Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kadar sari yang larut dalam etanol, tetapi tidak larut dalam air. menurut saifudin et al., (2011) kadar sari larut air dan larut etanol dilakukan untuk mengetahui akumulasi presentase senyawa polar, semi polar-nonpolar yang terkait aktifitas farmakologi. Ini adalah pendekatan klasik untuk memperkirakan kadar senyawa aktif berdasarkan sifat polaritasnya. Pemeriksaan dilakukan tiga kali replikasi dengan hasil dapat dilihat pada tabel VI.
Tabel VI. Hasil Kadar Sari Larut Etanol Simplisia Daun Sambiloto
Dari hasil yang diperoleh pada tabel VI, kadar sari larut etanol simplisia daun sambiloto yang didapatkan adalah 6,4200% (Lampiran IX) dan SD sebesar 0,3380. Hasil nilai rata-rata yang besar dari pada SD (Simpangan Baku) sehingga menunjukan bahwa hasil data yang diperoleh cukup baik. Namun dari hasil yang diperoleh memiliki CV (Koefisien Variasi) yang tinggi atau >5%, sehingga menunjukan bahwa metode (perlakuan/pengerjaan) yang dilakukan memiliki tingkat ketelitian yang rendah (Kumalasari et al.,2017). Hal ini dikarenakan selang waktu atau jarak penimbangan yang berbeda disetiap replikasi sehingga memiliki ketelitian yang yang rendah. Berdasarkan standar mutu Farmakope Herbal Indonesia, kadar sari larut etanol simplisia daun sambiloto sudah sesuai atau memenuhi syarat yakni tidak kurang dari 5,5%.
Replikasi Hasil
1 6,8100%
2 6,2000 %
3 6,2400 %
Rata-rata (%) 6,4200
Standar atau syarat Tidak kurang dari 5,5 %
SD 0,3380
18 9. Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia dilakukan sebagai pemeriksaan terhadap kandungan bahan aktif yang merupakan metabolit sekunder pada tumbuhan (Purwati et al.,2017). Menurut Fajriaty et al., (2017), tujuan dilakukannya skrining fitokimia adalah pengenalan awal untuk mendeteksi keberadaan golongan senyawa yang terdapat pada suatu bahan alam. Pemeriksaan kandungan fitokimia dilakukan dengan menggunakan uji tabung yaitu dengan mereaksikan sampel dengan larutan pereaksi spesifik (Fajriaty et al.,2017). Pemeriksaan dilakukan adalah untuk mendeteksi senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, steroid atau terpenoid pada serbuk simplisia daun sambiloto. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada tabel VII.
Hasil skrining fitokimia pada tabel VII, menunjukan bahwa serbuk simplisia sebelum diberikan perekasi berwarna hijau mudah dan setelah ditambahkan dengan pereaksi mayer, bouchardat dan dragendorff terdapat adanya kekeruhan atau endapan yang menandahkan bahwa serbuk simplisia daun sambiloto mengandung senyawa alkaloid. Pada hasil pemeriksaan flavonoid, sebelum diberikan pereaksi berwarna hijau mudah dan tidak terbentuk lapisan, setelah penambahan serbuk Magnesium (Mg), asam klorida (HCl) pekat, dan amil alcohol (C5H12O) pada serbuk simplisia saat diamati dengan kasat mata memberikan adanya warna orange pada lapisan amil alkohol yang menunjukan adanya senyawa flavonoid.
19
Tabel VII. Hasil Pemeriksaan Skrining Fitokimia
No Pemeriksaan Senyawa Hasil (warna) Keterangan
1. Alkaloid. mayer bouchardat dragendorff (+) ada kekeruhan atau endapan (+) ada kekeruhan atau endapan (+) ada kekeruhan atau endapan (+) mengandung senyawa kimia (-) tidak mengandung senyawa kimia 2. Flavonoid. Serbuk Mg. + HCl pekat + Amil alcohol (+) Warna kuning pada lapisan amil
Alcohol
3.
Saponin.
Air panas, dikocok + HCl 2 N (+) Busa setinggi 1 cm, ± 10 menit (+) mengandung senyawa kimia (-) tidak mengandung senyawa kimia
20
No Pemeriksaan Senyawa Hasil (warna) Keterangan 4. Steroid atau Terpenoid.
Asam asetat anhidrat + H2SO4 pekat (+) hijau kebiruan (+) mengandung senyawa kimia (-) tidak mengandung senyawa kimia
Terdapat juga senyawa saponin yang dilakukan pada simplisia, dimana sebelum diberikan pereaksi tidak ada buih, dan setelah diberikan pereakasi menghasilkan busa yang diukur 1 cm dan stabil ± 10 menit. Sifat busa saponin ini disebabkan karena adanya struktur amfifilik, pada senyawa saponin mengakibatkan adanya sifat fisika saponin sebagai surfaktan (Supomo et al., 2016). Selain itu adanya glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainya (Marliana et al., 2005). Penambahan larutan HCl 2 N mengakibatkan kestabilan busa semakin lama. Pada pemeriksaan senyawa tannin sebelum diberikan pereaksi tidak ada warna pada filtrat, dan setelah diberikan pereaksi (ditambahkan 1-2 tetes larutan pereaksi FeCl3
1%) memberikan warna hijau kehitaman, hal ini menunjukan adanya senyawa tannin. Ikatan kompleks pada senyawa tannin dengan larutan FeCl3 akan memberikan hasil warna hitam biru sampai warna hijau. (Supomo et al., 2016). Kemudian pemeriksaan senyawa steroid atau terpenoid, sebelum diberikan pereaksi sedikit berwarna hijau bening, dan setelah diberikan pereaksi pada simplisia saat diamati dengan kasat mata membentuk warna hijau kebiruan, ketika penambahan asam asetat anhidrat, dan asam sulfat pekat sehingga adanya senyawa steroid, dan juga adanya warna kecoklatan atau violet pada bentuk cincin sehingga adanya senyawa terpenoid (Marliana et al., 2005). Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut maka skrining fitokimia pada serbuk simplisia daun sambiloto terdapat kandungan senyawa metabolit alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, dan steroid atau terpenoid (Lampiran X).
