• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Terhadap Hubungan Anggota DPRD Dengan Konstituen Di Daerah Pemilihannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Terhadap Hubungan Anggota DPRD Dengan Konstituen Di Daerah Pemilihannya"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Terhadap Hubungan Anggota Dprd Dengan Konstituen Di Daerah Pemilihannya

(Studi Analisis : Kegiatan Masa Reses Anggota DPRD Tapanuli Utara Di Dapil I Pada Tahun 2013)

Josmagel Harapan Sianturi (10906050)

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

Josmagel Harapan Sianturi (100906050)

Analisis Hubungan Anggota DPRD dengan Konstituen di Daerah Pemilihannya (studi Analisis: Kegiatan Masa Reses DPRD Tapanuli Utara di Dapil I Pada Tahun 2013)

Rincian isi skripsi, 114 halaman, 17 buku, 1 gambar, 1 bagan, 1 tabel, 3 jurnal, 7 peraturan perundang-undangan, 2 situs internet, serta 2 kutipan wawancara.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana mekanisme pelaksanaan program masa reses lembaga DPRD dan untuk mengetahui bagaimana hubungan yang terjalin di antara anggota DPRD dengan konstituen di daerah pemilihannya pada pelaksanaan masa reses. Masa reses adalah salah satu program dan kegiatan lembaga legislatif di luar kantor yang digunakan untuk mengunjungi konstituen di daerah pemilihannya. Kunjungan ke daerah pemilihan tersebut guna menjaring aspirasi masyarakat dan memantau perkembangan yang terjadi di tengah konstituennya. Dalam hal ini, penelitian ini dikhususkan pada pelaksanaan masa reses anggota-anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2013 di Dapil I (Kecamatan Tarutung, Adiankoting, Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua, Siatas Barita, dan Simangumban).

Penelitian ini termasuk jenis penelitian yang bersifat deskriptif dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Pada penelitian ini juga, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara

(interview) yang ditujukan kepada masyarakat/konstituen dan anggota-anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara yang merupakan perwakilan di Dapil I Tapanuli Utara. Selain itu, data primer ini juga didapatkan melalui pengumpulan data-data hasil pelaksanaan masa reses DPRD Tapanuli Utara pada tahun 2013. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mencari data dan informasi melalui buku, internet, dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan masalah penelitian.

(3)
(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

Josmagel Harapan Sianturi (100906050)

Analysis of the Constituent Assembly Members Relations in Regions His election (Study Analysis: Recess Period Activities Council North Tapanuli in Dapil I In the Year 2013)

Content: 114 pages, 17 books, 1 picture, 1 chart, 1 tables, 3 journals, 7 laws, 2 websites and 2 interviews

ABSTRACT

This research aims to determine how the program implementation mechanism recess and local legislative bodies to determine how the relationship between the constituent members of Parliament in the constituency on the implementation of the recess. Recess is one of the programs and activities of the legislature outside the office that used to visit constituents in the constituency. A visit to the constituency in order to capture the aspirations of the people and monitor the developments taking place in the middle of its constituents. In this regard, this study is devoted to the implementation of the recess of the members of parliament of North Tapanuli in 2013 in the first electoral district (the District Tarutung, Adiankoting, Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua, Siatas Banta, and Simangumban).

This research is a descriptive study using qualitative analysis methods. In this study, the authors used data collection techniques by collecting primary data and secondary data. Primary data were collected through interviews (interviews), addressed to the people / constituents and members of parliament of North Tapanuli which is representative in the first electoral district of North Tapanuli. In addition, primary data was also obtained through data collection implementation results recess North Tapanuli Parliament in 2013. While the secondary data collection is done by searching the data and information through books, the internet, and journals related to the research problem.

(5)
(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Bapa di Surga, atas

rahmat dan karuniaNya yang telah dianugerahkan kepada penulis, sehingga

mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Terhadap Hubungan

Anggota DPRD dengan Konstituen di Daerah Pemilihannya (Studi Analisis :

Kegiatan Masa Reses DPRD Tapanuli Utara di Dapil I Pada Tahun 2013”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Tony P.Situmorang,

M.Si, sebagai dosen pengajar dan dosen pembimbing penulis, yang selama ini

telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, masukan dan ilmunya

kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan maksimal.

Ucapan terimakasih yang tidak terhingga terucap dari rasa ikhlas penulis, agar apa

yang telah diberikannya dibalaskan dengan keberkahan oleh Tuhan Yang Maha

Esa.

Secara khusus penulis juga menyampaikan rasa hormat dan kasih sayang

yang tidak terhingga kepada kedua orang tua saya tercinta, Bapak Dohar Sianturi

dan Ibunda Darli Panggabean, atas usaha keras mereka yang telah membesarkan,

menyayangi, dan mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada kedua adik saya, Irawati

Sofiana Sianturi dan Berlin Hermanto Sianturi yang telah memberi dukungan

(8)

Skripsi ini merupakan salah satu syarat agar dapat menyelesaikan

pendidikan Strata - 1 pada Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik. Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis juga mendapatkan

banyak bimbingan, nasehat, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, penulis mengucapkan terimakasih atas apa yang telah diberikan selama

proses awal hingga akhir penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih ini penulis

tujukan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik USU Medan.

2. Bapak Drs. Zakaria, M.SP, Pembantu Dekan I Bidang Akademik Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU.

3. Ibu Dra.T. Irmayani, M.Si, Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik USU.

4. Kepada seluruh dosen Departemen Ilmu Politik yang telah memberikan

pengajaran selama proses perkuliahaan. Juga terima kasih kepada Kak Ema

dan Pak Burhan yang membantu penulis dalam urusan administratif

kampus.

5. Buat sohib saya bung Handoko Hutasoit, thanks yah broo atas semua

dukungan, diskusi, dan curhat galau kita selama ini. Semangat terus bung!

6. Buat Chen Lorida Saragih, Ivander Sitinjak, Rinaldy, Andreas, Basa,

(9)

Departemen Ilmu Politik yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, sukses

buat semua.

7. Ucapan spesial buat pacar saya, Julianti Elisabet Samosir, S.Si yang

menemani dan menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

hingga akhir.

8. Kepada Ketua Dewan, Sekretaris Dewan (Bpk Drs. Janter Sinaga) dan Staf

bagian Risalah dan Persidangan (Bpk Posma Situmorang, BBA) yang telah

mengijinkan penulis untuk meneliti dan meminta data dari lembaga DPRD

Tapanuli Utara. Juga terima kasih kepada masyarakat dan anggota-anggota

dewan Tapanuli Utara yang telah bersedia diwawancarai.

9. Buat hamba-hamba Tuhan dan Gembala sidang, pelayan, jemaat, komsel

KKA Galilea dan Kaula Muda yang kocak-kocak di GSJA

Filadelfia-Medan, terima kasih buat doa dan dukungan rohani yang diberikan selama

ini.

10. Buat kawan-kawan Taruna Merah Putih (TMP) cabang Medan, khususnya

bang Nedo dan Farel, motivasi dan pemikiran-pemikiran kalian sangat

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga TMP makin

jaya ke depannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan dan

kelemahan baik dari segi bobot ilmiah maupun tata bahasa. Oleh sebab itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi

(10)

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih atas semua bantuan dan

dukungan dari semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini dan

kiranya skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan

kita.

Medan, Maret 2014

(11)
(12)

1.6.4 Teknik Analisa Data ... 33

1.7 Sistematika Penulisan ... 34

BAB II PROFIL DPRD KABUPATEN TAPANULI UTARA DAN DAPIL 1

BAB III HUBUNGAN ANGGOTA DPRD KABUPATEN TAPANULI UTARA DENGAN KONSTITUENNYA 3.1 Masa Reses DPRD Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2013 ... 69

3.2 Bentuk-Bentuk Hubungan anggota DPRD Tapanuli Utara Dengan Konstituen Pada Masa Reses ... 78

3.2.1 Dukungan Moral dan Politik Anggota DPRD Terhadap Konstituen ... 79

3.2.2 Forum-forum Publik ... 82

3.2.3 Kunjungan Lapangan Ke Daerah Pemilihan ... 86

3.2.4 Keterlibatan Dewan Dalam Acara-Acara Ceremonial Masyarakat ... 88

(13)

3.3 Analisis Hubungan DPRD Tapanuli Utara dengan

Konstituen di Dapil I ... 93 3.3.1 Kesenjangan Hubungan Perwakilan DPRD

Tapanuli Utara Dengan konstituen ... 95 3.3.2 Kurangnya Kepercayaan Konstituen Terhadap

Kredibilitas anggota DPRD ... 100 3.3.3 Sikap Egoism Dewan dan Masyarakat ... 103

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan ... 106 4.2 Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 112

DAFTAR LAMPIRAN:

Lampiran 1. Pedoman Wawancara Untuk Anggota-Anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara yang Mewakili Dapil I

