• Tidak ada hasil yang ditemukan

STANDARDISASI EKSTRAK AIR DAN EKSTRAK ETANOL. DAUN Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STANDARDISASI EKSTRAK AIR DAN EKSTRAK ETANOL. DAUN Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees SKRIPSI"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

i

STANDARDISASI EKSTRAK AIR DAN EKSTRAK ETANOL DAUN Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Oskar Samuel Howay NIM: 168114010

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

Persetujuan Pembimbing

STANDARDISASI EKSTRAK AIR DAN EKSTRAK ETANOL DAUN Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees

Skripsi yang diajukan oleh: Oskar Samuel Howay

NIM: 168114010

telah disetujui oleh:

Pembimbing Utama

(3)

iii

Pengesahan Skripsi Berjudul

STANDARDISASI EKSTRAK AIR DAN EKSTRAK ETANOL DAUN Andrographis paniculate (Burm.f.) Nees

Oleh:

Oskar Samuel Howay NIM: 168114010

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Pada tanggal: 5 Maret 2021

Mengetahui Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Dekan

Dr. apt. Yustina Sri Hartini.

Panitia Penguji: Tanda tangan

1. Dr. apt. Yustina Sri Hartini. ………

2. Dr. apt. Erna Tri Wulandari. ………

(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan penuh syukur kepada Allah Bapa, Tuhan Yesus Kristus dan Roh Kudus, Saya persembahkan karya ini untuk: Tete, Nene, Orangtua dan kaka-adik tercinta yang selalu memberikan doa dan dukungan yang tak terhitung jumlahnya kepada saya. Keluarga yang selalu memberikan semangat melalui doa dan peneguhan, Sahabat-sahabat yang senantiasa memotivasi, menghibur dan mendukung saya. Dosen pembimbing dan teman-teman skripsi yang selalu membantu saya mulai dari awal tahap penyusunan proposal, penelitian hingga saatnya saya dapat menyelesaikan ujian skripsi saya. Dan almamater tercinta, Universitas Sanata Dharma.

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIHAN KARYA

Saya menyatakan dengan sungguh bahwa skripsi yang saya tulis tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebut dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan identifikasi plagiarisme dalam skripsi ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 15 Februari 2021 Penulis

(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Oskar Samuel Howay

NIM : 168114010

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

STANDARDISASI EKSTRAK AIR DAN EKSTRAK ETANOL DAUN Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, mempublikasikannya di internet terbatas hanya pada halaman cover sampai daftar pustaka atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan untuk data mentah dan lain-lain yang ada di lampiran tidak dapat dipublikasikan.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 06 April 2021

Yang menyatakan,

(7)

vii PRAKARTA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat dan belas kasih-Nya yang melimpah sehingga skripsi yang berjudul “Standardisasi Ekstrak Air Dan Ekstrak Etanol Daun Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees” dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan, bantuan dan doa banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini tanpa mengurangi rasa hormat, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. apt. Yustina Sri Hartini selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sekaligus dosen pembimbing skripsi atas segala bimbingan, kritik, masukan, saran, dan kesabarannya dalam mendampingi penelitian dan penyusunan naskah skripsi ini. 2. Ibu Dr. apt. Christine Patramurti, selaku ketua Program Studi Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ibu Dr. apt. Erna Tri Wulandari, selaku dosen penguji atas segala kritik dan saran selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Dr. apt. Dewi Setyaningsih, selaku wakil dekan sekaligus dosen penguji skripsi atas segala kritik dan saran selama penelitian dan penyusunan naskah skripsi ini.

5. Ibu Damiana Sapta Candrasari, S.Si, M.Sc. selaku Kepala Laboratorium Farmasi Universitas Sanata Dharma yang memberikan ijin penggunaan laboratorium sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Mas Antonius Dwi Priyana dan Mas Sarwanto selaku Sekretariat S1 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang memberikan informasi mengenai perkuliahan dan proses pengerjaan skripsi.

7. Pak Wagiran yang telah banyak membantu selama proses pengerjaan skripsi ini dilaboratorium.

8. Keluaraga tercinta dan tersayang bapa waigo ‘Yonas Howay’dan mama arus ‘Juliantje Kambu’, kaka Willy, ade Omman, Mama ona, Mama ema, tete dan nene, mama ade, serta tanta dan bapa ade, yang selalu

(8)

viii

mendoakan, menyertai dan mendukung proses perjalanan hidup hingga saat ini, khususnya dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Rekan seperjuangan penelitian saya yaitu : Ranny Langkeru, Agatha Maia, Agustinus Nara Tukan, Vinsensius Rubin, Fila Delfia, Maria Josephine dan Maria Cyrilla, Ayu Priscilia dan Maria Carolina L. Nau, terima kasih atas semangat dan kerja samanya selama ini.

10. Teman-teman FSM A 2016, terima kasih atas semangat selama ini. 11. Kekasih dan sahabat seperjuangan yang selalu mengingatkan,

memberikan semangat, doa, dan masukan yang membangun selama proses penyelesaian skripsi, Novaria Dina Srefle, Hasy A Thubur dan Yanti A Safuf.

12. Teman-teman Asrama Putra Sorsel Jogja dan teman-teman Asrama Putra Mansinam III Manokwari, terimakasih atas kebersamaannya selama ini.

13. Segenap dosen dan karyawan Universitas Sanata Dharma yang telah membantu selama perkuliahan

14. Semua pihak yang memberikan dukungan, doa, dan semangat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa naskah skripsi ini masih jauh dari sempurna dan terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar naskah ini menjadi lebih baik. Akhir kata, penulis berharap agar naskah ini bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 15 Februari 2021 Penulis

(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN KEASLIHAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKARTA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

ABSTRAK ... xiii

ABSTRACT ... xiv

PENDAHULUAN ... 1

METODE PENELITIAN ... 3

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11

KESIMPULAN ... 33

SARAN ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

LAMPIRAN ... 40

(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel I. Hasil Kadar Air Simplisia Daun Sambiloto ... 13

Tabel II. Hasil Susut Pengeringan Simplisia Daun Sambiloto ... 14

Tabel III. Hasil Kadar Abu Total Simplisia Daun Sambiloto ... 14

Tabel IV. Hasil Kadar Abu Tidak Larut Asam Simplisia ... 15

Tabel V. Hasil Kadar Sari Larut Air Simplisia ... 16

Tabel VI. Hasil Kadar Sari Larut Etanol Simplisia ... 16

Tabel VII. Hasil Pemeriksaan Skrining Fitokimia ... 17

Tabel VIII. Hasil Kadar Air pada Ekstrak Air Daun Sambiloto ... 21

Tabel IX. Hasil Kadar Air pada Ekstrak Etanol Daun Sambiloto ... 22

Tabel X. Hasil Kadar Abu Total pada Eksrak Etanol Daun Sambiloto ... 23

Tabel XI. Hasil Kadar Abu Total pada Ekstrak Air Daun Sambiloto ... 23

Tabel XII. Hasil Kadar Abu Tidak Larut Asam Ekstrak Air ... 24

Tabel XIII. Hasil Kadar Abu Tidak Larut Asam Ekstrak Etanol ... 24

Tabel XIV. Perhitungan Nilai Rf Ekstrak Air ... 27

Tabel XV. Perhitungan Nilai Rf Ekstrak Etanol ... 28

Tabel XVI. Ringkasan Hasil Pemeriksaan pada Ekstrak ... 30

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hasil Elusi KLT Ekstrak Air ... 26 Gambar 2. Hasil Elusi KLT Ekstrak Etanol ... 27 Gambar 3. Struktur Senyawa Andrographolide ... 29

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Serbuk simplisia ... 36

Lampiran 2. Pemeriksaan Makroskopik Simplisia Daun Sambiloto ... 36

Lampiran 3. Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Simplisia ... 36

Lampiran 4. Pemeriksaan Kadar Air Simplisia Daun Sambiloto ... 38

Lampiran 5. Hasil Pemeriksaan Susut Pengeringan Simplisia ... 42

Lampiran 6. Hasil Pemeriksaan Kadar Abu Total Simplisia ... 46

Lampiran 7. Pemeriksaan Kadar Abu Tidak Larut Asam Simplisia ... 49

Lampiran 8. Pemeriksaan Kadar Sari Larut Air Simplisia ... 53

Lampiran 9. Hasil Pemeriksaan Kadar Sari Larut Etanol Simplisia ... 57

Lampiran 10. Hasil Pemeriksaan Skrining Fitokimia ... 59

Lampiran 11. Hasil Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sambiloto ... 51

Lampiran 12. Hasil Pembuatan Ekstrak Air Daun Sambiloto... 61

Lampiran 13. Hasil Pemeriksaan Kadar Air pada Ekstrak ... 63

Lampiran 14. Hasil Kadar Abu Ekstrak ... 69

(13)

xiii ABSTRAK

Latar belakang: Penggunaan produk herbal sudah sangat berkembang pesat. Dimana sebanyak kurang dari 80% orang di seluruh dunia bergantung terhadap tanaman herbal untuk mendukung kesehatan mereka. Sambiloto Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees merupakan salah satu tanaman tradisional yang sering digunakan sebagai obat herbal. Daun sambiloto memiliki senyawa kimia yang bisa dikembangkan sebagai bahan baku obat herbal terstandar atau fitofarmaka oleh karena itu perlu dilakukan standardisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hasil standardisasi pada ekstrak air dan ekstrak etanol daun sambiloto melalui pemeriksaan parameter simplisia dan pemeriksaan parameter ekstrak yang dibandingkan sesuai dengan nilai parameter yang terkandung dalam Farmakope Herbal Indonesia, serta melihat pengaruh pelarut air dan etanol terhadap parameter ekstrak daun sambiloto.

