• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel XIII. Hasil Kadar Abu Tidak Larut Asam pada Ekstrak Etanol Daun Sambiloto

Hasil kadar abu tidak larut asam pada ekstrak air dan ekstrak etanol yang diperoleh pada tabel XII dan XIII yaitu 0,4099% dan 0,4259% (Lampiran XV). Pada hasil rata-rata kadar abu tidak larut asam untuk ekstrak air dan etanol memiliki nilai rata-rata yang besar dari pada SD (Simpangan Baku), sehingga menunjukan bahwa hasil data yang diperoleh cukup baik. Namun dari hasil ini memiliki CV (Koefisien Variasi) yang tinggi atau >5%, sehingga metode (perlakuan/pengerjaan) yang dilakukan memiliki tingkat ketelitian yang rendah (Kumalasari et al.,2017). Hal ini dikarenakan selang waktu atau jarak penimbangan yang berbeda disetiap replikasi sehingga memiliki ketelitian yang yang rendah. Berdasarkan hasil yang diperoleh kadar abu tidak larut asam pada ekstrak air dan ekstrak etanol daun sambiloto sudah memenuhi standar mutu Farmakope Herbal Indonesia yakni tidak lebih dari 0,5%.

2. Parameter Spesifik

Menurut saifudin et al., (2011), penetapan parameter spesifik berfokus pada senyawa atau golongan senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas farmakologi. Analisis kimia yang dibutuhkan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap senyawa aktif (saifudin et al., 2011).

a. Pemeriksaan Identitas Ekstrak Daun Sambiloto

Pemeriksaan identitas ekstrak bertujuan untuk memberikan identitas obyektif nama secara spesifik (Depkes RI.,2000). Menurut Najib et al., (2017), pentingnya dilakukan identitas ekstrak dalam pengajuan pendahuluan sebagai pengenalan awal, dan bagian tanaman yang digunakan. Penelitian ini sesuai dengan

Replikasi Hasil

1 0,3899 %

2 0,4398 %

3 0,4482 %

Rata-rata (%) 0,4259

Standar atau syarat Tidak lebih dari 0,5 %

SD 0,0315

28

hasil identifikasi sampel menggunakan serbuk simplisia Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees, dengan suku Acanthaceae, dan bagian tumbuhan yang digunakan yaitu Folium (daun) dan nama Indonesia daun sambiloto.

b. Pemeriksaan Organoleptis Ekstrak Daun Sambiloto

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengamati bentuk fisik dari ekstrak daun sambiloto, pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan panca indra dalam mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa (Depkes RI.,2000). Hasil pemeriksaan organoleptis pada ekstrak air diperoleh hasil bahwa ekstrak air daun sambiloto memiliki bentuk semi padat, berwarna hijau kecoklatan, dan tidak berbau, serta memiliki rasa yang pahit. Pada ekstrak etanol, hasil pemeriksaan organoleptis yang didapatkan adalah memiliki bentuk semipadat, berwarna hijau kehitaman, berbau khas, dan rasa pahit.

c. Pemeriksaan Kandungan Senyawa Andrografolid pada Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol Daun Sambiloto Secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Tujuan dilakukan pemeriksaan ini yaitu untuk mengidentifikasi secara kulaitatif kandungan kimia dalam ekstrak air dan ekstrak etanol daun sambiloto melalui Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Kromatografi lapis tipis merupakan bentuk kromatografi cair dimana fase diamnya adalah lapisan tipis, kering merata, terbuat dari bahan serbuk halus dilapiskan secara akurat pada suatu kaca, plastik atau lempeng aluminium (Lundanes Elsa at al., 2013). Sedangkan fase gerak dapat berupa gas atau cairan atau fluida superkritikal. Proses pemisahan dapat berupa absorbsi, distribusi massa (partisi), atau pertukaran ion atau berdasarkan perbedaan sifat fisika kimia suatu molekul, seperti ukuran, massa dan volume (Departemen Kesehatan RI., 2014). Menurut Lade et al., (2014) fase gerak akan berinteraksi dengan fase diam melalui daya kapilaritas yang memungkinkan terjadinya pemisahan komponen berdasarkan kelarutan dan retensinya dalam fase diam dan fase gerak.

