Analisis Terhadap Hubungan Anggota Dprd Dengan Konstituen Di Daerah Pemilihannya
(Studi Analisis : Kegiatan Masa Reses Anggota DPRD Tapanuli Utara Di Dapil I Pada Tahun 2013)
Josmagel Harapan Sianturi (10906050)
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
Josmagel Harapan Sianturi (100906050)
Analisis Hubungan Anggota DPRD dengan Konstituen di Daerah Pemilihannya (studi Analisis: Kegiatan Masa Reses DPRD Tapanuli Utara di Dapil I Pada Tahun 2013)
Rincian isi skripsi, 114 halaman, 17 buku, 1 gambar, 1 bagan, 1 tabel, 3 jurnal, 7 peraturan perundang-undangan, 2 situs internet, serta 2 kutipan wawancara.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana mekanisme pelaksanaan program masa reses lembaga DPRD dan untuk mengetahui bagaimana hubungan yang terjalin di antara anggota DPRD dengan konstituen di daerah pemilihannya pada pelaksanaan masa reses. Masa reses adalah salah satu program dan kegiatan lembaga legislatif di luar kantor yang digunakan untuk mengunjungi konstituen di daerah pemilihannya. Kunjungan ke daerah pemilihan tersebut guna menjaring aspirasi masyarakat dan memantau perkembangan yang terjadi di tengah konstituennya. Dalam hal ini, penelitian ini dikhususkan pada pelaksanaan masa reses anggota-anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2013 di Dapil I (Kecamatan Tarutung, Adiankoting, Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua, Siatas Barita, dan Simangumban).
Penelitian ini termasuk jenis penelitian yang bersifat deskriptif dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Pada penelitian ini juga, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara
(interview) yang ditujukan kepada masyarakat/konstituen dan anggota-anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara yang merupakan perwakilan di Dapil I Tapanuli Utara. Selain itu, data primer ini juga didapatkan melalui pengumpulan data-data hasil pelaksanaan masa reses DPRD Tapanuli Utara pada tahun 2013. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mencari data dan informasi melalui buku, internet, dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan masalah penelitian.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE
Josmagel Harapan Sianturi (100906050)
Analysis of the Constituent Assembly Members Relations in Regions His election (Study Analysis: Recess Period Activities Council North Tapanuli in Dapil I In the Year 2013)
Content: 114 pages, 17 books, 1 picture, 1 chart, 1 tables, 3 journals, 7 laws, 2 websites and 2 interviews
ABSTRACT
This research aims to determine how the program implementation mechanism recess and local legislative bodies to determine how the relationship between the constituent members of Parliament in the constituency on the implementation of the recess. Recess is one of the programs and activities of the legislature outside the office that used to visit constituents in the constituency. A visit to the constituency in order to capture the aspirations of the people and monitor the developments taking place in the middle of its constituents. In this regard, this study is devoted to the implementation of the recess of the members of parliament of North Tapanuli in 2013 in the first electoral district (the District Tarutung, Adiankoting, Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua, Siatas Banta, and Simangumban).
This research is a descriptive study using qualitative analysis methods. In this study, the authors used data collection techniques by collecting primary data and secondary data. Primary data were collected through interviews (interviews), addressed to the people / constituents and members of parliament of North Tapanuli which is representative in the first electoral district of North Tapanuli. In addition, primary data was also obtained through data collection implementation results recess North Tapanuli Parliament in 2013. While the secondary data collection is done by searching the data and information through books, the internet, and journals related to the research problem.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Bapa di Surga, atas
rahmat dan karuniaNya yang telah dianugerahkan kepada penulis, sehingga
mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Terhadap Hubungan
Anggota DPRD dengan Konstituen di Daerah Pemilihannya (Studi Analisis :
Kegiatan Masa Reses DPRD Tapanuli Utara di Dapil I Pada Tahun 2013”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Tony P.Situmorang,
M.Si, sebagai dosen pengajar dan dosen pembimbing penulis, yang selama ini
telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, masukan dan ilmunya
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan maksimal.
Ucapan terimakasih yang tidak terhingga terucap dari rasa ikhlas penulis, agar apa
yang telah diberikannya dibalaskan dengan keberkahan oleh Tuhan Yang Maha
Esa.
Secara khusus penulis juga menyampaikan rasa hormat dan kasih sayang
yang tidak terhingga kepada kedua orang tua saya tercinta, Bapak Dohar Sianturi
dan Ibunda Darli Panggabean, atas usaha keras mereka yang telah membesarkan,
menyayangi, dan mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada kedua adik saya, Irawati
Sofiana Sianturi dan Berlin Hermanto Sianturi yang telah memberi dukungan
Skripsi ini merupakan salah satu syarat agar dapat menyelesaikan
pendidikan Strata - 1 pada Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik. Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis juga mendapatkan
banyak bimbingan, nasehat, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terimakasih atas apa yang telah diberikan selama
proses awal hingga akhir penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih ini penulis
tujukan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik USU Medan.
2. Bapak Drs. Zakaria, M.SP, Pembantu Dekan I Bidang Akademik Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU.
3. Ibu Dra.T. Irmayani, M.Si, Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik USU.
4. Kepada seluruh dosen Departemen Ilmu Politik yang telah memberikan
pengajaran selama proses perkuliahaan. Juga terima kasih kepada Kak Ema
dan Pak Burhan yang membantu penulis dalam urusan administratif
kampus.
5. Buat sohib saya bung Handoko Hutasoit, thanks yah broo atas semua
dukungan, diskusi, dan curhat galau kita selama ini. Semangat terus bung!
