• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.6 Klasifikasi Nyeri

2.6.3 Nyeri Viseral

2.8.1.4 Parasetamol

Parasetamol banyak digunakan sebagai obat analgetik dan antipiretik, dimana kombinasi parasetamol dengan opioid dapat digunakan untuk penanganan nyeri berat paska pembedahan dan terapi paliatif pada pasien-pasien penderita kanker. Onset analgesia dari parasetamol 8 menit setelah pemberian intravena, efek puncak tercapai dalam 30 – 45 menit dan durasi analgesia 4 – 6 jam serta waktu pemberian intravena 2 – 15 menit. Parasetamol termasuk dalam kelas “aniline analgesics” dan termasuk dalam golongan obat antiinflamasi non steroid (masih ada perbedaan pendapat). Parasetamol memiliki efek anti inflamasi yang sedikit dibandingkan dengan obat AINS lainnya. Akan tetapi parasetamol bekerja dengan mekanisme yang sama dengan obat AINS lainnya (menghambat sintesa prostaglandin). Parasetamol juga lebih baik ditoleransi dibandingkan aspirin dan obat AINS lainnya pada pasien-pasien dengan sekresi asam lambung yang berlebihan atau pasien dengan masa perdarahan yang memanjang48,49,50,51,52.

Gambar 2.8-1. Rumus Bangun Parasetamol53.

Dosis pada orang dewasa sebesar 500 – 1000 mg, dengan dosis maksimum direkomendasi 4000 mg perhari. Pada dosis ini parasetamol aman digunakan untuk anak-anak dan orang dewasa54,55

Mekanisme kerja utama dari parasetamol adalah menghambat

siklooksigenase (COX) dan selektif terhadap COX-2. Analgetik dan antipiretik dari parasetamol sebanding dengan aspirin dan obat AINS lainnya, akan tetapi aktifitas anti inflamasi perifernya dibatasi oleh beberapa faktor, dimana diantaranya terdapat kadar peroksida yang tinggi di lesi inflamasi. Oleh karena itu selektifitas akan COX-2 tidak secara signifikan menghambat produksi pro-clotting tromboxane. Parasetamol menurunkan bentuk oksidasi dari enzim COX, yang melindungi dari pembentukan kimiawi bentuk pro-inflammatory. Ini juga akan menurunkan jumlah dari prostaglandin E

.

2 di SSP, akibatnya menurunkan batas

ambang hipotalamus di pusat termoregulasi56,57,58

Parasetamol menghambat kerja COX dengan dua jalur, yang pertama bekerja dengan cara menghambat COX-3 (variant dari COX-1). Enzim COX-3 ini hampir sama dengan enzim COX lainnya dengan menghasilkan kimiawi pro- inflammatory dan penghambat selektif oleh parasetamol. Jalur kedua bekerja seperti aspirin dengan memblok siklooksigenase, dimana didalam lingkungan inflamasi dengan konsentrasi peroksida yang tinggi dan melindungi aksi kerja parasetamol dalam keadaan oksidasi tinggi. Ini berarti bahwa parasetamol tidak memiliki efek langsung pada tempat inflamasi, akan tetapi bereaksi di SSP dimana keadaan lingkungan tidak teroksidasi. Namun mekanisme kerja pasti dari parasetamol di COX-3 masih diperdebatkan

.

59,60

Bioavailibilitas dari parasetamol adalah 100%. Parasetamol dimetabolisme di hati dengan tiga jalur metabolik, yakni glucuronidation 40%, sulfation 20-40% dan N-hydroxylation serta GSH konjugasi 15%, dengan obat dan metabolitnya diekskresikan melalui ginjal

.

61,62

Pada dosis yang direkomendasikan, parasetamol tidak mengiritasi lambung, tidak mempengaruhi koagulasi darah atau fungsi ginjal. Parasetamol dipercaya aman digunakan pada wanita hamil (tidak mempengaruhi penutupan ductus arteriosus), tidak seperti efek yang ditimbulkan oleh penggunaan obat AINS. Tidak seperti aspirin, parasetamol tidak berhubungan dengan resiko

penyebab sindroma Reye pada anak-anak dengan penyakit virus63,64,65. Satu- satunya efek samping dari penggunaan parasetamol adalah resiko terjadi hepatotoksik dan gangguan gastrointestinal pada penggunaan dosis tinggi, yaitu diatas 20.000 mg perhari63

.

2.8.1.5 Ketorolak

Ketorolak atau ketorolak trometamin merupakan obat golongan anti inflamasi non steroid, yang masuk kedalam golongan derivate heterocyclic acetic acid dimana secara struktur kimia berhubungan dengan indometasin. Ketorolak menunjukkan efek analgesia yang poten tetapi hanya memiliki aktifitas anti inflamasi yang sedang bila diberikan secara intramuskular atau intravena. Ketorolak dapat dipakai sebagai analgesia paska pembedahan sebagai obat tunggal maupun kombinasi dengan opioid, dimana ketorolak mempotensiasi aksi nosiseptif dari opioid3,6,11,66,67.

Gambar 2.8-2. Rumus Bangun Ketorolak66.

