• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penambahan Cocktail Enzyme pada Kulit Buah Kakao, Tongkol Jagung, dan Bungkil Biji Karet yang Digunakan sebagai Bahan Baku Pakan Ikan Gurame

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penambahan Cocktail Enzyme pada Kulit Buah Kakao, Tongkol Jagung, dan Bungkil Biji Karet yang Digunakan sebagai Bahan Baku Pakan Ikan Gurame"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

KURNIA DWI CAHAYA. Penambahan Cocktail Enzyme pada Kulit Buah Kakao, Tongkol Jagung, dan Bungkil Biji Karet yang Digunakan sebagai Bahan Baku Pakan Ikan Gurame. Dibimbing oleh JULIE EKASARI dan MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kecernaan dengan menambahkan

cocktail enzyme pada berbagai bahan baku lokal (kulit buah kakao, tongkol jagung, dan bungkil biji karet). Ikan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan gurame Osphronemus goramy yang memiliki bobot 20,65±0,75 g. Cocktail enzyme merupakan campuran enzim yang terdiri dari silanase, mananase, ligninase, dan pektinase. Bahan yang telah ditepungkan, diinkubasi dengan

cocktail enzyme dengan konsentrasi 2 g/kg bahan uji selama 24 jam. Setelah itu bahan dikeringkan dan digunakan sebagai campuran pakan uji dengan perbandingan 30% bahan uji dicampur 70% pakan komersil untuk uji kecernaan dengan menggunakan Cr2O3 sebagai penanda dengan konsentrasi 0,5%.Ikan

dipelihara selama 15 hari dan pengumpulan feses dilakukan sejak hari ke-6 untuk kemudian diuji di laboratorium. Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa proses inkubasi mampu meningkatkan protein bahan sebesar 10-55%, dan menurunkan serat kasar bahan sebesar 17-41%. Selain itu, penambahan enzim mampu meningkatkan nilai kecernaan pakan oleh ikan gurame yang ditunjukkan oleh meningkatnya kecernaan protein, kecernaan bahan, dan kecernaan energi.

(2)

ABSTRACT

KURNIA DWI CAHAYA. Addition of Cocktail Enzyme on Cocoa Pods, Corn Cobs, and Rubber Seed Used as Feed Ingredient of Giant Gourami Feed.

Supervised by JULIE EKASARI and MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI.

The aim of this research was to increase the digestibility of local feedstuff (cocoa pods, corn cobs, and rubber seed) by the addition of cocktail enzyme. Fish used in this study was giant gourami Osphronemus goramy with an average body weight of 20,65±0,75 g. Cocktail enzyme used was a mixture of enzymes, which consisted of xylanase, manannase, ligninase, and pectinase. Previously milled feedstuff was incubated with cocktail enzyme at a concentration of 2 g/kg material at room temperature for 24 hours. Subsequently, the incubated feedstuffs were dried, mixed with reference diet with a ratio of 30:70 and Cr2O3as a marker at a

concentration of 0,5%, and used as the feed for digestibility test. Feeding was performed for 15 days and the feces were collected since the 6th day. The results show that the addition of cocktail enzyme could increase crude protein content of feedstuff with a range of 10-55%, and decrease crude fiber content of cocoa pods and corn cobs meals with a range of 17-41%. Furthermore, cocktail enzyme could also increase the feed digestibility by the giant gourami.

(3)

1

I. PENDAHULUAN

Pakan sebagai sumber energi bagi ikan untuk tumbuh merupakan komponen biaya yang paling besar dalam kegiatan budidaya yakni sebesar 40-89% (Suprayudi 2010). Mahalnya harga pakan ikan dan udang nasional dipicu oleh kebutuhan bahan baku impor yang tinggi (KOMPAS 2010). Sebagai gambaran, impor tepung ikan untuk bahan baku pakan mencapai 75.000-80.000 ton pada tahun 2011. Pada saat yang sama, harga bungkil kedelai naik dari 420 dolar AS per ton menjadi 620 dollar AS (KOMPAS 2012). Oleh karena itu, dibutuhkan alternatif bahan baku lokal yang dapat mengurangi atau menggantikan penggunaan bahan baku pakan impor tersebut. Syarat yang harus dipenuhi sebagai bahan baku adalah mengandung nutrien yang dibutuhkan ikan untuk pertumbuhan, diutamakan dari sumber nabati, tidak berkompetisi dengan kebutuhan manusia, berbasis hasil samping, jumlah melimpah, dan tidak mengandung bahaya (Suprayudi 2010). Bahan baku yang memenuhi syarat tersebut beberapa diantaranya adalah bahan-bahan sisa atau hasil samping dari pertanian dan perkebunan. Beberapa bahan baku pakan alternatif yang dapat digunakan sepertikulit buah kakao, tongkol jagung, dan bungkil biji karet.

Dalam perekonomian nasional, jagung merupakan penyumbang terbesar

kedua setelah padi dalam subsektor tanaman pangan. Produksi jagung nasional diproyeksikan tumbuh 4,63% pertahun, pada tahun 2009 mencapai 13,98 juta ton (Zubachtirodin et al. 2009). Produksi jagung yang tinggi menghasilkan limbah yang melimpah pula. Limbah dari industri jagung diantaranya adalah batang, daun, tongkol, dan kulit. Komposisi buah jagung terdiri dari kelobot (daun pembungkus biji jagung), butiran jagung dan tongkol jagung dengan persentase kelobot (9,70%), biji jagung (75,40%) dan tongkol jagung (14,40%) (Kushartono 2003). Komponen nutrisi pada tongkol jagung yaitu protein kasar 2,8%, lemak kasar 0,7%, abu 1,5%, serat kasar 32,7% (Murni et al. 2008). Berdasarkan data tersebut, maka dapat diperkirakan bahwa potensi tongkol jagung di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 2,01 juta ton.

(4)

2 Badan Statistik Indonesia (2010) pada tahun 2009 sebesar 67.602 ton. Buah kakao terdiri atas 73% kulit kakao atau pod kakao dan 27% isi buah yang terdiri dari

kulit biji dan plasenta (Laconi 1998). Dengan demikian potensi kuantitas kulit buah kakao di Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan diperkirakan 49.349 ton. Menurut Duke (1983) kulit buah kakao mengandung11% kadar air, 3,0% lemak, 13,5% protein, 16,5% serat kasar, 9% tannin, 6% pentosa, 6,5% abu, dan 0,75 theobromin.

Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2012),luas areal perkebunan karet di Indonesia pada tahun 2009 sebesar 3.435.270 ha. Setiap pohon dapat menghasilkan 5.000 sampai 10.000 biji karet atau 25 sampai 50 kg biji karet per tahun. Kandungan minyak biji karet sekitar 40 sampai 50 persen dan bungkilnya 50 sampai 60 persen. Dengan demikian biji karet yang dapat dihasilkan sebanyak 5 sampai 10 kg/pohon/tahun atau 2,5 sampai 5 ton/ha/tahun (Widodo 2002), dan potensi bungkil biji karet yang dapat digunakan sebagai bahan baku pakan di Indonesia dapat mencapai10.305.810 ton. Biji karet mengandung protein sebesar 21,9%, lemak sebesar 15,8%, abu sebesar 2,3%, dan karbohidrat sebesar 65,1% (Oyewusi et al. 2007).

Kendala utama pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan sebagai pakan adalah nilai nutrisi dan kecernaan yang rendah. Hal ini disebabkan tingginya kandungan serat kasar, adanya zat antinutrisi, dan rendahnya kandungan

protein. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian suplementasi enzim eksogenus dapat meningkatkan kualitas nutrisi (Buchanan et al.1997, Ogunkoya

et al. 2006).Ogunkoya et al. (2006) melaporkan bahwa penambahan cocktail enzyme pada pakan ikan rainbow trout dapat mengurangi jumlah feses yang dihasilkan sehingga ramah lingkungan. Penelitian ini menggunakan campuran enzim (cocktail enzyme) untuk mengatasi kendala tersebut. Cocktail enzyme yang digunakan terdiridari enzim silanase, mananase, ligninase, dan pektinase. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkankecernaan dengan menambahkan

(5)

3 II. BAHAN DAN METODE

2.1 Prosedur Inkubasi

Tahap persiapan bahan baku meliputi inkubasi bahan baku dan analisis proksimat bahan sebelum dan sesudah inkubasi. Tahap awal inkubasi bahan baku yaitu bahan baku pengeringan dengan menggunakan oven yang diikuti dengan proses penepungan bahan. Bahan yang telah halus dicampurkan dengan 2 g/kg

cocktail enzyme yang telah dilarutkan ke dalam air sebanyak 400 ml kemudian diaduk hingga merata. Bahan tersebut dimasukkan ke dalam wadah plastik dan penutup wadah yang diberi sirkulasi udara, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu kamar. Bahan yang telah terinkubasi dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 60˚C selama 1 hingga 2 jam.