6. Buat Chen Lorida Saragih, Ivander Sitinjak, Rinaldy, Andreas, Basa,
Departemen Ilmu Politik yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, sukses
buat semua.
7. Ucapan spesial buat pacar saya, Julianti Elisabet Samosir, S.Si yang
menemani dan menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
hingga akhir.
8. Kepada Ketua Dewan, Sekretaris Dewan (Bpk Drs. Janter Sinaga) dan Staf
bagian Risalah dan Persidangan (Bpk Posma Situmorang, BBA) yang telah
mengijinkan penulis untuk meneliti dan meminta data dari lembaga DPRD
Tapanuli Utara. Juga terima kasih kepada masyarakat dan anggota-anggota
dewan Tapanuli Utara yang telah bersedia diwawancarai.
9. Buat hamba-hamba Tuhan dan Gembala sidang, pelayan, jemaat, komsel
KKA Galilea dan Kaula Muda yang kocak-kocak di GSJA
Filadelfia-Medan, terima kasih buat doa dan dukungan rohani yang diberikan selama
ini.
10. Buat kawan-kawan Taruna Merah Putih (TMP) cabang Medan, khususnya
bang Nedo dan Farel, motivasi dan pemikiran-pemikiran kalian sangat
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga TMP makin
jaya ke depannya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan dan
kelemahan baik dari segi bobot ilmiah maupun tata bahasa. Oleh sebab itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih atas semua bantuan dan
dukungan dari semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini dan
kiranya skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan
kita.
Medan, Maret 2014
1.6.4 Teknik Analisa Data ... 33
1.7 Sistematika Penulisan ... 34
BAB II PROFIL DPRD KABUPATEN TAPANULI UTARA DAN DAPIL 1
BAB III HUBUNGAN ANGGOTA DPRD KABUPATEN TAPANULI UTARA DENGAN KONSTITUENNYA 3.1 Masa Reses DPRD Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2013 ... 69
3.2 Bentuk-Bentuk Hubungan anggota DPRD Tapanuli Utara Dengan Konstituen Pada Masa Reses ... 78
3.2.1 Dukungan Moral dan Politik Anggota DPRD Terhadap Konstituen ... 79
3.2.2 Forum-forum Publik ... 82
3.2.3 Kunjungan Lapangan Ke Daerah Pemilihan ... 86
3.2.4 Keterlibatan Dewan Dalam Acara-Acara Ceremonial Masyarakat ... 88
3.3 Analisis Hubungan DPRD Tapanuli Utara dengan
Konstituen di Dapil I ... 93 3.3.1 Kesenjangan Hubungan Perwakilan DPRD
Tapanuli Utara Dengan konstituen ... 95 3.3.2 Kurangnya Kepercayaan Konstituen Terhadap
Kredibilitas anggota DPRD ... 100 3.3.3 Sikap Egoism Dewan dan Masyarakat ... 103
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ... 106 4.2 Saran ... 109
DAFTAR PUSTAKA ... 112
DAFTAR LAMPIRAN:
Lampiran 1. Pedoman Wawancara Untuk Anggota-Anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara yang Mewakili Dapil I
Lampiran 2. Pedoman Wawancara Untuk Masyarakat/Konstituen di Dapil I Lampiran 3. Pedoman Wawancara Untuk Sekretariat DPRD Tapanuli Utara Lampiran 4. Surat Perintah Tugas (SPT) DPRD Tapanuli Utara Untuk
Melaksanakan Tahap I, II, Dan III Masa Reses Tahun 2013 di Dapil I Lampiran 5. Contoh Hasil Laporan Anggota DPRD Tapanuli Utara yang Telah
Melaksanakan Masa Reses Tahun 2013 di Dapil I
Lampiran 7. Contoh Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) yang Dilaporkan Kembali Oleh Para Dewan Melalui Sekretariat DPRD
Lampiran 8. Dokumentasi Wawancara Dengan Anggota-Anggota DPRD Tapanuli Utara yang Mewakili Dapil I
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1 Jumlah Penduduk Dan Luas Wilayah Dapil I Kabupaten
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR BAGAN
Halaman Bagan 1 Struktur Organisasi Sekretriat DPRD Kabupaten
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
Josmagel Harapan Sianturi (100906050)
Analisis Hubungan Anggota DPRD dengan Konstituen di Daerah Pemilihannya (studi Analisis: Kegiatan Masa Reses DPRD Tapanuli Utara di Dapil I Pada Tahun 2013)
Rincian isi skripsi, 114 halaman, 17 buku, 1 gambar, 1 bagan, 1 tabel, 3 jurnal, 7 peraturan perundang-undangan, 2 situs internet, serta 2 kutipan wawancara.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana mekanisme pelaksanaan program masa reses lembaga DPRD dan untuk mengetahui bagaimana hubungan yang terjalin di antara anggota DPRD dengan konstituen di daerah pemilihannya pada pelaksanaan masa reses. Masa reses adalah salah satu program dan kegiatan lembaga legislatif di luar kantor yang digunakan untuk mengunjungi konstituen di daerah pemilihannya. Kunjungan ke daerah pemilihan tersebut guna menjaring aspirasi masyarakat dan memantau perkembangan yang terjadi di tengah konstituennya. Dalam hal ini, penelitian ini dikhususkan pada pelaksanaan masa reses anggota-anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2013 di Dapil I (Kecamatan Tarutung, Adiankoting, Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua, Siatas Barita, dan Simangumban).
