• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUKSI BIOGAS DARI FESES GAJAH DENGAN PENAMBAHAN CAIRAN RUMEN SAPI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRODUKSI BIOGAS DARI FESES GAJAH DENGAN PENAMBAHAN CAIRAN RUMEN SAPI"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)PRODUKSI BIOGAS DARI FESES GAJAH DENGAN PENAMBAHAN CAIRAN RUMEN SAPI. SUKMA CHINTYA CAHYARANI. PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020 M / 1441 H.

(2) PRODUKSI BIOGAS DARI FESES GAJAH DENGAN PENAMBAHAN CAIRAN RUMEN SAPI. SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. SUKMA CHINTYA CAHYARANI 1113095000016. PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020 M / 1441 H. ii.

(3) iii.

(4) iv.

(5) PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.. Jakarta, Juli 2020. Sukma Chintya Cahyarani 1113095000016. v.

(6) ABSTRAK. Sukma Chintya Cahyarani. Produksi Biogas dari Feses Gajah dengan Penambahan Cairan Rumen Sapi. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2020. Dibimbing oleh Dr. Megga Ratnasari Pikoli dan Dr. Irawan Sugoro. Feses gajah di Taman Margasatwa Ragunan selama ini hanya dibuang ke dalam lubang galian tanah tanpa ada proses pengelolaan limbah lebih lanjut, sehingga dapat menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya pengelolaan limbah feses gajah dengan memanfaatkannya sebagai substrat dalam produksi biogas dengan penambahan cairan rumen sapi sebagai inokulum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi penambahan cairan rumen terhadap produksi biogas dari feses gajah terhadap volume biogas dan proporsi metana yang dihasilkan. Percobaan dilakukan dalam fermentor berukuran 19 liter selama 28 hari yang terdiri dari perlakuan feses gajah tanpa penambahan cairan rumen sapi, feses gajah dengan penambahan cairan rumen sapi, dan cairan rumen sapi tanpa substrat feses gajah. Setiap perlakuan dilakukan pengukuran volume biogas dan beberapa parameter seperti rasio C/N, pH, VFA, amonia, serta analisis mikroorganisme. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan inokulum cairan rumen sapi sebesar 3,75 liter pada feses gajah sebesar 3,75 kg belum mampu meningkatkan volume biogas dan proporsi metana. Perlakuan tersebut menghasilkan volume biogas 3,63 liter dengan proporsi metana 29,48%, yang lebih rendah dibandingkan tanpa penambahan cairan rumen sapi pada feses gajah, yaitu volume biogas 15,69 liter dengan proporsi metana 84,38%.. Kata Kunci: Biogas, Cairan rumen sapi, Feses gajah. vi.

(7) vii. ABSTRACT. Sukma Chintya Cahyarani. Biogas Production from Elephant Feces with Addition of Cow Rumen Fluid. Undergraduate Thesis. Department of Biology. Faculty of Science and Technology. State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. 2020. Advised by Dr. Megga Ratnasari Pikoli and Dr. Irawan Sugoro. Elephant's feces in Taman Margasatwa Ragunan have only been grounded without any further waste management, which could cause an environment and health problems. Therefore, a management for the feces are needed by utilizing it as substrate in a biogas production and by adding cow’s rumen fluid as an inoculum. This research aim to understand the potential effect of cow’s rumen fluid addition on the volume and methane proportion in the biogas production from elephant's feces. The production took places in a 19 liters fermenter for 28 days, which contain samples of elephant's feces without cow’s rumen fluid, elephant's feces with cow’s rumen fluid, and cow’s rumen fluid without elephant’s feces as a substrate. Every samples have been measured their biogas production volume and other parameters such as C/N ratio, pH, VFA, ammonia, and microorganism analysis. The result shows that the addition of 3,75 liters of cow’s rumen fluid inoculum to 3,75 kg of elephant’s feces could not increase the volume of biogas production and methane proportion, the treatment produce only 3.63 liters of biogas and 29.48% of methane, which is lower than treatment without addition of cow’s rumen fluid which could produce 15.69 liters of biogas and 84.38% of methane proportion. Keyword: Biogas, Cow rumen fluid, Elephant’s feces.

(8) KATA PENGANTAR. Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis `dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ‘Produksi Biogas dari Feses Gajah dengan Penambahan Cairan Rumen Sapi’. Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penyelesaian penyusunan skripsi ini didukung oleh berbagai pihak, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1.. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.. 2.. Dr. Priyanti, M.Si dan Narti Fitriana, M.Si, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus penguji sidang skripsi penulis.. 3.. Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si, selaku Pembimbing I dan Dr. Irawan Sugoro, M.Si, selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk memberikan ilmu, bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama berlangsungnya penelitian dan penyusunan skripsi ini.. 4.. Dr. Nani Radiastuti, M.Si, selaku penguji seminar proposal dan seminar hasil.. 5.. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu dan mendidik penulis selama menuntut ilmu di Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.. 6.. Kedua orang tua yang selalu memberikan doa serta dukungan kepada penulis.. 7.. Ibu Rina, Ibu Dian, dan Ibu Berliana, selaku staf pendidikan Taman Margasatwa Ragunan.. 8.. Pak Dono, Pak Dinar, dan Pak Dedi selaku staf PAIR BATAN, yang banyak membantu penulis. selama penelitian berlangsung.................................... viii.

(9) ix. 9.. Meilani Anggraeni, sahabat sekaligus rekan penelitian penulis.. 10. Dedy Setiawan, yang memberikan doa dan motivasi kepada penulis. 11. Fuad Albani dan Rois Muqsith, yang telah memberikan masukan dan informasi kepada penulis. 12. Teman-teman Biologi angkatan 2013 dan teman-teman seperjuangan selama penelitian yang senantiasa saling mendukung dan mendoakan. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dari semua pihak yang telah mendampingi dan membantu penulis. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis berharap kritik dan saran yang membangun. Demikian, skripsi ini penulis susun, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.. Jakarta, Juli 2020. Penulis.

(10) DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................. iii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN............................................................... iv LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... v ABSTRAK ................................................................................................... vi KATA PENGANTAR .................................................................................. viii DAFTAR ISI ................................................................................................ x DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiv BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1.2. Rumusan Masalah ........................................................................ 1.3. Hipotesis ....................................................................................... 1.4. Tujuan Penelitian .......................................................................... 1.5. Manfaat Penelitian ......................................................................... 1 1 2 2 2 2. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 4 2.1. Feses Gajah ................................................................................... 4 2.2. Cairan Rumen Sapi ....................................................................... 5 2.3. Biogas ........................................................................................... 6 2.3.1. Pengertian Biogas ................................................................ 6 2.3.2. Komponen Penyusun Biogas ............................................... 7 2.4. Tahapan Produksi Biogas .............................................................. 8 2.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Produksi Biogas ........................ 9 2.6. Mikroorganisme dalam Produksi Biogas ....................................... 13 BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................... 3.1. Waktu dan Tempat ........................................................................ 3.2. Alat dan Bahan.............................................................................. 3.3. Cara Kerja ..................................................................................... 3.3.1. Perakitan Fermentor dan Gas Collector ............................... 3.3.2. Persiapan Feses gajah dan Cairan Rumen Sapi .................... 3.3.3. Fermentasi Biogas ............................................................... 3.4. Parameter Pengamatan .................................................................. 3.4.1. Pengukuran Rasio Karbon terhadap Nitrogen Feses Gajah dan Cairan Rumen Sapi ............................................. 3.4.2. Analisis Produksi Biogas ..................................................... 3.4.3. Pengukuran pH .................................................................... 3.4.4. Pengukuran Konsentrasi Amonia ......................................... 3.4.5. Pengukuran Konsentrasi Volatile Fatty Acid (VFA) Parsial . 3.4.6.Analisis Mikroorganisme ..................................................... 3.5. Analisis Data................................................................................. 3.6. Bagan Kerja ................................................................................... x. 15 15 15 15 15 17 17 18 18 19 20 20 21 21 23 24.

(11) xi. BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 4.1. Nilai Rasio Karbon Terhadap Nitrogen Feses Gajah dan Cairan Rumen Sapi ....................................................................... 4.2. Produksi Biogas dan Metana ......................................................... 4.3. Nilai pH ........................................................................................ 4.4. Konsentrasi Amonia ...................................................................... 4.5. Konsentrasi Volatile Fatty Acid (VFA) .......................................... 4.6. Analisis Mikroorganisme ............................................................... 25 25 26 31 33 35 36. BAB V. PENUTUP ...................................................................................... 39 5.1. Simpulan ....................................................................................... 39 5.2. Saran............................................................................................. 39 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 40 LAMPIRAN – LAMPIRAN ......................................................................... 44.

(12) DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Karakteristik kimia fisik feses gajah di Taman Margasatwa Ragunan ........ 4 Tabel 2. Karakteristik cairan rumen sapi ........................................................................ 6 Tabel 3. Komponen utama biogas .................................................................................... 8 Tabel 4. Rasio C/N dari beberapa bahan organik .......................................................... 10 Tabel 5. Mikroorganisme dalam proses produksi biogas ............................................. 14 Tabel 6. Komposisi tiap perlakuan pada penelitian ....................................................... 17 Tebel 7. Hasil pengukuran nilai rasio C/N feses gajah dan cairan rumen sapi .......... 25 Tabel 8. Hasil uji nyala api ............................................................................................... 30. xii.

(13) DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Skema tahapan produksi biogas ............................................................... 9 Gambar 2. Rancangan fermentor penelitian...............................................................16 Gambar 3. Container box ...........................................................................................16 Gambar 4. Bagan kerja penelitian .............................................................................24 Gambar 5. Volume total biogas yang dihasilkan selama masa fermentasi pada setiap perlakuan FA, FR, RA ..................................................................26 Gambar 6. Produksi metana yang dihasilkan selama masa fermentasi (A: Proporsi metana (%) B: Volume metana (L)) pada setiap perlakuan FA, FR, RA .......................................................................................................29 Gambar 7. Hasil uji nyala api pada hari ke-21 dan ke-28 (A dan B: perlakuan feses dan air (FA) hari ke-21 dan 28; C: perlakuan feses dan rumen (FR) hari ke-28) .......................................................................................31 Gambar 8. Nilai pH selama masa fermentasi fermentasi pada setiap perlakuan FA, FR, RA .............................................................................................32 Gambar 9. Konsentrasi amonia selama masa fermentasi fermentasi pada setiap perlakuan FA, FR, RA.............................................................................34 Gambar 10. Konsentrasi VFA parsial hari ke-0 dan ke-28 fermentasi pada setiap perlakuan FA, FR, RA .................................................................36 Gambar 11. Konsentrasi bakteri metanogen di berbagai media fermentasi pada setiap perlakuan FA, FR, RA ..........................................................37. xiii.