2.2 Pakan Uji

Penelitian ini menggunakan perlakuan berupa pakan acuan dan pakan campuran bahan uji dengan perbandingan 70% pakan acuan dan 30% pakan uji. Kemudian pakan dicampur dengan kromium (Cr2O3) sebanyak 0,5% sebagai

indikator kecernaan (NRC 1993) dan binder berupa tepung sagu sebanyak 2%. Bahan-bahan yang telah tercampur rata dibentuk pelet kering. Proses pembuatan pakan dapat dilihat pada Lampiran 2. Komposisi pakan acuan dan pakan uji

disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi pakan acuan dan pakan uji kulit buah kakao, tongkol jagung, dan bungkil biji karet, tanpa dan dengan inkubasi cocktail enzyme

Bahan Jenis Pakan komersial (%)

(6)

4 2.3 Pemeliharaan Ikan

Ikan uji yang digunakan yaitu ikan gurame dengan bobot 20,65± 0,75 g.

Ikan ini telah diadaptasikan dengan menggunakan pakan komersil secara at satiation selama 5 hari. Wadah yang digunakan adalah 14 unit akuarium

berdimensi 50cmx45cmx30cm yang tersusun dalam satu sistem resirkulasi dengan satu buah bak biofilter. Dinding luar akuarium ditutupi plastik hitam untuk meminimalkan stress pada ikan. Tiga buah pemanas air diletakkan dalam tandon biofilter untuk menjaga stabilitas suhu.

Ikan gurame ditebar sebanyak 10 ekor per akuarium dan dipuasakan selama 24 jam sebelum perlakuan pakan. Pemberian pakan perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali sehari secara at satiation, yaitu pada pukul 08.00, 12.00, dan 16.00 WIB selama 15 hari pemeliharaan. Penimbangan bobot ikan dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan.

Pengumpulan feses untuk uji kecernaan dilakukan selama 15 hari dimulai sejak hari keenam pemeliharaan. Feses diambil dengan menggunakan selang aerasi dan ditampung dalam wadah. Setelah dikumpulkan, feses diletakkan dalam

freezer.

2.4 Analisis Kimia

Prosedur analisis proksimat yang diuji meliputi analisis kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, dan kadar serat kasar yang dilakukan berdasarkan Takeuchi (1988). Prosedurnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.5 Analisis Kecernaan

Prosedur analisis kecernaan dilakukan berdasarkan Takeuchi (1988). Pengumpulan feses untuk uji kecernaan dilakukan selama 15 hari dimulai sejak

hari keenam pemeliharaan. Pengukuran Cr2O3 dilakukan dengan mengeringkan

(7)

5 2.6 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif eksploratif. Data

kecernaan protein, kecernaan energi, kecernaan bahan, dan sintasan diolah dengan menggunakan Ms. Excel.

2.6 Parameter Pengamatan 2.6.1 Sintasan

Sintasan diperoleh berdasarkan persamaan sebagai berikut: Sintasan = [Nt/No] x 100% Keterangan:

Nt = Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan No = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan

2.6.2 Kecernaan

Parameter kecernaan yang diukur adalah kecernaan protein, kecernaan energi, dan kecernaan bahan. Nilai kecernaan protein, dan kecernaan energi (Takeuchi, 1988) dan kecernaan bahan (Watanabe, 1988) dihitung berdasarkan persamaan;

Kecernaan protein = [1 - [1-a/a’ x b’/b]] x 100 % Energi tercerna = Ep –[Ef x n/n’]

Kecernaan energi = [Energi tercerna/Energi pakan] x 100%

Kecernaan bahan =[ADT− 0,7 AD]/0,3

ADT = nilai kecernaan energi (kecernaan total) pakan uji

(8)

6 III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan protein, kecernaan energi, kecernaan total, dan kecernaan bahan pakan terdapat pada Tabel 4.

Tabel 2. Komposisi proksimat bahan kulit buah kakao, tongkol jagung, dan bungkil biji karet, tanpa dan dengan inkubasi cocktail enzyme serta persentase perubahannya (% bobot kering)

Proksimat Jenis

Keterangan: TI= Tanpa Inkubasi, I= Inkubasi, P= Perubahan (%) BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen GE = Gross energy (Watanabe 1988)

1 gram protein = 5,6 kkal GE 1 gram lemak = 9,4 kkal GE 1 gram BETN/karbohidrat = 4,1 kkal GE

(9)

7 bungkil biji karet yang justru mengalami peningkatan serat kasar sebesar 46,33%. Presentase peningkatan protein dan penurunan serat kasar tertinggi terdapat pada

bahan tongkol jagung.

Tabel 3.Komposisi proksimat pakan dengan campuran bahan kulit buah kakao, tongkol jagung, dan bungkil biji karet, tanpa dan dengan inkubasi

cocktail enzyme serta persentase perubahannya (% bobot kering)

Proksimat Jenis

Keterangan: TI= Tanpa Inkubasi, I= inkubasi, P=Perubahan (%) BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen GE = Gross energy (Watanabe 1988)

1 gram protein = 5,6 kkal GE 1 gram lemak = 9,4 kkal GE 1 gram BETN/karbohidrat = 4,1 kkal GE

(10)

8 pada bahan kulit buah kakao dan bungkil biji karet terjadi peningkatan serat kasar sebesar 3,46% dan 25%.

Tabel 4.Kecernaan protein, kecernaan energi, dan kecernaan bahan pakan dengan campuran bahan kulit buah kakao.tongkol jagung, dan bungkil biji karet dengan dan tanpa inkubasi cocktail enzyme pada ikan gurame

Osphronemus goramy serta persentase perubahannya.

Parameter (%) Jenis

Keterangan= TI= Tanpa inkubasi, I= Inkubasi P= Persentase perubahan (%)

Tabel 4 menunjukkan bahwa pakan dengan 30% bahan yang sudah diinkubasi cocktail enzyme memiliki nilai kecernaan lebih tinggi dibandingkan pakan dengan bahan yang tidak diinkubasi. Nilai kecernaan protein tertinggi terdapat pada bahan kulit buah kakao yang telah diinkubasi dengan nilai sebesar 81,63%. Kecernaan energi tertinggi terdapat pada bahan kulit kakao inkubasi sebesar 72,14%. Sedangkan nilai kecernaan bahan tertinggi terdapat pada bahan kulit buah kakao inkubasi sebesar 93,83%.

3.2 Pembahasan

Bahan baku pakan yang berasal dari limbah pertanian biasanya

(11)

9 Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman dan hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam, melainkan berikatan

dengan bahan lain, yaitu lignin dan hemiselulosa membentuk lignoselulosa. Dinding sel tanaman muda terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Seiring dengan perkembangannya lignin menjadi bagian dari dinding sel. Efisiensi pemanfaatan selulosa sebagai sumber energi sangat tergantung pada kemampuan hewan untuk memutus ikatan yang memproteksi selulosa dari serangan enzim selulase. Selulosa dan hemiselulosa pada lignoselulosa tidak dapat dihidrolisis oleh enzim selulase dan hemiselulase kecuali lignin yang ada pada substrat dilarutkan, dihilangkan, atau dikembangkan terlebih dahulu (Murni 2008). Hemiselulosa merupakan polisakarida terbesar kedua setelah selulosa. Hemiselulosa terdiri dari silan, mannan, arabinogalaktan dan arabinan (Lamid et al. 2006).

Cocktail enzyme yang digunakan dalam penelitian ini mengandung berbagai enzim yang berperan dalam pemecahan berbagai bentuk selulosa diantaranya enzim silanase, mananase, pektinase, dan ligninase. Sehingga dalam penambahan cocktail enzyme diharapkan dapat mengurai senyawa pektin, silan, mannan, dan lignin pada bahan uji. Buchanan et al. (1997) menyatakan bahwa penambahan enzim pada tepung kanola dapat meningkatkan kecernaan pada udang sehingga pertumbuhan udang tersebut meningkat.

(12)

10 dapat memecah silan dan glukan menjadi molekul karbohidrat yang lebih sederhana.

Hal yang berbeda terjadi pada bahan bungkil biji karet, proses inkubasi

cocktail enzyme menyebabkan kenaikan serat kasar dari 6,82% menjadi 9,98%.

Peningkatan serat kasar pada bahan bungkil biji karet yang telah diinkubasi terjadi akibat pertumbuhan mikroorganisme yang cepat tidak sebanding dengan nutrisi di dalam bahan sehingga mengakibatkan kematian mikroba. Mikroorganisme yang mati diduga ikut memberikan kontribusi terhadap peningkatan serat kasar pada bahan (Edriani 2011).

Berdasarkan hasil penelitian ini, proses inkubasi cocktail enzyme

menyebabkan peningkatan pada protein bahan sebesar 12,09%-120,88%. Perubahan protein tertinggi terdapat pada tongkol jagung sebesar 120,88% yaitu dari 2,73% menjadi 6,03%. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan cocktail enzyme dapat meningkatkan kadar protein. Cocktail enzyme diduga mengurai karbohidrat menjadi lebih sederhana sehingga menghasilkan glukosa. Menurut Sidarta et al. (2010), gula sederhana (glukosa) sebagai bahan dasar untuk sintesis protein merupakan sumber dari asam piruvat, yang merupakan komponen utama untuk pembentukan asam amino.