Lampiran 2. Pedoman Wawancara Untuk Masyarakat/Konstituen di Dapil I Lampiran 3. Pedoman Wawancara Untuk Sekretariat DPRD Tapanuli Utara Lampiran 4. Surat Perintah Tugas (SPT) DPRD Tapanuli Utara Untuk

Melaksanakan Tahap I, II, Dan III Masa Reses Tahun 2013 di Dapil I Lampiran 5. Contoh Hasil Laporan Anggota DPRD Tapanuli Utara yang Telah

Melaksanakan Masa Reses Tahun 2013 di Dapil I

(14)

Lampiran 7. Contoh Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) yang Dilaporkan Kembali Oleh Para Dewan Melalui Sekretariat DPRD

Lampiran 8. Dokumentasi Wawancara Dengan Anggota-Anggota DPRD Tapanuli Utara yang Mewakili Dapil I

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Jumlah Penduduk Dan Luas Wilayah Dapil I Kabupaten

(16)

DAFTAR GAMBAR

(17)

DAFTAR BAGAN

Halaman Bagan 1 Struktur Organisasi Sekretriat DPRD Kabupaten

(18)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

Josmagel Harapan Sianturi (100906050)

Analisis Hubungan Anggota DPRD dengan Konstituen di Daerah Pemilihannya (studi Analisis: Kegiatan Masa Reses DPRD Tapanuli Utara di Dapil I Pada Tahun 2013)

Rincian isi skripsi, 114 halaman, 17 buku, 1 gambar, 1 bagan, 1 tabel, 3 jurnal, 7 peraturan perundang-undangan, 2 situs internet, serta 2 kutipan wawancara.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana mekanisme pelaksanaan program masa reses lembaga DPRD dan untuk mengetahui bagaimana hubungan yang terjalin di antara anggota DPRD dengan konstituen di daerah pemilihannya pada pelaksanaan masa reses. Masa reses adalah salah satu program dan kegiatan lembaga legislatif di luar kantor yang digunakan untuk mengunjungi konstituen di daerah pemilihannya. Kunjungan ke daerah pemilihan tersebut guna menjaring aspirasi masyarakat dan memantau perkembangan yang terjadi di tengah konstituennya. Dalam hal ini, penelitian ini dikhususkan pada pelaksanaan masa reses anggota-anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2013 di Dapil I (Kecamatan Tarutung, Adiankoting, Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua, Siatas Barita, dan Simangumban).

Penelitian ini termasuk jenis penelitian yang bersifat deskriptif dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Pada penelitian ini juga, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara

(interview) yang ditujukan kepada masyarakat/konstituen dan anggota-anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara yang merupakan perwakilan di Dapil I Tapanuli Utara. Selain itu, data primer ini juga didapatkan melalui pengumpulan data-data hasil pelaksanaan masa reses DPRD Tapanuli Utara pada tahun 2013. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mencari data dan informasi melalui buku, internet, dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan masalah penelitian.

(19)
(20)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

Josmagel Harapan Sianturi (100906050)

Analysis of the Constituent Assembly Members Relations in Regions His election (Study Analysis: Recess Period Activities Council North Tapanuli in Dapil I In the Year 2013)

Content: 114 pages, 17 books, 1 picture, 1 chart, 1 tables, 3 journals, 7 laws, 2 websites and 2 interviews

ABSTRACT

This research aims to determine how the program implementation mechanism recess and local legislative bodies to determine how the relationship between the constituent members of Parliament in the constituency on the implementation of the recess. Recess is one of the programs and activities of the legislature outside the office that used to visit constituents in the constituency. A visit to the constituency in order to capture the aspirations of the people and monitor the developments taking place in the middle of its constituents. In this regard, this study is devoted to the implementation of the recess of the members of parliament of North Tapanuli in 2013 in the first electoral district (the District Tarutung, Adiankoting, Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua, Siatas Banta, and Simangumban).

This research is a descriptive study using qualitative analysis methods. In this study, the authors used data collection techniques by collecting primary data and secondary data. Primary data were collected through interviews (interviews), addressed to the people / constituents and members of parliament of North Tapanuli which is representative in the first electoral district of North Tapanuli. In addition, primary data was also obtained through data collection implementation results recess North Tapanuli Parliament in 2013. While the secondary data collection is done by searching the data and information through books, the internet, and journals related to the research problem.

(21)
(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di negara-negara yang menjalankan sistem demokrasi, pemilu merupakan

salah satu perwujudan dari kedaulatan rakyat. Rakyat menjadi pihak yang

menentukan dalam proses politik dengan memberikan suara mereka secara

langsung. Dengan adanya pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan

adil, secara tidak langsung rakyat memiliki otoritas dan posisi yang sangat

diutamakan untuk dapat melakukan pertukaran pemerintahan dengan jalan damai

berdasarkan peraturan yang telah disepakati.1

Pemilihan umum menjadi salah satu wadah yang bertujuan untuk

memberikan kesempatan pada masyarakat untuk menentukan siapa yang akan

mewakili mereka dalam lembaga legislatif dan siapa yang akan memimpin

mereka dalam lembaga eksekutif. Pemilihan umum juga wadah untuk menjaring

orang-orang yang benar-benar bisa dan mampu untuk masuk ke dalam lingkaran

elit politik, baik itu di tingkat daerah maupun di tingkat nasional. Di era reformasi

ini, sistem pemilu yang menjadi pilihan adalah sistem proporsional. Sistem ini Rakyat merupakan elemen penting

dalam melakukan pergantian kepemimpinan nasional. Oleh karena itu perlu

adanya mekanisme yang jelas dalam mengatur kekuasaan rakyat ini.

1

(23)

telah mengalami pergolakan dan perubahan dari sistem distrik yang berlaku

sebelumnya.

Adanya perwakilan rakyat dalam sebuah pemerintahan merupakan

legitimasi melalui pemilihan umum. Legitimasi tersebut berimplikasi terhadap

makna adanya persetujuan yang memperlihatkan pendelegasian kedaulatan rakyat

kepada wakil wakilnya di parlemen. Adanya legitimasi (keabsahan) pemerintah

adalah bersumber dari persetujuan rakyat itu sendiri. Pengaturan kedaulatan

rakyat tidak dapat dibatasi oleh pemerintah tanpa persetujuan rakyat dan

pemerintahan yang konstitusional (berdasarkan, melaksanakan dan tunduk kepada

hukum dan peraturan perundang-undangan) di mana kekuasaan yang dipegang

oleh sejumlah pemimpin (termasuk yang dipegang oleh anggota badan legislatif)

dikontrol oleh rakyat.

Di indonesia lembaga negara yang menjadi wakil rakyat di pemerintahan

adalah Dewan Perwakiran Rakyat (DPR) atau DPRD untuk tingkat daerah.

Lembaga ini sebagai salah satu wujud dari realisasi demokrasi di Indonesia,

dimana dalam sistem yang dilakukan sebuah negara demokrasi harus

menempatkan rakyat sebagai posisi terpenting sebagai bentuk kedaulatan rakyat

yang sesungguhnya. Dikatakan demikian karena DPR/DPRD dipilih oleh rakyat,

sehingga difungsikan sepenuhnya bekerja untuk kepentingan rakyat dan sebagai

(24)

Peran DPRD di Indonesia dikonsepkan dalam dua bentuk perwakilan, yaitu

perwakilan politik dan perwakilan fungsional. Perwakilan politik diemban melalui

pemilihan umum sedangkan perwakilan fungsional dilakukan melalui

pengangkatan pada saat terpilih. Perlu dipahami lebih dalam bahwa perwakilan

politik harus tergambarkan dalam hubungan perwakilan, yang tersusun dalam

suatu lembaga atau badan perwakilan, dimana si wakil bertindak sebagai wakil

bagi rakyat yang diwakilinya. Hubungan ini akan memperlihatkan derajat dan

keterikatan antara si wakil dengan yang diwakilinya. Hal lain, erat kaitannya

dengan cara pencarian si wakil dan pelaksanaan tugas si wakil dalam rangka

pelaksanaan fungsi lembaga atau adanya badan perwakilan tersebut.

Pasca reformasi diberlakukan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah yang menggantikan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999.

Undang-undang tersebut kemudian direformulasikan terkait kewenangan otonomi

di daerah. Dikatakan dalam undang-undang tersebut bahwa DPRD merupakan

lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur

penyelenggaraan pemerintahan daerah.2 Sedangkan kewajiban anggota DPRD

diantaranya yaitu menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti

aspirasi masyarakat (Pasal 45).3

2

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 40.