(14) DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Hasil Uji Statistik ANOVA Data Produksi Gas ....................................44 Lampiran 2. Hasil Uji Statistik ANOVA Data Total CH4 .........................................46 Lampiran 3. Hasil Uji Statistik ANOVA Data pH Fermentor ...................................48 Lampiran 4. Hasil Uji Statistik ANOVA Data Konsentrasi Amonia Fermentor .......50 Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian .........................................................................52 Lampiran 6. Dokumentasi Mikroorganisme ..............................................................54. xiv.

(15) BAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang Kebun binatang merupakan suatu instansi yang memiliki potensi pariwisata dengan fungsi edukatif dan konservatif. Namun, kebun binatang memiliki dampak negatif karena menghasilkan limbah. Salah satu limbah kebun binatang merupakan limbah organik yang berasal dari feses binatang, seperti feses gajah. Feses gajah banyak tersedia di kebun binatang, Association of Zoo and Aquarium (2003) menyatakan bahwa seekor gajah di kebun binatang dapat mengeluarkan 50-60 kg feses dalam sehari. Taman Margasatwa Ragunan (TMR) merupakan salah satu lembaga konservasi ex-situ di Indonesia, yang saat ini memiliki 14 ekor Gajah Sumatera, 12 ekor merupakan gajah dewasa dan 2 lainnya merupakan anakan. Selama ini limbah feses gajah di TMR hanya dibuang ke dalam lubang galian tanah tanpa adanya proses pengelolaan limbah lebih lanjut (Albani, Pikoli, & Sugoro, 2018). Kondisi tersebut dapat menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan. Keberadaan feses gajah dapat menjadi sumber penyakit dan parasit karena masih mengandung nutrisi yang potensial untuk mendorong kehidupan mikroorganisme patogen. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan limbah feses gajah lebih lanjut. Salah satu teknologi yang dapat dijadikan solusi adalah memanfaatkan feses gajah di TMR sebagai substrat dalam produksi biogas. Cu’ellar & Webber (2008) menyatakan bahwa pemanfaatan kotoran untuk produksi biogas dapat memberikan kontribusi positif dalam mengurangi emisi gas rumah kaca bila diterapkan secara luas dan merata. Kotoran gajah potensial untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan biogas. Sebanyak 3,42 L substrat feses gajah dilaporkan dapat menghasilkan biogas maksimal 3,59 L dengan proporsi metana 38,73% pada perlakuan pakan kombinasi setelah 28 hari fermentasi (Albani, Pikoli, & Sugoro, 2018) Produksi biogas dan proporsi metana dapat ditingkatkan secara biologis dengan penambahan inokulum mikroorganisme................................................................... 1.

(16) 2. Secara alami mikroorganisme selulolitik dan metanogenik dapat ditemukan pada cairan rumen sapi. Penelitian sebelumnya mengenai penambahan cairan rumen sebagai inokulum dalam produksi biogas telah dilakukan Pertiwiningrum, Susilowati, Fitriyanto, & Soeherman (2017) yang menunjukkan bahwa pemberian cairan rumen sapi sebagai inokulum dapat menghasilkan konsentrasi metana maksimum 38,20% selama 20 hari, 10 hari lebih awal dibandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan cairan rumen sapi dengan konsentrasi metana 22,86%. Cairan rumen dapat diperoleh dari limbah Rumah Potong Hewan (RPH). Umumnya, limbah rumen tidak dimanfaatkan dan hanya dibuang ke perairan sehingga dapat mencemari lingkungan sekitar. Pengolahan limbah feses gajah dan cairan rumen sapi tersebut dapat dilakukan secara bersamaan untuk menghasilkan biogas. Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai penggunaan feses gajah dengan penambahan cairan rumen sapi untuk produksi biogas. Maka dilakukan penelitian ini, sehingga dapat mengurangi pencemaran lingkungan sekaligus menghasilkan bahan bakar alternatif. 1.2. Rumusan Masalah Apakah penambahan cairan rumen sapi dapat meningkatkan volume biogas dan proporsi metana dari substrat feses gajah? 1.3. Hipotesis Penambahan cairan rumen sapi dapat meningkatkan volume biogas dan proporsi metana dari substrat feses gajah. 1.4. Tujuan Mengetahui potensi penambahan cairan rumen dalam produksi biogas dari feses gajah terhadap volume biogas dan proporsi metana yang dihasilkan. 1.5. Manfaat Penelitian 1.. Mengurangi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah feses gajah dan limbah cairan rumen sapi.

(17) 3. 2.. Meningkatkan nilai tambah terhadap limbah feses gajah dan cairan rumen sapi. 3.. Memproduksi bahan bakar alternatif..

(18) BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Feses Gajah Gajah merupakan herbivora terbesar di dunia. Gajah membutuhkan makanan sekitar 200-300 kg per hari atau sekitar 5-10 % dari berat tubuhnya (Riba'i, Setiawan, & Darmawan, 2013). Hal tersebut karena sistem pencernaan gajah tidak efisien. Pencernaan gajah hanya mampu menyerap sebagian nutrisi dari makanan yang dicerna dan selebihnya akan dikeluarkan menjadi feses. Secara fisik, feses gajah berbentuk bola yang memiliki diameter sekitar 100150 mm, panjang 70-180 mm, berat sekitar 1-2 kg, dan berserat. Feses gajah mengandung 50-60 % serat, yang berasal dari material tumbuhan yang tidak tercerna (Farah, Amna, Naila, & Ishtiaq, 2014). Rata-rata komposisi kimia feses dari 9 Gajah Afrika di Kenya terdiri dari 6,95 ± 0,21 % protein kasar, 1,108 ± 0,33 % nitrogen, 46,93 ± 1,16 % serat kasar, 2,04 ± 0,085 % kalsium, 0,246 ± 0,013 % fosfat, 0,134 ± 0,008 % natrium, dan 0,577 ± 0,025 % kalium (Fowler & Mikota, 2006). Hasil pengukuran karakteristik kimia fisik feses gajah dalam penelitian Albani, Pikoli, & Sugoro (2018) disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik kimia fisik feses gajah di Taman Margasatwa Ragunan Perlakuan Pakan Parameter Rumput gajah Kombinasi Suhu (oC). 37±1,00. 36±0,58. Rasio C/N. 35,89±2,06. 38,37±3,05. Kadar bahan organik (%). 93,33±2,43. 94,73±0,40. Kadar air (%). 87,99±1,90. 79,13±6,97. (Sumber: Albani, Pikoli, & Sugoro, 2018) Selain. mengandung komponen-komponen kimia,. feses gajah juga. mengandung mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme yang terdapat di dalam feses gajah antara lain Clostridium acetobutylicum, Bifidobacterium minimum,. 4.

(19) 5. Ethanoligenens sp., dan Bifidobacterium sp. (Fiala, Phabjanda, & Maneechom, 2014). Feses gajah merupakan salah satu limbah organik yang dapat digunakan sebagai bahan baku atau substrat untuk memproduksi biogas, karena mengandung karbon, nitrogen, fosfor, dan kalium. Menurut Widodo, Asari, Ana, & Elita (2006), kandungan nutrien utama untuk bahan baku atau substrat biogas adalah nitrogen, fosfor, dan kalium. Beberapa penelitian telah menggunakan feses gajah sebagai bahan baku atau substrat dalam produksi biogas. Berdasarkan hasil penelitian Albani, Pikoli, & Sugoro (2018), dihasilkan volume biogas sebesar 6,08 L/kg dan 3,59 L/kg dari bahan baku feses gajah sebanyak 3,42 L setelah 28 hari. Secara kualitas, biogas yang dihasilkan dari feses gajah cukup potensial. Kandungan gas metana dalam biogas yang berasal dari feses gajah dengan tambahan limbah dapur mencapai 86,3 % pada penelitian Malini & Narayanan (2015). Data tersebut menunjukkan bahwa feses gajah merupakan substrat yang potensial untuk produksi biogas. 2.2. Cairan Rumen Sapi Rumen sapi adalah salah satu bagian lambung sapi. Rumen sapi merupakan media fermentasi bagi populasi mikroorganisme yang hidup dan berperan dalam proses pencernaan pakan. Mikroorganisme rumen mendegradasi pakan secara kimiawi selama proses fermentasi (Kusuryani & Kosasih, 2015). Isi rumen sapi terdiri dari makanan yang belum dicerna secara sempurna, mengandung saliva, mikroba anaerob, protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin. Cairan rumen sapi merupakan fraksi cair yang diperoleh dari isi rumen sapi yang difiltrasi. Cairan rumen sapi selain mengandung mikroorganisme rumen dan enzim-enzim yang disekresikan mikroorganisme rumen, juga mengandung zat-zat makanan hasil perombakan pakan seperti mineral dan vitamin-vitamin yang larut dalam cairan rumen (Budiansyah, Wiryawan, Maggy, & Widyastuti, 2011). Komponen utama yang terdapat pada cairan isi rumen sapi adalah nitrogen, sedangkan kandungan karbonnya rendah (Ihsan, Bahri, & Musafira, 2013). Cairan rumen mengandung berbagai mikroorganisme, yang terdiri dari populasi bakteri, protozoa, jamur, dan archaea yang kompleks, dan menunjukkan.

(20) 6. kemampuan dan aktivitas yang lebih tinggi untuk mendegradasi biomassa lignoselulosa dibandingkan dengan miroorganisme anaerob lainnya (Yue, Li, & Yu, 2012). Mikroorganisme dalam cairan rumen memiliki peranan yang berbedabeda. Bakteri merupakan mikroorganisme yang paling dominan dalam cairan rumen. Konsentrasi bakteri pada cairan rumen sapi mencapai 10 10-1012 per ml cairan (Fatawy, 2016). Selain bakteri, terdapat protozoa yang mencapai 105-106 per ml cairan, dan fungi dilaporkan mencapai 102-105 per ml cairan (McDonald, Edwards, Greenhalgh, & Morgan, 2000). Purbowati, Rianto, Dilaga, Lestari, & Adiwinarti (2014) telah melakukan analisis karakteristik terhadap cairan rumen Sapi Jawa dan Sapi Peranakan Ongole yang disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik cairan rumen sapi Parameter. Sapi Jawa (Jawa bull). Sapi Peranakan Ongole (Ongole Grade bull) 6,67. pH cairan rumen (pH of rumen fluid) 6,83 NH3 cairan rumen (mgN/100ml) (NH3 of 8,75 rumen fluid (mgN/100ml)) VFA cairan rumen (ml/Mol) (VFA of rumen fluid (ml/Mol)) - Asetat (acetate) 28,98 - Propionat (propionate) 8,18 - Butirat (butirate) 6,02 Rasio asetat: propionat (acetat: propionate 3,77 ratio) Jumlah protozoa per µl cairan rumen (number 64,12 of protozoa per µl rumen fluid) Jumlah bakteri (cfu/g) (number of bacteria 2,7 x 107 (cfu/g)) Jumlah jamur (cfu/g) (number of fungi 9,3 x 104 (cfu/g)) (Sumber: Purbowati, Rianto, Dilaga, Lestari, & Adiwinarti, 2014). 7,49. 30,89 6,88 5,95 4,44 76,33 2,3 x 108 1,9 x 103. 2.3. Biogas. 2.3.1. Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik, seperti kotoran hewan, kotoran manusia atau sampah organik melalui proses fermentasi di dalam.

