• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR

DAFTAR PUSTAKA

2.6 Parameter Pengamatan 1 Sintasan

Sintasan diperoleh berdasarkan persamaan sebagai berikut: Sintasan = [Nt/No] x 100% Keterangan:

Nt = Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan No = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan 2.6.2 Kecernaan

Parameter kecernaan yang diukur adalah kecernaan protein, kecernaan energi, dan kecernaan bahan. Nilai kecernaan protein, dan kecernaan energi (Takeuchi, 1988) dan kecernaan bahan (Watanabe, 1988) dihitung berdasarkan persamaan;

Kecernaan protein = [1 - [1-a/a’ x b’/b]] x 100 % Energi tercerna = Ep –[Ef x n/n’]

Kecernaan energi = [Energi tercerna/Energi pakan] x 100% Kecernaan bahan =[ADT− 0,7 AD]/0,3

Keterangan :

a = % Cr2O3 dalam pakan

a’ = % Cr2O3 dalam feses

b = % nutrien dalam pakan b = % nutrien dalam feses

Ep = energi pakan (kkal/100 g pakan) Ef = energi feses (kkal/100 g pakan) n = mg Cr2O3/g pakan

n’ = mg Cr2O3/g feses

ADT = nilai kecernaan energi (kecernaan total) pakan uji

6 III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan protein, kecernaan energi, kecernaan total, dan kecernaan bahan pakan terdapat pada Tabel 4.

Tabel 2. Komposisi proksimat bahan kulit buah kakao, tongkol jagung, dan bungkil biji karet, tanpa dan dengan inkubasi cocktail enzyme serta persentase perubahannya (% bobot kering)

Proksimat Jenis Bahan Kulit buah kakao Tongkol jagung Bungkil biji karet Protein (%) TI 8,54 2,73 30,18 I 13,75 6,03 33,83 P 61,01 120,88 12,09 Lemak (%) TI 3,32 2,70 8,09 I 3,61 2,96 7,89 P 8,73 9,63 -2,47 Kadar abu (%) TI 9,79 12,53 5,89 I 5,60 11,27 6,33 P -42,80 -10,06 7,47 Serat kasar (%) TI 30,54 37,36 6,82 I 25,96 26,54 9,98 P -15,00 -28,96 46,33 BETN (%) TI 47,81 54,53 49,02 I 51,08 62,31 41,97 P 6,84 14,27 -14,38 GE (kkal/100 g bahan) TI 275,05 264,24 446,04 I 320,36 317,06 435,69 P 16,47 19,99 -2,32

Keterangan: TI= Tanpa Inkubasi, I= Inkubasi, P= Perubahan (%) BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen GE = Gross energy (Watanabe 1988)

1 gram protein = 5,6 kkal GE 1 gram lemak = 9,4 kkal GE 1 gram BETN/karbohidrat = 4,1 kkal GE

Hasil analisis proksimat bahan uji pada Tabel 2 menunjukkan bahwa proses inkubasi dengan cocktail enzyme dapat meningkatkan kadar protein semua bahan. Penurunan serat kasar terjadi pada semua bahan, kecuali pada bahan

7 bungkil biji karet yang justru mengalami peningkatan serat kasar sebesar 46,33%. Presentase peningkatan protein dan penurunan serat kasar tertinggi terdapat pada bahan tongkol jagung.

Tabel 3.Komposisi proksimat pakan dengan campuran bahan kulit buah kakao, tongkol jagung, dan bungkil biji karet, tanpa dan dengan inkubasi

cocktail enzyme serta persentase perubahannya (% bobot kering)

Proksimat Jenis Bahan Kulit buah kakao Tongkol jagung Bungkil biji karet Pakan acuan Protein (%) TI 23.37 23.83 31.06 34.77 I 24.65 26.98 31.15 P 5.47 13.25 0.29 Lemak (%) TI 2.98 2.16 5.67 3.50 I 2.01 3.36 6.37 P -32.36 55.19 12.29 Kadar abu (%) TI 14.43 13.09 13.68 17.15 I 14.23 11.71 13.56 P -1.39 -10.49 -0.85 Serat kasar (%) TI 16.14 17.19 6.39 11.78 I 16.80 14.88 8.60 P 3,46 -13,70 25,00 BETN (%) TI 37.82 39.47 37.41 27.32 I 37.32 39.24 35.71 P -1,03 -0,55 -3,67 GE (kkal/100 g bahan) TI 313.93 315.58 380.67 339.62 I 309.99 343.56 380.75 P -1,34 9,01 -0,17 C/P TI 13.43 13.24 12.26 9.77 I 12.57 12.73 12.22 P -6,80 -4,14 -1,69