Kewajiban ini secara spesifik juga diatur di dalam

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD, bahwa

anggota DPRD Kabupaten diantaranya mempunyai kewajiban menyerap dan

menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala, menampung

3Ibid

(25)

dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat, dan memberikan

pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah

pemilihannya.4

DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat berdasarkan UU di atas,

secara konseptual memegang tiga andil penting dalam bersinggungan dengan

masyarakat yang diwakilinya. Pertama, sebagai agen perumus agenda bagi masyarakat yang diwakilinya. Kedua, DPRD berperan sebagai lembaga yang mengemban misi pengelolaan konflik dalam masyarakatnya. Ketiga, DPRD adalah pengemban peran integratif dalam masyarakatnya. Peran perwakilan rakyat yang diemban oleh

DPRD bisa dimaknai sebagai peran keperantaraan. DPRD bukan hanya menjadi

perantara yang menjembatani pemerintah (eksekutif) dengan rakyatnya, namun juga

menjembatani ketegangan dari berbagai segmen dalam masyarakat yang saling

memperjuangkan kepentingannya.5

Anggota DPRD yang dipilih melalui pemilihan umum, dalam perwakilannya

memiliki masing-masing daerah pemilihan atau yang disingkat dengan dapil.6

4

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD Pasal 300 butir I, butir j, butir k.

Daerah pemilihan dalam sebuah daerah dibagi berdasarkan cakupan luas atau

lingkup wilayah tertentu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, setiap anggota

DPRD memiliki tanggung jawab atau dengan kata lain menjadi kewajiban untuk

5

http://www.geocities.com/aripsda/makalah/optimalisasi.htm, diakses tanggal 18 Desember 2013. 6

(26)

melakukan sebuah hubungan keterikatan dengan masyarakat khususnya masyarakat

yang ada di daerah pemilihannya. Masyarakat yang dimaksud tersebut disebut

dengan istilah “konstituen”. Konstituen atau Pemilih di daerah pemilihan

merupakan pemberi mandat kepada pihak yang harus diberi tanggung jawab,

masyarakat yang harus diwakili atau kelompok sasaran yang harus dilayani oleh

anggota parlemen.7

Lembaga Legislatif tidak seharusnya hanya diartikan sebagai badan yang

bertugas untuk membuat undang-undang (law-making body) semata-mata, tetapi juga sebagai perantara rakyat kepada pemerintah.8 Maka salah satu fungsi DPRD

untuk mengartikulasikan dan agregasi kepentingan rakyat, juga menempatkan

konstituen sebagai unsur yang perlu diperhatikan dan merupakan proses politik

yang paling mendasar sebagai tuntutan relasi antara yang diwakili dan mewakili.

Selain itu, artikulasi dapat dijadikan jembatan antara warga/konstituen dengan

sistem kerja-kerja DPRD dan pemerintah, sebagai pembuat kebijakan publik.

Dikaitkan dengan kerja-kerja DPRD, artikulasi sebaiknya terlembagakan untuk

dapat memelihara sistem demokrasi yang stabil, membangun proses legitimasi

kebijakan yang sehat, mengembangkan potensi konstituen, serta membangun

kepercayaan konstituen pada sistem politik di parlemen.9

7

__, 2011. KONSTITUEN Pilar Utama Partai Politik. Friedrich Naumann Stiftung fuer die Freiheit : Jakarta. Hlm 1

8

Bambang Cipto. 1995. Dewan Perwakilan Rakyat Dalam Era Pemerintahan Modern Industrial. Jakarta. Rajawali Press. Hlm 10.

9

(27)

Untuk itulah pentingnya pelaksanaan salah satu dari program kerja anggota

DPRD, yaitu masa reses. Reses merupakan kewajiban bagi pimpinan dan anggota

DPRD dalam rangka menjaring aspirasi masyarakat secara berkala untuk bertemu

konstituen pada daerah pemilihan masing-masing guna meningkatkan kualitas,

produktivitas, dan kinerja DPRD dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan

rakyat, serta guna mewujudkan peran DPRD dalam mengembangkan check and balances antara DPRD dan pemerintah daerah.

Masa reses merupakan bagian dari masa persidangan dan dilaksanakan

paling lama enam hari kerja. Program masa reses ini dipergunakan oleh anggota

DPRD secara perseorangan ataupun kelompok untuk mengunjungi daerah

pemilihannya guna menyerap aspirasi masyarakat. Lalu setelah melakukannya,

setiap anggota DPRD maupun secara kelompok wajib membuat laporan tertulis

atau hasil pelaksanaan tugasnya pada masa reses tersebut, dan akan disampaikan

kepada pimpinan DPRD dalam rapat paripurna.

Selama ini, yang menjadi persoalan adalah jarak yang dijalin antara rakyat

(konstituen) dengan DPRD yang menjadi utusan mereka di pemerintahan semakin

renggang atau tidak terlalu kontras terlihat implementasinya sebagai hubungan

yang diwakili dengan yang diwakili. Hal itu dikarenakan banyaknya oknum

DPRD yang tidak secara profesional melakukan pendekatan terhadap rakyatnya.

Atau masih banyak anggota Dewan yang merasa sudah berusaha semaksimal

mungkin akan tetapi tidak mengerti melakukan pendekatan relasi secara efektif.

(28)

dan tidak pernah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap yang

diwakilinya.

Di Kabupaten Tapanuli Utara, berdasarkan SK Gubsu Nomor

170/3854.K/2009 tanggal 25 September 2009 dilakukan pengangkatan anggota

DPRD Taput masa jabatan 2009-2014 dengan menindaklanjuti surat menteri

dalam negeri nomor 161/2898. Jumlah anggota DPRD untuk periode 2009-2014

ini adalah 35 orang, yaitu :

- FL Fernando Simanjuntak SH MH, Ir Reguel Simanjuntak dan Bangun

Lumbantobing (Partai Golkar)

- Dapot Hutabarat SE, Bernat Situmeang BE dan Helman Silitonga Amd (P

Demokrat)

- Ir Ottoniyer Simanjuntak, Tiurkalima Purba dan Poltak Pakpahan (PDIP)

- Betti N Sidabutar SE, Maulana Lumbangaol, Sihar Tambunan (Partai

Hanura)

- Ir Tigor Lumbantoruan, Renold Tampubolon dan Toman Balige Silitonga

(PKB)

- David Hutabarat ST, Ronald Simanjuntak ST (PKPB)

- Saut Matondang SH, Lanser Sianturi SE (PPRN)

- Johannes Sitohang dan Jonson Siregar (PDS)

- Dorgis Hutagalung dan Alamsa Sihombing SE (Partai Patriot)

- Jasa Sitompul SH dan Sahat Sibarani SE (PIS)

(29)

- Jonggi Lumbantobing dan Poltak Sipahutar (Gerindra)

- Mosir Simbolon (Barnas), Charles Simanungkalit (PIB), Sobar Sipahutar

(PPD), Bangun Lumbantobing (PDP), Mangisi Hasibuan SE (PMB), dan

Joni Tombang Marbun SE (Merdeka).

Pada pemilihan legislatif periode 2009-1014, daerah pemilihan (dapil)

Kabupaten Tapanuli Utara dibagi dalam 3 wilayah. Yaitu dapil I (Adiankoting,

Pahae Jae, Pahae Julu, Purba Tua, Siatas Barita, Simangumban, Tarutung) dengan

jumlah anggota DPRD sebanyak 13 kursi, dapil II ( Sipoholon, Pagaran,

Parmonangan, Siborong-borong, Muara) sebanyak 13 kursi dan dapil III (Garoga,

Pangaribuan,Sipahutar) sebanyak 8 kursi.

Lembaga DPRD Kabupaten Tapanuli Utara telah menetapkan beberapa

perda dan menetapkan beberapa Ranperda (Rancangan Peraturan Daerah) menjadi

Perda (peraturan daerah) pada periode jabatan 2009-2014 ini. Perda-perda yang

telah ditetapkan diharapkan dapat sebagai acuan dalam menjalankan roda

pembangunan serta pemerintahan di Kabupaten Tapanuli Utara. Perda tersebut

yakni mengenai Pajak Daerah, Pengutipan retribusi daerah, Izin Pemungutan

Kayu Rakyat (IPKR) dan Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (IPHHBK),

Rencana Pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Kabupaten Tapanuli

Utara tahun 2010 – 2014, Perubahan Perda No.03 , 04, 05 tahun 2008 ,

Organisasi dan tata kerja badan penanggulangan bencana daerah Kabupaten

(30)

perikanan,kehutanan Kabupaten Tapanuli Utara, serta penyelenggaraan

administrasi kependudukan, dan lain-lain.

Dilihat dari persepsi masyarakat Tapanuli Utara (Taput), kinerja DPRD

Taput sejauh ini masih dinilai belum maksimal dan popularitas anggota DPRD

belum terlalu dikenal di tengah masyarakat. Dikatakan demikian, dikarenakan

keterbukaan terhadap program-program kerjanya yang masih belum terlaksana

dengan baik dan juga publikasi terhadap produktivitas kinerja mereka baik di

media-media massa dan di media lokal masih sangat jarang terdengar. Selain itu,

keterlibatan dan pengawasan mereka dalam hasil pembangunan yang diharapkan

masih jauh dari yang diidamkan oleh masyarakat. Baik itu dalam pembangunan

infrastuktur, ekonomi rakyat, dan aspirasi publik yang diserap tetapi tidak jelas

diperbincangkan atau tidak dalam sidang-sidang DPRD. Hal ini seharusnya

menjadi tuntutan dan motivasi tersendiri bagi anggota-anggota DPRD Tapanuli

Utara untuk lebih memperhatikan profesionalismenya sebagai konsekuensi dari

mandat yang diterima sebagai wakil rakyat, yaitu untuk memperhatikan dan

meningkatkan produktifitasnya sesuai keinginan konstituennya.