Metode: Ekstrak air menggunakan teknik dekok dengan pelarut air sedangkan ekstrak etanol menggunakan teknik maserasi dengan pelarut etanol 96%.

Hasil: Pemeriksaan parameter simplisia yaitu kadar air, susut pengeringan, kadar abu total, kadar sari larut air, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol dengan hasil berturut-turut adalah 5,9966%; 6,5940%; 7,5650%; 0,6883%; 18,6366%; dan 6,4200%. Pemeriksaan parameter ekstrak pada ekstrak air yaitu kadar air, kadar abu total, dan kadar abu tidak larut asam dengan hasil berturut-turut adalah 6,6125%; 0,9948%; 0,4099%; dan pada ekstrak etanol 9,1252%; 1,0681%; 0,4259%. Pemeriksaan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pada ekstrak air dan ekstrak etanol terdapat bercak dengan warna yang sama pada UV254, namun memiliki nilai Rf yang berbeda dengan baku senyawa

andrographolide. Persentase rendemen yang diperoleh yakni pada ekstrak air sebesar 20,7884%; sedangkan pada ekstrak etanol 25,5135%.

Kesimpulan: Hasil nilai parameter spesifik maupun non spesifik dari ekstrak air, dan ekstrak etanol serta hasil presentase rendemen ekstrak yang diperoleh sudah sesuai dengan Farmakope Herbal Indonesia.

(14)

xiv ASBTRACT

Background: The use of herbal products has grown rapidly. Where as many as less than 80% of people worldwide depend on herbal plants to support their health. Sambiloto Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees is one of the traditional plants which is often used as herbal medicine. Sambiloto leaves have chemical compounds that can be developed as raw materials for obat herbal terstandar or fitofarmaka, therefore standardization is necessary. This study aims to obtain standardization results on water extract and ethanol extract of sambiloto leaves through examination of simplicia parameters and examination of extract parameters that are compared according to the parameter values contained in the Indonesian Herbal Pharmacopoeia, as well as seeing the effect of water and ethanol solvents on the parameters of sambiloto leaf extract.

Method: The water extract used the dekok technique with water solvent while the ethanol extract used the maceration technique with 96% ethanol as solvent.

Result: Examination of simplicia parameters are water content, drying shrink, total ash content, acid insoluble ash content, water-soluble juice content, ethanol-soluble juice content, with successive results are 5,9966%; 6,5940%; 7,5650%; 0,6883%; 18,6366%; and 6,4200%. Examination of extract parameters in water extract are water content, total ash content, acid insoluble ash content with consecutive results are 6,6125%; 0,9948%; 0,4099%; and in the ethanol extract are 9,1252%; 1,0681%; 0,4259%. Examination by the Thin Layer Chromatography (TLC) method on water extract and ethanol extract showed spots with the same color on UV254, but has a

different Rf value but has a different Rf value from the standard andrographolide compounds. The yield percentage obtained was in the water extract of 20,7884%; while the ethanol extract was 25.5135%.

Conclusion: The results of the specific and non-specific parameter values of the water extract and ethanol extract as well as the percentage yield of the extracts obtained are in accordance with the Indonesian Herbal Pharmacopeia.

(15)

1 PENDAHULUAN

Dalam sejarah perkembangan budaya Indonesia banyak masyarakat menggunakan tanaman herbal sebagai obat untuk kesehatan mereka. Penggunaan produk herbal sudah sangat berkembang pesat, hal ini dilihat selama tiga dekade terakhir ini. Menurut Ekor Martins (2014), sebanyak kurang dari 80% orang di seluruh dunia bergantung terhadap tanaman herbal untuk mendukung kesehatan mereka. Hal ini karena jika dibandingkan dengan penggunaan obat sintetis yang memiliki efek samping yang tidak bisa dianggap remeh. Menurut Rasheed (Sunita Panchawatat, et al., 2010), Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization mendorong, merekomendasikan, serta mempromosikan obat tradisional atau herbal sebagai program untuk menjaga perawatan kesehatan secara alami karena mudah tersedia dengan biaya murah, aman, dan keyakinan masyarakat untuk menggunakan obat tradisional atau herbal tersebut.

Mengingat obat herbal dan berbagai tanaman memiliki peran penting dalam bidang kesehatan bahkan bisa menjadi produk obat andalan Indonesia maka perlu dilakukan upaya penetapan standar mutu, dan keamanan ekstrak tanaman obat. Rangkaian proses melibatkan berbagai metode analisis kimiawi berdasarkan data farmakologis, melibatkan analisis fisik, dan mikrobiologi berdasarkan kriteria umum keamanan (toksikologi), terhadap suatu ekstrak alam (tumbuhan obat) disebut Standardisasi Bahan Obat Alam (SBOA) atau standardisasi obat herbal. Standardisasi secara normatif ditujukan untuk memberikan efikasi yang terukur secara farmakologis dan menjamin keamanan konsumen (Saifudin et al., 2011).

Dalam menjamin obat berbasis herbal, Departemen Kesehatan (Depkes) dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menetapkan standar dan parameter mutu serta keamanan pada bahan yang dikonsumsi oleh masyarakat. Selain pemerintah, industri farmasi besar dan menengah juga mulai memperhatikan parameter spesifik, seperti aspek senyawa apa yang bertanggung jawab terhadap khasiat. Dengan demikian prospek dan pekerjaan standardisasi bahan obat alam merupakan isu besar dan tantangan besar hingga 20 tahun mendatang (Saifudin et al., 2011).

(16)

2

Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) merupakan salah satu tanaman tradisional yang sering digunakan sebagai obat herbal. Daun sambiloto memiliki senyawa kimia yang perlu dikembangkan sebagai bahan baku obat herbal terstandar atau fitofarmaka. Menurut Tajidin et al., (2019) kandungan kimia pada daun sambiloto yaitu andrographolide (ANDRO), 14-deoxyandrographolide (DAG), dan neoandrographolide (NAG), glucose, serta sucrose. Selain itu, terdapat juga penetapan kadar andrographolide dari sidik jari kromatografi lapis tipis yaitu pada daun sambiloto paling tinggi, pada batang batang sedang (tidak terlalu banyak) dan paling kecil pada bagian akar (Widiyastuti Yuli, 2017). Penggunaan sambiloto di masyarakat untuk obat diabetes, hepatitis, luka infeksi, radang paru-paru, luka bakar, influenza, radang amandel, dan antipiretik (Depkes RI, 1979). Namun dalam penggunaannya perlu dilakukan standarisasi karena menurut Saifudin Aziz et al.,(2011) standardisasi penting dilakukan seperti standardisasi untuk menjamin keseragaman khasiat (efikasi), dan standardisasi untuk uji klinik, standardisasi menjamin aspek keamanan dan stabilitas ekstrak/bentuk sediaan, serta standardisasi untuk meningkatkan nilai ekonomi (Saifudin Aziz et al.,2011).

Berdasarkan Depkes RI (2000), beberapa metode yang digunakan untuk mengekstraksi tanaman yaitu maserasi dan dekoktasi. Pada penelitian ini menggunakan ekstrak air karena sebagai obat tradisional tanaman sambiloto banyak digunakan di masyarakat yaitu dengan cara direbus. Cara ini memiliki kemiripan yang sama dengan metode dekokta yaitu ekstraksi tanaman menggunakan aquadest yang dipanaskan pada suhu 90oC selama 30 menit. Selain itu menurut Hanani Endang (2016), cara ekstraksi dekok mirip dengan infusa yang sesuai untuk simplisia yang bersifat lunak, seperti daun dan bunga. Sedangkan ekstrak etanol 96% didasarkan pada senyawa andrographolide yang masuk dalam golongan terpenoid sehingga larut pada pelarut polar seperti etanol (Hanani Endang, 2016). Oleh karena itu dalam penelitian ini, peneliti ingin melakukan standardisasi terhadap ekstrak air, dan ekstrak etanol daun sambiloto melalui parameter spesifik maupun non spesifik, dan melihat pengaruh penggunaan pelarut air, dan etanol terhadap parameter yang diperiksa dalam ekstrak daun sambiloto.

(17)

3 METODE PENELITIAN

Alat dan Bahan

Alat-alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rotary evaporator (Buchi), destilasi Stahl, corong buchner, furnace, pompa vakum (Gast Doa-P504-BN), timbangan analitik (Mettler Toledo), mikropipet (Socorex), chamber, waterbath, hot plate (Wilten & Co), shaker (Innova 2100), lemari asam, oven, alat-alat gelas: gelas beaker, erlenmeyer, botol timbang dangkal bertutup, labu takar (Pyrex Iwaki), cawan porselen, tabung reaksi, batang pengaduk, pipet tetes, pipet ukur, pipet volume, corong, kaca arloji, labu alas bulat 500 mL (Duran Schott), glass Firm, blue tip, white tip, yellow tip, dan kain flannel, serta lampu UV (Cagma).