Nilai kecernaan menggambarkan kemampuan ikan dalam mencerna makanan, serta menggambarkan kualitas pakan yang dikonsumsi ikan. Nilai

kecernaan suatu bahan makanan sangat penting sebagai dasar dalam menilai mutu makanan dan dalam merancang ransum (Halver 1989). Nilai kecernaan protein pada ikan biasanya dalam kisaran 75-95% (NRC 1993). Nilai kecernaan protein pada bahan uji yang telah ditambahkan cocktail enzyme serta kulit buah kakao dan bonggol jagung sebelum diinkubasi berada diatas kisaran normal yaitu sekitar 75,08%-81,63%. Sedangkan nilai kecernaan protein tongkol jagung sebelum diinkubasi dibawah kisaran normal yaitu sekitar 72,80%. Serat kasar yang tinggi pada tongkol jagung sebelum inkubasi menyebabkan daya cerna protein menjadi rendah.

(13)

11 mempengaruhi tingkat kecernaan ikan antara lain metode pengolahan pakan, stadia ikan, kualitas bahan, ukuran pakan, dan aktivitas ikan (Halver 1989).

Perubahan kecernaan protein tertinggi terdapat tongkol jagung sebesar 9,32% yaitu dari 72,81% menjadi 79,59% setelah ditambahkan cocktail enzyme.

Nilai kecernaan energi mengalami peningkatan pada bahan yang telah ditambahkan cocktail enzyme. Hal ini diduga karena inkubasi dapat mengubah bahan pakan menjadi lebih mudah dicerna. Kecernaan energi pada pakan yang telah dicampurkan bahan uji berkisar 53%-72%. Halver (1989) menyatakan bahwa ikan perairan tropis dapat mencerna sekitar 85% energi kasar yang berasal dari tepung ikan dan sumber-sumber protein hewani lainnya yang mengandung banyak protein dan lemak, dan hanya dapat mencerna sekitar 70% energi kasar yang berasal dari bungkil kedelai dan bungkil biji-bijian lainnya yang banyak mengandung karbohidrat.

Nilai kecernaan energi pada kulit buah kakao dan bungkil biji karet setelah ditambahkan cocktail enzyme berada dalam kisaran 70%. Hal ini diduga karena ikan gurame mampu memanfaatkan komponen pakan selain protein sebagai sumber energi (protein sparing effect). Ikan gurame merupakan ikan omnivora yang cenderung herbivora sehingga dapat memanfaatkan energi selain dari protein (karbohidrat dan lemak). Kemampuan ikan dalam mencerna karbohidrat salah satunya dipengaruhi spesies ikan. Halver (1989) menyatakan bahwa faktor yang

mempengaruhi kecernaan energi pada ikan yaitu spesies, stadia, aktivitas, dan temperatur.

Kecernaan bahan merupakan persentase bahan yang dapat dicerna. Nilai kecernaan bahan pada bahan uji mengalami peningkatan setelah diinkubasi

cocktail enzyme. Hal ini diduga karena berkurangnya serat kasar setelah bahan diinkubasi. Selain itu, proses inkubasi cocktail enzyme diduga mengubah struktur bahan menjadi komponen yang lebih sederhana, sehingga bahan uji yang telah diinkubasi lebih mudah dicerna oleh ikan dibandingkan bahan yang tidak diinkubasi.

(14)

12 bahan lainnya. Sedangkan nilai kecernaan (kecernaan protein, kecernaan energi, dan kecernaan bahan) terendah terdapat pada tongkol jagung. Sehingga urutan

(15)

13 IV. KESIMPULAN

(16)

PENAMBAHAN

COCKTAIL ENZYME

PADA KULIT BUAH

KAKAO, TONGKOL JAGUNG, DAN BUNGKIL BIJI KARET

YANG DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN

IKAN GURAME

KURNIA DWI CAHAYA

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :

PENAMBAHAN COCKTAIL ENZYME PADA KULIT BUAH KAKAO, TONGKOL JAGUNG, DAN BUNGKIL BIJI KARET YANG DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN GURAME

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Desember 2012

(18)

ABSTRAK

KURNIA DWI CAHAYA. Penambahan Cocktail Enzyme pada Kulit Buah Kakao, Tongkol Jagung, dan Bungkil Biji Karet yang Digunakan sebagai Bahan Baku Pakan Ikan Gurame. Dibimbing oleh JULIE EKASARI dan MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kecernaan dengan menambahkan

cocktail enzyme pada berbagai bahan baku lokal (kulit buah kakao, tongkol jagung, dan bungkil biji karet). Ikan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan gurame Osphronemus goramy yang memiliki bobot 20,65±0,75 g. Cocktail enzyme merupakan campuran enzim yang terdiri dari silanase, mananase, ligninase, dan pektinase. Bahan yang telah ditepungkan, diinkubasi dengan

cocktail enzyme dengan konsentrasi 2 g/kg bahan uji selama 24 jam. Setelah itu bahan dikeringkan dan digunakan sebagai campuran pakan uji dengan perbandingan 30% bahan uji dicampur 70% pakan komersil untuk uji kecernaan dengan menggunakan Cr2O3 sebagai penanda dengan konsentrasi 0,5%.Ikan

dipelihara selama 15 hari dan pengumpulan feses dilakukan sejak hari ke-6 untuk kemudian diuji di laboratorium. Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa proses inkubasi mampu meningkatkan protein bahan sebesar 10-55%, dan menurunkan serat kasar bahan sebesar 17-41%. Selain itu, penambahan enzim mampu meningkatkan nilai kecernaan pakan oleh ikan gurame yang ditunjukkan oleh meningkatnya kecernaan protein, kecernaan bahan, dan kecernaan energi.

(19)

ABSTRACT

KURNIA DWI CAHAYA. Addition of Cocktail Enzyme on Cocoa Pods, Corn Cobs, and Rubber Seed Used as Feed Ingredient of Giant Gourami Feed.

Supervised by JULIE EKASARI and MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI.

The aim of this research was to increase the digestibility of local feedstuff (cocoa pods, corn cobs, and rubber seed) by the addition of cocktail enzyme. Fish used in this study was giant gourami Osphronemus goramy with an average body weight of 20,65±0,75 g. Cocktail enzyme used was a mixture of enzymes, which consisted of xylanase, manannase, ligninase, and pectinase. Previously milled feedstuff was incubated with cocktail enzyme at a concentration of 2 g/kg material at room temperature for 24 hours. Subsequently, the incubated feedstuffs were dried, mixed with reference diet with a ratio of 30:70 and Cr2O3as a marker at a

concentration of 0,5%, and used as the feed for digestibility test. Feeding was performed for 15 days and the feces were collected since the 6th day. The results show that the addition of cocktail enzyme could increase crude protein content of feedstuff with a range of 10-55%, and decrease crude fiber content of cocoa pods and corn cobs meals with a range of 17-41%. Furthermore, cocktail enzyme could also increase the feed digestibility by the giant gourami.

(20)

PENAMBAHAN

COCKTAIL ENZYME

PADA KULIT BUAH

KAKAO, TONGKOL JAGUNG, DAN BUNGKIL BIJI KARET

YANG DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN

IKAN GURAME

KURNIA DWI CAHAYA

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(21)

Judul : Penambahan Cocktail Enzyme pada Kulit Buah Kakao, Tongkol Jagung, dan Bungkil Biji Karet yang Digunakan sebagai Bahan Baku Pakan Ikan Gurame

Nama : Kurnia Dwi Cahaya

NIM : C14080062

Disetujui,

Pembimbing I

Julie Ekasari, M.Sc NIP. 197707252005012002

Pembimbing II

Dr. Muhammad Agus Suprayudi NIP. 196504181991031003

Diketahui,

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr. Sukenda

NIP. 196710131993021001

(22)

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Penambahan Cocktail Enzyme pada Kulit Buah Kakao, Tongkol Jagung, dan Bungkil Biji Karet yang Digunakan sebagai Bahan Baku Pakan Ikan Gurame” dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada Ibu Julie Ekasari, M.Sc. dan Bapak Dr. Muhammad Agus Suprayudi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penelitian maupun penyusunan skripsi. Ungkapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. M. Zairin Junior selaku dosen tamu dalam ujian akhir, Bapak Dr. Alimuddin selaku Komisi

Pendidikan Program S1, serta Ibu Munti Yuhana selaku Pembimbing Akademik. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah dan ibu tercinta, Drs. Lili Suherli dan Ade Asis Susiati yang telah berjasa dalam mendidik, selalu memberikan doa, dan atas kasih sayangnya serta kakak dan adik tercinta (Ginanjar M. Cahya Pratama, SE. dan Vania Tri Cahaya). Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pak Wasjan dan mbak Retno atas dukungannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Laboratorium Nutrisi Ikan, Putri, serta teman-teman BDP angkatan 45 lainnya yang telah memberikan semangat serta dukungan. Penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, tetapi penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2012

(23)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 13 Mei 1989 dari pasangan Drs. Lili Suherli dan Ade Asis Susiati. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.Pada tahun 2005 penulis studi di SMA Assalaam Solo dan lulus pada tahun 2008. Penulis melanjutkan pendidikan sarjana strata 1 (S1) pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan yaitu Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) periode 2010-2012. Penulis pernah menjadi Asisten Praktikum pada mata kuliah yaitu Nutrisi Ikan (2011-2012) dan Teknologi Pembuatan dan Pemberian Pakan Ikan (2011-(2011-2012). Penulis pernah mengikuti magang liburan di Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi, Jawa Barat (2009) dan PT. Semata, Tasik, Jawa Barat (2010). Penulis pernah mengikuti Praktik Lapangan Akuakultur di Balai Budidaya Air Payau Situbondo, Jawa