Secara khusus bagi para dewan yang mewakili konstituen di daerah

pemilihan (dapil) I, perlu untuk lebih progresif dalam memantau pembangunan

yang masih minim di beberapa titik tempat dalam dapil ini. Belum ada

peningkatan pembangunan secara signifikan bahkan dari periode sebelumnya.

Pembangunan desa, peningkatan taraf hidup, infrastruktur seperti jalan-jalan

(31)

(fakum) di tengah masyarakat. Selain itu, pergerakan pembangunan dalam

sektor-sektor kesehatan dan pengaspalan jalan-jalan lingkungan pedesaan masih belum

terealisasi dengan baik. Padalah, hal-hal tersebut adalah kebutuhan umum yang

sangat mendasar di daerah dapil ini. Kurangnya sentuhan pemerintah dalam

pembangunan ini menciptakan fenomena yang terkesan tidak terlalu diperhatikan

dan ini dikarenakan tidak ada peningkatan dan pergerakan pembangunan yang

secara kontras dirasakan oleh masyarakat selama periode jabatan mereka (anggota

DPRD di dapil I).

Dapil I Tapanuli Utara sangat berpotensi dan memiliki infrastruktur yang

cukup memadai baik itu dari segi alat transportasi, akses jalan yang

menghubungkan lintas antar kota, dan lainnya. Selain itu di dapil ini juga

memiliki potensi alam yang mempunyai prospek yang sangat bagus untuk

dikembangkan dan menguntungkan. Pengelolaanya dimungkinkan mampu untuk

meningkatkan investasi ekonomik, dan menjadi salah satu sumber dari

Pendapatan Asli Daerah (PAD), terutama pada sektor pertanian. Artinya peran

dari pada DPRD menjadi sangat penting untuk memberikan perhatian dan

pengawasan pengelolaannya terhadap pemerintah, karena hal tersebut akan

berdampak terhadap kehidupan dan juga ekonomi rakyat.

Dilihat dari interaksi dan komunikasi yang dibangun antara masyarakat dan

wakil-wakil mereka di Dapil I, memang belum menemukan relasi yang intim dan

kontras. Termasuk pada program masa reses DPRD Taput, masyarakat awam

(32)

tersebut. Masyarakat juga cenderung tidak mengetahui program ini dijalankan

kapan, di mana, dan bagaimana. Kurangnya sosialisasi di tengah masyarakat ini

menandakan adanya hubungan yang kurang baik di antara wakil dan yang

diwakili. Hal tersebut bukanlah hanya kesalahan pada masyarakat Tapanuli Utara

karena tidak terlalu memperhatikan kinerja DPRD Taput, akan tetapi peran dan

tanggung jawab DPRD secara oknum terhadap konstituen di dapil I seharusnya

dilakukan secara profesional pada masa program kerja DPRD Taput, dimana masa

reses tersebut dilakukan secara rutin setiap tahunnya.

Adanya kesenjangan yang terjadi dalam hubungan antara anggota DPRD

Taput dengan masyarakatnya, khususnya pelaksanaan masa reses di dapil I ini,

membuat peneliti merasa tertarik untuk menganalisis permasalahan tersebut pada

pelaksanaan reses tahun 2013. Dengan demikian, peneliti mengkonsepkannya

dalam sebuah judul penelitian, yaitu “Analisis Terhadap Hubungan Anggota Dprd

Dengan Konstituen Di Daerah Pemilihannya (Studi Analisis : Kegiatan Masa

Reses Anggota Dprd Tapanuli Utara Di Dapil I Pada Tahun 2013).

1.2 Perumusan Masalah

Dalam pelaksanaan pemerintahan di Indonesia, berbagai permasalahan

masih ditemukan alahan terkait lembaga DPRD. Baik itu tugas, fungsi, serta

realita antara hubungan yang dijalin wakil rakyat dengan rakyatnya, masih banyak

ditemukan permasalahan yang sangat kontras di tengah perpolitikan Indonesia.

(33)

menempatkan DPRD dalam mekanisme penyelenggaraan pemerintahan daerah

dan juga berkewajiban untuk menampung aspirasi masyarakat serta memajukan

kesejahteraan rakyat. Sehingga antara tugas dan fungsi formal sebagai

kelembagaan, dengan tugas dan fungsi utama sebagai yang mewakili rakyat di

pemerintahan, masing-masing memiliki mekanisme tersendiri yang sangat rumit

untuk dijalankan oleh para anggota DPRD.

Penelitian ini akan lebih mengarah pada permasalahan terkait fungsi DPRD

sebagai yang mewakili rakyat dengan melihat bagaimana pola hubungan mereka

dengan rakyatnya. Pola hubungan tersebut akan diteliti melalui mekanisme yang

telah menjadi program kerja DPRD pada umumnya, yaitu masa reses. Masa reses

yang tidak asing lagi ditelinga para anggota legislatif dan program ini sangat

menarik untuk diteliti, karena banyaknya permasalahan terkait efisiensi maupun

efektifitas dari program tersebut. Selain itu, waktu yang disediakan dalam masa

reses ini sangat singkat, sehingga tujuan dari masa reses ini juga diperhatikan

dalam bentuk-bentuk komunikasi politiknya, penyerapan aspirasi konstituen oleh

wakilnya (anggota DPRD), relasi yang dibangun, mekanisme atau tahapan reses

yang dilakukan, dan masih banyak permasalahan lain. Oleh karena itu banyak

peneliti yang ingin melihat fenomena reses ini sebagai suatu bahan kajian

penelitian.

Banyaknya kajian permasalahan tentang masa reses tidak memungkinkan

peneliti untuk menganalisis secara keseluruhan, dikarenakan keterbatasan waktu

(34)

lebih fokus. Dalam hal ini kajian analisis yang menjadi ketertarikan peneliti

adalah analisis terhadap cara yang dilakukan oleh anggota DPRD dalam masa

reses untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan konstituennya. Dengan

demikian sesuai dengan judul penelitian ini, hubungan wakil dengan

konstituennya akan dianalisis pada program kerja masa reses anggota DPRD

Kabupaten Taput di dapil I pada tahun 2013.

Maka dengan perumusan masalah tersebut, fokus dari penelitian ini

dikonsepkan dengan pertanyaan penelitian, yaitu :

1. Bagaimana anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara membangun

hubungan dengan konstituennya pada masa reses tahun 2013 di dapil I?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian pada umumnya dilakukan untuk memecahkan suatu

permasalahan dengan cara ilmiah, untuk itu penelitian ini bertujuan sebagai

berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana proses dan mekanisme dari masa reses yang

dilakukan oleh anggota DPRD Kabupaten Taput di dapil I.

2. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan yang terjalin antara

(35)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Secara akademis penelitian ini bermanfaat sebagai penambah referensi

bagi para mahasiswa, khususnya Departemen Ilmu Politik – FISIP USU

2. Bagi penulis penelitian ini sangat bermanfaat dalam mengembangkan

kemampuan berfikir dan menulis karya ilmiah di bidang politik dengan

melihat fenomena politik yang terjadi.

3. Hasil penelitian ini dapat menambah informasi dan pengetahuan tentang

bagaimana program reses oleh lembaga DPRD, serta menjadi sumbangan

pemikiran bagi semua kalangan dalam membuat penelitian mengenai

legislatif.

1.5 Kerangka Teori

Dalam sebuah penelitian, teori sangat dibutuhkan untuk acuan dan pisau

analisis untuk melihat fenomena apa yang akan dianalisis dan kemudian

dikembangkan menjadi sebuah tolak ukur dalam melakukan keakuratan analisis

baik itu argumentasi maupun pengamatan yang dilakukan dengan teori tersebut

sebagai dari dasar yang diketahui peneliti, adapun teori yang digunakan dalam

penelitian ini adalah :

1. Teori Perwakilan Politik

2. Teori Komunikasi Politik

1.5.1 Teori Perwakilan Politik

Konsep perwakilan merujuk kepada seseorang atau suatu kelompok tertentu

(36)

memperjuangkan hak politik atas nama suatu kelompok yang lebih besar. Banyak

ahli yang mendefinikan perwakilan (representation) dengan variasi argumentasi dan analisis yang berbeda-beda, di antaranya adalah :

a. Alfred de Grazia mendefinisikan representasi sebagai hubungan antara dua

orang, wakil dengan pihak yang mewakilinya (konstituen), dimana wakil

memegang otoritas untuk melaksanakan beberapa aksi yang mendapat

persetujuan dari konstituennya.

b. Hanna Penichel Pitkin (1957) mendefinisikannya sebagai proses mewakili,

di mana wakil bertindak dalam rangka bereaksi kepada kepentingan pihak

yang diwakili. Wakil bertindak sedemikian rupa sehingga diantara wakil

dan pihak yang diwakili tidak terjadi konflik dan jika pun terjadi, maka

harus mampu meredakan dengan penjelasan.

c. Miriam Budiardjo menganggap perwakilan adalah konsep bahwa seorang

atau suatu kelompok mempunyai kemampuan atau kewajiban untuk bicara

dan bertindak atas nama suatu kelompok yang lebih besar.