(21) 7. biodigester (Wati, Ahda, & Handayani, 2011). Biogas merupakan salah satu hasil sampingan dari pembusukan bahan organik. Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik untuk menghasilkan gas yang sebagian besar berupa metana dan karbondioksida (Megawati & Aji, 2014). Proses dekomposisi tersebut dibantu oleh sejumlah mikroorganisme, terutama bakteri penghasil metana. Secara alami, biogas terbentuk pada sedimen perairan, rumen, tumpukan sampah (Abbasi, Tauseef, & Abbasi, 2012). Biogas dapat digunakan sebagai sumber energi terbarukan. Biogas mengandung sekitar 55-80 % gas metana dan mengandung nilai kalor 20 MJ/m3 (Amini, 2013). Nilai kalor biogas tergantung pada kandungan metana di dalamnya. 1 m3 biogas setara dengan elpiji 0,46 Kg, 0,52 L solar, 0,62 L minyak tanah, 0,80 L bensin dan 3,50 Kg kayu bakar (Widodo, Sari, Ana, & Elita, 2006). Teknologi biogas sudah lama berkembang dan memiliki efisiensi tinggi serta ramah lingkungan dibandingkan dengan energi fosil. Beberapa negara telah mengembangkan dan mengaplikasikan biogas sebagai sumber energi alternatif, antara lain Cina, India, Sri Lanka, Vietnam (Abbasi, Tauseef, & Abbasi, 2012). 2.3.2. Komponen Penyusun Biogas Komponen penyusun dalam biogas sangat bergantung pada jenis bahan baku yang digunakan. Namun, secara umum biogas mengandung sebagian besar gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) serta beberapa kandungan yang terdapat dalam jumlah kecil, antara lain nitrogen (N2), hidrogen sulfida (H2S), hidrogen (H2), amonia (NH3) (Tabel 3). Kandungan yang terdapat dalam biogas merupakan hasil dari proses metabolisme mikroorganisme. Menurut Agus, Faridah, & Wulandari (2014), kebanyakan hasil dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme diubah menjadi metana dibanding CO2. Kandungan yang tersusun dalam biogas dapat memengaruhi sifat dan kualitas biogas sebagai bahan bakar. Semakin tinggi kandungan metana yang terdapat di dalam biogas, maka semakin besar kandungan energi atau nilai kalor pada biogas (Gustiar & Suwignyo, 2014)..

(22) 8. Tabel 3. Komponen utama biogas Jenis Gas. Jumlah. Metana (CH4). 54-70 %. Karbon dioksida (CO2). 27-45 %. Hidrogen. 5-10 %. Hidrogen sulfida (H2S). 0-3 %. Nitrogen (N2). 0,5-3 %. Amonia (NH3). 0-0,5 %. Karbon Monoksida (CO). < 0,2 %. Air (H2O). 0,3 %. (Sumber: Deublein & Steinhauser, 2008) 2.3.3. Tahapan Produksi Biogas Biogas diproduksi dengan melewati empat tahapan proses, yaitu hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis dan metanogenesis. Skema tahapan produksi biogas dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan Gambar 1, hidrolisis merupakan tahap awal dalam proses produksi biogas. Tahap hidrolisis ini dibantu oleh mikroorganisme terutama bakteri hidrolitik, bakteri hidrolitik akan menghidrolisis bahan polimer menjadi monomer, seperti glukosa dan asam amino melalui enzim ekstraseluler hidrolitik (selulosa, xilanase, amilase, protease, lipase) yang mereka hasilkan (Christy, Gopinath, & Divya, 2014). Tahap selanjutnya yaitu asidogenesis. Asidogenesis merupakan proses lanjutan dari hidrolisis, pada tahap ini produk hasil hidrolisis dikonversi oleh bakteri asidogenik menjadi produk yang dapat digunakan sebagai substrat oleh metanogenik. Christy, Gopinath, & Divya (2014) menyatakan bahwa asidogenik mengkonversi gula dan asam amino menjadi karbon dioksida, hidrogen, amonia, dan asam organik lainnya. Asetat adalah produk akhir utama dari tahap asidogenesis (Mukumba, Makaka, & Mamphwell, 2016). Tahap ketiga yaitu asetogenesis. Asetogenesis merupakan tahap pembentuk asam. Beberapa asam dan alkohol seperti butirat, propionat, dan etanol terdegradasi menjadi asetat yang akan digunakan sebagai substrat oleh bakteri.

(23) 9. pembentuk metana. Mikroorganisme yang berperan adalah bakteri asetogenik (Gerardi, 2003).. Gambar 1. Skema tahapan produksi biogas (Abbasi, Tauseef, & Abbasi, 2012). Tahap terakhir yaitu metanogenesis. Tahap ini merupakan tahap terpenting dalam seluruh proses produksi biogas. Mukumba, Makaka, & Mamphwell (2016) menjelaskan bahwa pada tahap ini, asetat, formaldehid, hidrogen, dan karbon dioksida diubah menjadi metana dan air. Bakteri metanogenik akan menghasilkan metana dari asetat atau hidrogen dan karbon dioksida. Bakteri ini bersifat anaerob (Christy, Gopinath, & Divya, 2014). 2.3.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Biogas Proses produksi biogas dipengaruhi oleh beberapa faktor, hal tersebut erat kaitannya dengan pertumbuhan mikroorganisme di dalam fermentor. Beberapa faktor yang harus diperhatikan untuk keberhasilan proses pencernaan anaerobik.

(24) 10. untuk memperoleh biogas yang diinginkan antara lain yaitu pH, rasio C/N, temperatur, VFA, agitasi, substrat, starter, kadar air, dan zat beracun. Rasio C/N yang terkandung dalam substrat sangat menentukan kehidupan dan aktivitas mikroorganisme. Karbon digunakan sebagai sumber energi bagi mikroorganisme, sedangkan nitrogen digunakan untuk memenuhi kebutuhan protein untuk pertumbuhan mikroorganisme sebagai struktur pembentuk sel mikroorganisme. Rentang rasio C/N antara 20-30 merupakan rentang optimal untuk proses penguraian anaerob (Ben-menachem, 2015). Jika rasio C/N terlalu tinggi, maka nitrogen akan cepat habis karena dikonsumsi oleh bakteri-bakteri metanogenik untuk memenuhi kebutuhan proteinnya. Sebaliknya, jika rasio C/N terlalu rendah, nitrogen akan dibebaskan dan terakumulasi dalam bentuk amonia (Abbasi, Tauseef, & Abbasi, 2012). Rasio C/N dari beberapa bahan organik disajikan dalam Tabel 4. Nilai rasio C/N yang semakin besar menunjukkan bahwa bahan organik belum terdekomposisi sempurna. Tabel 4. Rasio C/N dari beberapa bahan organik Bahan Organik. C/N Rasio. Sekam padi. 47. Tebu. 53. Bagas. 82. Daun nimba. 26. Rumput silase. 25. Kotoran domba. 24. Kotoran sapi. 13. Kotoran kuda. 22. Kotoran ayam. 15. Kotoran babi. 10. (Sumber: Dioha, Ikeme, Nafi'u, Soba, & Yusuf, 2013) Nilai pH substrat atau media memberikan pengaruh terhadap pembentukan biogas. Nilai pH merupakan salah satu faktor lingkungan yang berperan penting dalam aktivitas mikroorganisme dalam proses anaeobik. Mikroorganisme memiliki rentang nilai pH optimal untuk pertumbuhannya. Nilai pH yang tidak optimal akan mengganggu kerja enzim-enzim yang digunakan untuk mengatalisis.

(25) 11. reaksi-reaksi. pH yang direkomendasikan memiliki kisaran 7-7,6 yang merupakan lingkungan yang sehat bagi mikroorganisme pembentuk metana (Malini & Narayanan, 2015). Berdasarkan hasil penelitian Khaerunnisa & Rahmawati (2013), pH optimal penghasil gas metana adalah pH 7 atau netral. Ferdiansyah (2012) menjelaskan bahwa, jika pH media di bawah 6,6 akan menghambat pembentukan metana dengan penguraian asam volatil secara terus-menerus. Karena hal tersebut menyebabkan mikroorganisme metanogen tidak mampu untuk mengonsumsi asam yang diproduksi dan tidak dapat mempertahankan pH netral, sehingga akan terjadi penurunan pH yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan mikroorganisme metanogen (Sunarso, Johari, Widiasa, & Budiyono, 2010). Temperatur selama proses fermentasi berlangsung sangat penting karena berkaitan dengan kemampuan hidup mikroorganisme penghasil biogas. Sunarso, Johari, Widiasa, & Budiyono (2010) menjelaskan bahwa temperatur yang rendah, menyebabkan reaksi kimia, reaksi enzimatik dan aktivitas mikroorganisme terhambat, hal tersebut menyebabkan produksi biogas menurun. Begitu pula jika temperatur terlalu tinggi, mikroorganisme akan mati dan produksi biogas akan menurun. Beberapa literatur memberikan nilai yang bervariasi mengenai rentang temperatur optimal untuk menghasilkan biogas. Berdasarkan penelitian Yenni, Dewilda, & Sari (2012), temperatur yang baik untuk proses pembentukan biogas berada dalam kisaran 20-40 oC. Temperatur yang optimal untuk proses degradasi anaerobik berkisar antara 35-58 oC (Ben-menachem, 2015). Substrat merupakan bahan-bahan organik yang akan didegradasi oleh mikroorganisme selama proses produksi biogas. Bahan organik merupakan suatu bahan yang penting untuk terbentuknya metana, tanpa bahan organik tersebut maka metana tidak akan terbentuk (Yasin, Maeda, Hu, Yu, & Wood, 2015). Substrat berfungsi sebagai media sekaligus penyedia unsur hara bagi mikroorganisme. Volume biogas yang dihasilkan erat kaitannya dengan ketersediaan bahan organik yang terkandung dalam substrat (Gamayanti, Pertiwiningrum, & Yusiati, 2012). Substrat yang berbeda akan menghasilkan jumlah biogas dan metana yang berbeda juga. Hal tersebut dipengaruhi oleh.