Bahan uji yang digunakan adalah simplisia daun sambiloto dalam bentuk serbuk yang didapatkan dari PT.HRL Internasional di Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Pelarut yang digunakan ekstraksi adalah etanol 96% dan aquadest. Bahan lain yang digunakan adalah n-heksana dan etil asetat p sebagai fase gerak dan plat silika gel 60 F254 sebagai fase diam, andrografolid 0,1% dalam etanol p sebagai

pembanding, kertas saring whatman no.1, kertas saring bebas abu, asam klorida (HCl), iodium (I), kalium iodide (KI), bismuth nitrat (BiN3O9), raksa (II) klorida,

asam nitrat (HNO3), α-naftol, magnesium (Mg), amil alcohol (C5H12O), besi (III)

klorida, n-heksana (C6H14), asam asetat (CH3COOH) dan asam sulfat pekat

(H2SO4), aluminium klorida (AlCl3), dan natrium asetat (CH3COONa), yang

diperoleh dari laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Metode

Penyiapan Bahan Uji dan Identifikasi Tanaman

Bahan uji daun sambiloto yang diperoleh dari PT.HRL Internasional Jawa Timur tepatnya di kabupaten Gresik berupa serbuk simplisia daun sambiloto. Identifikasi serbuk simplisia dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

(18)

4 Pemeriksaan Parameter Simplisia 1. Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik simplisia daun sambiloto dapat dilakukan dengan cara menentukan ciri khusus simplisia dengan pengamatan secara langsung berdasarkan bentuk simplisia dan ciri-ciri simplisia daun sambiloto menurut literatur secara umum atau Farmakope Herbal Indonesia (Kemenkes RI,2017). 2. Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik simplisia daun sambiloto dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dengan cara meletakkan serbuk simplisia daun sambiloto di atas objek gelas yang ditetesi air dan kloralhidrat serta dibantu lampu spiritus. Lalu diamati di bawah mikroskop untuk melihat fragmen pengenal dalam bentuk sel, isi sel atau jaringan tanaman serbuk simplisia daun sambiloto (Kemenkes RI,2017). 3. Pemeriksaan Kadar Air Simplisia Daun Sambiloto

Penetapan kadar air simplisia daun sambiloto dilakukan dengan metode destilasi toluen. Prosedur kerja diawali dengan membuat preaksi toluen jenuh air terlebih dahulu dengan cara mengocok toluen p dengan sedikit air kemudian dibiarkan terpisah dan lapisan air dibuang. Setelah itu, masing-masing 10 gram simplisia kering daun sambiloto dan 200 mL toluen jenuh air dimasukan dalam labu. Toluen jenuh air dimasukan ke tabung penerima melalui pendingin sampai leher alat penampung dan labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih penyulingan diatur dengan kecepatan lebih kurang 2 tetes tiap detik, sehingga sebagian besar air tersuling, kemudian kecepatan penyuling dinaikan hingga 4 tetes tiap detik. Penyulingan dilanjutkan selama 5 menit. Tabung penerima didinginkan hingga suhu ruang dan kemudian volume air dibaca setelah air dan toluen terpisah, kemudian dihitung kadar air.

Kadar air = volume air (mL)

berat simplisia yang ditimbang (g) x100% (Kemenkes RI, 2017).

4. Pemeriksaan Susut Pengeringan

Pemeriksaan susut pengeringan simplisia daun sambiloto dilakukan dengan cara, ditimbang saksama 1 sampai 2 gram serbuk simplisia dalam botol timbang

(19)

5

dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC dan ditara. Ditarakan bahan dalam botol timbang dengan menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 sampai 10 mm dimasukkan dalam ruang pengering, kemudian dibuka tutupnya dan dikeringkan pada suhu 105oC hingga diperoleh bobot tetap (Kemenkes RI, 2017).

5. Pemeriksaan Kadar Abu Total

Pemeriksaan kadar abu total simplisia daun sambiloto dilakukan dengan cara, sebanyak 2-3 gram serbuk simplisia yang telah dihaluskan dimasukan ke dalam krus silikat yang telah dipijar dan ditara, dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, lalu dinginkan dan timbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, aduk, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan kertas saring beserta sisa penyaring dalam krus yang sama. Dimasukan filtrat ke dalam krus, diuapkan dan dipijarkan hingga diperoleh bobot tetap pada suhu 800±25oC. Kadar abu dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b (Kemenkes RI, 2017).

Kadar abu total = berat abu sisa pijarberat simplisia x 100%

(Supomo et al., 2016). 6. Pemeriksaan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Pemeriksaan kadar abu tidak larut asam simplisia daun sambiloto dilakukan dengan cara, abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total simplisia daun sambiloto, dididihkan dengan 25 mL asam klorida encer LP selama 5 menit. dikumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, dan disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas dan dipijarkan dalam krus hingga bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b (Kemenkes RI, 2017).

Kadar abu tidak larut asam = berat abu sisa pijar tidak larut asam

berat simplisia x100 %

(Supomo et al., 2016). 7. Pemeriksaan Kadar Sari Larut Air

Pemeriksaan kadar sari larut air simplisia daun sambiloto dilakukan dengan cara, ditimbang saksama lebih kurang 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan di udara. Dimasukkan ke dalam labu bersumbat, ditambahkan 100 mL

(20)

6

air jenuh kloroform (2,5 mL kloroform dalam 1000 mL aquadest), dikocok berkali-kali selama 6 jam pertama, kemudian didiamkan selama 18 jam. Disaring, lalu diuapkan 20,0 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan pada suhu 105oC dan ditara, dan dipanaskan sisanya pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam % sari larut air (Kemenkes RI, 2017).

Kadar sari larut air = berat sari berat simplisia x (

100

20) x 100%

(Supomo et al., 2016). 8. Pemeriksaan Kadar Sari Larut Etanol

Pemeriksaan kadar sari larut etanol simplisia daun sambiloto dilakukan dengan cara, timbang saksama lebih kurang 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan di udara. Dimasukkan ke dalam labu bersumbat, dan ditambahkan 100 mL etanol 96%, dikocok berkali-kali selama 6 jam pertama, lalu dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat untuk menghindari penguapan etanol, diuapkan 20,0 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan pada suhu 105oC, kemudian dipanaskan sisanya pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Dihitung dalam % sari larut etanol kadar sari (kemenkes RI,2017).

Kadar sari larut etanol = berat sari berat simplisia x (

100

20) x 100%

(Supomo et al., 2016). 9. Skrining Fitokimia Simplisia

a. Pemeriksaan Senyawa Alkaloid

Pemeriksaan senyawa alkaloid dilakukan dengan cara, sebanyak 0,5 gram serbuk simplisia ditambahkan 1 mL asam klorida 2 N dan 9 mL air suling, di panaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk tes alkaloid. Diambil 3 tabung reaksi, lalu masing-masing dimasukkan 0,5 mL filtrat. Pada masing-masing tabung reaksi ditambahkan 2 tetes pereaksi mayer, bouchardat, dan dragendorff. Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan. Bila sedikitnya 2 dari 3 pereaksi di atas positif maka sampel mengandung alkaloid (Supomo et al., 2016).

(21)

7 b. Pemeriksaan Senyawa Flavonoid

Pemeriksaan senyawa flavonoid dilakukan dengan cara, sebanyak 2 gram serbuk simplisia ditambahkan 20 mL air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Filtrat yang diperoleh kemudian diambil 5 mL lalu ditambahkan magnesium 0,1 gram dan 1 mL HCl pekat, serta 2 mL amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Bila terbentuk warna kuning, orange atau merah pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid (Supomo et al., 2016). c. Pemeriksaan Senyawa Saponin

Pemeriksaan senyawa saponin dilakukan dengan cara, sebanyak 0,5 gram serbuk simplisia dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 air mL panas, didinginkan dan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk buih yang banyak selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin (Supomo et al., 2016).

d. Pemeriksaan Senyawa Tanin

Pemeriksaan senyawa tanin dilakukan dengan cara, sebanyak 1 gram serbuk simplisia dididihkan selama 3 menit dalam 10 mL air suling lalu didinginkan dan disaring. Filtrat diencerkan sampai hampir tidak berwarna, lalu ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida, jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Supomo et al., 2016).

e. Pemeriksaan Senyawa Steroid/Terpenoid

Pemeriksaan senyawa steroid/ terpenoid dilakukan dengan cara, sebanyak 1 gram simplisia dimaserasi dengan 20 mL n-heksana selama 2 jam, disaring, filtrat diuapkan dan sisanya ditambahkan pereaksi asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat. Jika terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau biru kehijauan menunjukkan adanya triterpenoid/steroid bebas (Supomo et al., 2016).

Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sambiloto

Pembuatan ekstrak etanol daun sambiloto dibuat dengan metode ekstraksi maserasi. Sebanyak 10 gram serbuk simplisia ditimbang dan dilarutkan ke dalam 100 mL pelarut etanol 96%, lalu ditutup, kemudian dibiarkan selama 24 jam,

(22)

8

terlindung dari cahaya matahari, dan sambil diaduk dengan menggunakan alat shaker. Hasil maserat kemudian disaring dengan menggunakan corong buchner yang dilapisi kertas saring whatman No.1 sambil di vakum. Serbuk hasil penyarian dimaserasi kembali dengan pelarut baru sebanyak 100 mL selama 24 jam, proses maserasi ini dilakukan sebanyak 2 kali (Kemenkes RI, 2017).