Negara-negara di dunia khususnya negara modern cenderung memiliki

kadar persoalan yang sangat rumit terkait perubahan demografi, wilayah, maupun

kebutuhan-kebutuhan dari negara tersebut. Ditinjau dari kompleksitas

permasalahannya persoalan ini terjadi karena tidak setiap anggota masyarakat

mampu memberikan jawaban terhadap persoalan tersebut. Maka diperlukan

sekelompok orang yang memiliki keahlian dan benar-benar dapat menjawab

(37)

Seiring dengan perjalanan transisi demokrasi yang dianggap banyak negara

sebagai model pemerintahan dan ideologi yang lebih baik, maka muncul juga

konsep perwakilan sebagai jawaban atas persoalan yang terjadi. Konsep ini

merupakan solusi terhadap kondisi pertumbuhan dan perkembangan penduduk

baik secara kualitas maupun kuantitas, serta kenyataan atas kebutuhan negara

modern yang memiliki wilayah yang sangat besar, sehingga sangat mustahil untuk

tetap menerapkan mekanisme dan sistem demokrasi langsung. Implikasinya

adalah dibutuhkan lembaga-lembaga yang menjadi media penghubung antara

pemerintah dengan masyarakat. Lembaga-lembaga inilah yang akan mewakili

kepentingan-kepentingan politik masyarakat di tingkat pemerintahan

(suprastruktur politik). Lembaga perwakilan ini sering dikenal dengan lembaga legislatif.

Fungsi lembaga legislatif terdiri atas fungsi perwakilan politik, fungsi

perundang-undangan, dan fungsi pengawasan.10

1. Melalui fungsi perwakilan politik, lembaga legislatif/lembaga perwakilan

membuat kebijakan atas nama anggota masyarakat yang secara

keseluruhan terwakili di dalam lembaga tersebut. Dalam hal ini, lembaga

legislatif/lembaga perwakilan rakyat bertindak sebagai pelindung

kepentingan dan penyalur aspirasi masyarakat yang diwakilinya.

Berikut akan dijelaskan

fungsi-fungsi tersebut:

10

(38)

2. Melalui fungsi perundang-undangan, lembaga legislatif/lembaga

perwakilan rakyat memuaskan kepentingan dan aspirasi anggota

masyarakat ke dalam kebijaksanaan formal dalam bentuk undang-undang.

Dalam fungsi ini tergolong pula kewenangan untuk menghasilkan

anggaran pendapatan dan belanja negara, mengusulkan suatu rencana

undang-undang dan mengubah suatu undang-undang (amandemen).

3. Melaui fungsi pengawasan, lembaga ini melindungi kepentingan rakyat,

sebab melalui penggunaan kekuasaan yang dilandasi oleh fungsi ini,

lembaga legislatif/lembaga perwakilan rakyat dapat mengoreksi semua

kegiatan lembaga kenegaraan lainnya melalui pelaksanaan berbagai

haknya. Dengan demikian, tindakan-tindakan yang dapat mengabaikan

kepentingan anggota masyarakat dapat diperbaiki.

Adanya lembaga perwakilan rakyat adalah sebagai ciri dari pemerintahan

yang dikendalikan oleh rakyat sebagaimana yang diajarkan dalam teori

demokrasi. Proses pemerintahan yang berjalan secara demokratis dan diproses

oleh wakil-wakil rakyat dalam suatu lembaga perwakilan rakyat merupakan esensi

dari konsepsi demokrasi perwakilan lembaga legislatif.

Pola hubungan wakil dan terwakili akan menentukan fokus perwakilan.

Siapa yang menjadi pusat perhatian wakil dalam menunaikan tugasnya akan

sangat menentukan wakil apakah berhadapan dengan individu, masyarakat umum,

(39)

menentukan pola perwakilan, apakah wakil mandiri (wali) atau gradasi diantara

keduanya (politico). Corak perwakilan inilah yang nantinya akan menentukan perjalanan transisi demokrasi. Hubungan wakil yang erat dengan konstituennya

akan menempatkan konstituen di posisi penting, sehingga aspirasi konstituen

menjadi hal yang harus diperjuangkan wakil. Demikian pula ketersediaan

mekanisme bagi konstituen untuk berkomunikasi dengan wakilnya akan

meminimalkan terjadinya oligarki perwakilan atau distorsi aspirasi sebagaimana lazimnya terjadi dalam demokrasi perwakilan.

Keterlibatan rakyat dalam pembuatan keputusan yang mengikat, terefleksi

dengan adanya lembaga perwakilan rakyat. Keberadaan lembaga perwakilan

rakyat atau lembaga legislatif merupakan salah satu instrumen penting dalam

suatu negara yang menganut paham dan ajaran demokrasi. Partisipasi rakyat yang

efektif dalam proses pembuatan keputusan adalah ketika sepanjang proses

pembuatan keputusan yang mengikat, warga negara harus memiliki kesempatan

yang cukup dan kesempatan yang sama untuk mengemukakan pilihan mereka

mengenai hasil akhir. Proses pembuatan keputusan tersebut, harus mempunyai

kesempatan-kesempatan yang cukup dan sama untuk menempatkan

masalah-masalah dalam agenda dan menyertakan alasan mengapa diambil keputusan yang

itu dan bukan yang lain.11

11

(40)

Di samping itu, rakyatpun berkesempatan untuk mengawasi jalannya

kekuasaan pemerintahan melalui wakil-wakil mereka yang duduk dalam lembaga

perwakilan dan lembaga legislatif. Peranan perwakilan Badan Legislatif pada

hakikatnya berkenaan dengan masalah antar hubungan badan tersebut, terdapat

anggota badan legislatif, dengan anggota masyarakat yang diwakili mereka secara

individu, berdasarkan kelompok maupun secara keseluruhan.12

Berdasarkan kajian teori perwakilan terhadap analisa dan

pandangan-pandangan para pemikir ilmu politik, setidaknya ada lima konsep dasar

perwakilan yang umum yang terjadi. Kelima konsep dasar perwakilan tersebut

yaitu :

Pandangan yang

melihat hubungan tersebut merupakan salah satu masalah pokok di dalam

kehidupan sistem politik pada umumnya, dan di dalam proses Badan Legislatif

pada khususnya.

1. Delegated Representation, yaitu seorang wakil diartikan sebagai juru bicara atas nama kelompok yang diwakilinya. Dengan demikian, seorang wakil

tidak boleh bertindak di luar kuasa yang memberi mandat.

2. Microcosmic Representation, konsep ini menunjukkan bahwa adanya kesamaan sifat-sifat antara mereka yang diwakili dengan diri sang wakil.

Karenanya kebutuhan ataupun tuntutan wakil adalah juga kebutuhan

mereka-mereka yang diwakili. Dalam konsep ini masalah kuasa dan hal-hal

12

(41)

yang harus dilakukan tidak pernah menjadi persoalan krusial antara wakil

dan yang diwakili oleh karena kesamaan sifat yang dimiliki.

3. Simbolyc Representation. Dalam simbolyc representation tidak dipersoalkan juga mengenai masalah kuasa atau hal-hal yang harus dilakukan. Konsep ini

hanya menunjukkan bahwa wakil melambangkan identitas atau kualitas

golongan/kelas orang-orang tertentu yang diwakilinya, dan merupakan

bentuk perwakilan yang hendak memperlihatkan bahwa mereka-mereka

yang mewakili kelompok tertentu melambangkan identitas atau kualitas klas

atau golongan yang tengah diwakilinya.

4. Elective Representation, konsep ini dianggap belum menggambarkan kuasa atau hal-hal yang harus dilakukan wakil mereka, sehingga belum

menjelaskan tentang hubungan antara wakil dengan yang memilihnya.

5. Party Repressentation, individu-individu dalam lembaga perwakilan merupakan wakil dari partai politik (atau konstituen) yang diwakilinya.

Semakin meningkatnya organisasi dan disiplin partai mendorong lahirnya

party bosses dan party caucauses. Para wakil dalam lembaga perwakilan menjadi wakil dari organisasi /partai politik yang bersangkutan.