Berdasarkan Komsta Lukasz et al., (2014), dalam KLT yang digunakan untuk mengekspresikan retensi analit adalah faktor retardasi (retardation factor,Ff) Harga Rf merupakan jarak rambat senyawa pada kromatogram, nilai Rf diperoleh dengan mengukur jarak rambat senyawa (single zone) dari titik awal (start pont)

29

dibagi dengan jarak rambat fase gerak (solvent distance) hingga garis depan (Komsta Lukasz et al., 2014). Menurut wulandari (2011), nilai Rf berkisar antara 0 sampai 1, jika nilai Rf terbalik antara 0,2 sampai 0,8 maka untuk deteksi UV dan jika 0,2-0,9 maka untuk deteksi visible. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa andrographolide dalam ekstrak air dan ekstrak etanol dengan membandingkan nilai Rf larutan uji dengan senyawa baku standar. Pemeriksaan ini dilakukan sesuai dengan acuan Farmakope Herbal Indonesia (2017), yaitu menggunakan larutan pengembang n-heksana : etil asetat p = 2:8 sebagai fase gerak dan Silika gel 60 F254 sebagai fase diam. Larutan pembanding yang digunakan adalah baku andrografolid murni 0,1%.

Tabel XIV. Perhitungan nilai Rf Ekstrak Air Deteksi UV 254 Baku andrografolid Warna bercak Ekstrak air

daun sambiloto Warna bercak

Nilai Rf 0,33 Ungu gelap 0,48 Ungu gelap

Deteksi UV 366 Baku

andrografolid

Warna bercak

Ekstrak air daun sambiloto

Warna bercak

Nilai Rf - - 0,54 Biru mudah

- - 0,6 Biru mudah

Profil kromatografi ekstrak air menggunakan fraksi n-heksana; etil asetat (2;8, v/v), pada gambar 1 menunjukan terdapat bercak yang diperoleh dari pengujian nilai Rf dari senyawa pembanding sebesar 0,33 dan nilai Rf dari ekstrak sebesar 0,48. Walaupun terdapat bercak dengan warna yang sama pada deteksi UV 254 nm, tetapi memiliki hasil nilai Rf yang berbeda. Oleh karena itu, belum dapat dipastikan dengan jelas bahwa ekstrak air daun sambiloto mengandung senyawa andrografolid (gambar 3). Hal ini dapat diakibatkan karena polaritas pelarut di dalam andrografolid yang rendah. Menurut Hanani ending (2016), andrografolid yang masuk dalam golongan terpenoid sehingga larut pada pelarut polar seperti etanol. Rendahnya polaritas ini mengakibatkan kuantitas andrografolid dalam

30

ekstrak air rendah dan menghasilkan Rf yang berbeda dengan senyawa marker (senyawa baku).

Pada hasil elusi diplat KLT di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 366 nm ditemukan adanya bercak warna pada ekstrak air daun sambiloto dengan nilai Rf 0,54 dan 0,6 namun tidak ditemukan adanya bercak pada senyawa baku andrografolid. Hal ini dapat terjadi dikarenakan volume penotolan yang terlalu kecil dan masa penyimpanan baku andrografolid yang lama. Menurut Hounsome et al., (2008) adapun juga faktor yang dapat mempengaruhi kandungan kimia pada tanaman seperti kelembapan, penggunaan pupuk, kerusakan akibat mikrooganisme (serangga), stress yang diinduksi radiasi UV, serta logam berat dan pestisida. Selain itu hasil penelitian oleh Jokopriyambodo et al., (2020) menemukan bahwa, perbedaan telak geografis atau tempat tubuh juga mempengaruhi kandungan andrografolid pada daun sambiloto.

Gambar 1. Hasil Elusi KLT Ekstrak Air Daun Sambiloto dengan Pembanding Baku Andrografolid pada UV 254 nm dan 366 nm. Keterangan gambar; A = baku andrografolid; B = Ekstrak air daun sambiloto.