(26) 12. kandungan karbohidrat, lemak dan protein yang terkandung di dalam substrat. Hal tersebut dipengaruhi oleh kandungan karbohidrat, lemak dan protein yang terkandung di dalam substrat Secara prinsip, semua bahan organik dapat dijadikan subtrat dalam produksi biogas. Ertem (2011) menyatakan bahwa substrat untuk produksi biogas dipilih dengan beberapa pertimbangan, antara lain nilai nutrisi atau kandungan bahan organik dan ada tidaknya agen patogen. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa berbagai jenis limbah organik dapat digunakan sebagai bahan baku atau substrat dalam produksi biogas, seperti sampah sayur dan limbah isi rumen sapi (Yenni, Dewilda, & Sari, 2012), eceng gondok dan rumen sapi (Megawati & Aji, 2014), kotoran sapi (Zafar, Jamil, Ahmed, Imtiaz, & Abid, 2014). Volatile fatty acids memiliki peran penting dalam proses produksi biogas. VFA merupakan asam lemak yang penting sebagai nutrisi dalam metabolisme anaerobik. Agustina (2006) menjelaskan peranan VFA yang merupakan sumber energi sekaligus pembentuk protein mikroorganisme. VFA merupakan produk utama dalam fermentasi karbohidrat yang berfungsi sebagai sumber energi (Fujiati, 2008). Agitasi atau pengadukan merupakan faktor lain yang perlu diperhatikan dalam proses produksi biogas. Sebelum bahan isian dimasukkan ke dalam fermentor, perlu dilakukan agitasi terlebih dahulu. Agitasi menyebabkan substrat menjadi homogen sehingga mikroorganisme tersebar merata pada substrat dan proses perombakan menjadi lebih efektif. Sebaliknya, jika agitasi tidak dilakukan maka akan terjadi pengendapan atau penggumpalan bahan organik yang menyebabkan terhambatnya pembentukan. Namun, kecepatan agitasi juga perlu diperhatikan. Jika agitasi dilakukan dengan kecepatan tinggi maka akan mengganggu komunitas bakteri yang berperan dalam proses fermentasi, sedangkan jika kecepatan agitasi lambat akan menyebabkan percampuran yang tidak merata (Abbasi, Tauseef, & Abbasi, 2012). Dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme bergantung pada kadar air dalam substrat. Putri & Saputro (2012) menyatakan bahwa molekul air berperan penting dalam tahap hidrolisis dan tahap asetogenesis. Aktivitas normal dari.

(27) 13. mikroorganisme metan membutuhkan sekitar 90% air dan 7-10 % bahan kering. Kadar air yang disyaratkan untuk pembentukan biogas yaitu 90% (Sorathia, Rathod, & Sorathiya, 2012). Oleh karena itu, sebelum bahan baku dimasukkan dalam fermentor, perlu ditambahkan air sesuai dengan kebutuhan. Starter merupakan sediaan yang mengandung mikroorganisme, biasanya starter digunakan untuk mempercepat proses perombakan bahan organik untuk menghasilkan produk yang diinginkan. Starter merupakan bagian yang sangat penting yang mendukung produksi biogas guna mempercepat proses reformasi bahan organik (Putri & Saputro, 2012). Starter dapat diperoleh secara alami dalam lumpur aktif organik atau cairan rumen sapi. 2.3.3. Mikroorganisme dalam Produksi Biogas Produksi biogas merupakan proses yang kompleks. Mikroorganisme adalah salah satu faktor kunci yang akan menentukan keberhasilan proses biologis dalam produksi biogas. Keberadaan mikroorganisme sangat penting untuk berbagai tahap perombakan bahan organik. Mikroorganisme dalam produksi biogas terdiri dari bakteri metanogenik dan nonmetanogenik. Bakteri metanogenik terlibat dalam proses produksi biogas, yaitu memiliki peran menghasilkan metana secara anaerob. Bakteri nonmetanogenik yang terlibat dalam proses produksi biogas berperan sebagai bakteri hidrolitik dan bakteri pembentuk asam. Fungsi bakteri hidrolitik adalah untuk menghidrolisis bahan-bahan organik yang ada di dalam fermentor. Sedangkan, bakteri penghasil asam berfungsi membentuk asam dari hasil metabolisme bakteri hidrolitik. Khalid & Naz (2013) melaporkan bahwa pada isolat anaerobik, ditemukan bakteri. metanogenik. ruminantium,. dan. nonmetanogenik. Methanobacterium. Peptostreptococcus,. Methanothrix. seperti,. formicicum, soehngenii,. Methanobrevibacter. Bacteroides Costridium. fragilis,. difficile,. dan. Methanosarcinafrisia. Kelompok mikroorganisme yang berperan dalam setiap tahap proses anaerobik disajikan pada Tabel 5.............................................

(28) 14. Tabel 5. Mikroorganisme dalam proses produksi biogas Tahapan Mikroorganisme Tergantung substrat yang Hidrolisis (C6H10O5)n + nH2O = n(C6H12O6) digunakan Asidogenesis C6H12O6 + 2H2O= 2CH3COOH + 4H2 + CO2 C6H12O6 + 2H2 = 2CH3CH2COOH + 2H2O C6H12O6 = 2CH3CH2 CH2COOH + 2CO2 + 2H2 C6H12O6 = 2CH3CHOHCOOH C6H12O6 = 2CH3CH2OH+2CO2. Bacteriodes, Clostridium butyrivibrie, Eubacterium, Bifidobacterium, Lactobacillus. Acetogenesis CH3CHOHCOOH + H2O = CH3COOH + CO2 + 2H2 CH3CH2OH + H2O = CH3COOH + 2H2 CH3CH2CH2COOH + 2H2O = 2CH3COOH + 2H2 CH3CH2COOH + 2H2O = 3CH3COOH + CO2 + 3H2. Desulfovibrio, Syntrophobacter wolinii, Syntrophomonas. Methanobacterium formicicum, Methanobacterium Metanogenesis 4H2 + CO2 = CH4 + 2H2O bryantii, 2CH3CH2OH + CO2 = 2CH3COOH + CH4 Methanobrevibacter 2CH3(CH2)2COOH + 2H2O +CO2 = 4CH3COOH + ruminantium, CH4 Methanobrevibacter CH3COOH = CH4 + CO2 arboriphilus, Methanospirilum hungatei, Methanosarcina barkeri (Sumber: Abbasi, Tauseef, & Abbasi, 2012).

(29) BAB III METODE PENELITIAN. 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2017-Februari 2018 di Laboratorium Biologi, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Badan Teknologi Nuklir Nasional (PAIR–BATAN), Pasar Jumat, Jakarta Selatan. 3.2. Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain UV-VIS LAMDA 9450 Perkin Elmer, gas analyzer, mikroskop, inkubator, oven, destilator volatile fatty acid (VFA), timbangan analitik, pH meter, 9 buah galon volume 19 L, gas bag 5 L, sekop, selang plastik, kran plastik, kain katun, plastik sampel, tanur, micropipet, cawan petri, cawan conway, cawan porsen, tabung reaksi, Erlenmeyer 100 ml, Erlenmeyer 50 ml, labu didih, labu ukur 100 ml, bunsen, kaca objek, yellow tube, tip, dan pipet tetes. Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain feses gajah dari TMR, cairan rumen sapi dari RPH, akuades, vaselin, alkohol 70 %, alumunium foil, NaCl 0,9 %, HCl 0,005014 %, NaOH, K2Cr2O7, H2SO4, H3BO3, K2CO3, indikator phenolptalein, indikator conway, asam borat 1 %, glukosa, selenium reagent, asam asetat 25 %, pewarna crystal violet. 3.3. Cara Kerja 3.3.1. Perakitan Fermentor dan Gas Collector Penelitian dimulai dengan perakitan fermentor. Fermentor merupakan suatu wadah yang digunakan untuk berlangsungnya proses fermentasi atau transformasi bahan dasar menjadi produk yang diinginkan dengan bantuan sistem enzim yang disekresikan oleh mikroorganisme (Fatawy, 2016). Konstruksi fermentor merupakan hal yang harus diperhatikan, karena selain sebagai tempat fermentasi, fermentor juga berfungsi untuk menyediakan kondisi lingkungan yang cocok bagi mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi.. 15.

(30) 16. Secara konstruksi, fermentor yang digunakan dalam penelitian ini termasuk dalam tipe batch. Rancangan fermentor dapat dilihat pada Gambar 3. Komponen utama fermentor terdiri dari saluran masuk sampel, ruang fermentasi, saluran keluar sampel, dan penampung gas. Alat yang digunakan untuk pembuatan fermentor terdiri dari galon berkapasitas 19 L yang berfungsi sebagai ruang fermentasi (1), bagian atas lubang galon ditutup dengan menggunakan tutup galon (2) dan diberi lem di sekelilingnya agar tidak terjadi kebocoran. Kemudian pada bagian tutup galon tersebut diberi tip (3) dan dihubungkan dengan selang plastik (4) menuju ke dalam penampung gas atau gas bag (5). Galon tersebut dilengkapi dengan kran plastik (6) pada bagian bawah fermentor yang berfungsi untuk mengeluarkan sampel guna keperluan analisis parameter. Fermentor dibuat sebanyak 9 unit sesuai dengan perlakuan dan pengulangan.. Gambar 2. Rancangan fermentor penelitian Gas collector dibuat dengan menggunakan container box transparan (4) berukuran 15 L yang telah diberi skala volume dan dipasang gas bag (2) bervolume 5 L pada bagian dasarnya. Gas bag yang telah terpasang selang plastik (3) yang terhubung dengan fermentor, diletakkan di dasar container box dan direkatkan dengan menggunakan plester hitam (4). Kemudian container diisi air dengan volume terukur (2 Liter). Pertambahan volume air pada container saat pengukuran volume biogas, dapat diasumsikan sebagai volume biogas yang dihasilkan. Rancangan gas collector dapat dilihat pada Gambar 3.. Gambar 3. Container box.