Keterangan: TI= Tanpa Inkubasi, I= inkubasi, P=Perubahan (%) BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen GE = Gross energy (Watanabe 1988)

1 gram protein = 5,6 kkal GE 1 gram lemak = 9,4 kkal GE 1 gram BETN/karbohidrat = 4,1 kkal GE

Perubahan nutrisi yang terjadi karena inkubasi bahan baku dengan menggunakan cocktail enzyme mempengaruhi komposisi pada pakan. Pada Tabel 3 dapat dilihat terjadi peningkatan protein dan penurunan serat kasar pada pakan dengan bahan baku yang diinkubasi dengan cocktail enzyme. Namun demikian

8 pada bahan kulit buah kakao dan bungkil biji karet terjadi peningkatan serat kasar sebesar 3,46% dan 25%.

Tabel 4.Kecernaan protein, kecernaan energi, dan kecernaan bahan pakan dengan campuran bahan kulit buah kakao.tongkol jagung, dan bungkil biji karet dengan dan tanpa inkubasi cocktail enzyme pada ikan gurame

Osphronemus goramy serta persentase perubahannya.

Parameter (%) Jenis Bahan Kulit buah kakao Tongkol jagung Bungkil biji karet Kecernaan protein (%) TI 75,08 ± 2,45 72,81 ± 3,47 76,19 ± 2,33 I 81,63 ± 0,00 79,59 ± 2,70 79,84 ± 2,69 P 8,72 9,32 4,78 Kecernaan energi (%) TI 68,48 ± 0,76 53,76 ± 1,69 68,45 ± 0,38 I 72,14 ± 1,37 62,81 ± 0,90 70,28 ± 0,36 P 5,33 16,83 2,68 Kecernaan bahan (%) TI 80,90 ± 9,35 47,96 ± 4,46 71,96 ± 4,25 I 93,83 ± 7,43 50,81 ± 5,52 77,30 ± 0,22 P 15,98 5,96 7,41

Keterangan= TI= Tanpa inkubasi, I= Inkubasi P= Persentase perubahan (%)

Tabel 4 menunjukkan bahwa pakan dengan 30% bahan yang sudah diinkubasi cocktail enzyme memiliki nilai kecernaan lebih tinggi dibandingkan pakan dengan bahan yang tidak diinkubasi. Nilai kecernaan protein tertinggi terdapat pada bahan kulit buah kakao yang telah diinkubasi dengan nilai sebesar 81,63%. Kecernaan energi tertinggi terdapat pada bahan kulit kakao inkubasi sebesar 72,14%. Sedangkan nilai kecernaan bahan tertinggi terdapat pada bahan kulit buah kakao inkubasi sebesar 93,83%.

3.2 Pembahasan

Bahan baku pakan yang berasal dari limbah pertanian biasanya mengandung kadar protein yang rendah, serat kasar yang tinggi, serta adanya zat anti nutrisi (Handajani dan Widodo 2010). Limbah perkebunan memiliki kandungan serat kasar yang tinggi, seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Serat-serat tersebut termasuk senyawa yang sulit dicerna. Tingginya kandungan serat kasar menunjukkan bahwa mutu bahan pakan tersebut rendah (Guntoro 2008).

9 Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman dan hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam, melainkan berikatan dengan bahan lain, yaitu lignin dan hemiselulosa membentuk lignoselulosa. Dinding sel tanaman muda terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Seiring dengan perkembangannya lignin menjadi bagian dari dinding sel. Efisiensi pemanfaatan selulosa sebagai sumber energi sangat tergantung pada kemampuan hewan untuk memutus ikatan yang memproteksi selulosa dari serangan enzim selulase. Selulosa dan hemiselulosa pada lignoselulosa tidak dapat dihidrolisis oleh enzim selulase dan hemiselulase kecuali lignin yang ada pada substrat dilarutkan, dihilangkan, atau dikembangkan terlebih dahulu (Murni 2008). Hemiselulosa merupakan polisakarida terbesar kedua setelah selulosa. Hemiselulosa terdiri dari silan, mannan, arabinogalaktan dan arabinan (Lamid et al. 2006).