31

Gambar 2. Hasil Elusi KLT Ekstrak Etanol Daun Sambiloto dengan Pembanding Baku Andrografolid pada UV 254 nm dan UV 366 nm Keterangan gambar; A = baku Andrografolid; B = Ekstrak etanol daun sambiloto.

Tabel XV. Perhitungan nilai Rf Ekstrak Etanol Deteksi UV 254 Baku andrografolid Warna bercak Ekstrak etanol

daun sambiloto Warna bercak

Nilai Rf 0,29 ungu 0,32 Ungu

0,43 Ungu 0,63 Ungu 0,81 Hijau Deteksi UV 366 Baku andrografolid Warna bercak Ekstrak etanol daun sambiloto Warna bercak Nilai Rf - - 0,13 Merah mudah 0,23 Kebiruan 0,24 Merah mudah 0,33 Merah mudah 0,46 Kebiruan 0,62 Putih 0,73 Putih 0,81 Merah muda 0,89 Ungu

32

Profil kromatografi ekstrak etanol fraksi n-heksana; etil asetat (1:2 v/v) pada gambar 2 menunjukan terdapat beberapa bercak yang diperoleh dengan nilai Rf 0,32 pada UV 254 nm sejajar, dan mendekati nilai Rf baku andrografolid yang sebagai senyawa golongan terpenoid yaitu Rf 0,29. Berdasarkan Farmakope Herbal Indonesia (2017), senyawa baku andrografolid dapat dideteksi oleh UV 254 dengan nilai Rf sebesar 0,45. Dari hasil pemeriksaan KLT pada ekstrak etanol daun sambiloto menunjukan beberapa bercak dengan hasil warna yang berbeda. Terdapat juga kemiripan bercak warna ekstrak etanol yang sama dengan senyawa baku andrografolid yaitu berwarna ungu gelap dengan nilai Rf berturut-turut 0,32; 0,43; dan 0,63. Menurut Cai (2014), apabila terdapat dua spot yang berada pada jarak yang sama atau memiliki nilai Rf yang sama, maka dapat disimpulkan bahwa kedua komponen tersebut adalah senyawa yang sama. Terdapat profiling kromatografi lapis tipis yang telah ditetapkan oleh Shofa et al., (2017), yaitu adanya bercak hitam dan ungu gelap dengan nilai Rf 0,1 yang merupakan pita andrografolid. Terdapat juga penelitian yang dilakukan oleh Halim et al. (2004), yaitu adanya bercak ungu pada ekstrak sambiloto yang memberikan nilai Rf sebesar 2,28 yang merupakan senyawa neoandrografolid (C26H40O8) yang bersifat polar dari Andrographis lainya, sedangkan bercak ungu dengan nilai Rf 0,45 yaitu senyawa andrografolid yang merupakan kandungan utama dari tanaman sambiloto. Pada ekstrak belum dapat dipastikan apakah mengandung senyawa andrografolid, hal ini karena hasil ekstrak memiliki nilai Rf yang berbeda dengan dengan nilai Rf acuan, walaupun dapat memberikan warna bercak.

Sementara itu, hasil elusi KLT ekstrak etanol daun sambiloto yang dilihat di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 366 ditemukan adanya bercak, namun tidak ditemukan adanya bercak pada baku senyawa andrografolid. Hal ini dapat terjadi dikarenakan volume penotolan yang terlalu kecil dan masa penyimpanan baku andrografolid yang lama. Menurut Hounsome et al., (2008) adapun juga faktor yang dapat mempengaruhi kandungan kimia (metabolit sekunder) pada tanaman seperti kelembapan, penggunaan pupuk, kerusakan akibat mikrooganisme (serangga), stress yang diinduksi radiasi UV, serta logam berat dan pestisida. Selain itu hasil penelitian oleh Jokopriyambodo et al., (2020) menemukan bahwa,

33

perbedaan telak geografis atau tempat tubuh juga mempengaruhi kandungan andrografolid pada daun sambiloto (Jokopriyambodo et al., 2020). Adapun juga hasil bercak ekstrak pada plat KLT menampilkan beberapa warna yang berbeda, hal ini menunjukan bahwa ekstrak etanol yang dibuat pada penelitian ini juga mengandung senyawa lain selain senyawa andrografolid.