Gilbert Abcarian menyodorkan 4 (empat) macam tipe menyangkut hubungan

antara si wakil dengan yang diwakilinya, yaitu :

a. Si wakil bertindak sebagai ‘wali’ (trustee), diartikan bahwa si wakil bebas bertindak atau mengambil keputusan menurut pertimbangannya sendiri

(42)

b. Si wakil bertindak sebagai ‘utusan’ (delegate). Dalam hal ini si wakil sebagai utusan atau duta dari yang diwakilinya. Si wakil dalam melakukan

tugasnya selalu mengikuti instruksi dan petunjuk dari yang diwakilinya.

c. Si wakil bertindak sebagai ‘politico’, menurut tipe ini si wakil kadang-kadang bertindak sebagai wali (trustee) dan ada kalanya bertindak sebagai utusan (delegate). Tindakannya tergantung pada issue (materi) yang dibahas.

d. Si wakil bertindak sebagai ‘partisan’. Dalam tipe ini si wakil bertindak

sesuai dengan keinginan atau program partai (organisasi) si wakil setelah

si wakil dipilih oleh pemilihnya (yang diwakilinya), maka lepaslah

hubungan dengan pemilih dan mulailah hubungannya dengan partai

(organisasi) yang mencalonkannya dalam pemilu.

Konsep perwakilan pun dapat dilihat dari sudut pandang hubungan antara

wakil dan yang diwakili. Berdasarkan sudut pandang ini, dikenal ada empat teori

perwakilan, yaitu :

a. Teori Mandat

Teori mandat yang sering disebut dengan functional representation, pertama kali dikenalkan oleh J.J. Rousseau. Wakil dilihat sebagai penerima mandat dimana

ia harus merealisasikan kekuasaan pihak yang diwakilinya dalam proses

kehidupan politik. Atau dengan kata lain, teori ini pada dasarnya berasumsi bahwa

(43)

oleh orang-orang yang memberikan mandat. Hal demikian mengharuskan segala

tindakat, bahkan termasuk sikap dan perilaku dari wakil harus senantiasa

bersesuaian dengan kehendak dari orang-orang yang memberikan mandat. Sesuai

dengan perkembangan dari teori mandat ini, berkembang atas dasar asumsi

tentang kualitas mandat yang menjadi dasar hubungan antara seorang wakil

dengan orang-orang yang diwakilinya. Bila terjadi perbedaan pandangan, sikap

dan tindakan antara wakil dengan fihak yang diwakili, dapat berakibat turunnya

reputasi para wakil.

Beberapa variasi di dalam teori mandat ini terdiri dari :

1. Mandat imperatif, berarti bahwa hubungan antara wakil dengan orang

yang diwakili itu terbatas pada instruksi yang disampaikan oleh

orang-orang yang mewakilinya itu. Wakil tidak diperbolehkan bertindak

melampui mandat yang telah diberikan dengan konsekuensi bahwa jika

hal itu dilakukan oleh wakil, maka hal demikian tidak berada pada

hubungan yang benar antara wakil dan orang yang memberikan

perwakilannya.

2. Mandat bebas, yang menyatakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai

seorang wakil maka semua tindakan yang dilakukan dipandang berada

pada bingkai mandat yang diberikan. Seluruh aspek yang secara logis

menjadi dasar dari mandat yang diberikan kepada seorang wakil

(44)

dengan demikian wakil bebas bertindak sesuai dengan batasan umum

yang dimandatkan kepada dirinya.

3. Mandat representatif, merupakan perkembangan kualitas mandat yang

bersifat umum. Dalam teori mandat representatif, duduknya seseorang di

dalam lembaga perwakilan dipandang mewakili keseluruhan kehendak

atau aspirasi orang yang memberikan mandat. Sebagai ciri khas dari

mandat ini, bahwa seorang wakil memberikan mandat kepada dirinya.

Mandat diberikan secara umum di dalam sistem tertentu yang kemudian

dikenal melalui Pemilu.

b. Teori Organ

Ajaran ini lahir di Prancis sebagai rasa ketidakpuasan terhadap ajaran teori

mandat. Para sarjana mencari dan membuat ajaran/teori baru dalam hal hubungan

antara wakil dengan yang diwakilinya. Teori Organ diungkapkan oleh Von Gierke

(Jerman), bahwa negara merupakan satu organisme yang mempunyai alat-alat

perlengkapannya seperti : eksekutif, parlemen dan rakyat, yang semuanya itu

mempunyai fungsinya sendiri-sendiri namun antara satu dengan lainnya saling

berkepentingan. Dengan demikian maka setelah rakyat memilih lembaga

perwakilan mereka tidak perlu lagi mencampuri lembaga perwakilan tersebut dan

lembaga ini bebas menjalankan fungsinya sesuai dengan kewenangan yang

(45)

c. Teori sosiologi

Ajaran ini menganggap bahwa lembaga perwakilan bukan merupakan

bangunan politis, akan tetapi merupakan bangunan masyarakat (sosial). Para

pemilih akan memilih wakil-wakilnya yang dianggap benar-benar ahli dalam

bidang kenegaraan yang akan bersungguh-sungguh membela kepentingan para

pemilih. Sehingga lembaga perwakilan yang terbentuk itu terdiri dari

golongan-golongan dan kepentingan yang ada dalam masyarakat. Artinya bahwa lembaga

perwakilan itu tercermin dari lapisan masyarakat yang ada. Yang membahas teori

ini dipelopori oleh Rieker.

d. Teori hukum obyektif

Leon Duguit mengatakan bahwa hubungan antara rakyat dan parlemen

dasarnya adalah solidaritas. Wakil-wakil rakyat dapat melaksanakan dan

menjalankan tugas kenegaraannya hanya atas nama rakyat. Sebaliknya rakyat

tidak akan dapat melaksanakan tugas kenegaraannya tanpa memberikan dukungan

kepada wakil-wakilnya dalam menentukan wewenang pemerintah. Dengan

demikian ada pembagian kerja antara rakyat dan parlemen (Badan Perwakilan

Rakyat). Keinginan untuk berkelompok yang disebut solidaritas adalah

merupakan dasar dari hukum dan bukan hak-hak yang diberikan kepada

(46)

1.5.2 Teori Komunikasi Politik

Secara sederhana bisa disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses

pertukaran pesan antara komunikator kepada komunikan dimana proses itu

merupakan cara dasar untuk mempengaruhi perubahan perilaku dan yang

mempersatukan proses psikologi seperti persepsi, pemahaman dan motivasi untuk

memperoleh kesamaan makna. Seseorang dapat merubah sikap, pendapat dan

perilaku orang lain apabila komunikasi atau pesan yang disampaikannya

komunikatif atau komunikasinya efektif. Sedangkan komunikasi politik

merupakan segala bentuk komunikasi yang terjadi dalam suatu sistem politik dan

antar sistem tersebut dengan lingkungannya, yang mencakup jaringan komunikasi

(organisasi, kelompok, media massa dan saluransaluran khusus) dan determinan

sosial ekonomi dari pola-pola komunikasi yang ada pada sistem tersebut. Atau

dengan kata lain komunikasi politik adalah komunikasi yang melibatkan

pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan,

pemerintahan, dan kebijakan pemerintah.

Berdasarkan pandangan politik (klasik, kekuasaan, kelembagaan,

fungsionalis, atau konflik) komunikasi politik adalah proses komunikasi yang

menyangkut interaksi pemerintah pemerintah dan masyarakat, dalam rangka

proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan

bersama bagi masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu. Menurut

Michael Rush dan Philip Althoff komunikasi politik adalah merupakan proses

(47)

individu-individu yang satu dengan kelompok-kelompoknya pada semua tingkat

masyarakat.13 Sementara itu, Karl W. Deutsch mendefinisikan bahwa komunikasi

politik adalah transmisi informasi yang relevan secara politis dari satu bagian

sistem politik kepada sistem politik yang lain, dan antara sistem sosial dan sistem

politik yang merupakan unsur dinamis dari suatu sistem politik, sehingga hasil

yang dicapai dapat mempengaruhi pembahasan suatu kebijaksanaan yang

ditujukan untuk kepentingan umum.14

Istilah dan proses dari komunikasi politik itu sendiri adalah sebagai berikut :

1. Komunikator/Sender (Pengirim pesan)

2. Encoding (Proses penyusunan ide menjadi simbol/pesan)

3. Message (Pesan)

4. Media (Saluran)

5. Decoding (proses pemecahan/ penerjemahan simbol-simbol)

6. Komunikan/Receiver (Penerima pesan)

7. Feed Back (Umpan balik, respon)

A. Fungsi Komunikasi Politik

Fungsi komunikasi politik mempunyai makna dan arti yang sangat penting

dalam setiap proses politik dalam sebuah sistem politik baik itu oleh infra maupun

supra struktur politik. Sudijono Sastroadmodjo menyatakan bahwa :

13

Michael Rush Dan Philip Althoff. 2002. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta. Rajawali Press. Hlm 23

14

(48)

“fungsi komunikasi politik itu adalah fungsi struktur politik menyerap berbagai aspirasi, pandangan-pandangan dan gagasan-gagasan yang berkembang dalam masyarakat dan menyalurkan sebagai bahan dalam penentuan kebijaksanaan.Selain itu, fungsi komunikasi politik juga merupakan fungsi penyebarluasan rencana-rencana atau kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah kepada rakyat.Dengan demikian fungsi ini membawakan arus informasi timbal balik dari rakyat kepada pemerintah dan dari pemerintah kepada rakyat”. 15

Komunikasi politik juga memiliki fungsi-fungsi tertentu dalam setiap sistem

sosial. Menurut A.W. Widjaja16

a. Informasi : pengumpulan, penyimpanan, pemprosesan, penyebaran berita,

data, gambar, fakta dan pesan opini dan komentar yang dibutuhkan agar

dapat dimengerti dan bereaksi secara jelas terhadap kondisi lingkungan

dan orang lain agar dapat mengambil keputusan yang tepat.

fungsi komunikasi politik dalam setiap sistem

sosial meliputi beberapa hal berikut :

b. Sosialisasi (pemasyarakatan) : penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang

memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat

yang efektif sehingga ia sadar akan fungsi sosialnya sehingga ia dapat aktif

di dalam masyarakat.

c. Motivasi : menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek maupun

jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihannya dan

keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan

tujuan bersama yang akan dikejar.

15

Sudijono Sastroadmodjo. 1995. Perilaku Politik. Semarang : IKIP Semarang Press. Hlm 123. 16

(49)

d. Perdebatan dan diskusi : menyediakan dan saling menukar fakta yang

diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan

perbedaan pendapat mengenai masalah publik.

B. Paradigma Komunikasi Politik

Komunikasi politik mendapat sejumlah keuntungan dan sekaligus

mengalami banyak kesulitan karena fenomena komunikasi politik itu menjadi

luas, ganda dan multi paradigma. Komunikasi politik dapat diterangkan

berdasarkan empat perspektif atau paradigma yaitu meliputi paradigma

mekanistis, paradigma psikologis, paradigma interaksional dan paradigma

pragmatis.

1. Paradigma Mekanistis

Paradigma mekanistis dalam komunikasi politik adalah model yang paling

lama dan paling banyak dianut sampai sekarang. Berdasarkan doktrin ini

komunikasi dikonseptualisasikan sebagai proses yang mekanis di antara manusia.

Dalam komunikasi politik paradigma mekanistis banyak didominasi pada studi

mengenai pendapat umum, propaganda, perang urat saraf, kampanye, pengaruh

media massa terhadap sosialisasi politik dan peranan komunikasi terhadap

partisipasi politik, dan hal ini masih dominan dan populer di Indonesia. Paradigma

mekanistik adalah paradigma yang paling tua dan tunduk pada dominasi ilmu

(50)

2. Paradigma Psikologis

Konseptual paradigma psikologis dapat digambarkan sebagai sikap,

keyakinan, motif, dorongan, citra, konsep diri, tanggapan dan persepsi yang dapat

menjadi penangkal atau sebaliknya dari rangsangan yang menyentuh individu.

Komunikasi dalam model paradigma psikologis merupakan masukan dan luaran

stimuli yang ditambahkan dan diseleksi dari stimuli yang terdapat dalam

lingkungan informasi. Dasar konseptual model ini, ialah bahwa penerima adalah

penyandi yang aktif atas stimuli terstruktur yang mempengaruhi pesan dan

salurannya.

3. Paradigma Interaksional

Paradigma komunikasi politik perspektif ini merupakan reaksi atas

paradigma mekanistis dan psikologis. Paradigma komunikasi jenis ini

dikonseptualisasikan sebagai interaksi manusiawi pada masingmasing individu.

Karakteristik utama dari paradigma interaksional, adalah penonjolan nilai

karakteristik individu di atas segala pengaruh yang lain karena manusia dalam

dirinya memiliki esensi kebudayaan, saling berhubungan, masyarakat dan buah

pikiran. Setiap bentuk interaksi sosial dimulai dengan mempertimbangkan diri

manusia. Sehingga paradigma ini dianggap paling manusiawi di antara semua

paradigma komunikasi yang ada.

4. Paradigma Pragmatis

Perspektif ini relatif baru dan masih dalam proses perkembangan, hal ini

(51)

tindakan yang diamati, yaitu tindakan atau perilaku yang berurutan dalam konteks

waktu dalam sebuah sistem sosial. Perspektif pragmatis, tindakan dan perilaku

bukan hasil atau efek dari proses komunikasi melainkan tindakan atau perilaku itu

sendiri sama dengan komunikasi. Dalam pragmatis berkomunikasi dan

berperilaku adalah sama-sama komunikasi, sehingga berperilaku secara politik

maka sama dengan tindakan komunikasi politik. Dalam perspektif pragmatis

sesungguhnya yang terjadi adalah komunikasi (tindakan atau perilaku). Dalam

komunikasi politik paradigma pragmatis adalah sebuah bentuk komunikasi politik

yang penting.

C. Bentuk Komunikasi Politik

Komunikasi Politik merupakan hubungan dua arah antara wakil dan

konstituennya dengan melakukan kontak politik. Kontak politik antara wakil dan

konstituennya biasanya memperlihatkan bentuk-bentuk tertentu.17

A.W Widjaja membagi bentuk-bentuk komunikasi politik ke dalam tiga

kelompok, yaitu :

a. Komunikasi personal, yaitu komunikasi yang ditujukan kepada sasaran

yang tunggal, bentuknya dapat berupa tukar pikiran dan sebagainya.

Komunikasi personal efektifitasnya paling tinggi karena komunikasinya

timbal balikmdan terkonsentrasi.

17

(52)

b. Komunikasi kelompok, yaitu komunikasi yang ditujukan kepada kelompok

yang tertentu. Kelompok adalah suatu kumpulan manusia yang

mempunyai antar hubungan sosial yang nyata dan memperlihatkan struktur

yang nyata pula. Bentuk komunikasi ini adalah : ceramah, briefing,

indoktrinasi, penyuluhan dan sebagainya.

c. Komunikasi massa, yaitu komunikasi yang ditujukan kepada massa atau

komunikasi yang menggunakan media massa. Massa disini adalah

kumpulan orang-orang yang hubungan antar sosial tidak jelas dan tidak

mempunyai struktur tertentu.

1.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menerapkan metode kualitatif deskriptif yang bersifat analisis

terhadap suatu gejala atau fenomena yang kemudian disinkronkan dengan teori

yang digunakan dalam penelitian. Pendekatan Kualitatif diartikan sebagai

pendekatan yang menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dari

yang diamati.18

1.6.2 Lokasi Penelitian

Dengan demikian penelitian ini akan memberikan analisa dan

gambaran yang lebih riil atau detail mengenai suatu gejala atau fenomena tersebut

yaitu, masa reses anggota DPRD Taput di Dapil I.

Lokasi penelitian ini dilakukan pada lembaga DPRD di Kabupaten Tapanuli

Utara Provinsi Sumatera Utara yang beralamat di Jln. Sisingamangaraja No.194

18

(53)

Tarutung Sumatera Utara. Selain itu, untuk mengakuratkan analisis peneliti

dilakukan juga penelitian ke Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara yang mencakup 7

kecamatan, yakni Kecamatan Adiankoting, Pahae Jae, Pahae Julu, Purba Tua,

Siatas Barita, Simangumban, dan Tarutung.

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian, data sangat dibutuhkan sebagai acuan dan

untuk menjamin keakuratan analisis penelitian tersebut. Maka peneliti dalam hal

ini melakukan teknik pengumpulan data dengan cara pengumpulan data primer

dan data sekunder.19

1. Data Primer

Berikut akan diuraikan maksud dari pengumpulan data

tersebut :

Pengumpulan data primer dalam penelitian ini adalah melalui wawancara

(interview). Wawancara dilakukan dengan bertanya langsung kepada informan ataupun narasumber yang dianggap sesuai dengan objek penelitian, serta

melakukan tanya jawab secara mendalam terkait permasalahan yang ingin diteliti

kepada informan atau narasumber dalam objek penelitian ini. Dalam hal ini,

peneliti mengambil informan yaitu anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara

yang menjadi wakil rakyat pada daerah pemilihan I Tapanuli Utara dan beberapa

masyarakat dari daerah-daerah pemilihan tersebut. Selain itu, peneliti juga

19

(54)

mengambil data primer melalui data-data yang dimiliki oleh lembaga DPRD

Taput terkait program masa reses pada tahun 2013.

2. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini adalah mencari data dan

informasi melalui buku, internet, jurnal dan lainnya yang berkaitan dengan

masalah penelitian. Data-data tersebut hanya sebagai acuan untuk penulis

memiliki gambaran terhadap konsep yang akan dituliskan dalam penelitian ilmiah

ini. Selain itu, penulis juga mencari informasi dan referensi tambahan melalui

buku-buku terkait lembaga Legislatif (DPRD), seperti tata tertib lembaga

Legislatif, masa reses DPRD, maupun artikel-artikel dari majalah atau koran, dan

sebagainya yang bisa membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

1.6.4 Teknik Analisa Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang

lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan guna mencari makna dan implikasi

yang lebih luas dari hasil-hasil penelitian. Sesuai dengan jenis penelitian yang

menggunakan metode kualitatif, maka penelitian ini menggunakan beberapa

tahapan sebagai proses analisis untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

Tahapan pertama adalah data-data dikumpulkan dari lembaga terkait baik itu yang

masih mentah ataupun sudah disusun secara formal. Kemudian data-data tersebut

dianalisis sesuai dengan permasalahan yang ingin dianalisis oleh peneliti. Selain

(55)

peneliti untuk menganalisis yang akan dilakukan perbandingan terhadap konsep

yang ada pada data tertulis yang didapatkan sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk

menguatkan argumen dari hasil analisisnya.

1.7 Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dari penelitian ini, maka penulisan

dilakukan secara terperinci dan sistematis sebagai salah satu syarat penelitian

ilmiah. Penelitian ini terdiri atas 4 bab, yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika

penulisan.

BAB II : PROFIL DPRD KABUPATEN TAPANULI UTARA DAN DAPIL I

KABUPATEN TAPANULI UTARA

Bab ini akan menguraikan profil dari lembaga DPRD Kabupaten Taput

dengan menyertakan struktur organisasinya. Selain itu akan dijelaskan juga profil

dari dapil I yang menjadi fokus penelitian terhadap masa reses yang dilakukan

oleh anggota DPRD Taput.

BAB III: HUBUNGAN ANGGOTA DPRD KABUPATEN TAPANULI UTARA

(56)

Dalam bab ini akan dilakukan analisis terhadap hubungan anggota DPRD

Kabupaten Taput dengan konstituennya pada masa reses 2013 di Dapil I.

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini akan dipaparkan kesimpulan dan saran yang diperoleh dari

(57)

BAB II

PROFIL DPRD KABUPATEN TAPANULI UTARA DAN DAPIL I

2.1 Profil DPRD Kabupaten Tapanuli Utara

DPRD Kabupaten Tapanuli Utara merupakan lembaga perwakilan rakyat

daerah yang berkedudukan sebagai penyelenggara pemerintahan daerah

bersama-sama pemerintah daerah Kabupaten Tapanuli Utara. DPRD Kabupaten Tapanuli

Utara terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih

berdasarkan pemilihan umum.20

Sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang nomor 27 tahun 2009

tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, dan peraturan pemerintah nomor 16 tahun

2010 tentang pedoman penyusunan peraturan DPRD tentang tata tertib serta

peraturan DPRD Kabupaten Tapanuli Utara nomor 01 tahun 2010 tentang tata

tertib DPRD Kabupaten Tapanuli Utara Pasal 35 Ayat (1) menyebutkan bahwa

DPRD terdiri atas :

a. Fraksi-fraksi

b. Alat kelengkapan

c. Sekretariat

2.1.1 Fraksi-fraksi

Fraksi di lembaga DPRD Tapanuli Utara bertugas21

20

Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 01 tahun 2010 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tapanuli Utara, Pasal 2.

untuk :

21

(58)

1. Menentukan dan mengatur segala sesuatu yang menyangkut urusan fraksi

masing-masing

2. Meningkatkan kualitas, kemampuan, disiplin, daya guna dan hasil guna

para anggotanya dalam melaksanakan tugas yang tercermin dalam setiap

kegiatan DPRD

3. Menyampaikan pandangan umum dan kata akhir pada setiap pembahasan

rancangan peraturan daerah, APBD, dan LKPJ Kepala Daerah Kabupaten

Tapanuli Utara

4. Menerima, menyalurkan dan memperjuangkan aspirasi masyarakat.

Jumlah fraksi di lembaga DPRD Kabupaten Tapanuli Utara adalah tujuh

fraksi. Dengan melalui beberapa kali penyempurnaan kepengurusan fraksi-fraksi

selama periode 2009-2014, pada tahun 2013 ditetapkan kepengurusan fraksi-fraksi

sebagai berikut :

• Fraksi Partai Golkar

- Ketua : Ir. Reguel Simanjuntak

- Sekretaris : Sobar Sipahutar

- Anggota : 1. Bangun Lumbantobing

2. Mangisi Hasibuan, SE

• Fraksi Demokrat

- Ketua : Dapot Hutabarat, SE

- Wakil ketua : Roy Sahat Siregar

(59)

- Anggota : 1. Helman Silitonga

2. Jonson Siregar

• Fraksi PDI Perjuangan

- Ketua : Tiur Kalima Purba

- Sekretaris : Ir. Poltak Pakpahan

- Anggota : Ir. Ottoniyer MP. Simanjuntak

• Fraksi Hanura

- Ketua : Maulana Lumbangaol

- Sekretaris : Sihar Tambunan, SE

- Anggota : Betti N. Sidabutar, SE

• Fraksi Kebangkitan Bangsa

- Ketua : Ir. Tigor Lumbantoruan

- Sekretaris : Toman Balige Silitonga

- Anggota : 1. Renold Tampubolon, SE

• Fraksi Gerhana

- Ketua : Jonggi Lumbantobing

- Sekretaris : Joni Tombang Marbun

- Anggota : 1. David Hutabarat PPH. Hutabarat, ST

2. Sahat Sibarani, SE

3. Mosir Simbolon

(60)

• Fraksi Patriot Peduli, Rakyat/Buruh

- Ketua : Sanggam Lumbantobing

- W. Ketua : Saut Matondang, SH

- Sekretaris : Alamsa Sihombing, SE

- Anggota : 1. Parpunguan Sianturi, SE

2. Dorgis Hutagalung

3. Lancer Sianturi, SE

2.1.2 Alat Kelengkapan DPRD

Alat Kelengkapan DPRD berdasarkan Tata Tertib DPRD Kabupaten

Tapanuli Utara22

1. Pimpinan DPRD

adalah sebagai berikut :

Pimpinan DPRD adalah Ketua dan Wakil-wakil Ketua DPRD Kabupaten

Tapanuli Utara. Berikut adalah komposisi personalia pimpinan DPRD :

- Ketua : FL. Fernando Simanjuntak, SH, MH

- Wakil Ketua I : Ir. Ottoniyer MP.Simanjuntak

- Wakil Ketua II : Helman Silitonga

Pimpinan DPRD mempunyai Tugas23

22

Ibid..Pasal 3

sebagai berikut :

23

(61)

a. Memimpin sidang-sidang dan menyimpulkan hasil sidang untuk

diambil keputusan.

b. Menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara

Ketua dan wakil ketua

c. Melakukan Koordinasi dalam upaya menyinergikan pelaksanaan

agenda dan materi kegiatan dari Alat Kelemkapan DPRD.

d. Menjadi juru bicara DPRD

e. Melaksanakan dan memasyarakatkan Keputusan DPRD

f. Mewakili DPRD dalam berhubungan dengan Lembaga/Instansi

lainnya

g. Mengadakan Konsultasi dengan Kepala Daerah dan Instansi

Pemerintah lainnya sesuai dengan Keputusan DPRD

h. Mewakili DPRD dan/atau Alat kelengkapan DPRD di pengadilan

i. [Melaksanakan Keputusan DPRD berkenan dengan penetapan

Sanksi atau Rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan

Peraturan Perundang-undangan.

j. Menyusun rencana Anggaran DPRD bersama Sekretariat DPRD

yang pengesahannya dilakukan dalam rapat Paripurna; dan

k. Menyampaikan laporan kinerja Pimpinan DPRD dalam rapat

Gambar

Tabel 1
Gambar 1

Referensi

Dokumen terkait

Melalui kegiatan komunikasi politik oleh lembaga perwakilan rakyat (DPRD) di daerah pemilihan sekaligus berfungsinya lembaga tersebut yang bekerja dalam suatu

Permasalahan yang melatarbelakangi penelitian ini adalah bagaimana cara anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) menanggapi tentang keterwakilan 30% Perempuan

Tanggungjawab DPRD sebagai wakil rakyat di daerah mengharuskan mereka untuk membangun komunikasi secara intensif dengan konstituennya untuk mengetahui berbagai

Dengan demikian, efektivitas pelaksanaan masa reses anggota DPRD Kota serang masa bhakti 2009-2014 tahun 2013 belum efektif karena tidak adanya sosialisasi kepada

Bagaimana hubungan karakteristik sosial ekonomi anggota koperasi (umur, tingkat pendidikan, masa keanggotaan dan jumlah tanggungan) dengan pelaksanaan prinsip- Untuk

Pengumuman tentang Agenda Reses Anggota DPRD Kota Malang Masa Jabatan 2019-2024 Masa Reses I Tahun 2019.. 1(Satu) Berkas Disampaikan dengan hormat untuk

Aspirasi masyarakat atau hasil reses DPRD Kota Pekanbaru adalah hasil kunjungan Anggota DPRD Kota Pekanabaru ke konstituen pada masing-masing daerah pemilihan untuk

Pengalaman anggota DPRD Kota Makassar yang pernah duduk dalam lembaga legislatif sebelumnya berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang diembannya saat