Timur (2011). Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan penulis dengan menulis skripsi berjudul “Penambahan Cocktail Enzyme pada Kulit Buah Kakao, Tongkol Jagung, dan Bungkil Biji Karet yang Digunakan sebagai Bahan Baku

(24)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

I. PENDAHULUAN ... 1

II. BAHAN DAN METODE ... 3 2.1. Prosedur Inkubasi ... 3 2.2. Pakan Uji ... 3 2.3. Pemeliharaan Ikan ... 4 2.4. Analisis Kimia ... 4 2.5. Analisis Kecernaan ... 4 2.6. Analisis Data ... 5 2.7. Parameter Pengamatan ... 5

2.6.1. Sintasan ... 5 2.6.2. Kecernaan ... 5

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 6 3.1. Hasil ... 6 3.2. Pembahasan ... 8

IV. KESIMPULAN ... 13

DAFTAR PUSTAKA ... 14

(25)

ii DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komposisi pakan acuan dan pakan uji kulit buah kakao, tongkol jagung, dan bungkil biji karet, tanpa dan dengan inkubasi cocktail enzyme ... 3

2. Komposisi proksimat bahan kulit buah kakao, tongkol jagung, dan bungkil biji karet, tanpa dan dengan inkubasi cocktail enzyme serta persentase perubahannya (% bobot kering) ... 6

3. Komposisi proksimat pakan dengan campuran bahan kulit buah kakao, tongkol jagung, dan bungkil biji karet, tanpa dan dengan inkubasi

cocktail enzyme serta persentase perubahannya (% bobot kering) ... 7

4. Kecernaan protein, kecernaan energi, dan kecernaan bahan pakan dengan campuran bahan kulit buah kakao, tongkol jagung, dan bungkil biji karet, tanpa dan dengan inkubasi cocktail enzyme pada ikan gurame

(26)

iii DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Metode inkubasi ... 18

2. Pembuatan pakan perlakuan untuk 1 kg pakan ... 18

3. Skema tata letak akuarium perlakuan ... 18

4. Data kualitas air pada awal dan akhir pemeliharaan ikan ... 18

5. Prosedur analisis proksimat ... 19

6. Prosedur uji kecernaan ... 22

7. Kecernaan total pakan ikan gurame Osphronemus goramy selama pemeliharaan pada uji kecernaan bahan kulit buah kakao. tongkol jagung, dan biji karet tanpa dan dengan inkubasi cocktail enzyme ... 22

8. Kecernaan total pakan ikan gurame Osphronemus goramy selama pemeliharaan pada uji kecernaan bahan kulit buah kakao. tongkol jagung, dan biji karet tanpa dan dengan inkubasi cocktail enzyme ... 23

9. Kecernaan energi pakan ikan gurame Osphronemus goramy selama pemeliharaan pada uji kecernaan bahan kulit buah kakao. tongkol jagung, dan bungkil biji karet tanpa dan dengan inkubasi cocktail enzyme ... 23

(27)

1

I. PENDAHULUAN

Pakan sebagai sumber energi bagi ikan untuk tumbuh merupakan komponen biaya yang paling besar dalam kegiatan budidaya yakni sebesar 40-89% (Suprayudi 2010). Mahalnya harga pakan ikan dan udang nasional dipicu oleh kebutuhan bahan baku impor yang tinggi (KOMPAS 2010). Sebagai gambaran, impor tepung ikan untuk bahan baku pakan mencapai 75.000-80.000 ton pada tahun 2011. Pada saat yang sama, harga bungkil kedelai naik dari 420 dolar AS per ton menjadi 620 dollar AS (KOMPAS 2012). Oleh karena itu, dibutuhkan alternatif bahan baku lokal yang dapat mengurangi atau menggantikan penggunaan bahan baku pakan impor tersebut. Syarat yang harus dipenuhi sebagai bahan baku adalah mengandung nutrien yang dibutuhkan ikan untuk pertumbuhan, diutamakan dari sumber nabati, tidak berkompetisi dengan kebutuhan manusia, berbasis hasil samping, jumlah melimpah, dan tidak mengandung bahaya (Suprayudi 2010). Bahan baku yang memenuhi syarat tersebut beberapa diantaranya adalah bahan-bahan sisa atau hasil samping dari pertanian dan perkebunan. Beberapa bahan baku pakan alternatif yang dapat digunakan sepertikulit buah kakao, tongkol jagung, dan bungkil biji karet.

Dalam perekonomian nasional, jagung merupakan penyumbang terbesar

kedua setelah padi dalam subsektor tanaman pangan. Produksi jagung nasional diproyeksikan tumbuh 4,63% pertahun, pada tahun 2009 mencapai 13,98 juta ton (Zubachtirodin et al. 2009). Produksi jagung yang tinggi menghasilkan limbah yang melimpah pula. Limbah dari industri jagung diantaranya adalah batang, daun, tongkol, dan kulit. Komposisi buah jagung terdiri dari kelobot (daun pembungkus biji jagung), butiran jagung dan tongkol jagung dengan persentase kelobot (9,70%), biji jagung (75,40%) dan tongkol jagung (14,40%) (Kushartono 2003). Komponen nutrisi pada tongkol jagung yaitu protein kasar 2,8%, lemak kasar 0,7%, abu 1,5%, serat kasar 32,7% (Murni et al. 2008). Berdasarkan data tersebut, maka dapat diperkirakan bahwa potensi tongkol jagung di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 2,01 juta ton.

(28)

2 Badan Statistik Indonesia (2010) pada tahun 2009 sebesar 67.602 ton. Buah kakao terdiri atas 73% kulit kakao atau pod kakao dan 27% isi buah yang terdiri dari

kulit biji dan plasenta (Laconi 1998). Dengan demikian potensi kuantitas kulit buah kakao di Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan diperkirakan 49.349 ton. Menurut Duke (1983) kulit buah kakao mengandung11% kadar air, 3,0% lemak, 13,5% protein, 16,5% serat kasar, 9% tannin, 6% pentosa, 6,5% abu, dan 0,75 theobromin.

Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2012),luas areal perkebunan karet di Indonesia pada tahun 2009 sebesar 3.435.270 ha. Setiap pohon dapat menghasilkan 5.000 sampai 10.000 biji karet atau 25 sampai 50 kg biji karet per tahun. Kandungan minyak biji karet sekitar 40 sampai 50 persen dan bungkilnya 50 sampai 60 persen. Dengan demikian biji karet yang dapat dihasilkan sebanyak 5 sampai 10 kg/pohon/tahun atau 2,5 sampai 5 ton/ha/tahun (Widodo 2002), dan potensi bungkil biji karet yang dapat digunakan sebagai bahan baku pakan di Indonesia dapat mencapai10.305.810 ton. Biji karet mengandung protein sebesar 21,9%, lemak sebesar 15,8%, abu sebesar 2,3%, dan karbohidrat sebesar 65,1% (Oyewusi et al. 2007).

Kendala utama pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan sebagai pakan adalah nilai nutrisi dan kecernaan yang rendah. Hal ini disebabkan tingginya kandungan serat kasar, adanya zat antinutrisi, dan rendahnya kandungan

protein. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian suplementasi enzim eksogenus dapat meningkatkan kualitas nutrisi (Buchanan et al.1997, Ogunkoya

et al. 2006).Ogunkoya et al. (2006) melaporkan bahwa penambahan cocktail enzyme pada pakan ikan rainbow trout dapat mengurangi jumlah feses yang dihasilkan sehingga ramah lingkungan. Penelitian ini menggunakan campuran enzim (cocktail enzyme) untuk mengatasi kendala tersebut. Cocktail enzyme yang digunakan terdiridari enzim silanase, mananase, ligninase, dan pektinase. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkankecernaan dengan menambahkan

(29)

3 II. BAHAN DAN METODE

2.1 Prosedur Inkubasi

Tahap persiapan bahan baku meliputi inkubasi bahan baku dan analisis proksimat bahan sebelum dan sesudah inkubasi. Tahap awal inkubasi bahan baku yaitu bahan baku pengeringan dengan menggunakan oven yang diikuti dengan proses penepungan bahan. Bahan yang telah halus dicampurkan dengan 2 g/kg

cocktail enzyme yang telah dilarutkan ke dalam air sebanyak 400 ml kemudian diaduk hingga merata. Bahan tersebut dimasukkan ke dalam wadah plastik dan penutup wadah yang diberi sirkulasi udara, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu kamar. Bahan yang telah terinkubasi dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 60˚C selama 1 hingga 2 jam.