Tabel XVI. Ringkasan Hasil Pemeriksaan Spesifik dan Non Spesifik pada Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol Daun Sambiloto

Ekstrak Non Spesifik Spesifik

Air

Pemeriksaaan Hasil Pemeriksaan Hasil

Kadar Air

= 6,6578 %

SD = 1,0838 CV=16,2786%

Identitas Ekstrak Ekstrak Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees. suku Acanthaceae. Kadar Abu Total

= 0,9948% SD = 0,0010 CV =1,0052%

Organoleptis semi padat, hijau kecok-latan, dan tidak berbau, rasa pahit

Kadar Abu tidak Larut Asam

= 0,4099% SD = 0,0229 CV =5,5872% Kandungan Senyawa Andrografolid Secara KLT (UV 254 nm) baku (Rf 0,33).Ekstrak (Rf 0,48). (UV 366 nm) baku (tidak ada bercak). Ekstrak (Rf 0,54; 0,6

34

Ekstrak Non Spesifik Spesifik

Etanol

Pemeriksaaan Hasil Pemeriksaan Hasil

Kadar Air

= 9,1252%

SD = 0,9083

CV=0,9542%

Identitas Ekstrak

Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees. suku Acanthaceae.

Kadar Abu Total

= 1,0681%

SD = 0,0223

CV=2,0945%

Organoleptis Semi-padat, berwarna hijau kehi-taman, berbau khas, dan rasa pahit.

Kadar Abu tidak Larut Asam

= 0,4259% SD = 0,0315 CV=7,3998% Kandungan Senyawa Andrografolid Secara KLT (UV 254 nm) baku (Rf 0,29).Ekstrak (Rf 0,32; Rf 0,43, Rf 0,63, 0,81).

(UV 366 nm) baku (tidak bercak).Ekstrak (Rf 0,13; 0,23; 0,24: 0,33; 0,46; 0,62; 0,73; 0,81; 0,89)

Tabel XVII. Ringkasan Hasil Presentase Rendemen Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol Daun Sambiloto

Presentase Rendemen

Ekstrak Air

= 20,7884% SD = 0,3355 CV = 1,6142% Standar FHI

Tidak kurang dari 9,6%

Ekstrak Etanol

= 25,5135 % SD = 3,9158 CV = 15,3482% Standar FHI

35

36 KESIMPULAN

Berdasarkan standardisasi ekstrak daun sambiloto yang telah dilakukan, maka didapatkan nilai parameter spesifik maupun non spesifik dari ekstrak air, dan ekstrak etanol yang sudah sesuai dengan persyaratan yang tercantum di dalam Farmakope Herbal Indonesia. Hasil pemeriksaan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pada ekstrak air dan ekstrak etanol terdapat bercak dengan warna yang sama pada UV254, namun memiliki nilai Rf yang berbeda. Pengaruh penggunaan pelarut ekstrak dalam penelitian ini adalah pada persentase rendemen yang diperoleh yakni pada ekstrak air sebesar 20,7884%; sedangkan pada ekstrak etanol 25,5135%.; penetapan kadar air, kadar abu total, abu tidak larut asam pada ekstrak air berturut-turut adalah 6,6578%; 0,9948%; 0,4099%. Sedangkan pada ekstrak etanol adalah 9,1252%; 1,0681%; 0,4259%.

SARAN

Penulis menyarankan penelitian lebih lanjut, terkait uji kulitatif (skrining fitokimia) pada esktrak air dan ekstrak etanol untuk mempertegas senyawa yang terkandung dalam daun sambiloto, dan uji kualitatif secara KLT dengan meningkatkan volume penotolan pada plat. Serta dilakukan uji kuantitatif terkait persentase kadar andrografolid dalam ekstrak air dan ekstrak etanol daun sambiloto. Perlu dilakukan standardisasi ekstrak daun sambiloto mengenai cemaran mikroba, logam berat, aflatoksin, angka kapang khamir, dan residu pestisida. Hal ini karena parameter tersebut juga berperan penting dalam penentuan standar keamanan suatu bahan baku produk obat herbal.

37

Dokumen terkait