Penelitian ini termasuk jenis penelitian yang bersifat deskriptif dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Pada penelitian ini juga, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara
(interview) yang ditujukan kepada masyarakat/konstituen dan anggota-anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara yang merupakan perwakilan di Dapil I Tapanuli Utara. Selain itu, data primer ini juga didapatkan melalui pengumpulan data-data hasil pelaksanaan masa reses DPRD Tapanuli Utara pada tahun 2013. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mencari data dan informasi melalui buku, internet, dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan masalah penelitian.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE
Josmagel Harapan Sianturi (100906050)
Analysis of the Constituent Assembly Members Relations in Regions His election (Study Analysis: Recess Period Activities Council North Tapanuli in Dapil I In the Year 2013)
Content: 114 pages, 17 books, 1 picture, 1 chart, 1 tables, 3 journals, 7 laws, 2 websites and 2 interviews
ABSTRACT
This research aims to determine how the program implementation mechanism recess and local legislative bodies to determine how the relationship between the constituent members of Parliament in the constituency on the implementation of the recess. Recess is one of the programs and activities of the legislature outside the office that used to visit constituents in the constituency. A visit to the constituency in order to capture the aspirations of the people and monitor the developments taking place in the middle of its constituents. In this regard, this study is devoted to the implementation of the recess of the members of parliament of North Tapanuli in 2013 in the first electoral district (the District Tarutung, Adiankoting, Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua, Siatas Banta, and Simangumban).
This research is a descriptive study using qualitative analysis methods. In this study, the authors used data collection techniques by collecting primary data and secondary data. Primary data were collected through interviews (interviews), addressed to the people / constituents and members of parliament of North Tapanuli which is representative in the first electoral district of North Tapanuli. In addition, primary data was also obtained through data collection implementation results recess North Tapanuli Parliament in 2013. While the secondary data collection is done by searching the data and information through books, the internet, and journals related to the research problem.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di negara-negara yang menjalankan sistem demokrasi, pemilu merupakan
salah satu perwujudan dari kedaulatan rakyat. Rakyat menjadi pihak yang
menentukan dalam proses politik dengan memberikan suara mereka secara
langsung. Dengan adanya pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan
adil, secara tidak langsung rakyat memiliki otoritas dan posisi yang sangat
diutamakan untuk dapat melakukan pertukaran pemerintahan dengan jalan damai
berdasarkan peraturan yang telah disepakati.1
Pemilihan umum menjadi salah satu wadah yang bertujuan untuk
memberikan kesempatan pada masyarakat untuk menentukan siapa yang akan
mewakili mereka dalam lembaga legislatif dan siapa yang akan memimpin
mereka dalam lembaga eksekutif. Pemilihan umum juga wadah untuk menjaring
orang-orang yang benar-benar bisa dan mampu untuk masuk ke dalam lingkaran
elit politik, baik itu di tingkat daerah maupun di tingkat nasional. Di era reformasi
ini, sistem pemilu yang menjadi pilihan adalah sistem proporsional. Sistem ini Rakyat merupakan elemen penting
dalam melakukan pergantian kepemimpinan nasional. Oleh karena itu perlu
adanya mekanisme yang jelas dalam mengatur kekuasaan rakyat ini.
1
telah mengalami pergolakan dan perubahan dari sistem distrik yang berlaku
sebelumnya.
Adanya perwakilan rakyat dalam sebuah pemerintahan merupakan
legitimasi melalui pemilihan umum. Legitimasi tersebut berimplikasi terhadap
makna adanya persetujuan yang memperlihatkan pendelegasian kedaulatan rakyat
kepada wakil wakilnya di parlemen. Adanya legitimasi (keabsahan) pemerintah
adalah bersumber dari persetujuan rakyat itu sendiri. Pengaturan kedaulatan
rakyat tidak dapat dibatasi oleh pemerintah tanpa persetujuan rakyat dan
pemerintahan yang konstitusional (berdasarkan, melaksanakan dan tunduk kepada
hukum dan peraturan perundang-undangan) di mana kekuasaan yang dipegang
oleh sejumlah pemimpin (termasuk yang dipegang oleh anggota badan legislatif)
dikontrol oleh rakyat.
Di indonesia lembaga negara yang menjadi wakil rakyat di pemerintahan
adalah Dewan Perwakiran Rakyat (DPR) atau DPRD untuk tingkat daerah.
Lembaga ini sebagai salah satu wujud dari realisasi demokrasi di Indonesia,
dimana dalam sistem yang dilakukan sebuah negara demokrasi harus
menempatkan rakyat sebagai posisi terpenting sebagai bentuk kedaulatan rakyat
yang sesungguhnya. Dikatakan demikian karena DPR/DPRD dipilih oleh rakyat,
sehingga difungsikan sepenuhnya bekerja untuk kepentingan rakyat dan sebagai
Peran DPRD di Indonesia dikonsepkan dalam dua bentuk perwakilan, yaitu
perwakilan politik dan perwakilan fungsional. Perwakilan politik diemban melalui
pemilihan umum sedangkan perwakilan fungsional dilakukan melalui
pengangkatan pada saat terpilih. Perlu dipahami lebih dalam bahwa perwakilan
politik harus tergambarkan dalam hubungan perwakilan, yang tersusun dalam
suatu lembaga atau badan perwakilan, dimana si wakil bertindak sebagai wakil
bagi rakyat yang diwakilinya. Hubungan ini akan memperlihatkan derajat dan
keterikatan antara si wakil dengan yang diwakilinya. Hal lain, erat kaitannya
dengan cara pencarian si wakil dan pelaksanaan tugas si wakil dalam rangka
pelaksanaan fungsi lembaga atau adanya badan perwakilan tersebut.
