• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4. Pertumbuhan Ikan Cucut

4.4.2. Parameter pertumbuhan cucut

Hasil analisis parameter pertumbuhan yaitu koefisien pertumbuhan (K), panjang asimptotik (L) dan umur teoritis ikan pada saat panjang ikan 0 (t0) untuk kedua jenis cucut disajikan pada Tabel 4. Parameter pertumbuhan diduga dengan menggunakan model Von Bertalanffy dengan menggunakan bantuan software FISAT II metode ELEFAN I.

Tabel 4. Parameter pertumbuhan cucut dengan menggunakan ELEFAN I

Parameter Carcharinus dussumieri Chiloschyllium punctatum

L∞ (cm) 97,44 90,40

K (pertahun) 0,63 0,32

t0 (tahun) -0,18 -0,38

Berdasarkan Tabel 4 diperoleh persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy ikan Carcharinus dussumieri di Perairan Laut Jawa sebagai berikut:

� ( �[ ])

Sedangkan untuk ikan Chiloscyllium punctatum di Perairan Laut Jawa memiliki persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy sebagai berikut:

� ( �[ ])

Kurva pertumbuhan ikan Carcharinus dussumieri dan Chiloscyllium punctatum yang diperoleh dengan memplotkan umur (tahun) dan panjang total ikan (mm) hingga ikan berumur belasan tahun ditunjukkan pada Gambar 23 dan 24. Gambar tersebut menunjukkan bahwa nilai koefisien pertumbuhan (K) dan panjang asimptorik (L) dari cucut C. dussumieri lebih besar dari C. punctatum (laju pertumbuhan ikan C. dussumieri lebih cepat dari ikan C. punctatum). Berdasarkan perhitungan, laju pertumbuhan ikan C. dussumieri sudah menjadi sangat lambat saat ikan memasuki umur 6-7 tahun sedangkan laju pertumbuhan cucut C. punctatum mengalami pelambatan saat ikan berumur 10-11 tahun. Disimpulkan bahwa ikan C. punctatum memiliki umur harapan hidup yang lebih lama dibandingkan ikan C. dussumieri.

Perbedaan laju pertumbuhan diduga karena berbedanya pola reproduksi kedua jenis cucut tersebut, dimana C. dussumieri bereproduksi dengan cara melahirkan sedangkan C. punctatum bereproduksi dengan cara bertelur. Ikan C. dussumieri yang baru dilahirkan sudah berukuran cukup besar dengan panjang 37-40 cm, sehingga dengan panjang tubuh yang cukup besar tersebut anak ikan cucut C. dussumieri sudah siap untuk berburu dan mencari makanan ikan-ikan yang berukuran sedang dalam jumlah yang lebih banyak. Makanan dalam jumlah banyak memberikan nutrisi yang besar kepada ikan sehingga ikan akan tumbuh lebih cepat. Sedangkan C. punctatum memiliki ukuran yang jauh lebih kecil saat ikan tersebut baru menetas (panjang 10-15 cm). Dengan ukuran tubuh dan bukaan mulut yang relatif kecil, anak ikan C. punctatum hanya mampu mencari makanan dengan ukuran

yang kecil dengan nutrisi yang lebih sedikit. Ukuran tubuhnya yang kecil mengakibatkan sedikitnya jumlah makanan yang didapat karena terjadi persaingan dalam mendapatkan makanan oleh ikan lain dengan ukuran yang sama.

Gambar 23. Kurva pertumbuhan Carcharinus dussumieri

Gambar 24. Kurva pertumbuhan Chiloscyllium punctatum

Sebelumnya pada Gambar 21 dan 22 diketahui bahwa ikan C. punctatum memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat dari ikan C. dussumieri, namun berdasarkan Tabel 4, nilai koefisien pertumbuhan C. punctatum lebih kecil dari C. dussumieri. Hal ini disebabkan oleh perbedaan umur harapan hidup dari kedua jenis

-10 10 30 50 70 90 110 -1 4 9 14 19 Pan jan g Ikan (c m )

Umur Ikan (tahun)

97,44 ��=97,44( −�[− ,63(�+0,18)]) -10 10 30 50 70 90 110 -1 4 9 14 19 Pan jan g Ikan (c m )

Umur Ikan (tahun)

90,40

cucut tersebut. Ikan C.dussumieri dengan panjang 80 cm diperkirakan memiliki umur 4-5 tahun, pertumbuhannya sudah mulai melambat karena mendekati umur harapan hidupnya yaitu 6-7 tahun. Sedangkan ikan C. punctatum dengan panjang 80 cm diperkirakan berumur 5-6 tahun, laju pertumbuhannya relatif cepat karena umur harapan hidupnya masih cukup lama yaitu 10-11 tahun. Ikan berumur muda memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan ikan yang berumur tua. Cepatnya pertumbuhan dan pendeknya umur ikan mengindikasikan laju kematian yang cukup tinggi.