Cocktail enzyme yang digunakan dalam penelitian ini mengandung berbagai enzim yang berperan dalam pemecahan berbagai bentuk selulosa diantaranya enzim silanase, mananase, pektinase, dan ligninase. Sehingga dalam penambahan cocktail enzyme diharapkan dapat mengurai senyawa pektin, silan, mannan, dan lignin pada bahan uji. Buchanan et al. (1997) menyatakan bahwa penambahan enzim pada tepung kanola dapat meningkatkan kecernaan pada udang sehingga pertumbuhan udang tersebut meningkat.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, serat kasar pada kulit buah kakao dan tongkol jagung setelah diinkubasi mengalami penurunan masing- masing sebesar 15,00% dan 28,96%. Hal ini diduga cocktail enzyme dapat mengurangi serat kasar pada kulit buah kakao dan tongkol jagung. Penurunan serat kasar yang terjadi pada tongkol jagung dan kulit kakao diduga karena kerja enzim yang dapat menguraikan karbohidrat pada pakan. Serat kasar merupakan karbohidrat tidak larut. Aktivitas enzim yang menghidrolisis karbohidrat berpengaruh pada daya cerna protein. Molekul protein dapat terletak di antara molekul serat, sehingga penguraian serat akan berpengaruh pada pelepasan molekul protein yang meningkatkan daya cerna protein (Purwadaria et al. 1999). Menurut Bintang et al. (2005), adanya 1,4 β-silanase serta 1,3 dan 1,4 β glukanase

10 dapat memecah silan dan glukan menjadi molekul karbohidrat yang lebih sederhana.

Hal yang berbeda terjadi pada bahan bungkil biji karet, proses inkubasi

cocktail enzyme menyebabkan kenaikan serat kasar dari 6,82% menjadi 9,98%. Peningkatan serat kasar pada bahan bungkil biji karet yang telah diinkubasi terjadi akibat pertumbuhan mikroorganisme yang cepat tidak sebanding dengan nutrisi di dalam bahan sehingga mengakibatkan kematian mikroba. Mikroorganisme yang mati diduga ikut memberikan kontribusi terhadap peningkatan serat kasar pada bahan (Edriani 2011).

Berdasarkan hasil penelitian ini, proses inkubasi cocktail enzyme

menyebabkan peningkatan pada protein bahan sebesar 12,09%-120,88%. Perubahan protein tertinggi terdapat pada tongkol jagung sebesar 120,88% yaitu dari 2,73% menjadi 6,03%. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan cocktail enzyme dapat meningkatkan kadar protein. Cocktail enzyme diduga mengurai karbohidrat menjadi lebih sederhana sehingga menghasilkan glukosa. Menurut Sidarta et al. (2010), gula sederhana (glukosa) sebagai bahan dasar untuk sintesis protein merupakan sumber dari asam piruvat, yang merupakan komponen utama untuk pembentukan asam amino.

Nilai kecernaan menggambarkan kemampuan ikan dalam mencerna makanan, serta menggambarkan kualitas pakan yang dikonsumsi ikan. Nilai kecernaan suatu bahan makanan sangat penting sebagai dasar dalam menilai mutu makanan dan dalam merancang ransum (Halver 1989). Nilai kecernaan protein pada ikan biasanya dalam kisaran 75-95% (NRC 1993). Nilai kecernaan protein pada bahan uji yang telah ditambahkan cocktail enzyme serta kulit buah kakao dan bonggol jagung sebelum diinkubasi berada diatas kisaran normal yaitu sekitar 75,08%-81,63%. Sedangkan nilai kecernaan protein tongkol jagung sebelum diinkubasi dibawah kisaran normal yaitu sekitar 72,80%. Serat kasar yang tinggi pada tongkol jagung sebelum inkubasi menyebabkan daya cerna protein menjadi rendah.

Proses inkubasi cocktail enzyme dapat meningkatkan kecernaan protein, diduga karena inkubasi cocktail enzyme dapat meningkatkan kualitas bahan yaitu dengan meningkatkan kadar protein dan menurunkan serat kasar. Faktor yang

11 mempengaruhi tingkat kecernaan ikan antara lain metode pengolahan pakan, stadia ikan, kualitas bahan, ukuran pakan, dan aktivitas ikan (Halver 1989). Perubahan kecernaan protein tertinggi terdapat tongkol jagung sebesar 9,32% yaitu dari 72,81% menjadi 79,59% setelah ditambahkan cocktail enzyme.