Pasca reformasi diberlakukan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah yang menggantikan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999.
Undang-undang tersebut kemudian direformulasikan terkait kewenangan otonomi
di daerah. Dikatakan dalam undang-undang tersebut bahwa DPRD merupakan
lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur
penyelenggaraan pemerintahan daerah.2 Sedangkan kewajiban anggota DPRD
diantaranya yaitu menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti
aspirasi masyarakat (Pasal 45).3
2
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 40.
Kewajiban ini secara spesifik juga diatur di dalam
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD, bahwa
anggota DPRD Kabupaten diantaranya mempunyai kewajiban menyerap dan
menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala, menampung
3Ibid
dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat, dan memberikan
pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah
pemilihannya.4
DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat berdasarkan UU di atas,
secara konseptual memegang tiga andil penting dalam bersinggungan dengan
masyarakat yang diwakilinya. Pertama, sebagai agen perumus agenda bagi masyarakat yang diwakilinya. Kedua, DPRD berperan sebagai lembaga yang mengemban misi pengelolaan konflik dalam masyarakatnya. Ketiga, DPRD adalah pengemban peran integratif dalam masyarakatnya. Peran perwakilan rakyat yang diemban oleh
DPRD bisa dimaknai sebagai peran keperantaraan. DPRD bukan hanya menjadi
perantara yang menjembatani pemerintah (eksekutif) dengan rakyatnya, namun juga
menjembatani ketegangan dari berbagai segmen dalam masyarakat yang saling
memperjuangkan kepentingannya.5
Anggota DPRD yang dipilih melalui pemilihan umum, dalam perwakilannya
memiliki masing-masing daerah pemilihan atau yang disingkat dengan dapil.6
4
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD Pasal 300 butir I, butir j, butir k.
Daerah pemilihan dalam sebuah daerah dibagi berdasarkan cakupan luas atau
lingkup wilayah tertentu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, setiap anggota
DPRD memiliki tanggung jawab atau dengan kata lain menjadi kewajiban untuk
5
http://www.geocities.com/aripsda/makalah/optimalisasi.htm, diakses tanggal 18 Desember 2013. 6
melakukan sebuah hubungan keterikatan dengan masyarakat khususnya masyarakat
yang ada di daerah pemilihannya. Masyarakat yang dimaksud tersebut disebut
dengan istilah “konstituen”. Konstituen atau Pemilih di daerah pemilihan
merupakan pemberi mandat kepada pihak yang harus diberi tanggung jawab,
masyarakat yang harus diwakili atau kelompok sasaran yang harus dilayani oleh
anggota parlemen.7
Lembaga Legislatif tidak seharusnya hanya diartikan sebagai badan yang
bertugas untuk membuat undang-undang (law-making body) semata-mata, tetapi juga sebagai perantara rakyat kepada pemerintah.8 Maka salah satu fungsi DPRD
untuk mengartikulasikan dan agregasi kepentingan rakyat, juga menempatkan
konstituen sebagai unsur yang perlu diperhatikan dan merupakan proses politik
yang paling mendasar sebagai tuntutan relasi antara yang diwakili dan mewakili.
Selain itu, artikulasi dapat dijadikan jembatan antara warga/konstituen dengan
sistem kerja-kerja DPRD dan pemerintah, sebagai pembuat kebijakan publik.
Dikaitkan dengan kerja-kerja DPRD, artikulasi sebaiknya terlembagakan untuk
dapat memelihara sistem demokrasi yang stabil, membangun proses legitimasi
kebijakan yang sehat, mengembangkan potensi konstituen, serta membangun
kepercayaan konstituen pada sistem politik di parlemen.9
7
__, 2011. KONSTITUEN Pilar Utama Partai Politik. Friedrich Naumann Stiftung fuer die Freiheit : Jakarta. Hlm 1
8
Bambang Cipto. 1995. Dewan Perwakilan Rakyat Dalam Era Pemerintahan Modern Industrial. Jakarta. Rajawali Press. Hlm 10.
9
Untuk itulah pentingnya pelaksanaan salah satu dari program kerja anggota
DPRD, yaitu masa reses. Reses merupakan kewajiban bagi pimpinan dan anggota
DPRD dalam rangka menjaring aspirasi masyarakat secara berkala untuk bertemu
konstituen pada daerah pemilihan masing-masing guna meningkatkan kualitas,
produktivitas, dan kinerja DPRD dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan
rakyat, serta guna mewujudkan peran DPRD dalam mengembangkan check and balances antara DPRD dan pemerintah daerah.
Masa reses merupakan bagian dari masa persidangan dan dilaksanakan
paling lama enam hari kerja. Program masa reses ini dipergunakan oleh anggota
DPRD secara perseorangan ataupun kelompok untuk mengunjungi daerah
pemilihannya guna menyerap aspirasi masyarakat. Lalu setelah melakukannya,
setiap anggota DPRD maupun secara kelompok wajib membuat laporan tertulis
atau hasil pelaksanaan tugasnya pada masa reses tersebut, dan akan disampaikan
kepada pimpinan DPRD dalam rapat paripurna.