2.2 Pakan Uji

Penelitian ini menggunakan perlakuan berupa pakan acuan dan pakan campuran bahan uji dengan perbandingan 70% pakan acuan dan 30% pakan uji. Kemudian pakan dicampur dengan kromium (Cr2O3) sebanyak 0,5% sebagai

indikator kecernaan (NRC 1993) dan binder berupa tepung sagu sebanyak 2%. Bahan-bahan yang telah tercampur rata dibentuk pelet kering. Proses pembuatan pakan dapat dilihat pada Lampiran 2. Komposisi pakan acuan dan pakan uji

disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi pakan acuan dan pakan uji kulit buah kakao, tongkol jagung, dan bungkil biji karet, tanpa dan dengan inkubasi cocktail enzyme

Bahan Jenis Pakan komersial (%)

(30)

4 2.3 Pemeliharaan Ikan

Ikan uji yang digunakan yaitu ikan gurame dengan bobot 20,65± 0,75 g.

Ikan ini telah diadaptasikan dengan menggunakan pakan komersil secara at satiation selama 5 hari. Wadah yang digunakan adalah 14 unit akuarium

berdimensi 50cmx45cmx30cm yang tersusun dalam satu sistem resirkulasi dengan satu buah bak biofilter. Dinding luar akuarium ditutupi plastik hitam untuk meminimalkan stress pada ikan. Tiga buah pemanas air diletakkan dalam tandon biofilter untuk menjaga stabilitas suhu.

Ikan gurame ditebar sebanyak 10 ekor per akuarium dan dipuasakan selama 24 jam sebelum perlakuan pakan. Pemberian pakan perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali sehari secara at satiation, yaitu pada pukul 08.00, 12.00, dan 16.00 WIB selama 15 hari pemeliharaan. Penimbangan bobot ikan dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan.

Pengumpulan feses untuk uji kecernaan dilakukan selama 15 hari dimulai sejak hari keenam pemeliharaan. Feses diambil dengan menggunakan selang aerasi dan ditampung dalam wadah. Setelah dikumpulkan, feses diletakkan dalam

freezer.

2.4 Analisis Kimia

Prosedur analisis proksimat yang diuji meliputi analisis kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, dan kadar serat kasar yang dilakukan berdasarkan Takeuchi (1988). Prosedurnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.5 Analisis Kecernaan

Prosedur analisis kecernaan dilakukan berdasarkan Takeuchi (1988). Pengumpulan feses untuk uji kecernaan dilakukan selama 15 hari dimulai sejak

hari keenam pemeliharaan. Pengukuran Cr2O3 dilakukan dengan mengeringkan

(31)

5 2.6 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif eksploratif. Data

kecernaan protein, kecernaan energi, kecernaan bahan, dan sintasan diolah dengan menggunakan Ms. Excel.

2.6 Parameter Pengamatan 2.6.1 Sintasan

Sintasan diperoleh berdasarkan persamaan sebagai berikut: Sintasan = [Nt/No] x 100% Keterangan:

Nt = Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan No = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan

2.6.2 Kecernaan

Parameter kecernaan yang diukur adalah kecernaan protein, kecernaan energi, dan kecernaan bahan. Nilai kecernaan protein, dan kecernaan energi (Takeuchi, 1988) dan kecernaan bahan (Watanabe, 1988) dihitung berdasarkan persamaan;

Kecernaan protein = [1 - [1-a/a’ x b’/b]] x 100 % Energi tercerna = Ep –[Ef x n/n’]

Kecernaan energi = [Energi tercerna/Energi pakan] x 100%

Kecernaan bahan =[ADT− 0,7 AD]/0,3

ADT = nilai kecernaan energi (kecernaan total) pakan uji

(32)

6 III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan protein, kecernaan energi, kecernaan total, dan kecernaan bahan pakan terdapat pada Tabel 4.

Tabel 2. Komposisi proksimat bahan kulit buah kakao, tongkol jagung, dan bungkil biji karet, tanpa dan dengan inkubasi cocktail enzyme serta persentase perubahannya (% bobot kering)

Proksimat Jenis

Keterangan: TI= Tanpa Inkubasi, I= Inkubasi, P= Perubahan (%) BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen GE = Gross energy (Watanabe 1988)

1 gram protein = 5,6 kkal GE 1 gram lemak = 9,4 kkal GE 1 gram BETN/karbohidrat = 4,1 kkal GE

(33)

7 bungkil biji karet yang justru mengalami peningkatan serat kasar sebesar 46,33%. Presentase peningkatan protein dan penurunan serat kasar tertinggi terdapat pada

bahan tongkol jagung.

Tabel 3.Komposisi proksimat pakan dengan campuran bahan kulit buah kakao, tongkol jagung, dan bungkil biji karet, tanpa dan dengan inkubasi

cocktail enzyme serta persentase perubahannya (% bobot kering)

Proksimat Jenis

Keterangan: TI= Tanpa Inkubasi, I= inkubasi, P=Perubahan (%) BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen GE = Gross energy (Watanabe 1988)

1 gram protein = 5,6 kkal GE 1 gram lemak = 9,4 kkal GE 1 gram BETN/karbohidrat = 4,1 kkal GE

(34)

8 pada bahan kulit buah kakao dan bungkil biji karet terjadi peningkatan serat kasar sebesar 3,46% dan 25%.

Tabel 4.Kecernaan protein, kecernaan energi, dan kecernaan bahan pakan dengan campuran bahan kulit buah kakao.tongkol jagung, dan bungkil biji karet dengan dan tanpa inkubasi cocktail enzyme pada ikan gurame

Osphronemus goramy serta persentase perubahannya.

Parameter (%) Jenis

Keterangan= TI= Tanpa inkubasi, I= Inkubasi P= Persentase perubahan (%)

Tabel 4 menunjukkan bahwa pakan dengan 30% bahan yang sudah diinkubasi cocktail enzyme memiliki nilai kecernaan lebih tinggi dibandingkan pakan dengan bahan yang tidak diinkubasi. Nilai kecernaan protein tertinggi terdapat pada bahan kulit buah kakao yang telah diinkubasi dengan nilai sebesar 81,63%. Kecernaan energi tertinggi terdapat pada bahan kulit kakao inkubasi sebesar 72,14%. Sedangkan nilai kecernaan bahan tertinggi terdapat pada bahan kulit buah kakao inkubasi sebesar 93,83%.

3.2 Pembahasan

Bahan baku pakan yang berasal dari limbah pertanian biasanya

(35)

9 Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman dan hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam, melainkan berikatan

dengan bahan lain, yaitu lignin dan hemiselulosa membentuk lignoselulosa. Dinding sel tanaman muda terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Seiring dengan perkembangannya lignin menjadi bagian dari dinding sel. Efisiensi pemanfaatan selulosa sebagai sumber energi sangat tergantung pada kemampuan hewan untuk memutus ikatan yang memproteksi selulosa dari serangan enzim selulase. Selulosa dan hemiselulosa pada lignoselulosa tidak dapat dihidrolisis oleh enzim selulase dan hemiselulase kecuali lignin yang ada pada substrat dilarutkan, dihilangkan, atau dikembangkan terlebih dahulu (Murni 2008). Hemiselulosa merupakan polisakarida terbesar kedua setelah selulosa. Hemiselulosa terdiri dari silan, mannan, arabinogalaktan dan arabinan (Lamid et al. 2006).

Cocktail enzyme yang digunakan dalam penelitian ini mengandung berbagai enzim yang berperan dalam pemecahan berbagai bentuk selulosa diantaranya enzim silanase, mananase, pektinase, dan ligninase. Sehingga dalam penambahan cocktail enzyme diharapkan dapat mengurai senyawa pektin, silan, mannan, dan lignin pada bahan uji. Buchanan et al. (1997) menyatakan bahwa penambahan enzim pada tepung kanola dapat meningkatkan kecernaan pada udang sehingga pertumbuhan udang tersebut meningkat.

(36)

10 dapat memecah silan dan glukan menjadi molekul karbohidrat yang lebih sederhana.

Hal yang berbeda terjadi pada bahan bungkil biji karet, proses inkubasi

cocktail enzyme menyebabkan kenaikan serat kasar dari 6,82% menjadi 9,98%.

Peningkatan serat kasar pada bahan bungkil biji karet yang telah diinkubasi terjadi akibat pertumbuhan mikroorganisme yang cepat tidak sebanding dengan nutrisi di dalam bahan sehingga mengakibatkan kematian mikroba. Mikroorganisme yang mati diduga ikut memberikan kontribusi terhadap peningkatan serat kasar pada bahan (Edriani 2011).

Berdasarkan hasil penelitian ini, proses inkubasi cocktail enzyme

menyebabkan peningkatan pada protein bahan sebesar 12,09%-120,88%. Perubahan protein tertinggi terdapat pada tongkol jagung sebesar 120,88% yaitu dari 2,73% menjadi 6,03%. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan cocktail enzyme dapat meningkatkan kadar protein. Cocktail enzyme diduga mengurai karbohidrat menjadi lebih sederhana sehingga menghasilkan glukosa. Menurut Sidarta et al. (2010), gula sederhana (glukosa) sebagai bahan dasar untuk sintesis protein merupakan sumber dari asam piruvat, yang merupakan komponen utama untuk pembentukan asam amino.