Hasil maserat pertama, kedua, dan ketiga kemudian dimasukkan ke dalam rotary evaporator pada suhu 80oC untuk menguapkan pelarut etanol yang terdapat pada ekstrak. Kemudian, ekstrak diletakkan pada cawan petri dan diuapkan kembali dengan menggunakan waterbath pada suhu 60-75oC untuk menghilangkan pelarut yang masih terdapat dalam ekstrak. Ekstrak yang didapatkan merupakan ekstrak kental dengan bobot tetap sesuai dengan syarat yang ada, selanjutnya rendemen dihitung dengan menggunakan rumus :

% Rendemen = bobot ekstrak (g)

bobot simplisia yang dihitung (g)x 100% (Kemenkes RI, 2017) Pembuatan Ekstrak Air Daun Sambiloto

Pembuatan ekstrak air daun sambiloto dibuat dengan metode ekstraksi dekok. Serbuk simplisia daun sambiloto ditimbang 10 gram dan dimasukkan ke dalam 20 mL pelarut aquadest, dan ditambahkan lagi aquadest sesuai volume yang diperhitungkan. Setelah itu dipanaskan selama 30 menit pada suhu 90oC sambil sekali-sekali diaduk. Diserkai selagi panas melalui kain flanel, ditambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume dekok yang dikehendaki. Jika tidak ditentukan perbandingan yang lain dan tidak mengandung bahan berkhasiat keras, maka untuk 100 bagian dekok harus dipergunakan 10 bagian dari bahan dasar atau simplisia (BPOM RI, 2011). Selanjutnya rendemen dihitung dengan rumus.

% Rendemen = bobot ekstrak (g)

bobot simplisia yang dihitung (g) x100% (Kemenkes RI, 2017). Pemeriksaan Parameter Ekstrak

1. Pemeriksaan Non Spesifik

a. Pemeriksaan Kadar Air Ekstrak Daun Sambiloto

Dimasukan lebih kurang 1 gram ekstrak dan ditimbang saksama dalam wadah yang telah ditara. Dikeringkan pada suhu 10oC selama 5 jam dan ditimbang.

(23)

9

Dilanjutkan pengeringan dan ditimbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara dua penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25% (Depkes RI, 2000).

Kadar air = berat ekstrak (Berat sampel+cawan−berat cawan)

berat ekstrak yang ditimbang X 100% (Supomo et al., 2016). b. Pemeriksaan Kadar Abu Total

Pemeriksaan kadar abu total ekstrak daun sambiloto dilakukan dengan cara, sebanyak 2-3 gram ekstrak yang ditimbang saksama dimasukkan dalam krus porselen yang telah dipijarkan dan ditarakan. Kemudian krus dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap (Kemenkes RI., 2017). Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Dipijarkan sisa kertas dan kertas disaring dalam krus yang sama. Dimasukkan filtrat ke dalam krus, dan diuapkan. Dipijarkan hingga bobot tetap pada suhu 800±25oC, ditimbang dan dihitung

(Kemenkes RI, 2017).

Kadar abu total = berat sisa pijar (g)berat ekstrak (g) X 100%

(Supomo et al., 2016). c. Pemeriksaan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Pemeriksaan kadar abu tidak larut asam ekstrak daun sambiloto dilakukan dengan cara, abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total ekstrak daun sambiloto, dididihkan dengan 25 mL asam klorida encer LP selama 5 menit. Dikumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, dan dipijarkan pada krus hingga bobot tetap pada suhu 800oC dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b (Kemenkes RI, 2017).

Kadar abu tidak larut asam = berat abu sisa pijar asam

berat ekstrak X 100%

(Supomo et al., 2016). 2. Parameter Spesifik

a. Pemeriksaan Identitas Ekstrak

Pemeriksaan identitas ekstrak daun sambiloto meliputi: deskripsi tata nama, nama ekstrak (generik, paten), nama lain tumbuhan (sistematik botani), bagian

(24)

10

tumbuhan yang digunakan (rimbang, daun dsb), dan nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI, 2000).

b. Pemeriksaan Organoleptis

Pemeriksaan organoleptis ekstrak daun sambiloto dilakukan dengan cara menilai bentuk, warna, dan rasa dari ekstrak daun sambiloto menggunakan panca indra. Parameter yang tertera dalam Farmakope Herbal Indonesia (2017) adalah ekstrak sambiloto memiliki bentuk ekstrak kental, warna hijau tua kecoklatan, bau khas, rasa sangat pahit, (Kemenkes RI, 2017).

c. Pemeriksaan Kandungan Senyawa Andrographolide pada Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol Daun Sambiloto secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Pengujian secara kualitatif dengan KLT dilakukan dengan menyiapkan larutan uji sambiloto 0,1 mg/mL dalam etanol dan pembanding andrografolid standar 0,1 mg/mL dalam etanol. Fase gerak yang digunakan adalah N-Heksana : Etil Asetat (1:2). Fase diam menggunakan plat KLT Silika gel 60 F254. Volume

penotolan larutan uji sebanyak 20 μL dan larutan pembanding sebanyak 10 μL, kemudian bercak noda diamati dibawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Jarak tiap berjak dari titik penotolan diukur, dihitung nilai Rf kemudian dibandingkan nilai Rf sampel dengan Nilai Rf androfrafolid standar (Kemenkes RI, 2017).

Analisis Data

Data yang didapat dari pemeriksaan parameter simplisia dan parameter ekstrak spesifik dan non spesifik dibandingkan dengan nilai penetapan parameter simplisia, dan ekstrak sambiloto yang tertera dalam Farmakope Herbal Indonesia.

(25)

11 HASIL DAN PEMBAHASAN

Determinasi Simplisia Daun Sambiloto

Dilakukannya determinasi adalah untuk mendapatkan kebenaran dari identitas tanaman yang nantinya akan diteliti dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengumpulan bahan pada penelitian. Determinasi dilakukan dengan identifikasi serbuk simplisia daun sambiloto di Departemen Biologi, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada. Berdasarkan hasil identifikasi, sampel simplisia tersebut adalah Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees, yang berasal dari suku Acanthaceae (Lampiran 1).

Pemeriksaan Parameter Simplisia Daun Sambiloto

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2017) ada beberapa pemeriksaan uji yang harus diperiksa dalam serbuk simplisia, sehingga dapat menstandarisasikan suatu bahan baku obat sebelum dibuat dalam suatu sediaan herbal atau fitofarmaka.

1. Pemeriksaan Makroskopik Simplisia Daun Sambiloto

Pemeriksaan ciri khusus atau sebagai pengenal pada serbuk simplisia sambiloto dilakukan dengan melihat secara langsung dari bentuk, warna, bau, dan rasa. Berdasarkan hasil yaitu bentuk serbuk halus, warna hijau, tidak berbau, dan rasa sangat pahit. Hal ini sesuai dengan acuan standar Farmakope Herbal Indonesia 2017 (Lampiran 2).

2. Pemeriksaan Mikroskopik Simplisia Daun Sambiloto

Tujuan dari pemeriksaan mikroskopik adalah untuk melihat fragmen pengenal dalam bentuk sel, isi sel atau jaringan dari serbuk simplisia daun sambiloto. Pemeriksaan dilakukan dengan melihat serbuk simplisia daun sambiloto di atas objek gelas yang ditetesi air dan kloral hidrat serta dipanaskan diatas lampu spiritus (Supomo et al., 2016). Berdasarkan hasil fragmen yang dikenal yaitu epidermis bawah dengan stomata dan sisik kelenjar, epidermis atas, epidermis atas dengan sistolit, rambut penutup, dan berkas pengangkut. Berdasarkan standar Farmakope Herbal Indonesia 2017 hasil yang diperoleh sudah sesuai (Lampiran 3).

(26)

12

3. Pemeriksaan Kadar Air Simplisia Daun Sambiloto

Tujuan dari pemeriksaan kadar air adalah untuk mengetahui kadar air dalam simplisia setelah didestilasi. Prinsip destilasi adalah pemisahan campuran berdasarkan perbedaan titik didih. Pemeriksaan ini menggunakan metode destilasi toluene yang mengacu pada Farmakope Herbal Indonesia (2017), bertujuan untuk pengeringan (menghilangkan kadar air) karena jika kandungan airnya tinggi maka dapat menyebabkan pertumbuhan mikroba/mikroorganisme pada simplisia.

Titik didih air 100oC, sedangkan titik didih toluene adalah 110,6oC bobot molekul air lebih besar dari toluene (ρair = 18.015 g/mol atau 1g/mL, ρtoluene = 92.14

g/mol atau 0,8669 g/mL) (Pubchem, 2021). Pemeriksaan kadar air menggunakan destilasi toluene dikarenakan titik didih toluene lebih tinggi dibandingkan dengan titik didih air. Air akan mendidih mendahului toluene. Hal ini akan mengakibatkan air akan naik ke destilator dan terpisah dengan campurannya. Pada penentuan kadar air ini dibuat tiga kali replikasi, dengan menimbang serbuk simplisia daun sambiloto sebanyak 10,0000 gram; 10,0067 gram; dan 10,0000 gram. Hasil ditampilkan pada tabel I.

Tabel I. Hasil Kadar Air Simplisia Daun Sambiloto

Dari hasil yang diperoleh pada tabel I, kadar air simplisia daun sambiloto yang didapatkan adalah 5,9966% (Lampiran 4) dan SD sebesar 1,0050. Hasil nilai rata-rata yang besar dari pada SD (Simpangan Baku) sehingga menunjukan bahwa hasil data yang diperoleh cukup baik. Namun dari hasil ini memiliki CV (Koefisien Variasi) yang tinggi atau >5%, sehingga metode (perlakuan/pengerjaan) yang dilakukan memiliki tingkat ketelitian yang rendah (Kumalasari et al.,2017). Hal ini dikarenakan selang waktu atau jarak penimbangan yang berbeda disetiap replikasi

Replikasi Hasil

1 6,0000 %

2 4,9900 %

3 7,0000 %

Rata-rata (%) 5,9966

Standar atau syarat ≤ 10%

SD 1,0050

(27)

13

sehingga memiliki ketelitian yang yang rendah. Berdasarkan standar mutu Farmakope Herbal Indonesia kadar air serbuk daun sambiloto sudah sesuai atau memenuhi syarat yakni ≤ 10%.

4. Pemeriksaan Susut Pengeringan Simplisia Daun Sambiloto

Pemeriksaan susut pengeringan dilakukan untuk memberikan batasan maksimal besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan (Utami et al.,2016). Pemeriksaan susut pengeringan dilakukan pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada suhu 105oC selama 30 menit. Pada suhu 105oC air akan menguao dan senyawa-senyawa yang mempunyai titik didih yang lebih rendah dari air akan ikut menguap juga (Kemenkes RI,2017). Dilakukan pemeriksaan dengan tiga kali replikasi dengan hasil ditampilkan pada tabel II.

Tabel II. Hasil Susut Pengeringan Simplisia Daun Sambiloto

Dari hasil yang diperoleh pada tabel II, kadar susut pengeringan simplisia daun sambiloto yang didapatkan adalah 6,7375% (Lampiran 5) dan SD sebesar 0,2888. Hasil nilai rata-rata yang besar dari pada SD (Simpangan Baku) sehingga menunjukan bahwa hasil data yang diperoleh cukup baik, serta hasil CV (Koefisien Variasi) yang <5% sehingga menunjukan metode (perlakuan/pengerjaan) yang dilakukan memiliki tingkat ketelitian yang sedang (Kumalasari et al.,2017). Hal ini dikarenakan selang waktu atau jarak penimbangan yang berbeda disetiap replikasi sehingga memiliki ketelitian yang yang sedang. Berdasarkan standar mutu Farmakope Herbal Indonesia kadar susut pengeringan serbuk simplisia daun sambiloto sudah sesuai atau memenuhi syarat yakni tidak lebih dari 10%.

Replikasi Hasil

1 6,5486 %

2 7,0700 %

3 6,5940 %

Rata-rata (%) 6,7375

Standar atau syarat tidak lebih dari 10%

SD 0,2888

(28)

14

5. Pemeriksaan Kadar Abu Total Simplisia Daun Sambiloto

Tujuan kadar abu total adalah untuk menetapkan tingkat pengotor logam dan silikat. Pada penetapan kadar abu ini, pemijaran dilakukan hingga didapatkan bobot tetap, dimana simplisia dipijarkan hingga berwarna abu-abu dan ditimbang hingga bobotnya konstan (selisih dengan penimbangan akhirnya tidak boleh lebih dari 0.0005 gram pada 3 kali penimbangan). Pada saat penimbangan harus dilakukan dalam keadaan tidak panas karena dapat terjadi peristiwa pemuaian yang dapat mempengaruhi penimbangan sehingga menyulitkan untuk mengetahui bobot yang sebenarnya. Kandungan logam pada simplisia dapat disebabkan karena cemaran dari udara atau pencemaran dengan air yang mengandung logam yang mencemari tanah. Pemeriksaan ini akan memberikan gambaran terkait pengotor oleh kontaminan yaitu senyawa anorganik seperti logam alkali (Na, Kalium, Lithium), Logam alkali tanah (Ca, Ba) dan logam berat (Fe, Pb, Hg) (America Geological Institute, 2009). Dilakukan pemeriksaan dengan tiga kali replikasi dengan hasil seperti pada tabel III.

Tabel III. Hasil Kadar Abu Total Simplisia Daun Sambiloto

Replikasi Hasil

1 6,7200 %

2 9,9850 %

3 5,9900%

Rata-rata (%) 7,5650

Standar atau syarat tidak lebih dari 10,2 %

SD 2,1273

CV (%) 28,1206

Dari hasil yang diperoleh pada tabel III, kadar abu total simplisia daun sambiloto yang didapatkan adalah 7,5650% (Lampiran VI) dan SD sebesar 2,1273. Hasil nilai rata-rata yang besar dari pada SD (Simpangan Baku) sehingga menunjukan bahwa hasil data yang diperoleh cukup baik. Namun dari hasil ini memiliki CV (Koefisien Variasi) yang tinggi atau >5%, sehingga metode (perlakuan/pengerjaan) yang dilakukan memiliki tingkat ketelitian yang rendah (Kumalasari et al.,2017). Hal ini dikarenakan selang waktu atau jarak penimbangan yang berbeda disetiap replikasi sehingga memiliki ketelitian yang yang rendah. Berdasarkan standar mutu Farmakope Herbal Indonesia kadar abu total serbuk

(29)

15

simplisia daun sambiloto sudah sesuai atau memenuhi syarat yakni tidak lebih dari 10,2%.

6. Pemeriksaan Kadar Abu Tidak Larut Asam Simplisia Daun Sambiloto Tujuan pemeriksaan kadar abu tidak larut asam untuk mengetahui kandungan simplisia yang tidak larut asam. Bahan yang tidak larut dalam asam pada abu adalah silikat. Abu yang digunakan merupakan hasil dari kadar abu total, kemudian ditambahkan HCl dan dipanaskan agar larut. HCl berperan sebagai penyedia suasana asam. Pemanasan dilakukan untuk mempercepat proses larutnya abu. Setelah itu dilakukan penyaringan untuk mengambil abu yang tidak larut dalam asam yang merupakan cemaran pada simplisia. Dilakukan pemeriksaan tiga kali replikasi dengan hasil pada tabel IV.

Tabel IV. Hasil Kadar Abu Tidak Larut Asam Simplisia Daun Sambiloto

Dari hasil yang diperoleh pada tabel IV, kadar abu tidak larut asam simplisia daun sambiloto yang didapatkan adalah 0,6883% (Lampiran VII) dan SD sebesar 0,0275. Hasil nilai rata-rata yang besar dari pada SD (Simpangan Baku) sehingga menunjukan bahwa hasil data yang diperoleh cukup baik, serta hasil CV (Koefisien Variasi) yang <5% sehingga menunjukan metode (perlakuan/pengerjaan) yang dilakukan memiliki tingkat ketelitian yang sedang (Kumalasari et al.,2017). Hal ini dikarenakan selang waktu atau jarak penimbangan yang berbeda disetiap replikasi sehingga memiliki ketelitian yang yang sedang. Berdasarkan standar mutu Farmakope Herbal Indonesia kadar abu tidak larut asam simplisia daun sambiloto sudah sesuai atau memenuhi syarat yakni tidak lebih dari 1,7%.

Replikasi Hasil

1 0,6900 %

2 0,6600 %

3 0,7150 %

Rata-rata (%) 0,6883

Standar atau syarat Tidak lebih dari 1,7 %

SD 0,0275

(30)

16

7. Pemeriksaan Kadar Sari Larut Air Simplisia Daun Sambiloto

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kadar sari yang larut dalam air. Kloroform digunakan sebagai pelarut karena kloroform dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang tumbuh di air agar simplisia tidak terkontaminasi dalam masa maserasi. Dalam pemeriksaan ini menggunakan labu bersumbat untuk mencegah penguapan kloroform. Penggocokan dilakukan 6 jam bertujuan untuk meningkatkan kelarutan dari serbuk simplisia. Lalu dilakukan maserasi. Prinsip maserasi adalah merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Dimana cairan penyari akan mennembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang menggandung zat aktif, lalu zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan kosentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan luar sel, maka larutan yang pekat (kosentrasi tinggi) akan didesak ke luar. Setelah didiamkan lalu disaring dengan kertas saring bebas abu kemudian diuapkan 20 mL filtrat. Diuapkan menggunakan 20 mL filtrat agar semua sari pada sampel dapat terambil. Dilakukan pemeriksaan tiga kali replikasi dengan dapat dilihat pada tabel V.

Tabel V. Hasil Kadar Sari Larut Air Simplisia Daun Sambiloto

Replikasi Hasil

1 13,9800 %

2 20,9600 %

3 20,9700 %

Rata-rata (%) 18,6366

Standar atau syarat Tidak kurang dari 12,7 %

SD 4,0327

CV (%) 21,6391

Dari hasil yang diperoleh pada tabel V, kadar sari larut air simplisia daun sambiloto yang didapatkan adalah 18,6366% (Lampiran VIII) dan SD sebesar 4,0327. Hasil nilai rata-rata yang besar dari pada SD (Simpangan Baku) sehingga menunjukan bahwa hasil data yang diperoleh cukup baik. Namun dari hasil yang diperoleh memiliki CV (Koefisien Variasi) yang tinggi atau >5%, sehingga menunjukan bahwa metode (perlakuan/pengerjaan) yang dilakukan memiliki tingkat ketelitian yang rendah (Kumalasari et al.,2017). Hal ini dikarenakan selang waktu atau jarak penimbangan yang berbeda disetiap replikasi sehingga memiliki ketelitian yang yang rendah. Berdasarkan standar mutu Farmakope Herbal

(31)

17

Indonesia kadar sari larut air simplisia daun sambiloto sudah sesuai atau memenuhi syarat yakni tidak kurang dari 12,7%.