Selama ini, yang menjadi persoalan adalah jarak yang dijalin antara rakyat
(konstituen) dengan DPRD yang menjadi utusan mereka di pemerintahan semakin
renggang atau tidak terlalu kontras terlihat implementasinya sebagai hubungan
yang diwakili dengan yang diwakili. Hal itu dikarenakan banyaknya oknum
DPRD yang tidak secara profesional melakukan pendekatan terhadap rakyatnya.
Atau masih banyak anggota Dewan yang merasa sudah berusaha semaksimal
mungkin akan tetapi tidak mengerti melakukan pendekatan relasi secara efektif.
dan tidak pernah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap yang
diwakilinya.
Di Kabupaten Tapanuli Utara, berdasarkan SK Gubsu Nomor
170/3854.K/2009 tanggal 25 September 2009 dilakukan pengangkatan anggota
DPRD Taput masa jabatan 2009-2014 dengan menindaklanjuti surat menteri
dalam negeri nomor 161/2898. Jumlah anggota DPRD untuk periode 2009-2014
ini adalah 35 orang, yaitu :
- FL Fernando Simanjuntak SH MH, Ir Reguel Simanjuntak dan Bangun
Lumbantobing (Partai Golkar)
- Dapot Hutabarat SE, Bernat Situmeang BE dan Helman Silitonga Amd (P
Demokrat)
- Ir Ottoniyer Simanjuntak, Tiurkalima Purba dan Poltak Pakpahan (PDIP)
- Betti N Sidabutar SE, Maulana Lumbangaol, Sihar Tambunan (Partai
Hanura)
- Ir Tigor Lumbantoruan, Renold Tampubolon dan Toman Balige Silitonga
(PKB)
- David Hutabarat ST, Ronald Simanjuntak ST (PKPB)
- Saut Matondang SH, Lanser Sianturi SE (PPRN)
- Johannes Sitohang dan Jonson Siregar (PDS)
- Dorgis Hutagalung dan Alamsa Sihombing SE (Partai Patriot)
- Jasa Sitompul SH dan Sahat Sibarani SE (PIS)
- Jonggi Lumbantobing dan Poltak Sipahutar (Gerindra)
- Mosir Simbolon (Barnas), Charles Simanungkalit (PIB), Sobar Sipahutar
(PPD), Bangun Lumbantobing (PDP), Mangisi Hasibuan SE (PMB), dan
Joni Tombang Marbun SE (Merdeka).
Pada pemilihan legislatif periode 2009-1014, daerah pemilihan (dapil)
Kabupaten Tapanuli Utara dibagi dalam 3 wilayah. Yaitu dapil I (Adiankoting,
Pahae Jae, Pahae Julu, Purba Tua, Siatas Barita, Simangumban, Tarutung) dengan
jumlah anggota DPRD sebanyak 13 kursi, dapil II ( Sipoholon, Pagaran,
Parmonangan, Siborong-borong, Muara) sebanyak 13 kursi dan dapil III (Garoga,
Pangaribuan,Sipahutar) sebanyak 8 kursi.
Lembaga DPRD Kabupaten Tapanuli Utara telah menetapkan beberapa
perda dan menetapkan beberapa Ranperda (Rancangan Peraturan Daerah) menjadi
Perda (peraturan daerah) pada periode jabatan 2009-2014 ini. Perda-perda yang
telah ditetapkan diharapkan dapat sebagai acuan dalam menjalankan roda
pembangunan serta pemerintahan di Kabupaten Tapanuli Utara. Perda tersebut
yakni mengenai Pajak Daerah, Pengutipan retribusi daerah, Izin Pemungutan
Kayu Rakyat (IPKR) dan Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (IPHHBK),
Rencana Pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Kabupaten Tapanuli
Utara tahun 2010 – 2014, Perubahan Perda No.03 , 04, 05 tahun 2008 ,
Organisasi dan tata kerja badan penanggulangan bencana daerah Kabupaten
perikanan,kehutanan Kabupaten Tapanuli Utara, serta penyelenggaraan
administrasi kependudukan, dan lain-lain.
Dilihat dari persepsi masyarakat Tapanuli Utara (Taput), kinerja DPRD
Taput sejauh ini masih dinilai belum maksimal dan popularitas anggota DPRD
belum terlalu dikenal di tengah masyarakat. Dikatakan demikian, dikarenakan
keterbukaan terhadap program-program kerjanya yang masih belum terlaksana
dengan baik dan juga publikasi terhadap produktivitas kinerja mereka baik di
media-media massa dan di media lokal masih sangat jarang terdengar. Selain itu,
keterlibatan dan pengawasan mereka dalam hasil pembangunan yang diharapkan
masih jauh dari yang diidamkan oleh masyarakat. Baik itu dalam pembangunan
infrastuktur, ekonomi rakyat, dan aspirasi publik yang diserap tetapi tidak jelas
diperbincangkan atau tidak dalam sidang-sidang DPRD. Hal ini seharusnya
menjadi tuntutan dan motivasi tersendiri bagi anggota-anggota DPRD Tapanuli
Utara untuk lebih memperhatikan profesionalismenya sebagai konsekuensi dari
mandat yang diterima sebagai wakil rakyat, yaitu untuk memperhatikan dan
meningkatkan produktifitasnya sesuai keinginan konstituennya.
Secara khusus bagi para dewan yang mewakili konstituen di daerah
pemilihan (dapil) I, perlu untuk lebih progresif dalam memantau pembangunan
yang masih minim di beberapa titik tempat dalam dapil ini. Belum ada
peningkatan pembangunan secara signifikan bahkan dari periode sebelumnya.