(31) 17. 3.3.2. Persiapan Feses Gajah dan Cairan Rumen Sapi Feses gajah dikoleksi dengan kriteria feses masih segar atau masih basah. Feses gajah diambil dari TMR sebanyak 33,75 kg yang selanjutnya disimpan dalam wadah sampel (jerigen). Pengambilan isi rumen sapi dari RPH di kawasan Jurang Mangu dilakukan segera setelah isi rumen dikeluarkan dari sapi saat penyembelihan, cairan rumen segar didapatkan dengan memeras isi rumen sapi. Isi rumen sapi diperas dan difiltrasi menggunakan kain katun hingga diperoleh cairan rumen sebanyak 33,75 L. Kemudian cairan rumen sapi disimpan di dalam wadah sampel dan dibawa ke laboratorium. 3.3.3. Fermentasi Biogas Fermentasi biogas dilakukan dengan mencampurkan feses gajah, cairan rumen, dan air, yang terdiri dari tiga perlakuan sesuai dengan yang tertera pada Tabel 6. Bahan isian dicampur sesuai dengan komposisi tiap perlakuan dan diaduk hingga homogen. Setelah. homogen, sebanyak 15 L bahan isian tersebut. dimasukkan ke dalam masing-masing fermentor yang berkapasitas 19 L, disisakan ruang 4 L untuk penyimpanan gas sementara sebelum dipanen. Setiap perlakuan, dilakukan 3 kali pengulangan. Fermentor yang telah berisi bahan baku disusun di lokasi penelitian dan ditempatkan sesuai perlakuan. Proses produksi biogas berlangsung selama 28 hari. Selama proses fermentasi, setiap interval 7 hari dilakukan pengukuran terhadap beberapa parameter. Tabel 6. Komposisi tiap perlakuan pada penelitian. Perlakuan. Konsentrasi Feses Gajah: Cairan Rumen Sapi (%). Volume Feses Gajah (kg). Volume Cairan Rumen Sapi (L). Volume Air (L). I. 100 : 0. 7,5. 0. 7,5. II. 50 : 50. 3,75. 3,75. 7,5. III. 0 : 100. 0. 7,5. 7,5.

(32) 18. 3.4.. Parameter Pengamatan. 3.4.1. Pengukuran Rasio Karbon terhadap Nitrogen Feses Gajah dan Cairan Rumen Sapi Rasio karbon terhadap nitrogen merupakan indikator yang menunjukkan kualitas nutrisi yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme. Rasio C/N sangat menentukan produksi biogas. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengukuran rasio C/N untuk mengetahui jumlah karbon dan nitrogen yang terkandung di dalam susbtrat. dan. inokulum. yang. berguna. untuk. mendukung. pertumbuhan. mikroorganisme. Pengukuran rasio C/N dilakukan pada hari ke-0. Nilai rasio C/N dapat diketahui setelah dilakukan pengukuran kadar karbon dan nitrogen organik terlebih dahulu. Setelah mendapatkan nilai konsentrasi karbon dan nitrogen 𝐶 𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘. organik, Nilai rasio C/N dapat dihitung dengan rumus: Rasio C/N= 𝑁 𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘. Pengukuran karbon organik dilakukan dengan menggunakan metode spektofotometri. Pertama, dibuat larutan sampel dengan cara, 0,10 g sampel dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, lalu ditambahkan 5 ml K2Cr2O7 dan 7 ml H2SO4, dihomogenkan dan didiamkan selama 30 menit. Selanjutnya, dibuat larutan standar C 250 ppm dari larutan standar 5000 ppm. Sebelumnya, larutan standar 5000 ppm dibuat dengan melarutkan 12,5 g glukosa, 36,60 ml K2Cr2O7 dan 100 ml H2SO4 ke dalam 1000 ml aquades. Kemudian, larutan standar C 250 ppm dibuat dengan melarutkan 5 ml larutan standar C 5000 ppm, 5 ml K2Cr2O7 dan 7 ml H2SO4. Kemudian dibuat juga larutan blanko sebagai standar C 0 ppm. Larutan sampel, standar C 250 ppm dan 0 ppm masing-masing diencerkan hingga tanda tera 100 ml, lalu ketiganya dihomogenkan dan dibiarkan semalaman. Setelah itu, diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 561 nm. Kadar karbon organik (%) dapat dihitung dengan rumus: 100. C organik (%)= ppm kurva 𝑥 mg sampel 𝑥 fk,.

(33) 19. dengan keterangan Ppm= konsentrasi contoh yang didapat dari kurva regresi hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikurangi blanko; Fk= Faktor koreksi kadar air= 100/(100-% kadar air). Pengukuran N organik dilakukan dengan menggunakan metode Kjedahl. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 g, lalu dimasukkan ke dalam tabung digestion Kjedahl, kemudian 1 g campuran selenium reagent dan 2,5 ml H2SO4 pekat ditambahkan ke dalam digestion. Selanjutnya, didestruksi selama 30 menit pada suhu 35°C hingga didapat ekstrak berwarna jernih. Kemudian tabung didinginkan dan ekstraknya diencerkan dengan aquades hingga 50 ml, lalu dihomogenkan dan dibiarkan selama satu malam. Pembuatan larutan blanko dilakukan dengan cara yang sama, namun sampel feses diganti dengan aquades. Hasil ekstraksi kemudian didestilasi. Destilasi dilakukan dengan terlebih dahulu menyiapkan penampung NH3 berupa Erlenmeyer yang telah diisi 10 ml asam borat 1% ditambah dengan 2 tetes indikator Conway. Kemudian, ditambahkan 10 ml NaOH 40% ke dalam labu didih yang berisi ekstrak sampel. Destilasi dilakukan hingga volume mencapai 50-75 ml atau berubah warna menjadi kehijauan. Hal yang sama dilakukan pada blanko. Lalu destilat ditititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga berwarna merah muda. Volume titrasi sampel dan blanko dimasukkan dalam rumus: N-organik (%)= (Vc − Vb) x N x 14 x. 50 10 ml. x. 100 250 mg. x fk,. Dengan keterangan: Vc= ml titrasi sampel; Vb= ml titrasi blanko; N= normalitas larutan H2SO4; 14= berat molekul nitrogen; 100= konversi ke bentuk %; dan Fk= faktor koreksi kadar air= 100/(100-% kadar air). 3.4.2. Analisis Produksi Biogas Analisis produksi biogas dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Kuantitas biogas yang dihasilkan dapat diketahui dengan mengukur volume biogas yang tertampung di dalam gas bag. Gas hasil yang tertampung dalam gas bag selama proses fermentasi dimasukkan ke dalam container box berskala yang berisi air dengan volume terukur (2 liter). Pertambahan air pada container box.

(34) 20. tersebut diasumsikan sebagai volume biogas. Pengukuran volume biogas dilakukan selama proses fermentasi, yaitu pada hari ke-0, 7, 14, 21, dan 28. Kualitas biogas yang dihasilkan dapat diketahui dengan melakukan pengukuran komposisi biogas menggunakan gas analyzer dan juga uji nyala api. Biogas diukur menggunakan gas analyzer pada hari ke-7, 14, 21, dan 28 untuk mengetahui komposisi gas yang terbentuk. Gas bag yang mengandung biogas dengan volume terukur (100 ml) dihubungkan dengan selang gas analyzer yang terhubung dengan perangkat komputer. Selanjutnya, dilakukan uji nyala api untuk mengetahui kualitas biogas dengan melihat warna nyala api yang dihasilkan pada saat pembakaran. Nyala api diuji dengan cara membakar gas yang dikeluarkan dari selang pengeluaran biogas. Warna biru pada api mengindikasikan gas yang dihasilkan berkualitas baik karena mengandung. metana,. sedangkan. warna. kemerah-merahan. pada. api. mengindikasikan adanya gas-gas pengotor dalam biogas (Harahap, 2007). 3.4.3. Pengukuran pH Pengukuran pH dimaksudkan untuk memonitor salah satu indikator proses fermentasi. Nilai pH sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme dalam fermentor. Oleh karena itu, perlu diketahui nilai pH yang mendukung mekanisme mikroorganisme selama proses fermentasi. Pengukuran pH dilakukan dengan mengambil 10 ml sampel slurry dari fermentor melalui kran plastik yang terpasang pada fermentor. Kemudian dilakukan pengukuran pH dengan menggunakan pH meter pada masing-masing perlakuan setiap interval 7 yaitu pada hari ke-0, 7, 14, 21, dan 28. 3.4.4. Pengukuran Konsentrasi Amonia (NH3) Pengukuran konsentrasi amonia dilakukan untuk mengetahui konsentrasi amonia selama proses fermentasi biogas. Pengukuran amonia dilakukan dengan metode mikrodifusi Conway (General Laboratory Procedures, 1996) setiap interval 7 hari selama 28 hari. Cawan Conway yang telah dibersihkan diolesi dengan vaselin pada bagian tepinya, pada bagian tengah cawan diteteskan I ml H3BO3, pada bagian kiri diteteskan 1 ml K2 CO3 dan pada bagian kanan diteteskan.

(35) 21. 1 ml sampel. Kemudian cawan digoyangkan agar sampel dan K2CO3 tercampur, lalu didiamkan selama 2 jam hingga terjadi perubahan warna menjadi biru. Kemudian campuran tersebut dititrasi dengan menggunakan HCl 0,005 N hingga warna berubah menjadi warna awal (merah muda), volume HCl yang digunakan dicatat dan dihitung konsentrasi N-NH3 dengan persamaan: mg. Konsentrasi NH3(100 ml) = (vol. HCl x N HCl x BM NH3) 𝑥. 100 A. x. (A+B) C. ,. Dengan keterangan: A= volume supernatan sampel (1 ml); B= volume K2CO3 (1 ml); C= volume larutan sampel (A+B) di dalam cawan Conway (1 ml); N= Normalitas HCl (0,01). 3.4.5. Pengukuran Konsentrasi Volatile Fatty Acids (VFA) Parsial Volatile Fatty Acids merupakan asam lemak yang penting sebagai nutrisi dalam metabolisme anaerobik. Konsentrasi VFA berpengaruh terhadap produksi biogas yang terbentuk. Pengukuran VFA parsial dilakukan dengan menggunakan alat kromatografi gas (GC) pada hari ke-0 dan ke-28. Sebanyak 1 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf lalu ditambahkan 0,003 g asam sulfo 5 salisilat dihidrat, dihomogenkan. kemudian tabung Eppendorf disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 12.000 rpm pada suhu 7 ºC. Setelah itu, sampel diinjeksikan ke dalam GC. Perbedaan partisi atau absorbsi pada fase diam (kolom) dan fase bergerak (gas) akan muncul puncak di layar monitor GC. VFA sampel dapat diukur dengan melihat kromatogram standar acuan VFA dengan konsentrasi yang telah diketahui. VFA parsial dihitung dengan persamaan: VFA parsial (mmol/ml) =. Luas area VFA sampel x konsentrasi VFA standar x 1000 Luas area VFA standar x berat molekul. ,. Dengan keterangan: BM= Berat Molekul VFA parsial. Sedangkan, kadar VFA total dapat diketahui dengan menjumlahkan seluruh VFA parsial yaitu asam asetat, propionat, dan butirat. 3.4.6. Analisis Mikroorganisme Metanogen Analisis mikroorganisme. metanogen dilakukan dengan pengamatan. mikroskopis dan perhitungan mikroorganisme. Pertama, dilakukan pengamatan secara mikrokopis, yaitu dengan mengamati mikroorganisme yang terdapat di.