Nilai kecernaan energi mengalami peningkatan pada bahan yang telah ditambahkan cocktail enzyme. Hal ini diduga karena inkubasi dapat mengubah bahan pakan menjadi lebih mudah dicerna. Kecernaan energi pada pakan yang telah dicampurkan bahan uji berkisar 53%-72%. Halver (1989) menyatakan bahwa ikan perairan tropis dapat mencerna sekitar 85% energi kasar yang berasal dari tepung ikan dan sumber-sumber protein hewani lainnya yang mengandung banyak protein dan lemak, dan hanya dapat mencerna sekitar 70% energi kasar yang berasal dari bungkil kedelai dan bungkil biji-bijian lainnya yang banyak mengandung karbohidrat.

Nilai kecernaan energi pada kulit buah kakao dan bungkil biji karet setelah ditambahkan cocktail enzyme berada dalam kisaran 70%. Hal ini diduga karena ikan gurame mampu memanfaatkan komponen pakan selain protein sebagai sumber energi (protein sparing effect). Ikan gurame merupakan ikan omnivora yang cenderung herbivora sehingga dapat memanfaatkan energi selain dari protein (karbohidrat dan lemak). Kemampuan ikan dalam mencerna karbohidrat salah satunya dipengaruhi spesies ikan. Halver (1989) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kecernaan energi pada ikan yaitu spesies, stadia, aktivitas, dan temperatur.

Kecernaan bahan merupakan persentase bahan yang dapat dicerna. Nilai kecernaan bahan pada bahan uji mengalami peningkatan setelah diinkubasi

cocktail enzyme. Hal ini diduga karena berkurangnya serat kasar setelah bahan diinkubasi. Selain itu, proses inkubasi cocktail enzyme diduga mengubah struktur bahan menjadi komponen yang lebih sederhana, sehingga bahan uji yang telah diinkubasi lebih mudah dicerna oleh ikan dibandingkan bahan yang tidak diinkubasi.

Berdasarkan nilai kecernaan yang telah diperoleh dari penelitian ini, kulit buah kakao yang telah diinkubasi cocktail enzyme memiliki nilai kecernaan protein, kecernaan energi, dan kecernaan bahan yang lebih tinggi dibandingkan

12 bahan lainnya. Sedangkan nilai kecernaan (kecernaan protein, kecernaan energi, dan kecernaan bahan) terendah terdapat pada tongkol jagung. Sehingga urutan bahan yang berpotensi untuk di jadikan bahan baku adalah kulit buah kakao, bungkil biji karet, dan tongkol jagung.

13 IV. KESIMPULAN

Penambahan cocktail enzyme pada kulit buah kakao, tongkol jagung, dan bungkil biji karet mampu meningkatkan kecernaan bahan kulit buah kakao, tongkol jagung, dan bungkil biji karet sebagai bahan pakan ikan gurame. Inkubasi dengan mengunakan cocktail enzyme dengan konsentrasi 2g/kg dapat menurunkan serat kasar pada kulit buah kakao dan tongkol jagung, serta meningkatkan protein pada semua bahan baku. Penambahan cocktail enzyme juga mampu meningkatkan kecernaan protein, kecernaan energi dan kecernaan bahan uji pada ikan gurame. Urutan bahan yang berpotensi untuk dijadikan bahan baku adalah kulit buah kakao, bungkil biji karet, dan tongkol jagung.

14 DAFTAR PUSTAKA

Afrianto E., Liviawaty E. 2005. Pakan ikan. Yogyakarta: Kanisius.

Badan Statistik Indonesia. 2010. Produksi bulanan perkebunan besar Indonesia. http://www.bps.go.id (8 September 2012).

Bintang I.A.K., A.P. Sinurat, Ketaren P.P. 2006. Pengaruh penambahan ß-silanase dan ß-glukanase terhadap performans ayam broiler. JITV 11(2), 92-96. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Buchanan J., Poppi D., Sarac H.Z., Cowan R.T. 1997. Effects of enzyme addition to canola meal in prawn diets. Aquaculture 151, 29-35.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Luas areal dan produksi perkebunan seluruh Indonesia menurut pengusahaan. http:// www.ditjenbun.deptan.go.id (26 Agustus 2012).

Duke J.A. 1983. Theobroma cacao L. Handbook of Energy Crops. unpublished. http://www.hort.purdue.edu (8 September 2012).

Edriani G. 2011. Evaluasi kualitas dan kecernaan biji karet, biji kapuk, kulit singkong, palm kernel meal, dan kopra yang difermentasi oleh

Saccharomyces cerevisiae pada pakan juvenil ikan mas Cyprinus carpio. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor.