Pembangunan desa, peningkatan taraf hidup, infrastruktur seperti jalan-jalan
(fakum) di tengah masyarakat. Selain itu, pergerakan pembangunan dalam
sektor-sektor kesehatan dan pengaspalan jalan-jalan lingkungan pedesaan masih belum
terealisasi dengan baik. Padalah, hal-hal tersebut adalah kebutuhan umum yang
sangat mendasar di daerah dapil ini. Kurangnya sentuhan pemerintah dalam
pembangunan ini menciptakan fenomena yang terkesan tidak terlalu diperhatikan
dan ini dikarenakan tidak ada peningkatan dan pergerakan pembangunan yang
secara kontras dirasakan oleh masyarakat selama periode jabatan mereka (anggota
DPRD di dapil I).
Dapil I Tapanuli Utara sangat berpotensi dan memiliki infrastruktur yang
cukup memadai baik itu dari segi alat transportasi, akses jalan yang
menghubungkan lintas antar kota, dan lainnya. Selain itu di dapil ini juga
memiliki potensi alam yang mempunyai prospek yang sangat bagus untuk
dikembangkan dan menguntungkan. Pengelolaanya dimungkinkan mampu untuk
meningkatkan investasi ekonomik, dan menjadi salah satu sumber dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD), terutama pada sektor pertanian. Artinya peran
dari pada DPRD menjadi sangat penting untuk memberikan perhatian dan
pengawasan pengelolaannya terhadap pemerintah, karena hal tersebut akan
berdampak terhadap kehidupan dan juga ekonomi rakyat.
Dilihat dari interaksi dan komunikasi yang dibangun antara masyarakat dan
wakil-wakil mereka di Dapil I, memang belum menemukan relasi yang intim dan
kontras. Termasuk pada program masa reses DPRD Taput, masyarakat awam
tersebut. Masyarakat juga cenderung tidak mengetahui program ini dijalankan
kapan, di mana, dan bagaimana. Kurangnya sosialisasi di tengah masyarakat ini
menandakan adanya hubungan yang kurang baik di antara wakil dan yang
diwakili. Hal tersebut bukanlah hanya kesalahan pada masyarakat Tapanuli Utara
karena tidak terlalu memperhatikan kinerja DPRD Taput, akan tetapi peran dan
tanggung jawab DPRD secara oknum terhadap konstituen di dapil I seharusnya
dilakukan secara profesional pada masa program kerja DPRD Taput, dimana masa
reses tersebut dilakukan secara rutin setiap tahunnya.
Adanya kesenjangan yang terjadi dalam hubungan antara anggota DPRD
Taput dengan masyarakatnya, khususnya pelaksanaan masa reses di dapil I ini,
membuat peneliti merasa tertarik untuk menganalisis permasalahan tersebut pada
pelaksanaan reses tahun 2013. Dengan demikian, peneliti mengkonsepkannya
dalam sebuah judul penelitian, yaitu “Analisis Terhadap Hubungan Anggota Dprd
Dengan Konstituen Di Daerah Pemilihannya (Studi Analisis : Kegiatan Masa
Reses Anggota Dprd Tapanuli Utara Di Dapil I Pada Tahun 2013).
1.2 Perumusan Masalah
Dalam pelaksanaan pemerintahan di Indonesia, berbagai permasalahan
masih ditemukan alahan terkait lembaga DPRD. Baik itu tugas, fungsi, serta
realita antara hubungan yang dijalin wakil rakyat dengan rakyatnya, masih banyak
ditemukan permasalahan yang sangat kontras di tengah perpolitikan Indonesia.
menempatkan DPRD dalam mekanisme penyelenggaraan pemerintahan daerah
dan juga berkewajiban untuk menampung aspirasi masyarakat serta memajukan
kesejahteraan rakyat. Sehingga antara tugas dan fungsi formal sebagai
kelembagaan, dengan tugas dan fungsi utama sebagai yang mewakili rakyat di
pemerintahan, masing-masing memiliki mekanisme tersendiri yang sangat rumit
untuk dijalankan oleh para anggota DPRD.
Penelitian ini akan lebih mengarah pada permasalahan terkait fungsi DPRD
sebagai yang mewakili rakyat dengan melihat bagaimana pola hubungan mereka
dengan rakyatnya. Pola hubungan tersebut akan diteliti melalui mekanisme yang
telah menjadi program kerja DPRD pada umumnya, yaitu masa reses. Masa reses
yang tidak asing lagi ditelinga para anggota legislatif dan program ini sangat
menarik untuk diteliti, karena banyaknya permasalahan terkait efisiensi maupun
efektifitas dari program tersebut. Selain itu, waktu yang disediakan dalam masa
reses ini sangat singkat, sehingga tujuan dari masa reses ini juga diperhatikan
dalam bentuk-bentuk komunikasi politiknya, penyerapan aspirasi konstituen oleh
wakilnya (anggota DPRD), relasi yang dibangun, mekanisme atau tahapan reses
yang dilakukan, dan masih banyak permasalahan lain. Oleh karena itu banyak
peneliti yang ingin melihat fenomena reses ini sebagai suatu bahan kajian
penelitian.
Banyaknya kajian permasalahan tentang masa reses tidak memungkinkan
peneliti untuk menganalisis secara keseluruhan, dikarenakan keterbatasan waktu
lebih fokus. Dalam hal ini kajian analisis yang menjadi ketertarikan peneliti
adalah analisis terhadap cara yang dilakukan oleh anggota DPRD dalam masa
reses untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan konstituennya. Dengan
demikian sesuai dengan judul penelitian ini, hubungan wakil dengan
konstituennya akan dianalisis pada program kerja masa reses anggota DPRD
Kabupaten Taput di dapil I pada tahun 2013.
