• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Daun Mahkota Dewa (Phaleria Macrocarpa (Scheff) Boerl.) Pada Mencit Jantan Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Daun Mahkota Dewa (Phaleria Macrocarpa (Scheff) Boerl.) Pada Mencit Jantan Chapter III V"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental meliputi pengumpulan bahan, pengolahan bahan, pembuatan ekstrak etanol daun mahkota dewa, penyiapan hewan percobaan (mencit), penyiapan bahan kontrol dan uji, dan pengujian efek imunomodulator terhadap aktivitas fagositosis dengan metode bersihan karbon. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biofarmasetika dan Farmakokinetika dan Laboratorium Farmakognosi Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara. Data hasil penelitian dianalisis dengan program SPSS 22 menggunakan uji One-Way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tuckey.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat - alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, blender, rotary evaporator, seperangkat alat destilasi penetapan kadar air, tabung reaksi, corong, kertas saring, penjepit tabung, spatula, cawan penguap, kertas perkamen, lumpang dan stamper, seperangkat alat bedah, oral sonde, spuit, kandang mencit, neraca hewan, mikro pipet, dan spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu 1240).

3.1.2 Bahan - bahan

(2)

iodida), pereaksi Dragendorff (bismuth, asam nitrat, dan kalium iodida), pereaksi Bauchardat (iodium dan kalium iodida), amil alkohol, metanol, natrium sulfat anhidrat, asam klorida pekat, asam klorida encer, serbuk Mg, asam sulfat pekat, timbal (II) asetat 0,4 M, kloroform, isopropanol, pereaksi Molish ( - naftol dan

asam nitrat), pereaksi besi (III) klorida, n-heksan, dan pereaksi Lieberman-Bourchard (asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat).

3.2 Hewan Uji

3.2.1 Etika Penanganan Hewan Uji

Etika penanganan hewan uji berdasarkan metode yang digunakan dalam penelitian disesuaikan dengan kode etik di Komite Etik Penelitian Hewan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam – Universitas Sumatera Utara disetujui pelaksanaannya oleh Ketua Komite Etik Penelitian Hewan FMIPA USU, surat hasil etika penangan hewan coba dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 40. 3.2.2 Jumlah Hewan Uji

Hewan percobaan yang akan digunakan adalah mencit jantan sebanyak 25 ekor, dengan berat rentang 20-30 gram.

3.3 Penyiapan Tanaman

Penyiapan tanaman meliputi pengumpulan tanamaan, identifikasi tanaman dan pengolahan tanaman.

3.3.1 Pengumpulan tanaman

(3)

daun mahkota dewa yang masih segar dari Jl. Bunga Raya, Medan Sunggal, Kota Medan, Sumatera Utara.

3.3.2 Identifikasi tanaman

Tanaman yang digunakan adalah daun mahkota dewa yang telah diidentifikasi Herbarium Medanense, Universitas Sumatera Utara. Surat hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 41.

3.3.3 Pengolahan tanaman

Daun mahkota dewa yang telah dikumpulkan dibersihkan dari pengotoran, selanjutnya dicuci dibawah air mengalir beberapa kali hingga bersih, kemudian ditiriskan lalu disebarkan diatas perkamen sampai merata hingga airnya terserap, setelah itu ditimbang dan diperoleh berat basahnya 2,5 kg, kemudian dikeringkan dilemari pengering. Setelah sampel kering ditimbang berat keringnya dan diperoleh berat keringnya 750 g. Kemudian sampel yang sudah kering dihaluskan sampai menjadi serbuk dengan menggunakan blender, selanjutnya dimasukkan dalam wadah plastik tertutup, serbuk sebelum dipakai disimpan ditempat kering terlindung dari cahaya (Depkes RI, 1985).

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total, dan kadar abu tidak larut asam (Depkes RI, 1995).

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik

(4)

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia daun mahkota dewa dilakukan dengan cara menaburkan simplisia diatas gelas preparat yang telah diteteskan dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan gelas penutup kemudian dilihat dibawah mikroskop.

3.4.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan menurut metode Azeotropi (destilasi toluen). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, pendingin, tabung penyambung, tabung penerima 5 ml berskala 0,05 ml, alat penampung dan pemanas listrik.

