BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Sepanjang waktu kita dapat terpapar dengan bakteri, virus, jamur dan
parasit yang berada di lingkungan. Kondisi ini dapat terjadi pada kulit, saluran
pernapasan, saluran pencernaan, membran yang melapisi mata, dan bahkan
saluran kemih. Hal tersebut dapat dicegah karena tubuh dilengkapi dengan sistem
pertahanan (sistem imun) yang memberikan respon imun spesifik maupun non
spesifik. Pertahanan tubuh ini dapat menangkal unsur patogen dan zat asing lain
yang dapat menimbulkan penyakit (Guyton, 2007; Kresno, 1991).
Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan tubuh sebagai
perlindungan terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh berbagai bahan dalam
lingkungan hidup. Terpaparnya sistem imun oleh zat asing, dapat memberikan dua
respon imun (mekanisme pertahanan) yaitu respon imun non spesifik dan respon
imun spesifik. Respon imun non spesifik (innate immunity) merupakan mekanisme pertahanan terdepan bila organisme atau zat asing masuk ke dalam
tubuh. Dalam respon imun ini, tubuh menghancurkan zat asing melalui proses
fagositosis. Pada respon imun spesifik, mekanisme pertahanan terjadi bila telah
terpapar sebelumnya dan pada antigen tertentu. Sistem imun yang terganggu
dapat diatasi dengan menggunakan imunomodulator. Imunomodulator adalah
bahan (obat) yang dapat mengembalikan ketidakseimbangan sistem imun dalam
tubuh. Fungsi imunomodulator antara lain meningkatkan respon imun
(imunostimulan) dan menekan respon imun (imunosupresan). Oleh karena itu,
mempertahankan sistem imun tetap maksimal (Baratawidjaja dan Rengganis,
2009; Kresno, 1991).
Penggunaan imunomodulator dalam terapi kadang kala mengalami
hambatan misalnya banyaknya efek samping yang timbul setelah penggunaan
obat-obat sintetis. Oleh karena itu sangat perlu dipertimbangkan untuk
pengembangan imunomodulator yang diperoleh dari bahan alam (Bellanti dan
Josef, 1993).
Indonesia memiliki tanaman yang bermanfaat untuk kesehatan sebagai
imunomodulator, salah satu tanaman tersebut adalah daun mahkota dewa
(Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl). Tanaman ini berasal dari Papua. Bagian tanaman yang digunakan adalah daging buah, daun, dan biji. Secara empiris, daun
ini digunakan oleh masyarakat Solo dan Yogyakarta sebagai obat alergi dan
kanker. Di dalam daun terkandung senyawa flavonoid, saponin, alkaloid, dan
polifenol (lignan). Telah banyak dilakukan penelitian untuk mengetahui aktivitas
biologi dari tanaman ini antara lain sebagai antikanker, antibakteri, antioksidan,
dan antiinflamasi. Dalam penelitian Kusmardi (2007), senyawa flavonoid
diketahui meningkatkan respon imun dan juga memiliki aktivitas antiinflamasi
dengan menghambat produksi nitrit oksida (NO) yang dihasilkan oleh sitokin
pro-inflamasi.
Flavonoid juga berperan aktif dalam menstimulasi sekresi IFNγ dimana
IFNγ dapat meningkatkan aktivitas makrofag sehingga sistem imun meningkat.
Oleh karena itu diduga bahwa mahkota dewa dapat menstimulasi sistem imun
dengan cara meningkatkan sekresi IFNγ (Interferon gamma). IFNγ merupakan
sitokin yang dapat memicu aktivitas makrofag dengan meningkatkan sintesis dan
zat-zat asing yang masuk ke dalam tubuh meningkat. IFNγ juga dapat memicu
aktivitas sel NK sehingga dapat membunuh sel abnormal (Altaf, dkk., 2013;
Fariza, dkk., 2012; Kresno, 1991; Kusmardi, dkk., 2007; Rinayanti, dkk, 2015;
Riwanto, dkk., 2013; Sudiana, 2008; Susilawati, dkk., 2015; Tjay dan Rahardja,
2007; Widowati, 2005; Yosie, dkk., 2011).
Studi efek antiinflamasi terhadap isolat daun mahkota dewa yaitu phalerin
secara in vitro menunjukkan bahwa phalerin memiliki efek antiinflamasi ringan
dengan menghambat enzim lipoksigenase dan xantin oksidase. Phalerin juga
memiliki aktivitas biologi sitotoksik terhadap sel myeloma (Hartati, dkk., 2005).
Menurut Gufron (2008), ekstrak etanol daun mahkota dewa dapat
mempengaruhi aktivitas fagositosis dan sekresi ROI (Reactive Oxygen Intermediate) makrofag, juga berpengaruh pada sel NK (Natural Killer) terhadap aktivitas sitotoksiknya. Pada penelitian Rahayu, dkk., (2013), daun mahkota dewa
juga mempunyai efek imunostimulan yang diuji efeknya terhadap respon imun
humoral menggunakan metode ELISA berdasarkan parameter titer IgM dan IgG.
Ekstrak n-heksan dan etil asetat daun mahkota dewa bersifat imunostimulan dengan meningkatkan aktivitas fagositosis (Istiarah, 2016; Lumbantobing, 2016).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk menguji efek
imunomodulator ekstrak etanol daun mahkota dewa untuk melihat aktivitas
fagositosis dengan menggunakan uji bersihan karbon.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah pada penelitian
ini adalah:
aktivitas fagositosis pada mencit jantan ?
b. apakah ekstrak etanol daun mahkota dewa mempunyai efek sebagai
imunostimulan?
1.3Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis pada penelitian ini
adalah:
a. pemberian ekstrak etanol daun mahkota dewa dapat mempengaruhi
aktivitas fagositosis pada mencit jantan
b. ekstrak etanol daun mahkota dewa mempunyai efek sebagai
imunostimulan
1.4Tujuan Penelitian
Berdasarkan hipotesis di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui :
a. pengaruh ekstrak etanol daun mahkota dewa terhadap aktivitas fagositosis
pada mencit jantan.
b. efek imunostimulan ekstrak etanol daun mahkota dewa
1.5Manfaat Penelitian
a. mengembangkan daun mahkota dewa menjadi suatu sediaan herbal dengan
efek imunomodulator
b. menambah inventaris tanaman obat yang berkhasiat sebagai
1.6Kerangka Pikir
Pada penelitian ini, ekstrak etanol daun mahkota dewa diuji terhadap mencit
dengan melihat laju eliminasi karbon, indeks fagositosis, dan indeks stimulasi
sebagai uji imunomodulator (Gambar 1.1).
Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter
Gambar 1.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian EEDMD dosis:
• 50 mg/kg BB
• 100 mg/kg BB
• 200 mg/kg BB
CMC-Na 1%
Imboost® 32,5 mg/kg BB
Efek Imunomodulator