Nilai kecernaan menggambarkan kemampuan ikan dalam mencerna makanan, serta menggambarkan kualitas pakan yang dikonsumsi ikan. Nilai

kecernaan suatu bahan makanan sangat penting sebagai dasar dalam menilai mutu makanan dan dalam merancang ransum (Halver 1989). Nilai kecernaan protein pada ikan biasanya dalam kisaran 75-95% (NRC 1993). Nilai kecernaan protein pada bahan uji yang telah ditambahkan cocktail enzyme serta kulit buah kakao dan bonggol jagung sebelum diinkubasi berada diatas kisaran normal yaitu sekitar 75,08%-81,63%. Sedangkan nilai kecernaan protein tongkol jagung sebelum diinkubasi dibawah kisaran normal yaitu sekitar 72,80%. Serat kasar yang tinggi pada tongkol jagung sebelum inkubasi menyebabkan daya cerna protein menjadi rendah.

(37)

11 mempengaruhi tingkat kecernaan ikan antara lain metode pengolahan pakan, stadia ikan, kualitas bahan, ukuran pakan, dan aktivitas ikan (Halver 1989).

Perubahan kecernaan protein tertinggi terdapat tongkol jagung sebesar 9,32% yaitu dari 72,81% menjadi 79,59% setelah ditambahkan cocktail enzyme.

Nilai kecernaan energi mengalami peningkatan pada bahan yang telah ditambahkan cocktail enzyme. Hal ini diduga karena inkubasi dapat mengubah bahan pakan menjadi lebih mudah dicerna. Kecernaan energi pada pakan yang telah dicampurkan bahan uji berkisar 53%-72%. Halver (1989) menyatakan bahwa ikan perairan tropis dapat mencerna sekitar 85% energi kasar yang berasal dari tepung ikan dan sumber-sumber protein hewani lainnya yang mengandung banyak protein dan lemak, dan hanya dapat mencerna sekitar 70% energi kasar yang berasal dari bungkil kedelai dan bungkil biji-bijian lainnya yang banyak mengandung karbohidrat.

Nilai kecernaan energi pada kulit buah kakao dan bungkil biji karet setelah ditambahkan cocktail enzyme berada dalam kisaran 70%. Hal ini diduga karena ikan gurame mampu memanfaatkan komponen pakan selain protein sebagai sumber energi (protein sparing effect). Ikan gurame merupakan ikan omnivora yang cenderung herbivora sehingga dapat memanfaatkan energi selain dari protein (karbohidrat dan lemak). Kemampuan ikan dalam mencerna karbohidrat salah satunya dipengaruhi spesies ikan. Halver (1989) menyatakan bahwa faktor yang

mempengaruhi kecernaan energi pada ikan yaitu spesies, stadia, aktivitas, dan temperatur.

Kecernaan bahan merupakan persentase bahan yang dapat dicerna. Nilai kecernaan bahan pada bahan uji mengalami peningkatan setelah diinkubasi

cocktail enzyme. Hal ini diduga karena berkurangnya serat kasar setelah bahan diinkubasi. Selain itu, proses inkubasi cocktail enzyme diduga mengubah struktur bahan menjadi komponen yang lebih sederhana, sehingga bahan uji yang telah diinkubasi lebih mudah dicerna oleh ikan dibandingkan bahan yang tidak diinkubasi.

(38)

12 bahan lainnya. Sedangkan nilai kecernaan (kecernaan protein, kecernaan energi, dan kecernaan bahan) terendah terdapat pada tongkol jagung. Sehingga urutan

(39)

13 IV. KESIMPULAN

(40)

14 DAFTAR PUSTAKA

Afrianto E., Liviawaty E. 2005. Pakan ikan. Yogyakarta: Kanisius.

Badan Statistik Indonesia. 2010. Produksi bulanan perkebunan besar Indonesia. http://www.bps.go.id (8 September 2012).

Bintang I.A.K., A.P. Sinurat, Ketaren P.P. 2006. Pengaruh penambahan ß-silanase dan ß-glukanase terhadap performans ayam broiler. JITV 11(2), 92-96. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Buchanan J., Poppi D., Sarac H.Z., Cowan R.T. 1997. Effects of enzyme addition to canola meal in prawn diets. Aquaculture 151, 29-35.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Luas areal dan produksi perkebunan seluruh Indonesia menurut pengusahaan. http:// www.ditjenbun.deptan.go.id (26 Agustus 2012).

Duke J.A. 1983. Theobroma cacao L. Handbook of Energy Crops. unpublished. http://www.hort.purdue.edu (8 September 2012).

Edriani G. 2011. Evaluasi kualitas dan kecernaan biji karet, biji kapuk, kulit singkong, palm kernel meal, dan kopra yang difermentasi oleh

Saccharomyces cerevisiae pada pakan juvenil ikan mas Cyprinus carpio. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor.

Guntoro S. 2008. Membuat pakan ternak dari limbah perkebunan. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Halver J.E. 1989. Fish nutrition2nd Edition. Academic Press. London. p. 1-23.

Handajani H., Widodo W. 2010. Nutrisi ikan. Malang: UMM Press.

Kushartono B, Iriani N. 2003. Prospek pengembangan tanaman jagungsebagai sumber hijauan pakan ternak, di dalam: Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Peneliti. Balai Penelitian Ternak, Bogor, hlm.26-31.

KOMPAS. 2012. Harga pakan terus naik. http:// www.pilkada.kompas.com (17 Oktober 2012).

(41)

15 Lamid M., Chuzaemi S., Puspaningsih N.N.T., Kusmartono. 2006. Inokulasi bakteri silanolitik asal rumen sebagai upaya peningkatan nilai nutrisi jerami padi. Jurnal Protein 14, 122-128.

Murni R., Suparjo, Akmal, Ginting B.L. 2008. Buku ajar teknologi pemanfaatan limbah untuk pakan. Jambi: Laboratorium Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

[NRC] Nutritional Research Council. 1993. Nutrient requirement of fish. National Academic Press, Washington DC, pp. 43-44.

Ogunkoya A.E., Ayoleke E., Page G.I., Adewolu M.A., Bureau D.P. 2006. Dietary incorporation of soybean meal and exogenous enzyme cocktail can affect physical characteristics of faecal material egested by rainbow

trout (Oncorhynchus mykiss). Aquaculture 254, 466–475.

Oyewushi P.A., Akintayo E.T., Olaofe O. 2007. The proximate and amino acid composition of defatted rubber seed meal. Journal of Food, Agriculture & Environment 5, 115-118.

Purwadaria T., Sinurat A.P., Supriyati, Hamid H., Bintang I.A.K. 1999. Evaluasi nilai gizi lumpur sawit fermentasi dengan Aspergillus niger setelah proses pengeringan dengan pemanasan. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner4, 257-263.

Sidarta E., Syaputra D.A., Djafar F. 2010. Nilai kadar protein dan aktivitas amilase selama proses fermentasi umbi kayu dengan Aspergillus niger. Fakultas Teknobiologi. Universitas Katolik Atma Jaya. Jakarta.

Suprayudi, M.A. 2010. Bahan baku lokal: Tantangan dan harapan akuakultur masa depan. Abstrak. Simposium Nasional Bioteknologi Akuakultur III. IPB Convention Center, Bogor. p. 31.

Takeuchi T. 1988. Laboratory work chemical evaluation of dietary nutriens. In: Fish nutrition and mariculture. Watanabe, T. Department of Aquatic Biosience. Tokyo University of Fisheries. JICA, pp.179-226.

Tangendjaja B.,Wina E. 2010. Limbah tanaman dan produksi samping industri jagung untuk pakan. Bogor. Balai Penelitian Ternak, p. 427-455.

Watanabe T. 1988. Fish nutrition and mariculture. Department of Aquatic Biosience. Tokyo University of Fisheries. JICA, pp.79-82.

(42)
(43)
(44)

18 Lampiran 1. Metode Inkubasi

Tahapan inkubasi bahan uji yang dilakukan pada penelitian ini yaitu bahan

uji ditimbang sebanyak 2 kg dan cocktail enzyme sebanyak 2 g, lalu dicampur dan diaduk hingga cocktail enzyme tersebar merata. Kemudian air ditambahkan sebanyak 40% dan diaduk merata. Bahan diletakkan pada wadah plastik dibiarkan dalam kondisi aerob (penutup wadah dibuat sirkulasi udara), dan diinkubasi pada suhu kamar selama satu hari (24 jam).

Lampiran 2. Pembuatan pakan perlakuan untuk 1 kg pakan 1. Pakan komersil dihaluskan.

2. Bahan uji sebanyak 30% dari total pakan (300 g) dicampurkan ke dalam 675 g pakan komersil, kemudian di aduk rata.

3. Sebanyak 2 g Cr2O3 dicampurkan ke dalam pakan, aduk merata.

4. Air ditambahkan sebanyak 600 ml ke dalam wadah berisi 20 g binder berupa sagu, diaduk merata.

5. Binder kemudian ditambahkan pada adonan pakan, dan diaduk secara merata. 6. Pakan dicetak sesuai ukuran, dan dioven selama 4-5 jam pada suhu 60 ⁰C.

Lampiran 3. Skema tata letak akuarium perlakuan

Keterangan: A: Kontrol, B: Kulit buah kakao tanpa inkubasi, C: Kulit buah kakao inkubasi, D: Tongkol jagung tanpa inkubasi, E: Tongkol jagung inkubasi, F: Bungkil biji karet tanpa inkubasi, G: Bungkil biji karet inkubasi

(45)

19 Lampiran 5. Prosedur analisis proksimat

A. Kadar Protein (metode Kjehdal).

1. Sampel ditimbang seberat 0,5-1,0 g dan dimasukkan ke dalam labu

kjehdal.