(36) 22. dalam sampel menggunakan mikroskop yang telah terhubung dengan kamera pada perangkat komputer. Sebelum diamati sampel diambil sebanyak 0,1 ml dari setiap perlakuan dan dimasukkan ke dalam NaCl 0,9 %. Kemudian, dihomogenkan dengan vortex dan dilakukan seri pengenceran hingga pengenceran 10 -6. Setelah itu, diambil 0,1 ml sampel pada pengenceran 10-4, 10-5, dan 10-6 (tiga pengenceran terakhir) dari setiap perlakuan, lalu diteteskan di atas kaca objek dan disebarkan hingga membentuk film tipis. Lalu, preparat diberi setetes minyak emersi dan diamati dengan mikroskop pada perbesaran 400 X dan 1000 X. Selama pengamatan, dilakukan dokumentasi untuk setiap perbesaran. Pengamatan dilakukan pada hari ke-0, 7, 14, 21, dan 28. Kedua, dilakukan perhitungan total bakteri dengan metode Total Plate Count (TPC) pada hari ke-0, 14, dan 28. Pengujian diawali dengan pembuatan media yang terdiri dari 250 mL aquades, 30 mL makromineral, 0,15 mL mikromineral, dan 10 gr agar. Setelah dihomogenkan, media disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 105o C. Kemudian media dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: media selektif asetotrof yang ditambahkan 25 mL asam cuka, media selektif metilotrof yang ditambahkan 25 mL metanol, media selektif hidrogenotrof yang ditambahkan hidrogen. Setelah itu, masing-masing media dituang ke dalam cawan petri dan didiamkan hingga memadat. Langkah selanjutnya yaitu pengenceran masing-masing perlakuan, sebanyak 0,1 mL sampel dari tiap perlakuan dimasukkan ke microtube yang telah berisi 0,9 mL NaCl. Kemudian, dihomogenkan dan dilakukan seri pengenceran hingga pengenceran 10-10. Lalu, diambil sebanyak 0,1 mL sampel dari 3 seri pengenceran pada masing-masing perlakuan. Pengamatan bakteri asetotrofik dan metilotrofik dilakukan pada pengenceran 10-4, 10-5, dan 10-6. Pengamatan bakteri hidrogenotrofik dilakukan pada pengenceran 10-2, 10-3, dan 10-4. Kemudian, 0,1 mL sampel diinokulasikan ke dalam masing-masing media dengan metode spread plate menggunakan drygalsky. Selanjutnya, media diinkubasi dalam anaerobic jar selama 72 jam. Koloni bakteri yang tumbuh pada masing-masing media dihitung, perhitungan dilakukan terhadap cawan petri dengan jumlah koloni antara 30-300. Setelah itu, dimasukkan ke dalam rumus untuk mengetahui total bakteri..

(37) 23. 3.5 Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan program software Statistical Product and Service Solution (SPSS) V.22. Data dengan menggunakan Analisis Variansi satu arah pada taraf signifikansi 95%. Jika terdapat perbedaan antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%..

(38) 24. 3.6. Bagan Kerja Tahapan kerja pelaksanaan penelitian disajikan pada Gambar 4. Perancangan Fermentor Persiapan. Persiapan Alat dan Bahan. Preparasi Sampel. Pencampuran Feses Gajah, Cairan Rumen Sapi, Air Sesuai Perlakuan. Survei Lapangan. Observasi Taman Margasatwa Ragunan dan Rumah Potong Hewan. Fermentasi Biogas Pengambilan Sampel Feses Gajah dan Cairan Rumen Sapi. Analisis Parameter. Hari ke-0. Hari ke-7. Hari ke-14. Hari ke-21. HariRke-28. Rasio C/N, pH, VFA, Amonia, Pengamatan Mikroskopis, Uji TPC. pH, Amonia, Pengamatan Mikroskopis, Produksi Biogas, Uji Nyala Api. pH, Amonia, Pengamatan Mikroskopis, Produksi Biogas, Uji Nyala Api. pH, Amonia, Pengamatan Mikroskopis, Produksi Biogas, Uji Nyala Api. pH, VFA, Amonia, Pengamatan Mikroskopis, Produksi Biogas, Uji Nyala Api Uji TPC. Analisis Data. Gambar 4. Bagan kerja penelitian.

(39) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1. Nilai Rasio Karbon Terhadap Nitrogen Feses Gajah dan Cairan Rumen Sapi Sebelum proses fermentasi dilakukan, perlu diketahui nilai rasio karbon terhadap nitrogen dari feses gajah dan inokulum cairan rumen sapi. Rasio C/N merupakan salah satu indikator penting untuk menentukan kualitas bahan yang akan dijadikan substrat dalam proses produksi biogas. Berdasarkan tabel di bawah, diketahui bahwa feses gajah memiliki rasio C/N 23,32 lebih besar daripada rasio C/N cairan rumen sapi yaitu 16,96 (Tabel 7). Tabel 7. Hasil pengukuran nilai rasio C/N feses gajah dan cairan rumen sapi Parameter Feses Gajah Cairan Rumen Sapi Rasio C/N. 23,32. 16,96. Rasio C/N feses gajah termasuk dalam kategori optimum untuk dijadikan sebagai bahan baku biogas. Nilai ini sesuai dengan nilai optimum rasio C/N untuk produksi biogas yaitu sebesar 20– 30 (Deublein dan Steinhauser, 2008) . Jika rasio C/N terlalu tinggi, nitrogen akan meningkatkan pertumbuhan bakteri sedangkan yang bereaksi dengan karbon sedikit sehingga gas yang dihasilkan rendah, jika rasio C/N terlalu rendah, nitrogen berakumulasi dalam bentuk amonia yang menyebabkan peningkatan pH sehingga akan berefek toksik bagi mikroorganisme metanogenik (Abbasi, Tauseef, & Abbasi, 2012). Rasio C/N feses gajah pada penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan rasio C/N feses gajah pada penelitian Albani, Pikoli, & Sugoro (2018) yang memiliki rasio C/N sebesar 35,89 pada perlakuan pakan rumput gajah dan 38,37 pada perlakuan pakan kombinasi. Nilai rasio C/N yang bervariasi tergantung pada kandungan karbon dan nitrogen dalam pakan yang dikonsumsi oleh gajah.................................................................................................................... 25.

(40) 26. Pengukuran rasio C/N juga dilakukan pada inokulum cairan rumen sapi. Hal ini dilakukan karena cairan rumen sapi masih mengandung bahan organik. Nilai rasio C/N cairan rumen sapi 16,96. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa selain mengandung mikroorganisme, cairan rumen sapi juga masih mengandung bahan organik. Nilai rasio C/N pada cairan rumen sapi termasuk rendah jika dibandingkan dengan kisaran nilai optimum untuk fermentasi biogas. Rasio C/N yang rendah pada cairan rumen sapi disebabkan komponen utama yang terdapat pada cairan isi rumen sapi adalah nitrogen, sedangkan kandungan karbonnya sangat rendah (Ihsan, Bahri, Musafira, 2013). 4.2. Produksi Biogas dan Metana Produksi gas merupakan bukti bahwa terjadi proses fermentasi pada ketiga perlakuan. Jumlah produksi biogas yang dihasilkan dari masing-masing perlakuan menunjukkan perbedaan yang signifikan (Gambar 5). Berdasarkan uji statistik volume total biogas memperlihatkan hasil yang berbeda nyata antar perlakuan (Lampiran 1). 18. Volume Total Biogas (L). 16 14 12 10. FA. 8. RA. 6. FR. 4. 2 0 0. 7. 14. 21. 28. Hari Ke-. Gambar 5. Volume total biogas yang dihasilkan selama masa fermentasi pada setiap perlakuan FA (feses gajah+ air), FR (feses gajah+ cairan rumen sapi+ air), RA (cairan rumen sapi+ air).

(41) 27. Berdasarkan hasil yang didapatkan, perlakuan FA yang hanya terdiri dari feses gajah dan air menghasilkan kumulatif biogas paling besar yaitu mencapai 15,6 L. Hal ini mungkin terjadi karena rasio C/N pada feses gajah sudah berada pada rentang yang optimal untuk proses fermentasi biogas (Tabel 7). Sementara itu, pada perlakuan FR yang terdiri dari substrat feses gajah, air, dan inokulum cairan rumen sapi, hanya menghasilkan kumulatif biogas sebesar 3,5 L selama 28 hari fermentasi. Beberapa faktor dapat menjadi penyebab terjadinya hal tersebut, pertama karena adanya kompetisi antara mikroorganisme cairan rumen dan mikroorganisme indigenus feses gajah. Substrat pada fermentor perlakuan FR lebih sedikit (3,75 kg) dibandingkan substrat pada perlakuan FA (7,5 kg). Lebih sedikitnya substrat yang tersedia pada perlakuan FR, ditambah dengan makin banyaknya mikroorganisme yang diberikan (cairan rumen sapi) menyebakan nutrisi yang akan diambil oleh mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang saat beradaptasi juga banyak, sehingga nutrisi yang tersisa untuk pembentukan biogas sedikit. Mikroorganisme cenderung mengambil nutrisi yang ada untuk berkembang biak, sedangkan sisanya digunakan untuk pembentukan biogas. Oleh karena itu, semakin banyak mikroorganisme yang ditambahkan, maka nutrisi yang tersisa untuk pembentukan biogas semakin sedikit. Selain itu, faktor pH juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan aktifitas mikroorganisme. Mikroorganisme metanogen sangat rentan terhadap perubahan pH, jika nilai pH di bawah 6,5 maka aktifitas bakteri metanogen akan menurun sedangkan jika nilai pH mencapai di bawah 5,0 fermentasi akan terhenti. Tingginya nilai pH juga berpengaruh negatif, pH yang lebih tinggi dari 8,5 akan menghambat. pertumbuhan. populasi. bakteri. metanogen,. sehingga. akan. mempengaruhi laju pembentukan biogas dalam reaktor (Khaerunnisa & Rahmawati, 2013). Kemungkinan penyebab utama tingginya produksi gas oleh perlakuan pakan FA adalah konsentrasi VFA. Konsentrasi asam asetat yang dihasilkan oleh perlakuan FA terlihat lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. VFA merupakan senyawa perantara yang akan diubah menjadi biogas yang dihasilkan pada tahapan asidogenesis. VFA akan diubah menjadi asam asetat, gas karbon.

(42) 28. dioksida dan gas hidrogen pada tahap asetogenesis, baru kemudian diubah menjadi metana pada tahap methanogenesis (Weiland, 2010). Perlakuan RA menghasilkan kumulatif biogas paling sedikit, yaitu sebesar 0,85 L selama 28 hari fermentasi. Hal ini disebabkan pada perlakuan RA kebutuhan nutrisi yang tersedia untuk produksi biogas tidak berimbang, karena pada perlakuan ini hanya terdapat cairan rumen sapi dan air. Komponen yang terdapat dalam cairan rumen sapi adalah nitrogen, sedangkan kandungan karbonnya sangat rendah, sehingga kondisi tersebut kurang ideal bagi perkembangan mikroorganisme dalam menghasilkan biogas (Ihsan, Bahri, Musafira, 2013). Metana merupakan hasil utama dari proses fermentasi biogas. Hasil pengukuran terhadap proporsi dan volume metana menunjukan bahwa proporsi dan volume metana tertinggi terjadi pada perlakuan FA, dan terendah pada perlakuan RA (Gambar 6). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa CH4 pada setiap perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (Lampiran 2). Perlakuan FA menghasilkan volume total metana sebesar 13,24 L dengan proporsi metana mencapai 84,39% selama 28 hari fermentasi. Proporsi metan yang tinggi mengindikasikan berhasilnya proses fermentasi. Sedangkan, pada perlakuan FR menghasilkan volume total metana sebesar 1,07 L dengan proporsi metana 29,48% selama 28 hari fermentasi. Produksi metan yang rendah juga terjadi pada perlakuan RA menghasilkan volume total metana sebesar 0,05 L dengan proporsi metana mencapai 5,47% selama 28 hari fermentasi. Volume metana dan proporsi metana dalam biogas pada perlakuan FR dan RA masih rendah. Rendahnya proporsi metana pada perlakuan FR dan RA pada penelitian ini mungkin disebabkan kurang optimumnya nilai rasio C/N substrat (Tabel 7). Selain itu, rendahnya kandungan metana yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh nilai pH, amonia, dan konsentrasi VFA. ....................................................... Perlakuan RA yang hanya terdiri dari cairan rumen dan air tanpa substrat feses gajah dapat menghasilkan metana karena masih terjadi metabolisme oleh metanogen yang memanfaatkan nutrisi yang ada di dalam cairan rumen..

(43) 29. A. 100 90. Proporsi Metana (%). 80 70 60 50. FA. 40. RA. 30. FR. 20 10 0 0. 7. 14. 21. 28. Volume Total Metana (L). Hari Ke-. B. 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0. FA RA FR. 0. 7. 14. 21. 28. Hari Ke-. Gambar 6. Produksi metana yang dihasilkan selama masa fermentasi (A: Proporsi metana (%) B: Volume metana (L)) pada setiap perlakuan FA (feses gajah+ air), FR (feses gajah+ cairan rumen sapi+ air), RA (cairan rumen sapi+ air) Uji nyala api dilakukan untuk mengetahui kualitas biogas yang dihasilkan selama proses fermentasi. Nyala api merupakan salah satu indikator keberhasilan.

(44) 30. proses produksi biogas. Adanya nyala api saat pengujian bergantung pada volume gas dan konsentrasi metana yang dihasilkan selama proses fermentasi. Tabel 8. Hasil uji nyala api FR. FA Hari ke-. (feses gajah + air) Nyala Api. RA. (feses gajah +cairan rumen sapi. (cairan rumen sapi. + air). + air). Warna. Nyala Api. Warna. Nyala Api. Warna. 7. -. -. -. -. -. -. 14. -. -. -. -. -. -. 21. +. -. -. -. -. 28. +. +. Jingga. -. -. BiruJingga Biru. Ket : (+) Menghasilkan api (-) Tidak menghasilkan api. Pengujian nyala api pada penelitian ini mulai dilakukan pada hari ke-7, berdasarkan hasil pengujian , biogas yang dihasilkan pada semua perlakuan belum dapat menyala ketika dibakar (Tabel 8). Hal sama juga terjadi pada pengujian nyala api hari ke-14. Hal ini dapat terjadi karena volume dan proporsi gas metan yang dihasilkan pada awal fermentasi biogas masih rendah. Proses produksi biogas memerlukan beberapa tahapan sebelum tahap metanogenesis yaitu, hidrolisis, asidogenesis dan metanogenesis. Pengujian pada hari ke-21 menghasilkan nyala api hanya pada perlakuan FA, nyala api berwarna biru-jingga (Gambar 7). Sedangkan, pada perlakuan FR dan RA tidak menghasilkan nyala api ketika dibakar. Nyala api pada perlakuan FA terjadi karena proporsi metana mencapai 54,27% (Gambar 6). Pengujian pada hari ke-28 juga menunjukkan adanya nyala api pada perlakuan FA dan FR, dan tidak ada nyala api pada perlakuan RA. Nyala api yang lebih besar dengan warna api biru terjadi pada perlakuan FA, hal ini dapat terjadi karena proporsi metana.

(45) 31. yang dihasilkan pada hari ke-28 lebih besar dari hari ke-21 yaitu mencapai 84,39 % (Gambar 6) Sementara itu, pada perlakuan FR menghasilkan nyala api kecil dan didominasi oleh warna api jingga (Gambar 7) Warna jingga pada nyala api mengindikasikan bahwa kandungan gas metana belum optimum karena masih mrngandung gas lain,dengan proporsi metana hanya 29,48% (Gambar 6).. Gambar 7. Hasil uji nyala api pada hari ke-21 dan ke-28 (A dan B: perlakuan feses dan air (FA) hari ke-21 dan 28; C: perlakuan feses dan rumen (FR) hari ke-28) Warna nyala api yang dihasilkan pada saat pembakaran gas sesuai dengan kandungan metananya. Jika gas langsung terbakar dan warna api yang dihasilkan biru, maka gas yang dihasilkan berkualitas baik. Jika biogas mengandung lebih banyak gas-gas pengotor lainnya maka warna api yang dihasilkan adalah cenderung kemerah-merahan. Jika nyala api hampir tidak terlihat (tidak terbakar) menandakan bahwa kandungan metana dalam biogas yang terbentuk masih sangat sedikit (Yenni, Dewilda, & Sari, 2012). 4.3. Nilai pH Salah satu faktor yang dapat mempengaruh produksi biogas adalah nilai pH. Hal tersebut terkait dengan faktor yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Nilai pH menunjukkan tingkat keasaman suatu bahan. Hasil pengamatan parameter pH menunjukkan bahwa setiap perlakuan memiliki nilai pH yang berbeda selama masa fermentasi 28 hari (Gambar 7). Nilai pH tertinggi dan terendah terjadi pada perlakuan FA, yaitu sebesar 7,73 dan 5,74, secara berurutan. Hasil uji statistik analisis variansi menunjukkan bahwa nilai pH antara.

(46) 32. semua. perlakuan. berbeda. nyata. (ρ≤0,05). (Lampiran. 3)......................... 8 7.5. Nilai pH. 7. FA. 6.5. FR 6. RA. 5.5 5 0. 7. 14. 21. 28. Hari Ke-. Gambar 8. Nilai pH selama masa fermentasi fermentasi pada setiap perlakuan FA (feses gajah+ air), FR (feses gajah+ cairan rumen sapi+ air), RA (cairan rumen sapi+ air) Perlakuan FA mengalami penurunan pH dari hari ke-0 hingga hari ke-21, kemudian mengalami peningkatan kembali pada hari ke-28. Perlakuan FR mengalami penurunan nilai pH dari hari ke-0 hingga hari ke-21, dan cenderung konstan pada hari ke-28. Sedangkan perlakuan RA terus mengalami peningkatan nilai pH dari hari ke-0 hingga ke-28. Penurunan pH hingga hari ke-21 pada perlakuan FA dan FR mengindikasikan bahwa proses asidogenesis sedang berlangsung, sehingga menaikkan kadar keasaman (Ni’mah, 2014). Saat asidogenesis berlangsung, asam amino, asam lemak, dan gula sederhana dari tahap hidrolisis difermentasikan untuk membentuk VFA seperti asam asetat, propionat, dan butirat. VFA yang dihasilkan ini dapat menurunkan nilai pH fermentor, semakin lama waktu fermentasi, nilai pH akan meningkat kembali. Seperti pada perlakuan FA yang mengalami kenaikan nilai pH pada hari ke-28, yang mengindikasikan bahwa proses metanogenesis telah berlangsung dan mikroorganisme metanogen mulai berperan. Selama tahap metanogenesis, mikroorganisme metanogen akan mengonsummsi VFA sehingga nilai pH meningkat..

(47) 33. Sementara itu, nilai pH hari ke-28 pada perlakuan FR cenderung konstan, yaitu 5,8. Hal ini dapat disebabkan proses degradasi oleh mikroorganisme masih pada tahapan asidogenesis. Nilai pH yang cenderung konstan dan tidak mengalami peningkatan kembali pada perlakuan FR dapat disebabkan proses metanogenesis tidak berjalan sempurna, bakteri penghasil asam tumbuh terlalu cepat sehingga asam yang dihasilkan lebih banyak dari jumlah yang dapat dikonsumsi oleh mikroorganisme metanogen (Ratnanigsih, Widyatmoko, & Yananto, 2009). Perlakuan RA terus mengalami peningkatan nilai pH hingga hari ke-28. Peningkatan pH yang terus-menerus mengindikasikan proses fermentasi tidak berlangsung, sehingga tidak dihasilkan asam-asam organik yang dapat menurunkan pH fermentor. Hal ini didukung oleh hasil pengukuran VFA pada perlakuan RA (Gambar 10). Nilai. pH. merupakan. salah. satu. faktor. pendukung. pertumbuhan. mikroorganisme dalam pembentukan biogas. Mikroorganisme akan bekerja aktif pada rentang pH yang spesifik. Prosses pembentukan metana berlangsung dalam interval pH yang relatif sempit, yaitu kisaran 6,8 – 7,2 (Gerardi, 2003). Apabila Nilai pH di bawah 6,5 maka aktifitas bakteri metanogen akan menurun dan apabila nilai pH di bawah 5,0, maka fermentasi akan terhenti dan jika pH lebih tinggi dari 8,5 akan mengakibatkan pengaruh yang negatif pada populasi bakteri metanogen, sehingga akan mempengaruhi laju pembentukan biogas dalam reaktor (Khaerunnisa & Rahmawati, 2013). Perubahan nilai pH pada semua perlakuan selama fermentasi 28 hari tidak termasuk ke dalam kriteria optimum untuk proses fermentasi biogas. Hal tersebut dapat menghambat proses produksi biogas. 4.4. Konsentrasi Amonia Konsentrasi amonia merupakan salah satu parameter dasar proses produksi biogas. Amonia (NH3) adalah produk utama dari hasil fermentasi protein dalam substrat oleh mikroorganisme. Hasil pengukuran amonia menunjukkan bahwa setiap perlakuan memiliki konsentrasi amonia yang berbeda selama masa fermentasi 28 hari (Gambar 9). Konsentrasi amonia tertinggi dan terendah terjadi pada perlakuan RA, yaitu sebesar 27,74 mg/100ml dan 8,27 mg/100ml, secara.