Cara Kerja

(5)

3.4.4 Penetapan kadar sari larut air

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 1000 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (Depkes RI, 1995).

3.4.5 Penetapan kadar sari larut etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan dimasersi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring, 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasarkan rata yang telah ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (Depkes RI, 1995).

3.4.6 Penetapan kadar abu total

(6)

3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu didinginkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring dengan kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung terhadap bobot yang dikeringkan diudara (Depkes RI, 1995).

3.5 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia serbuk simplisia daun mahkota dewa meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloid, flavonoid, glikosida, tanin, saponin dan steroid/triterpenoid.

3.5.1 Pemeriksaan alkaloid

Serbuk simplisia daun mahkota dewa ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji alkaloida: diambil 3 tabung reaksi, lalu kedalamnya dimasukkan 0,5 ml filtrat.

Pada masing-masing tabung reaksi:

1. Tabung 1 ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer 2. Tabung 2 ditambahkan 2 tetes pereaksi Bauchardat 3. Tabung 3 ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff

(7)

3.5.2 Pemeriksaan flavonoid

Sebanyak 10 g serbuk simplisia daun mahkota dewa ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Filtrat yang diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok, dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.5.3 Pemeriksaan glikosida

Serbuk simplisia daun mahkota dewa ditimbang sebanyak 3 g, lalu disari dengan 30 ml campuran etanol 95 % dengan air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari sebanyak 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3). Pada kumpulan sari tambahkan natrium sulfat anhidrat, disaring dan uapkan pada suhu 500C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan ini digunakan untuk percobaan berikut : 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi dan diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish. Kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan ikatan gula (Depkes RI, 1995).

3.5.4 Pemeriksaan tanin

(8)

warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966). 3.5.5 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia daun mahkota dewa dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok selama 10 detik. Jika terbentuk buih yang mantap setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan satu tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1995).

3.5.6 Pemeriksaan steroid/triterpenoid

Sebanyak 1 g serbuk simplisia daun mahkota dewa dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, disaring, setelah itu filtrat yang diperoleh diuapkan dengan menggunakan cawan penguap dan pada sisanya ditambahkan 2 tetes pereaksi Lieberman-Bourchard. Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru atau hijau menunjukkan adanya steroid/triterpenoid yang terkandung di dalam simplisia atau ekstrak (Farnsworth, 1966).

3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Mahkota Dewa (EEDMD)

(9)

digabung dan dipekatkan dengan alat rotary evaporator pada suhu tidak lebih dari 40ºC. Diperoleh ekstrak kental sebanyak 83,6 g. Rendemen yang diperoleh 16,72%.

3.7 Uji Efek Imunomodulator

Uji efek imunomodulator meliputi penyiapan kontrol, bahan uji, penyiapan hewan percobaan, dan uji bersihan karbon. Penyiapan kontrol dan bahan uji meliputi pembuatan suspensi CMC-Na 1%, suspensi Imboost®, suspensi karbon, dan suspensi EEDMD 50 mg/kg bb, 100 mg/kg bb, dan 200 mg/kg bb.

3.7.1 Pembuatan suspensi CMC-Na 1%

Sebanyak 1 g CMC ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi air suling panas sebanyak 20 ml didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh massa yang transparan, digerus hingga berbentuk gel dan diencerkan dengan sedikit air, kemudian dituang ke dalam labu tentukur 100 ml, ditambah air suling sampai batas tanda (Anief, 2000).

3.7.2 Pembuatan Suspensi Imboost®

Satu tablet Imboost® mengandung 250 mg bahan aktif, sebanyak 2 tablet Imboost® (500 mg) dimasukkan ke dalam lumpang, digerus. Kemudian ditambahkan dengan suspensi CMC-Na 1% secukupnya dan dihomogenkan. Lalu dituangkan ke dalam labu tentukur 100 ml, dan dicukupkan dengan suspensi CMC- Na 1% hingga garis tanda. Suspensi dihomogenkan kembali dengan cara dikocok ringan. Diperoleh konsentrasi suspensi Imboost® 0,5%.

3.7.3 Pembuatan Suspensi Karbon

(10)

3.7.4 Pembuatan suspensi ekstrak etanol daun mahkota dewa (EEDMD) Sebanyak 50 mg EEDMD dimasukkan ke dalam lumping dan ditambahkan suspensi CMC-Na 1% sedikit demi sedikit sambal digerus sampai homogen lalu dimasukkan ke labu tentukur 10 ml. Volume dicukupkan dengan suspensi CMC-Na 1% sampai garis tanda. Prosedur yang sama dilakukan untuk pembuatan suspensi EEDMD 100, dan 200 mg/kg bb.

3.7.5 Pengujian efek imunomodulator

Efek imunomodulator ekstrak etanol daun mahkota dewa (EEDMD) ditentukan menggunakan metode bersihan karbon dengan mengukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 640,5 nm.

Sejumlah 25 ekor mencit dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan. Tiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit. Hewan dikelompokkan sebagai berikut: Kelompok I : diberi sediaan suspensi CMC-Na 1 %.

Kelompok II : diberi sediaan suspensi EEDMD dengan dosis 50 mg/kg bb Kelompok III : diberi sediaan suspensi EEDMD dengan dosis 100 mg/kg bb Kelompok IV : diberi sediaan suspensi EEDMD dengan dosis 200 mg/kg bb Kelompok V : diberi sediaan suspensi Imboost® dengan dosis 32,5 mg/kg bb

(11)

di ekor, dan pada menit ke-5, 10, 15, dan 20 setelah penyuntikkan karbon, dilakukan pengambilan darah, ditampung ke dalam tube yang telah terisi Na-sitrat kemudian diambil sebanyak 25µ l, ditambahkan dengan 4 ml asam asetat 1%, kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang 640,5 nm. Setelah dua belas jam diambil darahnya, mencit dikorbankan, kemudian organ hati dan limfa mencit diisolasi dan ditimbang (Wagner, 1991)

Dihitung konstanta kecepatan eliminasi karbon (K), indeks fagositosis (α) dan indeks stimulasi dengan menggunakan rumus:

Konstanta kecepatan eliminasi karbon (K) = Log OD5 – Log OD20

t2 – t1

Indeks Fagositosis = K 1/3 x berat hewan Berat hati + berat limfa

Indeks Stimulasi = Indeks fagositosis kelompok uji Indeks fagositosis kelompok kontrol Dimana :

OD10 adalah absorbansi pada menit ke-5 OD20 adalah absorbansi pad menit ke-20 t1 adalah waktu pertama pengambilan darah t2 adalah waktu terakhir pengambilan darah

Indeks fagositosis dan indeks stimulasi dari tiap kelompok uji dibandingkan dengan kelompok kontrol (Shukla, dkk., 2009).

3.8 Analisis Data

(12)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Karakterisasi dan Skrining Fitokimia

Tanaman yang digunakan adalah daun mahkota dewa yang telah diidentifikasi Herbarium Medanense, Universitas Sumatera Utara., dengan nama lain Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl, suku Malvaceae. Hasil identifikasi tanaman dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 41.

Hasil pemeriksaan makroskopik dari daun mahkota dewa adalah sebagai berikut daun mahkota dewa berwarna hijau, daun tunggal berbentuk lonjong, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, panjang 7-10 cm, lebar 2-5 cm, permukaan licin dan memiliki pertulangan menyirip (Depkes, 1999). Hasil makroskopik dari tanaman dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 42.

Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia, terlihat stomata, rambut penutup, silem dengan penebalan spiral, dan hablur kristal kalsium oksalat. Hasil mikroskopik serbuk simplisia dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 43.

Karakterisasi yang dilakukan pada serbuk simplisia antara lain penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air dan etanol, penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam, sedangkan pada ekstrak dilakukan penetapan kadar air, kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam. Hasil karakterisasi serbuk simplisia dan EEDMD dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Lampiran 7, halaman 46.

(13)

dan jasad renik lainnya.

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia dan EEDMD

No Parameter Simplisia Ekstrak

1. Penetapan kadar air 7,02% 1,65%

2. Penetapan kadar sari larut dalam air 16,30% - 3. Penetapan kadar sari larut dalam etanol 23,53% - 4. Penetapan kadar abu total 10,89% 4,18% 5. Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam 0,24% 0,09%

Kadar sari yang larut dalam air dan larut dalam etanol simplisia yang diperoleh 23,53% dan 16,30%. Penetapan kadar sari yang larut dalam air dan etanol menyatakan jumlah zat yang tersari dalam pelarut air dan etanol.

Kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam simplisia yang diperoleh 10,89% dan 0,24% sedangkan pada ekstrak diperoleh kadar abu total 4,18%, dan kadar abu yang tidak larut asam 0,09%.

Penetapan kadar abu total bertujuan untuk memberikan gambaran jumlah mineral. Abu total terbagi dua yaitu abu fisiologis adalah abu yang berasal dari tanaman itu sendiri sedangkan abu non fisiologis adalah sisa setelah pembakaran yang berasal dari bahan-bahan luar yang terdapat pada permukaan simplisia. Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam untuk mengetahui kadar senyawa anorganik yang tidak larut dalam asam misalnya silika. (WHO, 1998).

Hasil penyarian 500 gram serbuk simplisia daun mahkota dewa dengan pelarut etanol 96% diperoleh ekstrak kental 83,6 gram dengan rendemen 16,72%.

(14)

simplisia dan EEDMD. Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan EEDMD dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia EEDMD

No Skrining Simplisia Ekstrak

1 Alkaloida + +

2 Flavonoid + +

3 Glikosida + +

4 Saponin + +

5 Tanin + +

6 Steroid & Triterpenoid + +

Keterangan : + = Mengandung golongan senyawa - = Tidak mengandung golongan senyawa 4.2 Hasil Uji Efek Imunomodulator

4.2.1 Laju Eliminasi Karbon

Metode bersihan karbon (carbon clearance) merupakan pengujian respon imun non spesifik untuk melihat kemampuan fagositosis dengan menggunakan karbon sebagai zat asing yang diberikan secara intravena. Metode ini digunakan untuk mengukur laju eliminasi partikel karbon dalam darah berdasarkan pengukuran absorbansi partikel karbon dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 640,5 nm. Karbon akan berkurang jumlahnya dalam darah seiring pertambahan waktu karena adanya eliminasi atau peristiwa fagositosis oleh sel-sel leukosit terutama neutrofil, monosit, makrofag, dan eosinofil (Baratawidjaja dan Rengganis, 2009).

Semakin tinggi konsentrasi karbon dalam darah maka nilai absorbansi yang diperoleh semakin tinggi (Aldi, 2013). Rata-rata laju eliminasi karbon dilihat tiap menit ke-5, 10, 15, dan 20 ditunjukkan pada Gambar 4.1.

(15)

eliminasi karbon dari menit ke-5 sampai ke- 20. Jika p<0,05 berarti nilai laju eliminasi karbon antar kelompok tiap menit memiliki perbedaan yang signifikan. Sebaliknya, jika p>0,05 berarti nilai laju eliminasi antar kelompok tiap menit tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 18, halaman 61.

Pada menit ke-5 menunjukkan laju eliminasi karbon setiap kelompok perlakuan tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p>0,05). Pada menit ke-10 menunjukkan laju eliminasi karbon CMC-Na 1% berbeda signifikan (p<0,05) dengan EEDMD 50, 100 mg/kg bb, 200 mg/kg bb dan Imboost® 32,5 mg/kg bb. EEDMD 50 mg/kg bb, 100 mg/kg bb dan 200 mg/kg bb tidak berbeda signifikan (p>0,05) dengan Imboost® 32,5 mg/kg bb.

0

EEDMD 100 mg/kg bb EEDMD 200 mg/kg bb

Imboost 32,5 mg/kg bb

Gambar 4.1 Grafik rata-rata laju eliminasi karbon

Pada menit ke-15 menunjukkan laju eliminasi karbon CMC-Na 1% berbeda signifikan (p<0,05) dengan kelompok perlakuan lain. Imboost® 32,5 mg/kg bb tidak berbeda signifikan (p>0,05) dengan EEDMD 200 mg/kg bb tetapi

(16)

berbeda signifikan dengan EEDMD 50 mg/kg bb dan 100 mg/kg bb. EEDMD 200 mg/kg bb berbeda signifikan (p<0,05) dengan EEDMD 50 mg/kg bb dan 100 mg/kg bb. EEDMD 100 mg/kg bb tidak berbeda signifikan (p>0,05) dengan EEDMD 50 mg/kg bb.

Pada menit ke-20 menunjukkan laju eliminasi karbon CMC-Na 1% berbeda signifikan (p<0,05) dengan kelompok perlakuan lain. EEDMD 100 mg/kg bb berbeda signifikan (p<0,05) dengan EEDMD 50 mg/kg bb dan EEDMD 200 mg/kg bb. EEDMD 200 mg/kg berbeda signifikan (p<0,05) dengan EEDMD 50 mg/kg bb dan 100 mg/kg tetapi tidak berbeda signifikan (p>0,05) dengan Imboost® 32,5 mg/kg bb.

Sistem imun non spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi antigen. Salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan diri terhadap masuknya antigen adalah menghancurkan antigen dengan proses fagositosis (Baratawidjaja dan Rengganis, 2009; Kresno, 1991).

Sel-sel fagositik melakukan serangan melalui beberapa proses yaitu pengenalan (recognition) terhadap benda asing yang akan dicerna, gerakan ke arah objek (kemotaksis), perlekatan, penelanan (ingestion), dan pencernaan (digestion). Fagositosis dilakukan terutama oleh fagosit mononuklear, neutrofil, dan eosinofil. Fagosit mononuklear dihasilkan oleh sel induk (steam cell) di dalam sumsum tulang. Dalam sumsum tulang mengalami proliferasi dan dilepaskan ke dalam darah sesudah satu periode melalui fase monoblast – fase promonosit – fase monosit. Monosit tersebut hanya sebentar di dalam darah kemudian sel tersebut berpindah ke jaringan dan berdiferensiasi menjadi makrofag.

(17)

sehingga memungkinkan dilepaskan zat atau mediator kemudian menghancurkan partikel atau benda asing tersebut (Bellanti dan Josef, 1993).

4.2.2 Indeks Fagositosis

Dari laju eliminasi karbon atau konstanta fagositosis diperoleh indeks fagositosis. Indeks fagositosis setelah pemberian EEDMD dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 menunjukkan bahwa indeks fagositosis CMC-Na 1%, EEDMD 50 mg/kg bb, EEDMD 100 mg/kg, 200 mg/kg bb, dan Imboost® 32,5 mg/kg bb berturut-turut adalah 2,9752; 3,5875; 4,5849; 5,2991 dan 5,3628. Setelah diperoleh indeks fagositosis, data diolah dengan uji statistik ANAVA satu arah dengan menggunakan SPSS kemudian analisis dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 19, halaman 65.

Berdasarkan hasil analisis, CMC-Na 1% berbeda signifikan (p<0,05) dengan kelompok perlakuan lain,. EEDMD 50 mg/kg bb berbeda signifikan (p<0,05) dengan EEDMD 100 mg/kg bb, 200 mg/kg bb dan Imboost® 32,5 mg/kg bb .

(18)

5.3628

Gambar 4.2 Grafik indeks fagositosis mencit jantan.

Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin besar dosis maka nilai indeks fagositosis semakin meningkat. Semakin meningkat indeks fagosit menunjukkan adanya peningkatan aktivitas fagositosis dari makrofag dan peningkatan imunitas non spesifik. Makrofag bertanggungjawab untuk melakukan proses eliminasi, terutama berada di hati dan sisanya berada di limpa (Rinki dan Mishra, 2011; Deng X, dkk., 2009).

Hati bukan tergolong organ limfoid primer maupun sekunder tetapi memiliki peran dalam respon imun karena di dalamnya terdapat makrofag yaitu sel Kupfer. Sedangkan limpa merupakan salah satu organ limfoid sekunder yang terdiri atas sel dendritik, sel T, sel B, dan makrofag (Kresno, 1991).

4.2.3 Indeks Stimulasi

(19)

stimulasi lebih kecil dari 1.

Data Gambar 4.3 menunjukkan indeks stimulasi EEDMD dosis 50, 100 dan 200 mg/kg bb berturut-turut adalah 1,2058; 1,5410; dan 1,7811 dimana terjadi peningkatan indeks stimulasi dan nilainya lebih besar dari satu. Ini menunjukkan bahwa EEDMD merupakan suatu zat yang bersifat imunostimulan.

1.2058

Gambar 4.3 Grafik Indeks Stimulasi

Indeks stimulasi EEDMD dosis 50, 100, dan 200 mg/kg bb menunjukkan bahwa adanya hubungan peningkatan dosis dengan nilai indeks stimulasi, yaitu semakin besar peningkatan dosis maka nilai indeks stimulan yang diperoleh semakin meningkat.

Salah satu fungsi Imunomodulator adalah memperbaiki sistem imun dengan cara stimulasi (imunostimulan) (Djauzi, 2003). Berdasarkan uraian dapat disimpulkan mempunyai efek imunostimulan dengan dosis yang paling efektif adalah 200 mg/kg bb. EEDMD 200 mg/kg bb memiliki efek sebanding (p>0,05) dengan Imboost® 32,5 mg/kg bb.

(20)

imunostimulan antara lain flavonoid, alkaloid, polisakarida, triterpenoid, polifenol Kandungan daun mahkota dewa antara lain senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, dan triterpenoid. Pada penelitian Chiang, dkk (2003), flavonoid, triterpenoid dan polifenol memiliki aktivitas imunostimulan dengan meningkatkan

sekresi IFNγ. IFNγ merupakan suatu sitokin yang dihasilkan oleh limfosit saat ada

reaksi imun dari rangsangan antigen. IFNγ dapat meningkatkan kemampuan makrofag dalam proses fagositosis yaitu dengan cara meningkatkan sekresi enzim proteolitik sehingga mampu menghancurkan antigen (Kresno, 1991).

Komposisi tiap tablet Imboost® mengandung Echinaceae purpurea, Zn picolinate, dan black elderberry. Menurut Burick, dkk (1997), Echinaceae sp

mengandung polisakarida yang berfungsi untuk menstimulasi makrofag untuk menghasilkan regulasi sistem imun dan regenerasi jaringan rusak serta meningkatkan jumlah sel fagosit.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efek daun mahkota dewa memiliki aktvitas imunostimulan yang sama dengan Echinaceae purpurea

(21)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa:

a. EEDMD dapat mempengaruhi aktivitas fagositosis pada mencit jantan. Dosis EEDMD 50, 100 dan 200 mg/kg BB dapat mempengaruhi aktivitas fagositosis dibandingkan dengan kontrol negatif CMC-Na 1%. EEDMD 200 mg/kg bb memberikan efek fagositosis yang hampir sama dengan kontrol positif Imboost®.

b. EEDMD mempunyai efek imunomodulator dengan meningkatkan sistem imun (imunostimulan).

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menguji ekstrak etanol daun mahkota dewa terhadap respon imun spesifik dengan menggunakan metode hipersensitivitas tipe lambat dan uji titer antibodi.

Gambar

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia dan EEDMD
Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia EEDMD
Gambar 4.1 Grafik rata-rata laju eliminasi karbon
Gambar 4.2 Grafik indeks fagositosis mencit jantan.

Referensi

Dokumen terkait

Therefore, in this study we investigated the effects of diets containing 20% by weight of different oils (fish oil, safflower oil, coconut oil) on surface and mRNA expression of

Berikut kami informasikan besaran dana Pengabdian kepada Mayarakat yang didanai oleh Kemenristekdikti tahun 2017, silakan klik link || Download lampiran. 1

Temak da pupuk O.geit Di Nag&amp;i Baraeal Kecmard Sungai Pua Kabupaten

Penelitian ini merupakan penelitian untuk mengidentifikasi berbagai kegiatan ritual yang masih dilaksanakan oleh Subak Piling hingga saat ini sebagai implenetasi aspek parahyangan

[r]

Menahan bola merupakan kemampuan yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam permainan sepakbola. Apabila dilihat dari pergerakan menahan bola, maka sebenarnya gerakan

Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi, maka penulis akan mencoba membantu memperkenalkan kebudayaan tersebut secara lebih mudah dengan menggunakan website sebagai

Pembuatan aplikasi ini dilakukan melalui beberapa tahap, tahap pertama yakni pengumpulan data, dilanjutkan dengan tahap perancangan konsep kerja aplikasi, perancangan halaman