21 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sambiloto
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Mukhriani.T, 2014). Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar dalam pelarut nonpolar. Metode ekstraksi yang digunakan untuk mengekstraksi simpilisia daun sambiloto dengan pelarut etanol dalam penelitian ini adalah maserasi. Maserasi adalah cara ekstraksi simplisia dengan merendam dalam pelarut pada suhu kamar sehingga kerusakan atau degradasi metabolit dapat diminimalisasi. Pada maserasi, terjadi proses keseimbangan kosentrasi antara larutan di luar, dan di dalam sel sehingga diperlukan penggantian pelarut secara berulang. Menurut Salamah et al., (2017) ketika penggantian pelarut dilakukan maka cairan penyari akan menembus dinding sel, sehingga zat aktif akan terlarut karena adanya perbedaan kosentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dan diluar sel, oleh karena itu larutan dengan kosentrasi tinggi akan terdesak ke luar sel (Salamah at al., 2017).
Dilakukan proses maserasi pada penelitian ini sebanyak tiga kali menggunakan pelarut dan jumlah pelarut yang sama. Setelah dilakukan remaserasi (maserasi ulang sebanyak tiga kali), maka maserasi dikumpulkan dan diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 60oC sesuai dengan informasi yang tertera dalam layar rotary evaporator. Filtrat yang sudah dipekatkan maka kembali diuapkan di atas waterbath dengan suhu 60oC untuk memperoleh ekstrak kental dan dihitung persentase rendemen. Ekstrak yang diperoleh merupakan ekstrak kental dengan bobot tetap. Menurut kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2017), bobot diperoleh apabila dua kali penimbangan secara berturut-turut setelah dipijarkan selama 1 jam tidak lebih dari 0,25% atau perbedaan penimbangan tidak melebihi 0,5 mg.
Dari pembuatan ekstrak etanol yang dibuat sebanyak tiga kali replikasi dengan bobot awal simplisia berturut-turut 10,0000 gram (replikasi 1); 10,00001 gram (replikasi 2); dan 10,0000 gram (replikasi 3). Hasil rendemen ekstrak etanol yang diperoleh dari replikasi 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah sebesar 27,8010%; 27,7477%; dan 20,9920% (Lampiran XI). Hasil dari persentase rendemen ini
22
menunjukan besarnya nilai ekstrak yang diperoleh, semakin tinggi nilai rendemen yang didapat maka nilai ekstrak yang diperoleh semakin banyak (Wijaya et al., 2018). Berdasarkan standar Farmakope Herbal Indonesia presentase rendemen ekstrak etanol sudah sesuai atau memenuhi syarat yakni rendemen tidak kurang dari 9,6%.
Pembuatan Ekstrak Air Daun Sambiloto
Pembuatan ekstrak air dilakukan dengan menggunakan metode dekok serta air sebagai pelarut. Metode dekok cocok digunakan untuk mengekstraksi bagian tanaman tanaman yang lunak seperti seperti bunga dan daun (Hanani Endang, 2016). Dekok adalah cara ekstraksi yang mirip dengan infusa, hanya saja waktu ekstraksinya lebih lama yaitu 30 menit dan suhunya 90oC (Hanani Endang, 2016).
Pada hasil simplisia yang sudah dipanaskan dengan air, kemudian disaring dan filtrat hasil penyaringan diuapkan di atas waterbath pada suhu 60oC untuk memperoleh ekstrak kental dan dihitung persentase rendemennya. Ekstrak yang didapatkan merupakan ekstrak kental dengan bobot tetap. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2017), bobot tetap diperoleh apabila dua kali penimbangan secara berturut-turut setelah dipijarkan selama 1 jam tidak lebih dari 0,25% atau perbedaan penimbangan tidak melebihi 0,5 mg.
Dalam pembuatan ekstrak air, dilakukan tiga kali replikasi dengan bobot awal simplisia yang ditimbang berturut-turut adalah 10,0010 gram (replikasi 1); 10,0025 gram (replikasi 2); dan 10,0020 gram (replikasi 3). Hasil rendemen ekstrak air yang diperoleh dari replikasi 1, 2, dan 3 berturut-turut sebesar 20,5829%; 20,6068%; dan 21,1757% (Lampiran XII). Hasil dari persentase rendemen ini menunjukan besarnya nilai ekstrak yang diperoleh, semakin tinggi nilai rendemen yang didapat maka nilai ekstrak yang diperoleh semakin banyak (Wijaya et al., 2018).
Pemeriksaan Parameter pada Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol Daun Sambiloto
Pemeriksaan parameter untuk ekstrak air dan ekstrak etanol yang dilakukan yakni non spesifik dan parameter spesifik. Parameter non spesifik meliputi penetapan kadar air ekstrak, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu
23
tidak larut asam. Parameter spesifik meliputi pemeriksaan identitas ekstrak, pemeriksaan organoleptis ekstrak dan pemeriksaan kandungan kimia ekstrak secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT).