• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HUBUNGAN ANGGOTA DPRD KABUPATEN

3.2 Bentuk-Bentuk Hubungan anggota DPRD Tapanul

3.2.5 Partai Politik Sebagai Mitra Dewan Dalam

Penjaringan aspirasi yang dilakukan seorang dewan kepada konstituen tidak dibatasi untuk memilih metode pendekatan publik seperti apa yang akan dilakukan saat reses. Dewan bebas mengatur schedul dan kegiatan mereka dengan mempertimbangkan tujuan dari program reses tersebut. Partai politik di tingkat daerah menjadi lirikan bagi para dewan untuk dijadikan sebagai mitra yang cocok dalam membantu mendukung dan mensaranai kegiatan resesnya.

Latar belakang para dewan sebagai perpanjangan tangan rakyat di lembaga DPRD Tapanuli Utara, tidak terlepas dengan adanya dukungan partai politik pada saat pencalonan kandidat melalui pemilu. Partai politik menjadi salah satu organisasi yang mempercayakan, membuka peluang dan mempermulus jalan seorang kandidat atau calon anggota legislatif untuk dikenal dan dipilih oleh rakyat. Oleh karena itu, bermitra kembali dengan partai politik pada saat reses memungkinkan dewan untuk berpikir secara instan akan kedekatan partai dengan ideologi dan kehidupan masyarakat.

Jaringan partai yang ada di daerah Tapanuli Utara, khususnya di Dapil I, masing-masing ranting memiliki jumlah anggota dan simpatisan masyarakat. Anggota dan simpatisan partai juga berpartisipasi dalam mendukung pemberian suara saat pemilu kepada masing-masing dewan yang berasal dari partai tersebut. Oleh karena itu mereka juga pantas dianggap sebagai konstituen dewan. Mereka mempercayakan anggota DPRD sebagai kader yang akan mewakili kepentingan

mereka di pemerintahan. Akan tetapi perlu digarisbawahi, pada masa reses, hubungan kemitraan dewan dengan jaringan-jaringan partai politik bukan dilakukan untuk mendukung progress dan eksistensi partai di tengah publik.

Masa reses diperuntukkan untuk masing-masing aspirasi individu masyarakat, kepentingan individu konstituen, dan hasil yang akan mempengaruhi kehidupan konstituen. Sedangkan partai politik digunakan hanya sebagai penggagas konsep relasi untuk memberi dukungan tenaga dan ide yang bisa memperlancar kegiatan serap aspirasi yang dilakukan dewan di tengah masyarakat. Dimana masyarakat yang menjadi konstituen dewan juga termasuk diantaranya anggota dan simpatisan dari jaringan partai politik itu juga. Sehingga partai bisa memobilisasi sebagian besar konstituen anggota dewan untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan reses dewan.

Dilemanya adalah ketika masyarakat melihat sebuah kegiatan massa dengan keterlibatan partai, maka reses dewan tidak menjadi kontras. Persepsi masyarakat Tapanuli Utara terhadap partai lebih mendominasi dibandingkan program dan kegiatan kelembagaan DPRD melalui individu dewan yang merupakan kader partai juga. Untuk menghindari hal tersebut anggota DPRD Tapanuli Utara melakukan reses dengan melibatkan partai politik tanpa memunculkan simbol- simbol partai dan membatasi

Hasil serap aspirasi masa reses melalui hubungan kemitraan dewan dengan partai politik, akan ditindak lanjuti melalui fraksi-fraksi di lembaga DPRD.

Temuan yang didapatkan dewan di tengah konstituen dengan dominasi anggota partai dan simpatisan partai, akan menjadi rumusan kepentingan bagi partai untuk mewakili kepentingan massa partainya juga. Artinya, wawasan yang dimiliki oleh dewan terhadap kehidupan konstituennya akan mempengaruhi produktifitas fraksi dan mendukung perwujudan tanggung jawab fraksi.

3.3 Analisis Hubungan DPRD Tapanuli Utara dengan Konstituen di Dapil I Pemahaman keterwakilan politik masyarakat Tapanuli Utara melalui legitimasi suara dalam pemilihan umum masih ditanggapi dengan ketidak- seriusan baik dari para wakil-wakil rakyat, maupun masyarakat yang mempercayakan wakil-wakil tersebut. Banyaknya tuntutan kepentingan masyarakat dan cara untuk menyalurkan kepentingan tersebut ke lembaga perwakilan di pemerintahan masih belum terlatih dengan bentuk-bentuk

responsive masyarakat. Berinteraksi dengan jajaran pemerintahan malah bukan hal yang menarik bagi masyarakat dikarenakan sistem pengelolaan yang rumit dan sulit untuk dijangkau masyarakat.

Kesenjangan hubungan antara lembaga perwakilan dengan masyarakat Tapanuli Utara dikarenakan kurang bermasyarakatnya lembaga akibat kesibukan- kesibukan pengawasan pengelolaan pemerintahan. Pembenahan terhadap pemerintahan lebih ditanggapi serius dibandingkan masalah-masalah kehidupan masyarakat. Artinya, masyarakat Tapanuli Utara lebih mandiri menghadapi persoalan hidupnya sendiri dibandingkan pemerintahan yang dikelola orang-orang

terdidik namun masih belum memberikan dampak yang terbaik pada setiap fungsinya.

Masa reses anggota DPRD Tapanuli Utara belum memberikan hasil yang baik terhadap perealisasian aspirasi masyarakat. Aspirasi masyarakat menjadi perbincangan di sidang rapat paripurna, tanpa adanya tindak lanjut pengawasan perealisasiaannya. Pihak eksekutif Tapanuli Utara yang menjadi undangan resmi pembahasan aspirasi hasil serap dewan kepada konstituen di daerah pemilihan masing-masing malah akan semakin membingungkan dengan banyaknya aspirasi dari masyarakat yang menuntut untuk selalu terealisasikan. Oleh karena itu, hubungan perwakilan masyarakat yang baik seharusnya mampu untuk bersaing memperkuat kepentingan kostituen mereka untuk direalisasikan oleh para eksekutor pemerintahan.

Realitanya adalah pada masa reses tahun 2013 hubungan antara anggota DPRD dengan konstituennya belum komunikatif dan pelaksanaannya tidak efektif. Keharmonisan hubungan perwakilan tanpa komunikasi yang intensif antara wakil dan yang diwakili tidak akan mewujudkan fenomena demokratis di Kabupaten Tapanuli Utara. Kesenjangan relasi dalam reses DPRD Tapanuli Utara juga masih sangat menonjol ke permukaan publik. Bahkan banyak konstituen dan konstituensi yang tidak tersentuh oleh perhatian anggota-anggota dewan. Selain itu keegoisan dewan maupun masyarakat juga sangat mempengaruhi kesenjangan tersebut.

3.3.1 Kesenjangan Hubungan Perwakilan DPRD Tapanuli Utara Dengan Konstituen

Secara kasat mata, masa reses yang dilakukan oleh setiap anggota DPRD Tapanuli Utara telah diwarnai dengan bentuk-bentuk kegiatan yang dirancang sedemikian rupa, baik itu melalui forum, interaksi secara personal, maupun fenomena-fenomena lain yang menjadi konsep pelaksanaan teknis reses para dewan. Masyarakat juga sebagai sasaran utama telah dilibatkan melalui kehadiran mereka pada kegiatan-kegiatan yang disediakan. Secara abstrak, pemenuhan akan kewajiban dewan dalam melaksanakan reses telah dilakukan dengan baik.

Dibalik fenomena tugas reses yang telah dipertanggungjawabkan pelaksanaannya oleh para dewan khususnya di Dapil I, tingkat keharmonisan hubungan yang dibangun masih menjadi permasalahan yang harus diperbaiki lagi ke depannya. Antara personil dewan, lembaga legislatif, konstituen, dan daerah pemilihannya (constituency) belum memiliki wujud relasi yang interaktif, komunikatif, dan efektif. Realitanya para dewan lebih cenderung hanya memantau dan menjangkau masyarakat secara tugas kelembagaan tanpa melakukan kegiatan nyata yang menunjukkan sikap moralitas yang berkelanjutan. Kepedulian dewan terhadap aspirasi-aspirasi yang sederhana bahkan banyak yang tidak direspon dan dicantumkan sebagai laporan hasil masa resesnya. Sedangkan terhadap daerah pemilihannya (constituency), anggota DPRD belum maksimal memperjuangkan perealisasian peningkatan pembangunan secara signifikan. Selain itu, konstituen

juga belum menanggapi dengan baik ikatan perwakilan mereka dengan dewan dan lembaganya.

Kurang harmonisnya hubungan yang terjalin 1saat reses diantara masyarakat Tapanuli Utara dengan wakil-wakil dari daerah pemilihannya juga dikarenakan jarak jangkauan hubungan lembaga dengan konstituen dan juga constituency, baik kepada personil dewan maupun kepada lembaganya sendiri. Artinya, masyarakat masih sangat sulit menemukan kesempatan untuk melibatkan diri, menyampaikan aspirasi, melakukan tuntutan atas pengelolaan yang tidak baik oleh pemerintah, dan tindakan-tindakan lain yang merupakan hak setiap konstituen kepada legislator. Sebaliknya dewan beserta kegiatan kelembagaan legislatif juga masih sulit untuk melakukan cara komunikasi dan interaksi dalam mengagregat dan melibatkan diri dalam setiap permasalahan masyarakat. Pembentukan pola pikir masyarakat Tapanuli Utara dalam merespon kebijakan dan program-program seperti reses dewan belum maksimal dilakukan melalui kegiatan kelembagaan yang dilakukan oleh DPRD Tapanuli Utara. Dibutuhkan cara-cara yang lebih baik lagi dalam menghasilkan pendekatan yang intim antara konstituen dan

constituency dengan dewan maupun badan lembaga perwakilan Tapanuli Utara. Disisi lain, anggota-anggota DPRD masih belum sensitif dengan kehidupan sosial di masyarakat Tapanuli Utara. Keterlibatan DPRD dalam pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat masih sebatas tugas yang diwajibkan untuk dilakukan sebagai kelembagaan perwakilan. Pada waktu lainnya, anggota-anggota dewan hanya disibukkan dengan kegiatan memantau, memantau, dan memantau

pelaksanaan pengelolaan pemerintah di tengah masyarakat. Kesibukan dalam memantau tersebut dilakukan tanpa jelas dimana, sedang apa, dan apa yang dilakukannya. Jarang ada interaksi yang terlihat secara kontras dan frontal di mata publik dengan atau tanpa melalui peran media sekalipun.

Idealnya, interaksi yang terjalin juga tidak harus dibebankan hanya kepada anggota DPRD Tapanuli Utara. Kesenjangan yang dirasakan mayoritas masyarakat di Tapanuli Utara kepada wakil-wakilnya harus dikembalikan pada kesadaran individu masyarakat. Ketika masyarakat merasa dirinya sebagai konstituen, maka kesempatan bertemu dan berdiskusi yang dimiliki seperti dalam pelaksanaan reses tidak harus disia-siakan. Tuntutan yang disampaikan baik dalam nada keras maupun nada permintaan secara halus, atau dengan cara apa pun yang dilakukan untuk menyampaikan aspirasinya, hal tersebutlah memang yang diharapkan untuk terjadi dalam pembentukan komunikasi relasi antara wakil dengan yang diwakili. Akan tetapi yang terjadi di Tapanuli Utara, hal ini hanya dilakukan oleh sejumlah masyarakat yang masih bisa dihitung oleh jari karena jumlahnya yang sangat sedikit. Masyarakat Tapanuli Utara belum memiliki sikap kritis dan terbuka. Mereka hanya menuntut dan mencemooh pemerintahan dan wakil-wakilnya dalam kefakuman.

Sikap kurangnya kepedulian masyarakat terhadap kegiatan dan program- program kerja lembaga DPRD Tapanuli Utara, termasuk pada masa reses dewan, sangat menjamur di tengah masyarakat Tapanuli Utara. Minimnya respon masyarakat juga tergambarkan melalui argumen-argumen masyarakat terkait

persepsi buruk mereka terhadap kinerja anggota-anggota DPRD. Salah seorang konstituen di Dapil I bernama Bosar Hutagalung memaparkan kekesalannya kepada wakil yang dipilihnya, dengan menuturkan pernyataan :

“..mereka (anggota-anggota DPRD Tapanuli Utara) tidak pernah mengunjungi kampung ini, bahkan saya tidak sekalipun melihat sosoknya sejak berakhirnya pemilu 2009 kemarin. Apalagi masa reses, saya tidak tahu untuk apa dan dimana dilakukan oleh anggota DPRD Tapanuli Utara. Bagaimana saya menyampaikan aspirasi kepada mereka bahkan tidak terlintas dalam pikiran saya. Mereka harusnya menampakkan diri dulu,karena saya dan masyarakat sangat sulit menjangkau para dewan.”34

Masyarakat sebagai objek utama pelaksanaan reses sangat di perlukan partisipasinya. Namun kadang kalanya masyarakat lebih memilih bersikap acuh dan tidak mau tau dengan program reses DPRD, sama halnya dengan pernyataan masyarakat di atas. Masyarakat seharusnya lebih sadar bahwa pada saat anggota DPRD melakukan interview secara langsung, masyarakat diharapkan lebih sigap sehingga aspirasi mereka dapat di tampung oleh dewan. Namun faktanya, masyarakat kurang memahami apa itu program DPRD dan hanya bergantung atas apa yang menjadi aspirasi sejumlah orang yang mendapat kesempatan, sehingga aspirasi tersebut kurang mewakili kepentingan secara universal. Tingkah laku masyarakatlah sebagian besar yang menghambat keharmonisan hubungan perwakilan DPRD dengan konstituennya, yang seharusnya masyarakat lebih bersikap terbuka atas apa permasalahan yang di hadapi mereka di wilayah tersebut. Namun, sikap apatis masyarakat Tapanuli Utara terhadap program reses 34

wawancara peneliti dengan informan (masyarakat Dapil I) pada hari kamis tanggal 13 februari 2014, Pukul 14.30 Wib.

tersebut bukan seutuhnya disebabkan masyarakat saja. Alangkah baiknya sebelum interaksi dilakukan sosialisasi pengenalan reses ini dilakukan agar masyarakat lebih mengetahui apa tujuan dilakukannya pertemuan langsung dengan DPRD itu pada masa reses.

Berdasarkan analisis terhadap keharmonisan yang tidak terjalin dengan baik pada masa reses DPRD Tapanuli Utara tersebut, ditemukan beberapa indikator penting sebagai penyebabnya. Hal-hal tersebut adalah :

a. Kurangnya kreativitas dewan dalam memacu responsif masyarakat atau konstituennya

b. Kurangnya realisasi kinerja DPRD dalam mempengaruhi kondisi kehidupan sosial masyarakat Tapanuli Utara

c. Kurangnya kegiatan dan program DPRD yang bersinggungan langsung dengan masyarakat selain masa reses

d. Pemahaman masyarakat terhadap posisinya sebagai konstituen sangat mempengaruhi terhadap besarnya jumlah masyarakat yang kurang partisipatif.

e. Sikap acuh dan kurang merespon dari konstituen terhadap program reses sangat menyia-nyiakan kesempatan dalam menyampaikan aspirasinya

3.3.2 Kurangnya Kepercayaan Konstituen Terhadap Kredibilitas Anggota DPRD

Kredibilitas merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menimbulkan kepercayaan dari orang lain dengan mendengarkan dan meyakini apa yang ia ucapkan, terkait akurasinya terhadap logika, kebenarannya dan kejujurannya. Kredibilitas sebagai anggota dewan yang dihormati oleh masyarakat juga harus terlihat dari kualitas dan kapabilitas yang dimilikinya, maupun profesionalismenya, agar masyarakat dapat meyakini dewan tersebut mampu untuk menjadi wakilnya di pemerintahan.

Anggota dewan di Tapanuli Utara masih kurang memiliki kredibilitas yang baik untuk dipercayai oleh konstituennya. Kemampuannya sebagai wakil rakyat dipemerintahan dan yang berjuang membela kesejahteraan rakyat masih diragukan oleh sebagian masyarakat Tapanuli Utara. Hal ini terlihat dari banyaknya masyarakat yang enggan berkomentar yang baik untuk wakil rakyat yang dipercayai untuk berada di gedung perwakilan tersebut. Masyarakat belum termotivasi oleh potensi yang dimiliki para dewan, sehingga sangat mempengaruhi hubungan yang terjalin dalam sistem perwakilan.

Masa reses yang telah dilakukan berulang-ulang di Dapil I Tapanuli Utara juga belum mampu membuka dan mengubah kepercayaan masyarakat atas kredibilitas wakilnya. Keadaan mereka yang tidak mengalami banyak perubahan dinilai sebagai kegagalan para wakil dalam melaksanakan aspirasi-aspirasi yang diserap melalui reses-reses sebelumnya. Sejauh ini, perealisasian yang dilakukan dewan di daerah pemilihannya sangat jarang terdengar perbincangannya ketika dewan melakukan interaksi kepada konstituennya. Para dewan hanya menyerap,

menyerap, dan seterusnya menyerap aspirasi masyarakat tanpa adanya kepastian atas hasilnya.

Citra DPRD Tapanuli Utara yang semakin buruk akibat kurangnya kapabilitas dewan tersebut dinilai oleh masyarakat sebagai bentuk kegagalan kinerja dewan. Masyarakat mengangap kinerja yang dilakukan dewan pada saat program reses hanya sebagai bentuk simbolisasi untuk mengelabui pemerintah daerah Taput dan juga masyarakat. Untuk itu masyarakat awam tidak lagi merespon undangan yang diberikan oleh anggota dewan ketika masa reses yang akan diadakan di daerahnya. Perhatian masyarakat mengenai pelaksanaan reses tidak memberikan perhatiannya yang kolektif. Pertemuan-pertemuan yang dilakukan anggota dewan dengan konstituen tidak menjamin akan terjadi relasi yang baik, namun tidak di pungkiri malah akan terjadi kerenggangan karena masyarakat Dapil I Tapanuli Utara yang tidak memberikan kepercayaan penuh terhadap kinerja dewan.

Ketidakpercayaan masyarakat Tapanuli Utara terhadap akuntabilitas anggota dewan dipicu dengan munculnya mindset maupun paradigma masyarakat bahwa anggota dewan bagaikan kelompok elit mayoritas atau upper secara ekonomi dimana kelompok ini cenderung enggan untuk melindungi yang kecil. Kehidupan yang dilingkupi secara materialistis menyebabkan terjadinya ketimpangan juga pada saat pelaksanaan reses. Bahwa keadaan ekonomi seorang dewan akan menentukan apakah seorang dewan tersebut akan mampu merakyat dan dapat berkontribusi memodifikasikan langsung kehidupan rakyat dengan

mewujudkan segala aspirasi mereka, maupun dengan memadukan antara potensi yang dimiliki dewan dengan materialnya untuk menampung aspirasi masyarakat pada saat pelaksananaan reses tersebut.

Keberhasilan reses akan diukur sebagaimana anggota dewan mendekatkan diri kepada masyarakat dengan kapabilitas dewan untuk merakyatkan dirinya sendiri tanpa harus memikirkan tingkat status sosial. Karena besarnya peluang pada pelaksanaan reses akan memunculkan potensi besar untuk dewan dapat membuat perubahan sesuai dengan konseptual yang dihasilkan melaluiaspirasi masyarakat. Masa reses seharusnya bukan untuk bagaimana para dewan mendapatkan masukan dana dari APBD, namun kesinergian pada saat melakukan interaksi secara intim dengan masyarakat dilakukan untuk tujuan akan tercapainya kemajuan di Dapil I Tapanuli Utara.

Kesadaran para dewan di lembaga legislatif Tapanuli Utara untuk memperhatikan kredibilitasnya sendiri harus ditingkatkan. Kredibilitas seorang dewan akan memunculkan potensi besar bagaimana dewan tersebut akan menyikapi dan mampu menyelaraskan aspirasi masyarakat dengan menempatkan masyarakat pada titik partisipasi aktif yang memperlancar pelaksanaan reses. Sikap untuk lebih merakyatkan dan lebih banyak mendengarkan keluhan masyarakat, dapat mengundang kembali bagaimana masyarakat akan memberikan kepercayaan pada kinerja dewan yang surut akibat kurangnya kredibilitas mereka.

Dalam menidaklanjuti keluhan-keluhan masyarakat Tapanuli Utara, sikap dewan harus mampu menempatkan diri melalui hubungan emosional yang bisa meningkatkan kepercayaan konstituennya, baik itu dengan bentuk sikap profesionalisme maupun keteraturan pada saat melakukan audit kinerja tentang pelaksanaan reses. Dalam artian pada saat di lakukannya interaksi kepada konstituen, dewan harus mampu menghasilkan potensi untuk dapat mencapai suatu kebijakan yang memiliki efektifitas dan peluang pasti untuk menwujudkan perubahan. Seiring itu juga akan mampu memicu masyarakat untuk lebih menghilangkan egoisentrisme dan menempatkan diri mereka untuk aktif pada saat berinteraksi pada masa reses. Bentuk keprihatinan pada kerenggangan relasi antara dewan dan masyarakat yang telah memunculkan hambatan untuk terjalin sikap keharmonisasian dan kemorosotan citra dewan dalam pandangan masyarakat, akan semakin surut. Maka melalui hubungan perwakilan yang semakin baik di Tapanuli Utara akan memperbaiki demokrasi di daerah-daerah.

3.3.3 Sikap Egoism Dewan dan Masyarakat

Kepuasan dewan dalam melaksanakan masa reses sering menjadi penyebab kesenjangan hubungan yang terjalin antara anggota DPRD Tapanuli Utara dengan konstituennya. Anggota-anggota DPRD merasa sudah maksimal melakukan reses di daerah pemilihannya, sedangkan menurut banyak masyarakat daerah mereka bahkan belum pernah dikunjungi oleh para legislator termasuk pada saat reses. Ketimpangan diantara hubungan dewan dengan konstituen saat pelaksanaan reses dikarenakan miss komunikasi dengan jarak yang sangat kebabblasan.

Adanya miss komunikasi diantara dewan dengan konstituennya, tergambarkan seperti hubungan antara “pembantu dengan majikan”. Di saat majikan memberikan gaji yang cukup kepada pembantunya dia merasa sudah melaksanakan kewajibannya dengan baik. Disisi lain, pembantu menginginkan agar majikannya lebih memperdulikan dan menghargai posisinya sebagai selayaknya keluarga. Demikian juga yang terjadi diantara anggota dewan dengan konstituennya, kegiatan reses yang telah menampung banyak aspirasi masyarakat ternyata realitasnya persentase aspirasi tersebut belum mewakili keseluruhan kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat.

Konstituen dan anggota-anggota DPRD Tapanuli Utara memiliki kadar ego yang sangat tinggi. Disatu sisi masyarakat terlalu menuntut kepada dewan untuk melakukan perealisasian terhadap semua yang telah diaspirasikan, tanpa memperdulikan kemampuan dan besarnya biaya yang harus dipertimbangkan. Sedangkan bagi dewan, apa yang telah dilakukannya kepada konstituen di daerah pemilihannya adalah untuk meningkatkan citranya sendiri tanpa mempertimbangkan keakuratan terhadap perealisasian tuntutan aspirasi masyarakat. Sehingga dewan tidak jarang membual di depan publik hanya untuk menjaga nama baiknya.

Ego seorang dewan memang rata-rata sangat tinggi. Dalam melakukan kegiatan reses, aspirasi konstituen bukanlah menjadi satu-satunya yang terpenting untuk dimiliki. Eksistensi terhadap kharisma mereka juga harus diperhatikan sebaik mungkin untuk mendapatkan kepercayaan kembali dalam mewakili

masyarakat di lembaga legislatif. Janji politik bahkan menjadi makanan empuk bagi masyarakat pada masa reses tahun 2013 di Tapanuli Utara yang menjelang pemilihan legislatif pada tahun mendatang. Beberapa dewan di Dapil I adalah kandidat selanjutnya yang berkompetisi dalam pemilihan legislatif yang akan dilaksanakan pada tahun 2014 mendatang.

Masa reses 2013 di Dapil I Tapanuli Utara juga diwarnai keegoisan dewan yang hanya mementingkan kegiatan kesibukan mereka diselesaikan hanya untuk memenuhi prosedur administratif di lembaga DPRD. Akibat kesibukan mereka yang selalu tertimbun tugas oleh kegiatan-kegiatan program lain di lembaga DPRD sehingga menjadikan fokus mereka lebih untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut, sedangkan efektifitas terhadap hasil dari masa resesnya dikesampingkan. Hal ini jugalah yg menjadikan hubungann perwakilan diantara anggota-anggota DPRD Tapanuli Utara dengan konstituennya menjadi sangat renggang akibat minimnya waktu yang tersedia untuk berinteraksi.

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Perwakilan politik ternyata tidak selalu menjanjikan hubungan yang baik diantara masyarakat daerah dengan lembaga perwakilan, maupun diantara

constituent dan constituency terhadap wakil-wakil mereka di lembaga perwakilan/legislatif. Sistem pemilu yang dijalankan dengan bentuk proporsional tersebut belum menemukan adanya sinergitas dari fungsi dan interaksi masing- masing elemen yang terlibat dalam perwakilan politik daerah. Elemen yang dimaksud adalah konstituen dalam setiap daerah pemilihan yang kemudian diwakili oleh beberapa legislator dalam lembaga DPRD Kabupaten Tapanuli Utara.

Program dan kegiatan lembaga legislatif daerah Tapanuli Utara belum pada posisi yang memuaskan jika dianalisis melalui produktifitas dan interaktif mereka ketika menjalankan fungsi perwakilannya. Masa reses dewan yang telah disediakan untuk digunakan sebagai ajang berkomunikasi dan terjun langsung melakukan pendekatan terhadap konstituen di dapilnya, masih membutuhkan sejumlah kreativitas khusus yang dapat memberikan serta menciptakan nuansa menarik terhadap perhatian publik. Sejauh ini, masa reses anggota DPRD Tapanuli Utara hanya digunakan sebagai rutinitas berkala tahunan yang tidak jelas tindak lanjutnya dan tingkat efektifitas pelaksanaannya.

Sejumlah upaya yang ditemukan dari masa reses anggota DPRD Tapanuli Utara pada tahun 2013 telah dilakukan sebagai cara pendekatan untuk berelasi terhadap konstituen mereka di daerah pemilihan masing-masing. Upaya-upaya yang dilakukan guna membentuk hubungan yang lebih harmonis dan mendapatkan aspirasi-aspirasi dari konstituennya tentang perkembangan yang terjadi di tengah masyarakat, baik aspirasi terkait masalah kehidupan sosial masyarakat maupun peningkatan pembangunan di daerah pemilihannya. Upaya tersebut adalah berupa dukungan moral dan politik dari para dewan, mengadakan forum-forum publik dengan adanya partisipasi masyarakat, dewan terlibat dalam acara-acara ceremonial masyarakat, melakukan kunjungan lapangan ke daerah

Dokumen terkait