2. Katalis berupa K2SO4.5H2O dengan rasio 9 : 1 ditimbang sebanyak 3 g

dan dimasukkan ke dalam labu kjehdal.

3. Selanjutnya ditambahkan 10 ml H2SO4 pekat ke dalam labu tersebut dan

kemudian labu dipanaskan selama 3-4 jam sampai cairan dalam labu berwarna hijau.

4. Lalu larutan didinginkan, lalu ditambahkan akuades sebanyak 30 ml. Kemudian masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar dan diencerkan dengan akuades sampai larutan tersebut mencapai volume 100 ml (larutan A).

5. Labu erlenmeyer diisi 10 ml H2SO4 0,05 N dan ditambahkan 2-3 tetes

indikator methylen blue atau methyl red (larutan B).

6. Larutan A diambil sebanyak 5 ml dan ditambahkan 10 ml NaOH 30% yang dimasukkan ke dalam labu kjehdal. Lalu dilakukan pemanasan dan kondensasi selama 10 menit mulai saat tetesan pertama pada larutan B. 7. Larutan dalam labu erlenmeyer dititrasi dengan 0,05 N larutan NaOH

sampai terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi hijau tua.

(46)

20 B. Kadar Lemak (metode ether ekstraksi Soxchlet)

1. Labu ekstraksi dipanaskan pada suhu 1100C selama satu jam, kemudian kemudian selongsong dimasukkan ke dalam soxchlet serta diletakkan pemberat di atasnya.

4. Labu ekstraksi yang telah dihubungkan dengan soxchlet di atas hotplate

dengan air mendidih pada suhu 1000C didiamkan sampai cairan yang merendam bahan dalam soxchlet menjadi bening.

5. Setelah larutan n-heksan bening, labu ekstraksi dilepaskan dari rangkaian dan tetap dipanaskan hingga n-heksan menguap semua.

6. Labu dan lemak tersisa dipanaskan dalam oven selama 16-60 menit, didesikator dan ditimbang (B).

7. Kadar Lemak (%) =

C. Kadar Air

1. Sampel ditimmbang sebanyak X gram, lalu sampel dimasukkan ke dalam

cawan (Y).

2. Cawan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 1100C selama 2-3 jam. 3. Cawan didinginkan ke dalam desikator selama 30 menit, lalu cawan

ditimbang (Z).

(47)

21 D. Kadar Serat Kasar

1. Cawan porselin dipanaskan pada suhu 105-1100C selama 1 jam menggunakan oven, lalu didinginkan dalam desikator selam 30 menit dan selanjutnya ditimbang (A).

2. Kertas saring dipanaskan seperti prosedur nomor 1, lalu ditimbang. Setelah itu, kertas saring dipasang pada labu Buchner yang telah terhubung vacumm pump.

3. Sampel sebanyak 0,5 g ditimbang, lalu dimasukkan ke erlenmeyer, kemudian ditambahkan H2SO4 0,3 N 50 ml, lalu dipanaskan lagi selama

30 menit. Kemudian ditambahkan 25 ml NaOH 1,5 N, lalu dipanaskan kembali selama 30 menit.

4. Larutan pada nomor 3 di atas dicuci berturut-turut dengan menggunakan 50 ml air panas dan 50 ml H2SO4 0,3 N 50 ml, lalu 50 ml air panas, dan

kemudian 25 ml aseton.

5. Kertas saring dan isinya dimasukkan ke cawan porselin, lalu dikeringkan selama satu jam dan didinginkan dalam desikator, selanjutnya ditimbang (Y). Setelah itu dipanaskan dalam tanur pada suhu 6000C, lalu didinginkan dan kemudian ditimbang (Z).

6. Serat kasar (%) =

E. Kadar Abu

1. Cawan dipanaskan pada suhu 105-1100C selama 1 jam menggunakan oven, kemudian didinginkan dalam desikator selam 30 menit dan selanjutnya ditimbang (X1).

2. Sampel ditimbang 2-3 g (A) lalu dimasukkan ke dalam cawan.

3. Cawan dan bahan dipanaskan di dalam tanur dengan suhu 6000C, lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X2)

4. Kadar Abu (%) =

Y – Z – A x 100 % X

(48)

22 Lampiran 6. Prosedur uji kecernaan

1. Sampel ditimbang sebanyak 0,1-0,2 g sampel/bahan, kemudian dimasukkan ke

dalam labu Kjehdal.

2. Larutan asam nitrat pekat ditambahkan sebanyak 5 ml ke dalam labu.

3. Setelah itu, sampel dipanaskan dengan hati-hati selama 30 menit sampai volume larutan menjadi sekitar 1 ml.

4. Setelah sampel dingin, ditambahkan 3 ml asam perklorat pekat ke dalam labu kemudian dipanaskan kembali.

5. Setelah asap putih terlihat dan larutan berubah dari hijau menjadi kuning atau orange, campuran dipanaskan selama sekitar 10 menit.

6. Larutan didinginkan, lalu diencerkan sampai volume 100 ml

7. Nilai absorban larutan ditentukan oleh spektrofotometer dengan panjang gelombang 350 nm.

Lampiran 7. Kecernaan total pakan ikan gurame Osphronemus goramy selama pemeliharaan pada uji kecernaan bahan kulit buah kakao, tongkol jagung, dan biji karet tanpa dan dengan

(49)

23 Lampiran 8. Kecernaan protein pakan ikan gurame Osphronemus goramy selama pemeliharaan pada uji kecernaan bahan kulit buah kakao, tongkol jagung, dan bungkil biji karet tanpa dan dengan inkubasi cocktail enzyme.

Keterangan= TI= Tanpa Inkubasi, I= Inkubasi

(50)

24 Lampiran 10. Bobot rerata ikan gurame Osphronemus goramy pada awal dan akhir pemeliharan serta kelangsungan hidup selama 15 hari Perlakuan Jenis Bobot

rata-rata ikan awal (g)

Bobot rata-rata panen (g)

Kelangsungan hidup (%)

(51)

PENAMBAHAN

COCKTAIL ENZYME

PADA KULIT BUAH

KAKAO, TONGKOL JAGUNG, DAN BUNGKIL BIJI KARET

YANG DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN

IKAN GURAME

KURNIA DWI CAHAYA

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(52)

14 DAFTAR PUSTAKA

Afrianto E., Liviawaty E. 2005. Pakan ikan. Yogyakarta: Kanisius.

Badan Statistik Indonesia. 2010. Produksi bulanan perkebunan besar Indonesia. http://www.bps.go.id (8 September 2012).

Bintang I.A.K., A.P. Sinurat, Ketaren P.P. 2006. Pengaruh penambahan ß-silanase dan ß-glukanase terhadap performans ayam broiler. JITV 11(2), 92-96. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Buchanan J., Poppi D., Sarac H.Z., Cowan R.T. 1997. Effects of enzyme addition to canola meal in prawn diets. Aquaculture 151, 29-35.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Luas areal dan produksi perkebunan seluruh Indonesia menurut pengusahaan. http:// www.ditjenbun.deptan.go.id (26 Agustus 2012).

Duke J.A. 1983. Theobroma cacao L. Handbook of Energy Crops. unpublished. http://www.hort.purdue.edu (8 September 2012).

Edriani G. 2011. Evaluasi kualitas dan kecernaan biji karet, biji kapuk, kulit singkong, palm kernel meal, dan kopra yang difermentasi oleh

Saccharomyces cerevisiae pada pakan juvenil ikan mas Cyprinus carpio. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor.

Guntoro S. 2008. Membuat pakan ternak dari limbah perkebunan. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Halver J.E. 1989. Fish nutrition2nd Edition. Academic Press. London. p. 1-23.

Handajani H., Widodo W. 2010. Nutrisi ikan. Malang: UMM Press.

Kushartono B, Iriani N. 2003. Prospek pengembangan tanaman jagungsebagai sumber hijauan pakan ternak, di dalam: Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Peneliti. Balai Penelitian Ternak, Bogor, hlm.26-31.

KOMPAS. 2012. Harga pakan terus naik. http:// www.pilkada.kompas.com (17 Oktober 2012).

(53)

15 Lamid M., Chuzaemi S., Puspaningsih N.N.T., Kusmartono. 2006. Inokulasi bakteri silanolitik asal rumen sebagai upaya peningkatan nilai nutrisi jerami padi. Jurnal Protein 14, 122-128.

Murni R., Suparjo, Akmal, Ginting B.L. 2008. Buku ajar teknologi pemanfaatan limbah untuk pakan. Jambi: Laboratorium Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

[NRC] Nutritional Research Council. 1993. Nutrient requirement of fish. National Academic Press, Washington DC, pp. 43-44.

Ogunkoya A.E., Ayoleke E., Page G.I., Adewolu M.A., Bureau D.P. 2006. Dietary incorporation of soybean meal and exogenous enzyme cocktail can affect physical characteristics of faecal material egested by rainbow

trout (Oncorhynchus mykiss). Aquaculture 254, 466–475.