Maka dengan perumusan masalah tersebut, fokus dari penelitian ini
dikonsepkan dengan pertanyaan penelitian, yaitu :
1. Bagaimana anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara membangun
hubungan dengan konstituennya pada masa reses tahun 2013 di dapil I?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian pada umumnya dilakukan untuk memecahkan suatu
permasalahan dengan cara ilmiah, untuk itu penelitian ini bertujuan sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana proses dan mekanisme dari masa reses yang
dilakukan oleh anggota DPRD Kabupaten Taput di dapil I.
2. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan yang terjalin antara
1.4 Manfaat Penelitian
1. Secara akademis penelitian ini bermanfaat sebagai penambah referensi
bagi para mahasiswa, khususnya Departemen Ilmu Politik – FISIP USU
2. Bagi penulis penelitian ini sangat bermanfaat dalam mengembangkan
kemampuan berfikir dan menulis karya ilmiah di bidang politik dengan
melihat fenomena politik yang terjadi.
3. Hasil penelitian ini dapat menambah informasi dan pengetahuan tentang
bagaimana program reses oleh lembaga DPRD, serta menjadi sumbangan
pemikiran bagi semua kalangan dalam membuat penelitian mengenai
legislatif.
1.5 Kerangka Teori
Dalam sebuah penelitian, teori sangat dibutuhkan untuk acuan dan pisau
analisis untuk melihat fenomena apa yang akan dianalisis dan kemudian
dikembangkan menjadi sebuah tolak ukur dalam melakukan keakuratan analisis
baik itu argumentasi maupun pengamatan yang dilakukan dengan teori tersebut
sebagai dari dasar yang diketahui peneliti, adapun teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
1. Teori Perwakilan Politik
2. Teori Komunikasi Politik
1.5.1 Teori Perwakilan Politik
Konsep perwakilan merujuk kepada seseorang atau suatu kelompok tertentu
memperjuangkan hak politik atas nama suatu kelompok yang lebih besar. Banyak
ahli yang mendefinikan perwakilan (representation) dengan variasi argumentasi dan analisis yang berbeda-beda, di antaranya adalah :
a. Alfred de Grazia mendefinisikan representasi sebagai hubungan antara dua
orang, wakil dengan pihak yang mewakilinya (konstituen), dimana wakil
memegang otoritas untuk melaksanakan beberapa aksi yang mendapat
persetujuan dari konstituennya.
b. Hanna Penichel Pitkin (1957) mendefinisikannya sebagai proses mewakili,
di mana wakil bertindak dalam rangka bereaksi kepada kepentingan pihak
yang diwakili. Wakil bertindak sedemikian rupa sehingga diantara wakil
dan pihak yang diwakili tidak terjadi konflik dan jika pun terjadi, maka
harus mampu meredakan dengan penjelasan.
c. Miriam Budiardjo menganggap perwakilan adalah konsep bahwa seorang
atau suatu kelompok mempunyai kemampuan atau kewajiban untuk bicara
dan bertindak atas nama suatu kelompok yang lebih besar.
Negara-negara di dunia khususnya negara modern cenderung memiliki
kadar persoalan yang sangat rumit terkait perubahan demografi, wilayah, maupun
kebutuhan-kebutuhan dari negara tersebut. Ditinjau dari kompleksitas
permasalahannya persoalan ini terjadi karena tidak setiap anggota masyarakat
mampu memberikan jawaban terhadap persoalan tersebut. Maka diperlukan
sekelompok orang yang memiliki keahlian dan benar-benar dapat menjawab
Seiring dengan perjalanan transisi demokrasi yang dianggap banyak negara
sebagai model pemerintahan dan ideologi yang lebih baik, maka muncul juga
konsep perwakilan sebagai jawaban atas persoalan yang terjadi. Konsep ini
merupakan solusi terhadap kondisi pertumbuhan dan perkembangan penduduk
baik secara kualitas maupun kuantitas, serta kenyataan atas kebutuhan negara
modern yang memiliki wilayah yang sangat besar, sehingga sangat mustahil untuk
tetap menerapkan mekanisme dan sistem demokrasi langsung. Implikasinya
adalah dibutuhkan lembaga-lembaga yang menjadi media penghubung antara
pemerintah dengan masyarakat. Lembaga-lembaga inilah yang akan mewakili
kepentingan-kepentingan politik masyarakat di tingkat pemerintahan
(suprastruktur politik). Lembaga perwakilan ini sering dikenal dengan lembaga legislatif.
Fungsi lembaga legislatif terdiri atas fungsi perwakilan politik, fungsi
perundang-undangan, dan fungsi pengawasan.10
1. Melalui fungsi perwakilan politik, lembaga legislatif/lembaga perwakilan
membuat kebijakan atas nama anggota masyarakat yang secara
keseluruhan terwakili di dalam lembaga tersebut. Dalam hal ini, lembaga
legislatif/lembaga perwakilan rakyat bertindak sebagai pelindung
kepentingan dan penyalur aspirasi masyarakat yang diwakilinya.
Berikut akan dijelaskan
fungsi-fungsi tersebut:
10
2. Melalui fungsi perundang-undangan, lembaga legislatif/lembaga
perwakilan rakyat memuaskan kepentingan dan aspirasi anggota
masyarakat ke dalam kebijaksanaan formal dalam bentuk undang-undang.