Guntoro S. 2008. Membuat pakan ternak dari limbah perkebunan. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Halver J.E. 1989. Fish nutrition2nd Edition. Academic Press. London. p. 1-23.

Handajani H., Widodo W. 2010. Nutrisi ikan. Malang: UMM Press.

Kushartono B, Iriani N. 2003. Prospek pengembangan tanaman jagungsebagai sumber hijauan pakan ternak, di dalam: Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Peneliti. Balai Penelitian Ternak, Bogor, hlm.26-31.

KOMPAS. 2012. Harga pakan terus naik. http:// www.pilkada.kompas.com (17 Oktober 2012).

Laconi E.B. 1998. Peningkatan mutu pod kakao melalui amoniasi dengan urea dan biofermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium serta penjabarannya ke dalam formulasi ransum ruminansia. [Thesis]. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

15 Lamid M., Chuzaemi S., Puspaningsih N.N.T., Kusmartono. 2006. Inokulasi bakteri silanolitik asal rumen sebagai upaya peningkatan nilai nutrisi jerami padi. Jurnal Protein 14, 122-128.

Murni R., Suparjo, Akmal, Ginting B.L. 2008. Buku ajar teknologi pemanfaatan limbah untuk pakan. Jambi: Laboratorium Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

[NRC] Nutritional Research Council. 1993. Nutrient requirement of fish. National Academic Press, Washington DC, pp. 43-44.

Ogunkoya A.E., Ayoleke E., Page G.I., Adewolu M.A., Bureau D.P. 2006. Dietary incorporation of soybean meal and exogenous enzyme cocktail can affect physical characteristics of faecal material egested by rainbow

trout (Oncorhynchus mykiss). Aquaculture 254, 466–475.

Oyewushi P.A., Akintayo E.T., Olaofe O. 2007. The proximate and amino acid composition of defatted rubber seed meal. Journal of Food, Agriculture & Environment 5, 115-118.

Purwadaria T., Sinurat A.P., Supriyati, Hamid H., Bintang I.A.K. 1999. Evaluasi nilai gizi lumpur sawit fermentasi dengan Aspergillus niger setelah proses pengeringan dengan pemanasan. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner4, 257- 263.

Sidarta E., Syaputra D.A., Djafar F. 2010. Nilai kadar protein dan aktivitas amilase selama proses fermentasi umbi kayu dengan Aspergillus niger. Fakultas Teknobiologi. Universitas Katolik Atma Jaya. Jakarta.

Suprayudi, M.A. 2010. Bahan baku lokal: Tantangan dan harapan akuakultur masa depan. Abstrak. Simposium Nasional Bioteknologi Akuakultur III. IPB Convention Center, Bogor. p. 31.

Takeuchi T. 1988. Laboratory work chemical evaluation of dietary nutriens. In: Fish nutrition and mariculture. Watanabe, T. Department of Aquatic Biosience. Tokyo University of Fisheries. JICA, pp.179-226.

Tangendjaja B.,Wina E. 2010. Limbah tanaman dan produksi samping industri jagung untuk pakan. Bogor. Balai Penelitian Ternak, p. 427-455.

Watanabe T. 1988. Fish nutrition and mariculture. Department of Aquatic Biosience. Tokyo University of Fisheries. JICA, pp.79-82.

Widodo W. 2002. Nutrisi dan pakan unggas kontekstual. Malang: Fakultas Peternakan dan Ilmu Perikanan, Universitas Muhammadiyah Malang.

16 Zubachtirodin M.S., Pabbage, Subandi. 2009. Wilayah produksi dan potensi pengembangan jagung, di dalam: Prosiding Seminar Nasional Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros, hlm.462-473.

18 Lampiran 1. Metode Inkubasi

Tahapan inkubasi bahan uji yang dilakukan pada penelitian ini yaitu bahan uji ditimbang sebanyak 2 kg dan cocktail enzyme sebanyak 2 g, lalu dicampur dan diaduk hingga cocktail enzyme tersebar merata. Kemudian air ditambahkan sebanyak 40% dan diaduk merata. Bahan diletakkan pada wadah plastik dibiarkan dalam kondisi aerob (penutup wadah dibuat sirkulasi udara), dan diinkubasi pada suhu kamar selama satu hari (24 jam).

Lampiran 2. Pembuatan pakan perlakuan untuk 1 kg pakan

Dokumen terkait