Oyewushi P.A., Akintayo E.T., Olaofe O. 2007. The proximate and amino acid composition of defatted rubber seed meal. Journal of Food, Agriculture & Environment 5, 115-118.

Purwadaria T., Sinurat A.P., Supriyati, Hamid H., Bintang I.A.K. 1999. Evaluasi nilai gizi lumpur sawit fermentasi dengan Aspergillus niger setelah proses pengeringan dengan pemanasan. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner4, 257-263.

Sidarta E., Syaputra D.A., Djafar F. 2010. Nilai kadar protein dan aktivitas amilase selama proses fermentasi umbi kayu dengan Aspergillus niger. Fakultas Teknobiologi. Universitas Katolik Atma Jaya. Jakarta.

Suprayudi, M.A. 2010. Bahan baku lokal: Tantangan dan harapan akuakultur masa depan. Abstrak. Simposium Nasional Bioteknologi Akuakultur III. IPB Convention Center, Bogor. p. 31.

Takeuchi T. 1988. Laboratory work chemical evaluation of dietary nutriens. In: Fish nutrition and mariculture. Watanabe, T. Department of Aquatic Biosience. Tokyo University of Fisheries. JICA, pp.179-226.

Tangendjaja B.,Wina E. 2010. Limbah tanaman dan produksi samping industri jagung untuk pakan. Bogor. Balai Penelitian Ternak, p. 427-455.

Watanabe T. 1988. Fish nutrition and mariculture. Department of Aquatic Biosience. Tokyo University of Fisheries. JICA, pp.79-82.

(54)
(55)
(56)

18 Lampiran 1. Metode Inkubasi

Tahapan inkubasi bahan uji yang dilakukan pada penelitian ini yaitu bahan

uji ditimbang sebanyak 2 kg dan cocktail enzyme sebanyak 2 g, lalu dicampur dan diaduk hingga cocktail enzyme tersebar merata. Kemudian air ditambahkan sebanyak 40% dan diaduk merata. Bahan diletakkan pada wadah plastik dibiarkan dalam kondisi aerob (penutup wadah dibuat sirkulasi udara), dan diinkubasi pada suhu kamar selama satu hari (24 jam).

Lampiran 2. Pembuatan pakan perlakuan untuk 1 kg pakan 1. Pakan komersil dihaluskan.

2. Bahan uji sebanyak 30% dari total pakan (300 g) dicampurkan ke dalam 675 g pakan komersil, kemudian di aduk rata.

3. Sebanyak 2 g Cr2O3 dicampurkan ke dalam pakan, aduk merata.

4. Air ditambahkan sebanyak 600 ml ke dalam wadah berisi 20 g binder berupa sagu, diaduk merata.

5. Binder kemudian ditambahkan pada adonan pakan, dan diaduk secara merata. 6. Pakan dicetak sesuai ukuran, dan dioven selama 4-5 jam pada suhu 60 ⁰C.

Lampiran 3. Skema tata letak akuarium perlakuan

Keterangan: A: Kontrol, B: Kulit buah kakao tanpa inkubasi, C: Kulit buah kakao inkubasi, D: Tongkol jagung tanpa inkubasi, E: Tongkol jagung inkubasi, F: Bungkil biji karet tanpa inkubasi, G: Bungkil biji karet inkubasi

(57)

19 Lampiran 5. Prosedur analisis proksimat

A. Kadar Protein (metode Kjehdal).

1. Sampel ditimbang seberat 0,5-1,0 g dan dimasukkan ke dalam labu

kjehdal.

2. Katalis berupa K2SO4.5H2O dengan rasio 9 : 1 ditimbang sebanyak 3 g

dan dimasukkan ke dalam labu kjehdal.

3. Selanjutnya ditambahkan 10 ml H2SO4 pekat ke dalam labu tersebut dan

kemudian labu dipanaskan selama 3-4 jam sampai cairan dalam labu berwarna hijau.

4. Lalu larutan didinginkan, lalu ditambahkan akuades sebanyak 30 ml. Kemudian masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar dan diencerkan dengan akuades sampai larutan tersebut mencapai volume 100 ml (larutan A).

5. Labu erlenmeyer diisi 10 ml H2SO4 0,05 N dan ditambahkan 2-3 tetes

indikator methylen blue atau methyl red (larutan B).

6. Larutan A diambil sebanyak 5 ml dan ditambahkan 10 ml NaOH 30% yang dimasukkan ke dalam labu kjehdal. Lalu dilakukan pemanasan dan kondensasi selama 10 menit mulai saat tetesan pertama pada larutan B. 7. Larutan dalam labu erlenmeyer dititrasi dengan 0,05 N larutan NaOH

sampai terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi hijau tua.

(58)

20 B. Kadar Lemak (metode ether ekstraksi Soxchlet)

1. Labu ekstraksi dipanaskan pada suhu 1100C selama satu jam, kemudian kemudian selongsong dimasukkan ke dalam soxchlet serta diletakkan pemberat di atasnya.

4. Labu ekstraksi yang telah dihubungkan dengan soxchlet di atas hotplate

dengan air mendidih pada suhu 1000C didiamkan sampai cairan yang merendam bahan dalam soxchlet menjadi bening.

5. Setelah larutan n-heksan bening, labu ekstraksi dilepaskan dari rangkaian dan tetap dipanaskan hingga n-heksan menguap semua.

6. Labu dan lemak tersisa dipanaskan dalam oven selama 16-60 menit, didesikator dan ditimbang (B).

7. Kadar Lemak (%) =

C. Kadar Air

1. Sampel ditimmbang sebanyak X gram, lalu sampel dimasukkan ke dalam

cawan (Y).

2. Cawan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 1100C selama 2-3 jam. 3. Cawan didinginkan ke dalam desikator selama 30 menit, lalu cawan

ditimbang (Z).

(59)

21 D. Kadar Serat Kasar

1. Cawan porselin dipanaskan pada suhu 105-1100C selama 1 jam menggunakan oven, lalu didinginkan dalam desikator selam 30 menit dan selanjutnya ditimbang (A).

2. Kertas saring dipanaskan seperti prosedur nomor 1, lalu ditimbang. Setelah itu, kertas saring dipasang pada labu Buchner yang telah terhubung vacumm pump.

3. Sampel sebanyak 0,5 g ditimbang, lalu dimasukkan ke erlenmeyer, kemudian ditambahkan H2SO4 0,3 N 50 ml, lalu dipanaskan lagi selama

30 menit. Kemudian ditambahkan 25 ml NaOH 1,5 N, lalu dipanaskan kembali selama 30 menit.

4. Larutan pada nomor 3 di atas dicuci berturut-turut dengan menggunakan 50 ml air panas dan 50 ml H2SO4 0,3 N 50 ml, lalu 50 ml air panas, dan

kemudian 25 ml aseton.

5. Kertas saring dan isinya dimasukkan ke cawan porselin, lalu dikeringkan selama satu jam dan didinginkan dalam desikator, selanjutnya ditimbang (Y). Setelah itu dipanaskan dalam tanur pada suhu 6000C, lalu didinginkan dan kemudian ditimbang (Z).

6. Serat kasar (%) =

E. Kadar Abu

1. Cawan dipanaskan pada suhu 105-1100C selama 1 jam menggunakan oven, kemudian didinginkan dalam desikator selam 30 menit dan selanjutnya ditimbang (X1).

2. Sampel ditimbang 2-3 g (A) lalu dimasukkan ke dalam cawan.

3. Cawan dan bahan dipanaskan di dalam tanur dengan suhu 6000C, lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X2)

4. Kadar Abu (%) =

Y – Z – A x 100 % X

(60)

22 Lampiran 6. Prosedur uji kecernaan

1. Sampel ditimbang sebanyak 0,1-0,2 g sampel/bahan, kemudian dimasukkan ke

dalam labu Kjehdal.

2. Larutan asam nitrat pekat ditambahkan sebanyak 5 ml ke dalam labu.

3. Setelah itu, sampel dipanaskan dengan hati-hati selama 30 menit sampai volume larutan menjadi sekitar 1 ml.

4. Setelah sampel dingin, ditambahkan 3 ml asam perklorat pekat ke dalam labu kemudian dipanaskan kembali.

5. Setelah asap putih terlihat dan larutan berubah dari hijau menjadi kuning atau orange, campuran dipanaskan selama sekitar 10 menit.

6. Larutan didinginkan, lalu diencerkan sampai volume 100 ml

7. Nilai absorban larutan ditentukan oleh spektrofotometer dengan panjang gelombang 350 nm.

Lampiran 7. Kecernaan total pakan ikan gurame Osphronemus goramy selama pemeliharaan pada uji kecernaan bahan kulit buah kakao, tongkol jagung, dan biji karet tanpa dan dengan

Gambar

Tabel 2. Komposisi proksimat bahan kulit buah kakao, tongkol jagung, dan
Tabel 3.Komposisi proksimat pakan dengan campuran bahan kulit buah kakao,
Tabel 4.Kecernaan protein, kecernaan energi, dan kecernaan bahan pakan dengan
Tabel 2. Komposisi proksimat bahan kulit buah kakao, tongkol jagung, dan
+3

Referensi

Dokumen terkait