(48) 34. berurutan. Hasil uji statistik analisis variansi menunjukkan bahwa konsentrasi. Konsentrasi NH3 (mg/100 ml). amonia antara semua perlakuan berbeda nyata (ρ≤ 0,05) (Lampiran 4). 30. 25. 20. FA FR. 15. RA 10. 5 0. 7. 14. 21. 28. Hari Ke-. Gambar 9. Konsentrasi amonia selama masa fermentasi fermentasi pada setiap perlakuan FA (feses gajah+ air), FR (feses gajah+ cairan rumen sapi+ air), RA (cairan rumen sapi+ air) Perlakuan FA mengalami fluktuasi konsentrasi amonia selama masa fermentasi. Peningkatan konsentrasi amonia pada hari ke-0 hingga hari ke-7 dan pada hari ke-14 hingga ke-21, menunjukkan bahwa sedang terjadi proses degradasi protein dalam substrat menjadi asam-asam amino, sebagian diubah menjadi amonia. Asam-asam amino hasil degradasi protein selain dirombak menjadi amonia juga digunakan sebagian oleh mikroorganisme untuk memenuhi kebutuhan sumber nitrogen. Hal tersebut menyebabkan penurunan konsentrasi amonia pada perlakuan FA pada hari ke-7 hingga hari ke-14 dan hari ke-21 hingga hari ke-28. Berbeda dengan perlakuan FA yang memiliki konsentrasi amonia berfluktuasi, perlakuan FR dan RA terus mengalami peningkatan konsentrasi amonia dari hari ke-0 hingga hari ke-28. Peningkatan konsentrasi amonia yang terus terjadi selama proses fermentasi mengindikasikan adanya akumulasi amonia pada fermentor. Terlihat konsentrasi amonia pada hari ke-28 mencapai 23,06 mg/100 ml pada perlakuan FR dan 27,74 mg/ 100 ml pada perlakuan RA..

(49) 35. Konsentrasi amonia pada kedua perlakuan tersebut tidak masuk dalam kategori yang aman bagi kelangsungan hidup mikroorganisme metanogenik, yaitu 20 mg/100 ml (Chen, Cheng, & Creame, 2008). Konsentrasi amonia yang terlalu tinggi dapat menghambat produksi biogas pada perlakuan FR dan FA (Gambar 5). Hasil amonia berkaitan dengan pH, pH juga dipengaruhi oleh amonia, amonia akan meningkatkan nilai pH jika konsentrasinya tinggi. Peningkatan konsentrasi amonia pada hari ke-0 hingga ke-28 pada perlakuan FR seharusnya meningkatkan nilai pH fermentor, tetapi hasil pengukuran pH pada perlakuan FR justru menunjukkan penurunan (Gambar 8). Nilai pH terlihat turun hingga mencapai 5,8 pada hari ke-28. Hal ini dapat disebabkan peningkatan amonia secara cepat dapat menyebabkan peningkatan VFA, kehilangan alkalinitas dan penurunan pH (Gerardi, 2003). Sehingga nilai pH tidak naik meskipun produksi amonia meningkat. Berbeda dengan perlakuan FR, peningkatan konsentrasi amonia menyebabkan peningkatan pH (Gambar 8) pada perlakuan RA. 4.5. Konsentrasi Volatile Fatty Acids (VFA) Parsial Volatile fatty acids parsial merupakan sebagian dari asam lemak total, seperti asam asetat, propionat, dan butirat. Hasil pengamatan VFA parsial pada hari ke-0 dan ke-28 menunjukkan bahwa kandungan asam asetat lebih tinggi dibandingkan dengan asam propionat dan asam butirat pada semua perlakuan (Gambar 10). Perlakuan FA mengalami peningkatan konsentrasi asam asetat pada hari ke-28. Sedangkan konsentrasi asam propionat dan asam butiratnya mengalami penurunan pada hari ke-28.Penumpukkan asetat bisa disebabkan asam propionat dan butirat diuraikan oleh bakteri asetogenik menjadi asam asetat pada tahap asetogenesis(Manurung, 2004). Sementara itu, konsentrasi VFA parsial pada perlakuan FR dan RA mengalami penurunan baik pada asam asetat, propionat, mapun butirat pada hari ke-28. Penurunan konsentrasi VFA secara parsial diduga berhubungan dengan proses degradasi substrat dalam fermentor selama masa fermentasi. VFA hasil fermentasi digunakan oleh mikroorganisme metanogenik untuk memproduksi metana, sehingga konsentrasinya menurun. Namun, penurunan konsentrasi VFA parsial pada perlakuan FR dan RA tidak diiringi dengan tingginya produksi.

(50) 36. metana. Hal ini mungkin terjadi karena adanya persaingan antara mikroorganisme asetogenk dan metanogenik. Penurunan produksi asam asetat mengindikasikan kondisi di dalam fermentor yang semakin anaerob, yaitu pada saat bahan organik mulai. habis. dan. mikroorganisme. asetogenik. menggunakan. H2. untuk. memproduksi asam asetat, sedangkan H2 untuk memproduksi metan oleh. Konsentrasi VFA Parsial ( mmol/100ml). mikroorganisme metanogenik sedikit. 160 150 140 130 120 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0. 28. 0. FA. 28. 0. FR. Asetat. Propionat. 28 RA. Butirat. Gambar 10. Konsentrasi VFA parsial hari ke-0 dan ke-28 fermentasi pada setiap perlakuan FA (feses gajah+ air), FR (feses gajah+ cairan rumen sapi+ air), RA (cairan rumen sapi+ air) 4.6.. Analisis Mikroorganisme Proses produksi biogas berhubungan erat dengan peran mikroorganisme.. Untuk itu, perlu dilakukan pengamatan mikroskopis untuk mengetahui keberadaan mikroorganisme pada setiap perlakuan. Hasil pengamatan mikroskopis pada hari ke-28 menunjukkan keberadaan mikroorganisme baik pada perlakuan FA, FR, maupun RA (Lampiran 6). Mikroorganisme memiliki peranan penting dalam produksi biogas dan pembentukan metana, khususnya mikroorganisme metanogen. Kualitas biogas yang dihasilkan selam fermentasi bergantung pada proporsi metana di dalamnya. Proses pembentukan metana atau metanogenesis merupakan tahap akhir dari.

(51) 37. fermentasi biogas yang melibatkan peran penting mikroorganisme metanogen. Produksi metana melalui proses metanogenesis dapat dihasilkan tidak hanya melalui asam asetat (asetotrofik) melainkan dapat melalui gas karbon dioksida dengan gas hidrogen (hidrogenotrofik), dan melalui metanol (metilotrofik). Ketiga jalur metanogenesis tersebut melibatkan kelompok mikroorganisme yang berbeda. Hasil perhitungan konsentrasi mikroorganisme metanogenik menunjukkan bahwa konsentrasi tertinggi yaitu kelompok asetotrofik, kelompok tertinggi kedua. Konsentrasi Bakteri Metanogen (CFU/mL). hidrogenotrofik, dan yang terendah metilotrofik (Gambar 11). 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0. 14. 28. 0. FA. 14. 28. FR. Asetat. Metanol. 0. 14. 28. RA. Hidrogen. Gambar 11. Konsentrasi bakteri metanogen di berbagai media fermentasi pada setiap perlakuan FA (feses gajah+ air), FR (feses gajah+ cairan rumen sapi+ air), RA (cairan rumen sapi+ air) Konsentrasi mikroorganisme metanogen asetotrofik pada semua perlakuan yaitu berkisar 0-51,65 CFU/mL. Kelompok asetotrofik memanfaatkan asetat sebagai subtratnya. Ketersediaan asetat akan menyuplai mikroba asetotrofik untuk menghasilkan metan dan melepaskan CO2. Asetat merupakan zat utama dalam pembentukan metana. Liu & Whitman (2008) menyatakan bahwa mikroorganisme metanogenik mengoksidasi gugus karboksil menjadi CO2 dan mengurangi gugus metil menjadi CH4.. Selain asetotropik, keberadaan mikroorganisme kelompok hidrogenotrofik dan metilotrofik juga terdeteksi. Konsentrasi mikroorganisme metanogen hidrogenotrofik pada semua perlakuan yaitu berkisar 0,9-24,6 CFU/ml.

(52) 38. Kelompok hidrogenotrofik memanfaatkan H2 dan CO2 sebagai reaktan pembentukan metan. Sedangkan konsentrasi mikroorganisme metilotrofik pada semua perlakuan berkisar 0,22-5,8 CFU/mL, kelompok metilotrofik menghasilkan gas metan dari senyawa berbasis metil seperti metanol (CH3OH) dan metil alkohol (C2H5OH)..

Referensi

Dokumen terkait

Qurrotu A‟yuni Alfitriyah, 2018, Internalisasi Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam dalam Mencegah Perilaku Bullying (Studi Kasus MTs Darul Ulum Waru dan SMPN 4 Waru),

(Case Study In junior high civics MGMPs Ogan Ilir). This study departs from the unrest researchers pedagogical competence of teachers who have not achieved optimal conditions in

Tindakan Tony Broer tersebut melahirkan konsep dan nilai praktis yang lebih dominan dari penampakan politik tubuh, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, sehingga

Menurut Gomez-Mejia, et.al (2001:295) bahwa banyak organisasi memandang pengembangan karir sebagai cara untuk mencegah job burnout (kebosanan/kejenuhan kerja),

sedang prestasi belajarnya lebih baik dari pada siswa dengan kreativitas rendah. Hasil uji ini sudah sesuai dengan hipotesis. 3) Pada pembelajaran langsung, prestasi belajar

5) Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS. 6) Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan. 7) Penyakit radang panggul

Dengan diselesaikannya tugas akhir ini diharapkan dapat menjadi kontribusi pada penelitian dalam mengembangkan strategi dan struktur kontrol untuk plant nonlinear

menggunakan model peta pikiran (pre-test) tergolong dalam kategori cukup, dengan nilai rata-rata siswa yaitu 63,87, nilai kemampuan menulis karangan deskripsi oleh siswa kelas XI