Hasil analisis beberapa penelitian sebelumnya mengenai ikan cucut berukuran kecil lainnya disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Parameter pertumbuhan ikan cucut berukuran kecil dari beberapa hasil penelitian

Jenis Lokasi

Koefisien pertumbuhan (K)

per tahun

L∞ (cm) Sumber

Chiloscyllium plagiosum Taiwan 0,22 93,10 Chen et al. (2006)

Chiloscyllium punctatum Laut Jawa 0,32 90,40 Soffa (2012)

Carcharhinus sorrah Carcharhinus dussumieri Laut Timor Laut Jawa 0,30 0,63 124,0 97,44 FishBase (2012) Soffa (2012)

Beberapa penelitian sebelumnya telah dilakukan di beberapa perairan yang berbeda. Diperoleh nilai koefisien pertumbuhan ikan C. sorrah di Laut Timor sebesar 0,30 per tahun dengan L 124,0 cm, sedangkan untuk C. dussumieri di perairan Laut Jawa diperoleh nilai K 0,63 dengan L 97,44 cm. Nilai koefisien pertumbuhan ikan C. plagiosum di Taiwan sebesar 0,22 per tahun dengan L93,10 cm (Chen et al. 2006), sedangkan C. punctatum di Laut Jawa memiliki nilai K 0,32 dan L90,40 cm. Hal ini menunjukan bahwa pertumbuhan C. dussumieri dan C. punctatum di Laut Jawa lebih besar dibandingkan spesies lain dari famili yang sama. Semakin cepat laju pertumbuhannya, maka akan semakin cepat pula ikan tersebut mencapai panjang asimptotiknya (L).

Kondisi lingkungan dan ketersediaan makanan dapat mempengaruhi cepatnya laju pertumbuhan ikan. Laut Jawa merupakan perairan subur dengan suhu yang hangat sepanjang tahun. Menurut Yusniati (2006), suhu rata-rata Laut Jawa pada bulan Juli – September adalah berkisar antara 23-31oC, dengan dominasi suhu 24-26oC pada bulan Juli-Agustus dan 23-26oC pada bulan September. Kondisi perairan tersebut menjadikan Laut Jawa kaya akan berbagai sumberdaya perairan. Berdasarkan tingkat temperatur, cucut yang ditangkap di perairan Laut Jawa

merupakan jenis cucut tropis aktif (active tropical sharks) yang hidup di perairan hangat dengan suhu >21oC dan melakukan ruaya musiman mengikuti perubahan suhu air (Susanti 1997 dalam Irawan 2002). Ciri-ciri dari jenis cucut tropis aktif adalah memiliki tingkat metabolisme yang cukup tinggi (2,5 kali lebih besar dari jenis cucut di wilayah subtropis) sehingga badannya telihat ramping atau kurus. Cucut ini juga mampu berenang dari berbagai tingkat kedalaman ataupun berbagai habitat dengan kondisi lingkungan yang berbeda-beda. Pergerakan yang aktif ini membutuhkan energi yang sangat banyak sehingga cucut membutuhkan makanan dengan jumlah yang lebih besar dari ikan lainnya (Bushnell 1989). Dengan ketersediaan makanan yang cukup banyak di Laut Jawa dapat memenuhi kebutuhan makanan ikan cucut yang hidup di perairan tersebut. Besarnya kuantitas makanan yang dikonsumsi ini tentu akan mempengaruhi laju pertumbuhan dari ikan cucut menjadi lebih cepat.

Panjang asimptotik (L) dari kedua jenis cucut tersebut lebih kecil daripada L yang seharusnya dapat dicapai yaitu C. dussumieri dapat mencapai 100 cm dan C. punctatum dapat mencapai 104 cm (Campagno 1984). Kecilnya nilai L diduga terjadi karena kedua ikan tersebut memiliki perbedaan sifat genetik dari masing-masing spesies dimana ukuran maksimum kedua ikan tersebut di Laut Jawa memang lebih kecil dari yang pernah ditemukan sebelumnya. Selain itu diduga terdapat gangguan dari lingkungan yang menyebabkan ikan tidak dapat tumbuh dengan maksimal, atau ikan tersebut mengalami tekanan penangkapan sehingga ikan akan tumbuh lebih cepat dan panjang asimptotiknya semakin kecil. Semakin cepatnya pertumbuhan dan pendeknya umur ikan mengindikasikan laju kematian yang cukup tinggi. Rahardjo (2007) mengatakan bahwa ukuran ikan yang semakin mengecil disebabkan oleh penangkapan dengan intensitas tinggi atau berbagai faktor alam yang mengganggu habitat ikan itu sendiri.

4.5. Nisbah Kelamin

Nisbah kelamin atau perbandingan jenis kelamin merupakan perbandingan jumlah jenis kelamin ikan jantan dan ikan betina. Secara alamiah, perbandingan yang ideal adalah satu jantan berbanding satu betina, namun kenyataannya seringkali ditemukan ikan jantan lebih dominan atau sebaliknya. Hal ini umumnya disebabkan

karena adanya tingkah laku ikan menurut jenis kelamin, kondisi lingkungan, penangkapan ikan dll. Penentuan jenis kelamin jantan dan betina ikan cucut sangat mudah dibedakan yaitu dengan mengamati ada atau tidaknya klasper, dimana klasper merupakan modifikasi sirip anal sebagai organ penyalur sperma yang hanya dimiliki oleh cucut jantan. Hasil analisis terhadap nisbah kelamin kedua jenis cucut yang dihitung setiap bulannya menunjukkan nilai yang tidak tetap.

Gambar 25. Nisbah kelamin cucut C. dussumieri

Berdasarkan gambar diatas, diketahui bahwa ikan cucut betina lebih dominan dari ikan cucut jantan pada bulan Juni, sedangkan pada bulan Juli-Agustus lebih didominasi oleh ikan jantan dengan perbadaan yang tidak besar. Berdasarkan uji Chi-square diketahui bahwa nisbah kelamin cucut tersebut berbeda nyata untuk setiap bulannya. Jumlah ikan yang diamati selama penelitian adalah sebanyak 145 ekor dengan perbandingan 48% ikan jantan dan 52% ikan betina. Hasil uji Chi-square terhadap nisbah kelamin cucut C. dussumieri secara keseluruhan pada taraf nyata 0,05 adalah seimbang. Seimbangnya jumlah ikan jantan dan ikan betina yang tertangkap diduga karena ikan jantan maupun ikan betina berada pada satu area yang sama saat memijah atau mencari makan. Banyaknya ikan betina yang tertangkap pada bulan Juni diduga karena penangkapan banyak dilakukan di area pemijahan (spawning ground), sehingga kemungkinan ikan betina untuk tertangkap lebih besar daripada ikan jantan. Simpfendorfer (1992) dalam Fahmi dan Sumadhiharga (2007) mengatakan bahwa frekuensi tangkapan ikan cucut betina yang lebih besar dari ikan

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4

Juni Juli Agustus

N isb ah Kel am in (J /B ) Bulan

jantan disebabkan oleh ikan betina dewasa yang bergerak menuju perairan dangkal untuk memijah. Selain itu sedikitnya jumlah ikan jantan yang tertangkap dapat disebabkan oleh laju kematian yang tinggi pada ikan cucut jantan (Springer 1960 dalam Capape et al. 2004).

Gambar 26. Nisbah kelamin cucut C. punctatum

Gambar 26 merupakan grafik nilai nisbah kelamin dari ikan C. punctatum selama pengamatan. Terlihat bahwa perbandingan ikan jantan dan ikan betina tidak sama untuk tiap bulannya. Jumlah cucut yang diamati adalah sebanyak 194 ikan dengan 95 ekor (49%) ikan jantan dan 99 ekor (51%) ikan betina. Berdasarkan uji Chi-square, nisbah kelamin cucut ini tidak berbeda nyata untuk setiap bulan pengamatan maupun secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa ikan tersebut melakukan aktifitas secara bersamaan antara ikan jantan dan ikan betina.

Secara keseluruhan, dari kedua jenis cucut diatas dapat disimpulkan bahwa ikan cucut tidak memiliki pola pengelompokan khusus berdasarkan jenis kelamin saat ikan beraktifitas. Berdasarkan penelitian Capepe et al. (2004) diketahui bahwa cucut Carcharhinus limbatus di perairan Barat dan Utara Afrika memiliki nisbah kelamin yang seimbang (1:1) untuk semua tingkatan umur, baik itu cucut dewasa, juvenil, ataupun embrio cucut yang berada didalam perut induk cucut betina dewasa. Tingkah laku pemisahan kelompok ikan cucut biasanya terjadi karena beberapa hal, yaitu perbedaan ukuran tiap jenis kelamin, perbedaan aktifitas, perbedaan tingkah

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4

Juni Juli Agustus

N isb ah k e lam in ( J/ B ) Bulan

laku atau perbedaan habitat. Seringkali ditemukan pemisahan kelompok cucut berdasarkan jenis kelamin saat ikan dewasa baik jantan ataupun betina, menempati habitat yang berbeda meskipun keduanya berada di wilayah yang sama (Sims 2005 dalam Mucientes et al. 2009).

Dokumen terkait