8. Pemeriksaan Kadar Sari Larut Etanol Simplisia Daun Sambiloto

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kadar sari yang larut dalam etanol, tetapi tidak larut dalam air. menurut saifudin et al., (2011) kadar sari larut air dan larut etanol dilakukan untuk mengetahui akumulasi presentase senyawa polar, semi polar-nonpolar yang terkait aktifitas farmakologi. Ini adalah pendekatan klasik untuk memperkirakan kadar senyawa aktif berdasarkan sifat polaritasnya. Pemeriksaan dilakukan tiga kali replikasi dengan hasil dapat dilihat pada tabel VI.

Tabel VI. Hasil Kadar Sari Larut Etanol Simplisia Daun Sambiloto

Dari hasil yang diperoleh pada tabel VI, kadar sari larut etanol simplisia daun sambiloto yang didapatkan adalah 6,4200% (Lampiran IX) dan SD sebesar 0,3380. Hasil nilai rata-rata yang besar dari pada SD (Simpangan Baku) sehingga menunjukan bahwa hasil data yang diperoleh cukup baik. Namun dari hasil yang diperoleh memiliki CV (Koefisien Variasi) yang tinggi atau >5%, sehingga menunjukan bahwa metode (perlakuan/pengerjaan) yang dilakukan memiliki tingkat ketelitian yang rendah (Kumalasari et al.,2017). Hal ini dikarenakan selang waktu atau jarak penimbangan yang berbeda disetiap replikasi sehingga memiliki ketelitian yang yang rendah. Berdasarkan standar mutu Farmakope Herbal Indonesia, kadar sari larut etanol simplisia daun sambiloto sudah sesuai atau memenuhi syarat yakni tidak kurang dari 5,5%.

Replikasi Hasil

1 6,8100%

2 6,2000 %

3 6,2400 %

Rata-rata (%) 6,4200

Standar atau syarat Tidak kurang dari 5,5 %

SD 0,3380

(32)

18 9. Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan sebagai pemeriksaan terhadap kandungan bahan aktif yang merupakan metabolit sekunder pada tumbuhan (Purwati et al.,2017). Menurut Fajriaty et al., (2017), tujuan dilakukannya skrining fitokimia adalah pengenalan awal untuk mendeteksi keberadaan golongan senyawa yang terdapat pada suatu bahan alam. Pemeriksaan kandungan fitokimia dilakukan dengan menggunakan uji tabung yaitu dengan mereaksikan sampel dengan larutan pereaksi spesifik (Fajriaty et al.,2017). Pemeriksaan dilakukan adalah untuk mendeteksi senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, steroid atau terpenoid pada serbuk simplisia daun sambiloto. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada tabel VII.

Hasil skrining fitokimia pada tabel VII, menunjukan bahwa serbuk simplisia sebelum diberikan perekasi berwarna hijau mudah dan setelah ditambahkan dengan pereaksi mayer, bouchardat dan dragendorff terdapat adanya kekeruhan atau endapan yang menandahkan bahwa serbuk simplisia daun sambiloto mengandung senyawa alkaloid. Pada hasil pemeriksaan flavonoid, sebelum diberikan pereaksi berwarna hijau mudah dan tidak terbentuk lapisan, setelah penambahan serbuk Magnesium (Mg), asam klorida (HCl) pekat, dan amil alcohol (C5H12O) pada

serbuk simplisia saat diamati dengan kasat mata memberikan adanya warna orange pada lapisan amil alkohol yang menunjukan adanya senyawa flavonoid.

(33)

19

Tabel VII. Hasil Pemeriksaan Skrining Fitokimia

No Pemeriksaan Senyawa Hasil (warna) Keterangan

1. Alkaloid. mayer bouchardat dragendorff (+) ada kekeruhan atau endapan (+) ada kekeruhan atau endapan (+) ada kekeruhan atau endapan (+) mengandung senyawa kimia (-) tidak mengandung senyawa kimia 2. Flavonoid. Serbuk Mg. + HCl pekat + Amil alcohol (+) Warna kuning pada lapisan amil

Alcohol

3.

Saponin.

Air panas, dikocok + HCl 2 N (+) Busa setinggi 1 cm, ± 10 menit (+) mengandung senyawa kimia (-) tidak mengandung senyawa kimia

(34)

20

No Pemeriksaan Senyawa Hasil (warna) Keterangan 4. Steroid atau Terpenoid.

Asam asetat anhidrat + H2SO4 pekat (+) hijau kebiruan (+) mengandung senyawa kimia (-) tidak mengandung senyawa kimia

Terdapat juga senyawa saponin yang dilakukan pada simplisia, dimana sebelum diberikan pereaksi tidak ada buih, dan setelah diberikan pereakasi menghasilkan busa yang diukur 1 cm dan stabil ± 10 menit. Sifat busa saponin ini disebabkan karena adanya struktur amfifilik, pada senyawa saponin mengakibatkan adanya sifat fisika saponin sebagai surfaktan (Supomo et al., 2016). Selain itu adanya glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainya (Marliana et al., 2005). Penambahan larutan HCl 2 N mengakibatkan kestabilan busa semakin lama. Pada pemeriksaan senyawa tannin sebelum diberikan pereaksi tidak ada warna pada filtrat, dan setelah diberikan pereaksi (ditambahkan 1-2 tetes larutan pereaksi FeCl3

1%) memberikan warna hijau kehitaman, hal ini menunjukan adanya senyawa tannin. Ikatan kompleks pada senyawa tannin dengan larutan FeCl3 akan

memberikan hasil warna hitam biru sampai warna hijau. (Supomo et al., 2016). Kemudian pemeriksaan senyawa steroid atau terpenoid, sebelum diberikan pereaksi sedikit berwarna hijau bening, dan setelah diberikan pereaksi pada simplisia saat diamati dengan kasat mata membentuk warna hijau kebiruan, ketika penambahan asam asetat anhidrat, dan asam sulfat pekat sehingga adanya senyawa steroid, dan juga adanya warna kecoklatan atau violet pada bentuk cincin sehingga adanya senyawa terpenoid (Marliana et al., 2005). Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut maka skrining fitokimia pada serbuk simplisia daun sambiloto terdapat kandungan senyawa metabolit alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, dan steroid atau terpenoid (Lampiran X).

(35)

21 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sambiloto

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Mukhriani.T, 2014). Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar dalam pelarut nonpolar. Metode ekstraksi yang digunakan untuk mengekstraksi simpilisia daun sambiloto dengan pelarut etanol dalam penelitian ini adalah maserasi. Maserasi adalah cara ekstraksi simplisia dengan merendam dalam pelarut pada suhu kamar sehingga kerusakan atau degradasi metabolit dapat diminimalisasi. Pada maserasi, terjadi proses keseimbangan kosentrasi antara larutan di luar, dan di dalam sel sehingga diperlukan penggantian pelarut secara berulang. Menurut Salamah et al., (2017) ketika penggantian pelarut dilakukan maka cairan penyari akan menembus dinding sel, sehingga zat aktif akan terlarut karena adanya perbedaan kosentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dan diluar sel, oleh karena itu larutan dengan kosentrasi tinggi akan terdesak ke luar sel (Salamah at al., 2017).

Dilakukan proses maserasi pada penelitian ini sebanyak tiga kali menggunakan pelarut dan jumlah pelarut yang sama. Setelah dilakukan remaserasi (maserasi ulang sebanyak tiga kali), maka maserasi dikumpulkan dan diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 60oC sesuai dengan informasi yang tertera

dalam layar rotary evaporator. Filtrat yang sudah dipekatkan maka kembali diuapkan di atas waterbath dengan suhu 60oC untuk memperoleh ekstrak kental dan dihitung persentase rendemen. Ekstrak yang diperoleh merupakan ekstrak kental dengan bobot tetap. Menurut kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2017), bobot diperoleh apabila dua kali penimbangan secara berturut-turut setelah dipijarkan selama 1 jam tidak lebih dari 0,25% atau perbedaan penimbangan tidak melebihi 0,5 mg.

Dari pembuatan ekstrak etanol yang dibuat sebanyak tiga kali replikasi dengan bobot awal simplisia berturut-turut 10,0000 gram (replikasi 1); 10,00001 gram (replikasi 2); dan 10,0000 gram (replikasi 3). Hasil rendemen ekstrak etanol yang diperoleh dari replikasi 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah sebesar 27,8010%; 27,7477%; dan 20,9920% (Lampiran XI). Hasil dari persentase rendemen ini

(36)

22

menunjukan besarnya nilai ekstrak yang diperoleh, semakin tinggi nilai rendemen yang didapat maka nilai ekstrak yang diperoleh semakin banyak (Wijaya et al., 2018). Berdasarkan standar Farmakope Herbal Indonesia presentase rendemen ekstrak etanol sudah sesuai atau memenuhi syarat yakni rendemen tidak kurang dari 9,6%.

