0, 14, dan 28. Pengujian diawali dengan pembuatan media yang terdiri dari 250 mL aquades, 30 mL makromineral, 0,15 mL mikromineral, dan 10 gr agar. Setelah dihomogenkan, media disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 105o C. Kemudian media dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

media selektif asetotrof yang ditambahkan 25 mL asam cuka, media selektif metilotrof yang ditambahkan 25 mL metanol, media selektif hidrogenotrof yang ditambahkan hidrogen. Setelah itu, masing-masing media dituang ke dalam cawan petri dan didiamkan hingga memadat. Langkah selanjutnya yaitu pengenceran masing-masing perlakuan, sebanyak 0,1 mL sampel dari tiap perlakuan dimasukkan ke microtube yang telah berisi 0,9 mL NaCl. Kemudian, dihomogenkan dan dilakukan seri pengenceran hingga pengenceran 10-10. Lalu, diambil sebanyak 0,1 mL sampel dari 3 seri pengenceran pada masing-masing perlakuan. Pengamatan bakteri asetotrofik dan metilotrofik dilakukan pada pengenceran 10-4, 10-5, dan 10-6. Pengamatan bakteri hidrogenotrofik dilakukan pada pengenceran 10-2, 10-3, dan 10-4. Kemudian, 0,1 mL sampel diinokulasikan ke dalam masing-masing media dengan metode spread plate menggunakan drygalsky. Selanjutnya, media diinkubasi dalam anaerobic jar selama 72 jam.

Koloni bakteri yang tumbuh pada masing-masing media dihitung, perhitungan dilakukan terhadap cawan petri dengan jumlah koloni antara 30-300. Setelah itu, dimasukkan ke dalam rumus untuk mengetahui total bakteri.

Dokumen terkait