(±) – 5 – benzoyl - 2,3 – dihydro - 1H – pyrrolizine – 1 – carboxylic acid, 2 - amino – 2 (hydroxymethyl) - 1,3 – propanediol

Mekanisme kerja utama dari ketorolak adalah menghambat sistesa prostaglandin dengan berperan sebagai penghambat kompetitif dari enzim siklooksigenase (COX) dan menghasilkan efek analgesia. Seperti AINS pada umumnya, ketorolak merupakan penghambat COX non selektif. Efek analgesianya 200 – 800 kali lebih poten dibandingkan dengan pemberian aspirin, indometasin, naproksen dan fenil butazon pada beberapa percobaan di hewan.

Sedangkan efek anti inflamasinya kurang dibandingkan efek analgesianya, dimana efek anti inflamasinya hampir sama dengan indometasin11,66

Setelah injeksi intramuskular dan intravena, onset analgesia tercapai dalam waktu 10 menit dengan efek puncak 30 – 60 menit dan durasi analgesia 6 – 8 jam dengan waktu pemberian intravena > 15 detik. Bioavailibilitas dari ketorolak 100% dengan semua jalur pemberian baik intravena maupun intramuskular. Metabolisme berkonjugasi dengan asam glukoronik dan para hidroksilasi di hati. Obat dan hasil metabolitnya akan diekskresikan melalui ginjal 90% dan bilier sekitar 10%

.

66,68

Efek samping dari ketorolak bisa bermacam-macam, yaitu .

3,11,66,67

1. Secara umum

:

Bronkospasme yang mengancam jiwa pada pasien dengan penyakit nasal poliposis, asma dan sensitif terhadap aspirin. Dapat juga terjadi edema laring, anafilaksis, edema lidah, demam dan flushing.

2. Fungsi platelet dan hemostatik

Ketorolak menghambat asam arakhidonat dan kolagen sehingga mencetuskan agregasi platelet sehingga waktu perdarahan dapat meningkat pada pasien yang mendapatkan anestesi spinal, akan tetapi tidak pada pasien yang mendapat anestesi umum. Perbedaan ini dimungkinkan karena reflek status hiperkoagulasi yang dihasilkan respon neuroendokrin karena stress pembedahan berbeda pada anestesi umum dan anestesi spinal. Dapat juga terjadi purpura, trombositopeni, epistaksis, anemia dan leukopeni.

3. Gastrointestinal

Dapat menimbulkan erosi mukosa gastrointestinal, perforasi, mual, muntah, dispepsia, konstipasi, diare, melena, anoreksia dan pankreatitis.

4. Kardiovaskuler

Hipertensi, palpitasi, pallor dan syncope

5. Dermatologi

6. Neurologi

Nyeri kepala, pusing, somnolen, berkeringat, kejang, vertigo, tremor, halusinasi, euforia, insomnia dan gelisah.

7. Pernafasan

Dispnu, asma, edema paru, rhinitis dan batuk

8. Urogenital

Gagal ginjal akut dan poliuri.

2.8.2 Non-Farmakologis

Ada beberapa metode metode non-farmakologi yang digunakan untuk membantu penanganan nyeri paska pembedahan, seperti menggunakan terapi fisik (dingin, panas) yang dapat mengurangi spasme otot, akupunktur untuk nyeri kronik (gangguan muskuloskletal, nyeri kepala), terapi psikologis (musik, hipnosis, terapi kognitif, terapi tingkah laku) dan rangsangan elektrik pada sistem saraf (TENS, Spinal Cord Stimulation, Intracerebral Stimulation)1,2.

2.9

KERANGKA TEORI

Gambar 2.9-1. Skema Kerangka Teori

PEMBEDAHAN SEKSIO SESARIA

CEDERA JARINGAN STIMULUS NOKSIUS KETOROLAK INTRAVENA PARACETAMOL INTRAVENA

PAIN PATHWAY

PROSES TRANSDUKSI PROSES TRANSMISI PROSES MODULASI

PERSEPSI NYERI (OTAK)

NYERI PASKA PEMBEDAHAN Sensitisasi Sentral

(Allodynia)

ALLODYNIA HYPERALGESIA Berat Badan, BMI,

Umur, Suku dan Pendidikan

Sensitisasi Perifer (Hyperalgesia) PERIFER

Inhibisi transduksi neural

Menurunkan mediator

inflamasi

Inhibisi prostaglandin

Inhibisi aktifitas enzim

siklooksigenase

SENTRAL

Blokade aktifitas neural

di dorsal horn

Modulasi neurotransmitter

excitatory

Aktifasi jalur descending

2.10 KERANGKA KONSEP

Gambar 2.10-1. Skema Kerangka Konsep

PEMBEDAHAN

STIMULUS NOKSIUS

ANALGESIA

VAS

NYERI PASKA BEDAH

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 DESAIN PENELITIAN

Desain penelitian ini menggunakan uji klinis acak terkontrol dan tersamar ganda untuk mengetahui perbedaan efek parasetamol 1 gr/6 jam intravena dan ketorolak 30 mg/6 jam intravena untuk penanganan nyeri paska pembedahan seksio sesaria dengan anestesi regional blok subaraknoid.

3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Dokumen terkait