Pembuatan Ekstrak Air Daun Sambiloto

Pembuatan ekstrak air dilakukan dengan menggunakan metode dekok serta air sebagai pelarut. Metode dekok cocok digunakan untuk mengekstraksi bagian tanaman tanaman yang lunak seperti seperti bunga dan daun (Hanani Endang, 2016). Dekok adalah cara ekstraksi yang mirip dengan infusa, hanya saja waktu ekstraksinya lebih lama yaitu 30 menit dan suhunya 90oC (Hanani Endang, 2016).

Pada hasil simplisia yang sudah dipanaskan dengan air, kemudian disaring dan filtrat hasil penyaringan diuapkan di atas waterbath pada suhu 60oC untuk memperoleh ekstrak kental dan dihitung persentase rendemennya. Ekstrak yang didapatkan merupakan ekstrak kental dengan bobot tetap. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2017), bobot tetap diperoleh apabila dua kali penimbangan secara berturut-turut setelah dipijarkan selama 1 jam tidak lebih dari 0,25% atau perbedaan penimbangan tidak melebihi 0,5 mg.

Dalam pembuatan ekstrak air, dilakukan tiga kali replikasi dengan bobot awal simplisia yang ditimbang berturut-turut adalah 10,0010 gram (replikasi 1); 10,0025 gram (replikasi 2); dan 10,0020 gram (replikasi 3). Hasil rendemen ekstrak air yang diperoleh dari replikasi 1, 2, dan 3 berturut-turut sebesar 20,5829%; 20,6068%; dan 21,1757% (Lampiran XII). Hasil dari persentase rendemen ini menunjukan besarnya nilai ekstrak yang diperoleh, semakin tinggi nilai rendemen yang didapat maka nilai ekstrak yang diperoleh semakin banyak (Wijaya et al., 2018).

Pemeriksaan Parameter pada Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol Daun Sambiloto

Pemeriksaan parameter untuk ekstrak air dan ekstrak etanol yang dilakukan yakni non spesifik dan parameter spesifik. Parameter non spesifik meliputi penetapan kadar air ekstrak, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu

(37)

23

tidak larut asam. Parameter spesifik meliputi pemeriksaan identitas ekstrak, pemeriksaan organoleptis ekstrak dan pemeriksaan kandungan kimia ekstrak secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

1. Parameter Non Spesifik

Menurut saifudin et al., (2011), penetapan parameter non spesifik berfokus pada aspek kimia, mikrobiologis dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas.

a. Pemeriksaan Kadar Air pada Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol Daun Sambiloto

Tujuan pemeriksaan kadar air ekstrak yaitu mengetahui batasan minimal atau rentang besarnya kandungan air di dalam ekstrak sehingga tidak beresiko adanya mikroba atau organisme yang tumbuh pada ekstrak. Pemeriksaan ini dilakukan dengan 1 gram ekstrak dan ditimbang saksama dalam wadah yang telah ditara. Kemudian dikeringkan pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang. Lanjutkan pengeringan dan ditimbang pada jarak 1 jam sampai bobot tetap.

Dalam penelitian ini, dilakukan tiga kali replikasi dengan berat awal ekstrak air yang ditimbang sebesar 1,0019 gram (replikasi 1); 1,0029 gram (replikasi 2); 1,0020 gram (replikasi 3). Dari hasil kadar air dapat dilihat pada tabel VIII, dimana hasil diperoleh dari replikasi 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah sebesar 6,0984%; 7,9070%; dan 5,9680 % (Lampiran XIII). Hasil rata-rata persentase menunjukan bahwa kandungan air dalam ekstrak air daun sambiloto telah memenuhi standar mutu Farmakope Herbal Indonesia dengan syarat yakni tidak lebih dari 10%.

Tabel VIII. Hasil Kadar Air Ekstrak Air Daun Sambiloto

Replikasi Hasil 1 6,0984 % 2 7,9070 % 3 5,9680 % Rata-rata (%) 6,6578

Standar atau syarat Tidak lebih dari 10 %

SD 1,0838

(38)

24

Tabel IX. Hasil Kadar Air Ekstrak Etanol Daun Sambiloto

Selain pemeriksaan kadar air pada ekstrak air, dilakukan juga pemeriksaan kadar air pada ekstrak etanol dengan tiga kali replikasi. Berat awal ekstrak etanol yang ditimbang sebesar 1,0001 gram (replikasi 1); 1,0009 gram (replikasi 2); 1,0005 gram (replikasi 3). Hasil kadar air dapat dilihat pada tabel IX, dimana hasil yang diperoleh dari replikasi 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah sebesar 8,1191%; 9,3715%; 9,8850% (Lampiran XIII). Pada hasil rata-rata kadar air untuk ekstrak air dan etanol memiliki nilai rata-rata yang besar dari pada SD (Simpangan Baku) sehingga menunjukan bahwa hasil data yang diperoleh cukup baik. Namun dari hasil ini memiliki CV (Koefisien Variasi) yang tinggi atau >5%, sehingga metode (perlakuan/pengerjaan) yang dilakukan memiliki tingkat ketelitian yang rendah (Kumalasari et al.,2017). Hal ini dikarenakan selang waktu atau jarak penimbangan yang berbeda disetiap replikasi sehingga memiliki ketelitian yang yang rendah. Hasil rata-rata yang diperoleh menunjukan bahwa kandungan kadar air dalam ekstrak etanol daun sambiloto telah memenuhi standar mutu Farmakope Herbal Indonesia dengan syarat yakni tidak lebih dari 10%.

b. Pemeriksaan Kadar Abu Total pada Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol Daun Sambiloto

Tujuan kadar abu ekstrak adalah untuk menetapkan tingkat pengotor logam dan silikat. Pada penetapan kadar abu ini, pemijaran dilakukan hingga didapatkan bobot tetap, dimana ekstrak dipijarkan hingga berwarna abu-abu dan ditimbang hingga bobotnya konstan (selisih dengan penimbangan akhirnya tidak boleh lebih dari 0.0005 gram pada 3 kali penimbangan). Pada saat penimbangan harus dilakukan dalam keadaan tidak panas karena dapat terjadi peristiwa pemuaian yang

Replikasi Hasil

1 8,1191 %

2 9,3715 %

3 9,8850 %

Rata-rata (%) 9,1252

Standar atau syarat Tidak lebih dari 10 %

SD 0,9083

(39)

25

dapat mempengaruhi penimbangan sehingga menyulitkan untuk mengetahui bobot yang sebenarnya. Kandungan logam pada ekstrak air atau ekstrak etanol dapat disebabkan karena cemaran dari udara atau pencemaran dengan air yang mengandung logam saat pembuatan ekstrak. Pemeriksaan ini akan memberikan gambaran terkait pengotor oleh kontaminan yaitu senyawa anorganik seperti logam alkali (Na, Kalium, Lithium), Logam alkali tanah (Ca, Ba) dan logam berat (Fe, Pb, Hg) (America Geological Institute, 2009). Dilakukan tiga kali replikasi dengan hasil dapat dilihat pada tabel X dan tabel XI.

Tabel X. Hasil Kadar Abu Total Ekstrak Etanol Daun Sambiloto

Tabel XI. Hasil Kadar Abu Total Ekstrak Air Daun Sambiloto

Dari hasil kadar abu total pada ekstrak etanol dan ekstrak air yang diperoleh pada tabel X dan XI yaitu 1,0681 % dan 0,9948% (Lampiran XIV). Pada hasil rata-rata kadar abu total untuk ekstrak etanol dan air memiliki nilai rata-rata-rata-rata yang besar dari pada SD (Simpangan Baku) sehingga menunjukan bahwa hasil data yang diperoleh cukup baik. Terdapat juga nilai CV (Koefisien Variasi) pada kadar abu total ekstrak air yang ≤2%, sehingga metode (perlakuan/pengerjaan) yang dilakukan memiliki tingkat ketelitian yang teliti. Sedangkan CV pada kadar abu total ekstrak air <5%, sehingga metode (perlakuan/pengerjaan) yang dilakukan

Replikasi Hasil

1 1,0702 %

2 1,0448 %

3 1,0894 %

Rata-rata (%) 1,0681

Standar atau syarat Tidak lebih dari 2,0 %

SD 0,0223 CV (%) 2,0945 Replikasi Hasil 1 0,9849 % 2 0,9947 % 3 1,0049 % Rata-rata (%) 0,9948

Standar atau syarat Tidak lebih dari 2,0 %

SD 0,0010

(40)

26

memiliki tingkat ketelitian yang sedang (Kumalasari et al.,2017). Hal ini dikarenakan selang waktu atau jarak penimbangan yang berbeda disetiap replikasi sehingga memiliki ketelitian yang yang rendah. Berdasarkan hasil yang diperoleh kadar abu total ekstrak etanol dan ekstrak air daun sambiloto sudah memenuhi standar mutu Farmakope Herbal Indonesia yakni tidak lebih dari 2,0%.

c. Pemeriksaan Kadar Abu Tidak Larut Asam pada Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol Daun Sambiloto

Tujuan pemeriksaan kadar abu tidak larut asam untuk mengetahui kandungan pada ekstrak yang tidak larut asam. Bahan yang tidak larut dalam asam pada abu adalah silikat. Abu yang digunakan merupakan hasil dari kadar abu total, kemudian ditambahkan HCl dan dipanaskan agar larut. HCl berperan sebagai penyedia suasana asam. Pemanasan dilakukan untuk mempercepat proses larutnya abu. Setelah itu dilakukan penyaringan untuk mengambil abu yang tidak larut dalam asam yang merupakan cemaran pada ektrak. Dilakukan tiga kali replikasi dengan hasil dapat dilihat pada tabel XII dan XIII.

Tabel XII. Hasil Kadar Abu Tidak Larut Asam pada Ekstrak Air Daun Sambiloto Replikasi Hasil 1 0,4050 % 2 0,3899 % 3 0,4349 % Rata-rata (%) 0,4099

Standar atau syarat Tidak lebih dari 0,5 %

SD 0,0229

(41)

27

Tabel XIII. Hasil Kadar Abu Tidak Larut Asam pada Ekstrak Etanol Daun Sambiloto

Hasil kadar abu tidak larut asam pada ekstrak air dan ekstrak etanol yang diperoleh pada tabel XII dan XIII yaitu 0,4099% dan 0,4259% (Lampiran XV). Pada hasil rata-rata kadar abu tidak larut asam untuk ekstrak air dan etanol memiliki nilai rata-rata yang besar dari pada SD (Simpangan Baku), sehingga menunjukan bahwa hasil data yang diperoleh cukup baik. Namun dari hasil ini memiliki CV (Koefisien Variasi) yang tinggi atau >5%, sehingga metode (perlakuan/pengerjaan) yang dilakukan memiliki tingkat ketelitian yang rendah (Kumalasari et al.,2017). Hal ini dikarenakan selang waktu atau jarak penimbangan yang berbeda disetiap replikasi sehingga memiliki ketelitian yang yang rendah. Berdasarkan hasil yang diperoleh kadar abu tidak larut asam pada ekstrak air dan ekstrak etanol daun sambiloto sudah memenuhi standar mutu Farmakope Herbal Indonesia yakni tidak lebih dari 0,5%.

2. Parameter Spesifik

Menurut saifudin et al., (2011), penetapan parameter spesifik berfokus pada senyawa atau golongan senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas farmakologi. Analisis kimia yang dibutuhkan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap senyawa aktif (saifudin et al., 2011).

a. Pemeriksaan Identitas Ekstrak Daun Sambiloto

Pemeriksaan identitas ekstrak bertujuan untuk memberikan identitas obyektif nama secara spesifik (Depkes RI.,2000). Menurut Najib et al., (2017), pentingnya dilakukan identitas ekstrak dalam pengajuan pendahuluan sebagai pengenalan awal, dan bagian tanaman yang digunakan. Penelitian ini sesuai dengan

Replikasi Hasil

1 0,3899 %

2 0,4398 %

3 0,4482 %

Rata-rata (%) 0,4259

Standar atau syarat Tidak lebih dari 0,5 %

SD 0,0315

(42)

28

hasil identifikasi sampel menggunakan serbuk simplisia Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees, dengan suku Acanthaceae, dan bagian tumbuhan yang digunakan yaitu Folium (daun) dan nama Indonesia daun sambiloto.

b. Pemeriksaan Organoleptis Ekstrak Daun Sambiloto

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengamati bentuk fisik dari ekstrak daun sambiloto, pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan panca indra dalam mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa (Depkes RI.,2000). Hasil pemeriksaan organoleptis pada ekstrak air diperoleh hasil bahwa ekstrak air daun sambiloto memiliki bentuk semi padat, berwarna hijau kecoklatan, dan tidak berbau, serta memiliki rasa yang pahit. Pada ekstrak etanol, hasil pemeriksaan organoleptis yang didapatkan adalah memiliki bentuk semipadat, berwarna hijau kehitaman, berbau khas, dan rasa pahit.

c. Pemeriksaan Kandungan Senyawa Andrografolid pada Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol Daun Sambiloto Secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Tujuan dilakukan pemeriksaan ini yaitu untuk mengidentifikasi secara kulaitatif kandungan kimia dalam ekstrak air dan ekstrak etanol daun sambiloto melalui Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Kromatografi lapis tipis merupakan bentuk kromatografi cair dimana fase diamnya adalah lapisan tipis, kering merata, terbuat dari bahan serbuk halus dilapiskan secara akurat pada suatu kaca, plastik atau lempeng aluminium (Lundanes Elsa at al., 2013). Sedangkan fase gerak dapat berupa gas atau cairan atau fluida superkritikal. Proses pemisahan dapat berupa absorbsi, distribusi massa (partisi), atau pertukaran ion atau berdasarkan perbedaan sifat fisika kimia suatu molekul, seperti ukuran, massa dan volume (Departemen Kesehatan RI., 2014). Menurut Lade et al., (2014) fase gerak akan berinteraksi dengan fase diam melalui daya kapilaritas yang memungkinkan terjadinya pemisahan komponen berdasarkan kelarutan dan retensinya dalam fase diam dan fase gerak.

Berdasarkan Komsta Lukasz et al., (2014), dalam KLT yang digunakan untuk mengekspresikan retensi analit adalah faktor retardasi (retardation factor,Ff)

Harga Rf merupakan jarak rambat senyawa pada kromatogram, nilai Rf diperoleh dengan mengukur jarak rambat senyawa (single zone) dari titik awal (start pont)

(43)

29

dibagi dengan jarak rambat fase gerak (solvent distance) hingga garis depan (Komsta Lukasz et al., 2014). Menurut wulandari (2011), nilai Rf berkisar antara 0 sampai 1, jika nilai Rf terbalik antara 0,2 sampai 0,8 maka untuk deteksi UV dan jika 0,2-0,9 maka untuk deteksi visible. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa andrographolide dalam ekstrak air dan ekstrak etanol dengan membandingkan nilai Rf larutan uji dengan senyawa baku standar. Pemeriksaan ini dilakukan sesuai dengan acuan Farmakope Herbal Indonesia (2017), yaitu menggunakan larutan pengembang n-heksana : etil asetat p = 2:8 sebagai fase gerak dan Silika gel 60 F254 sebagai fase diam. Larutan pembanding

yang digunakan adalah baku andrografolid murni 0,1%.

Tabel XIV. Perhitungan nilai Rf Ekstrak Air Deteksi UV 254 Baku andrografolid Warna bercak Ekstrak air

daun sambiloto Warna bercak

Nilai Rf 0,33 Ungu gelap 0,48 Ungu gelap

Deteksi UV 366 Baku

andrografolid

Warna bercak

Ekstrak air daun sambiloto

Warna bercak

Nilai Rf - - 0,54 Biru mudah

- - 0,6 Biru mudah

Profil kromatografi ekstrak air menggunakan fraksi n-heksana; etil asetat (2;8, v/v), pada gambar 1 menunjukan terdapat bercak yang diperoleh dari pengujian nilai Rf dari senyawa pembanding sebesar 0,33 dan nilai Rf dari ekstrak sebesar 0,48. Walaupun terdapat bercak dengan warna yang sama pada deteksi UV 254 nm, tetapi memiliki hasil nilai Rf yang berbeda. Oleh karena itu, belum dapat dipastikan dengan jelas bahwa ekstrak air daun sambiloto mengandung senyawa andrografolid (gambar 3). Hal ini dapat diakibatkan karena polaritas pelarut di dalam andrografolid yang rendah. Menurut Hanani ending (2016), andrografolid yang masuk dalam golongan terpenoid sehingga larut pada pelarut polar seperti etanol. Rendahnya polaritas ini mengakibatkan kuantitas andrografolid dalam

Gambar

Gambar 1. Hasil Elusi KLT Ekstrak Air  ......................................................
Tabel I. Hasil Kadar Air Simplisia Daun Sambiloto
Tabel II. Hasil Susut Pengeringan Simplisia Daun Sambiloto
Tabel III. Hasil Kadar Abu Total Simplisia Daun Sambiloto
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia daun binara diperoleh kadar air 4,6%, kadar sari yang larut dalam air 13,5%, kadar sari yang larut dalam etanol 13,5%, kadar abu total

Data kadar abu total dan abu tidak larut dalam asam yang terdapat pada ekstrak daun gedi dapat dilihat pada tabel 3.. Besarnya kadar abu total dalam setiap ekstrak

Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia daun binara diperoleh kadar air 4,6%, kadar sari yang larut dalam air 13,5%, kadar sari yang larut dalam etanol 13,5%, kadar abu total

Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia daun binara diperoleh kadar air 4,6%, kadar sari yang larut dalam air 13,5%, kadar sari yang larut dalam etanol 13,5%, kadar abu total

Karakterisasi yang dilakukan pada serbuk simplisia antara lain penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air dan etanol, penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak

Tabel 2 menunjukkan kadar gula darah postprandial pada tikus diabetes yang diberikan kombinasi ekstrak etanol daun sambiloto dan daun afrika dengan tiga tingkatan

dengan cara memasukkan nilai absorbansi pada kurva baku standar asam galat sehingga hasil dari kadar rata-rata fenolik ekstrak etanol 96% daun terap (Artocarpus

Pemeriksaan Serbuk rosella Ekstrak Etanol 30% Ekstrak Etanol 96% Kadar air 6,9% 24,4% 14,4% Kadar abu 7,5% 8,8% 2,5% Kadar abu yang tidak larut asam 12,5% 5,4% Kadar abu