Dalam fungsi ini tergolong pula kewenangan untuk menghasilkan
anggaran pendapatan dan belanja negara, mengusulkan suatu rencana
undang-undang dan mengubah suatu undang-undang (amandemen).
3. Melaui fungsi pengawasan, lembaga ini melindungi kepentingan rakyat,
sebab melalui penggunaan kekuasaan yang dilandasi oleh fungsi ini,
lembaga legislatif/lembaga perwakilan rakyat dapat mengoreksi semua
kegiatan lembaga kenegaraan lainnya melalui pelaksanaan berbagai
haknya. Dengan demikian, tindakan-tindakan yang dapat mengabaikan
kepentingan anggota masyarakat dapat diperbaiki.
Adanya lembaga perwakilan rakyat adalah sebagai ciri dari pemerintahan
yang dikendalikan oleh rakyat sebagaimana yang diajarkan dalam teori
demokrasi. Proses pemerintahan yang berjalan secara demokratis dan diproses
oleh wakil-wakil rakyat dalam suatu lembaga perwakilan rakyat merupakan esensi
dari konsepsi demokrasi perwakilan lembaga legislatif.
Pola hubungan wakil dan terwakili akan menentukan fokus perwakilan.
Siapa yang menjadi pusat perhatian wakil dalam menunaikan tugasnya akan
sangat menentukan wakil apakah berhadapan dengan individu, masyarakat umum,
menentukan pola perwakilan, apakah wakil mandiri (wali) atau gradasi diantara
keduanya (politico). Corak perwakilan inilah yang nantinya akan menentukan perjalanan transisi demokrasi. Hubungan wakil yang erat dengan konstituennya
akan menempatkan konstituen di posisi penting, sehingga aspirasi konstituen
menjadi hal yang harus diperjuangkan wakil. Demikian pula ketersediaan
mekanisme bagi konstituen untuk berkomunikasi dengan wakilnya akan
meminimalkan terjadinya oligarki perwakilan atau distorsi aspirasi sebagaimana lazimnya terjadi dalam demokrasi perwakilan.
Keterlibatan rakyat dalam pembuatan keputusan yang mengikat, terefleksi
dengan adanya lembaga perwakilan rakyat. Keberadaan lembaga perwakilan
rakyat atau lembaga legislatif merupakan salah satu instrumen penting dalam
suatu negara yang menganut paham dan ajaran demokrasi. Partisipasi rakyat yang
efektif dalam proses pembuatan keputusan adalah ketika sepanjang proses
pembuatan keputusan yang mengikat, warga negara harus memiliki kesempatan
yang cukup dan kesempatan yang sama untuk mengemukakan pilihan mereka
mengenai hasil akhir. Proses pembuatan keputusan tersebut, harus mempunyai
kesempatan-kesempatan yang cukup dan sama untuk menempatkan
masalah-masalah dalam agenda dan menyertakan alasan mengapa diambil keputusan yang
itu dan bukan yang lain.11
11
Di samping itu, rakyatpun berkesempatan untuk mengawasi jalannya
kekuasaan pemerintahan melalui wakil-wakil mereka yang duduk dalam lembaga
perwakilan dan lembaga legislatif. Peranan perwakilan Badan Legislatif pada
hakikatnya berkenaan dengan masalah antar hubungan badan tersebut, terdapat
anggota badan legislatif, dengan anggota masyarakat yang diwakili mereka secara
individu, berdasarkan kelompok maupun secara keseluruhan.12
Berdasarkan kajian teori perwakilan terhadap analisa dan
pandangan-pandangan para pemikir ilmu politik, setidaknya ada lima konsep dasar
perwakilan yang umum yang terjadi. Kelima konsep dasar perwakilan tersebut
yaitu :
Pandangan yang
melihat hubungan tersebut merupakan salah satu masalah pokok di dalam
kehidupan sistem politik pada umumnya, dan di dalam proses Badan Legislatif
pada khususnya.
1. Delegated Representation, yaitu seorang wakil diartikan sebagai juru bicara atas nama kelompok yang diwakilinya. Dengan demikian, seorang wakil
tidak boleh bertindak di luar kuasa yang memberi mandat.
2. Microcosmic Representation, konsep ini menunjukkan bahwa adanya kesamaan sifat-sifat antara mereka yang diwakili dengan diri sang wakil.
Karenanya kebutuhan ataupun tuntutan wakil adalah juga kebutuhan
mereka-mereka yang diwakili. Dalam konsep ini masalah kuasa dan hal-hal
12
yang harus dilakukan tidak pernah menjadi persoalan krusial antara wakil
dan yang diwakili oleh karena kesamaan sifat yang dimiliki.
3. Simbolyc Representation. Dalam simbolyc representation tidak dipersoalkan juga mengenai masalah kuasa atau hal-hal yang harus dilakukan. Konsep ini
hanya menunjukkan bahwa wakil melambangkan identitas atau kualitas
golongan/kelas orang-orang tertentu yang diwakilinya, dan merupakan
bentuk perwakilan yang hendak memperlihatkan bahwa mereka-mereka
yang mewakili kelompok tertentu melambangkan identitas atau kualitas klas
atau golongan yang tengah diwakilinya.
4. Elective Representation, konsep ini dianggap belum menggambarkan kuasa atau hal-hal yang harus dilakukan wakil mereka, sehingga belum
menjelaskan tentang hubungan antara wakil dengan yang memilihnya.
5. Party Repressentation, individu-individu dalam lembaga perwakilan merupakan wakil dari partai politik (atau konstituen) yang diwakilinya.
Semakin meningkatnya organisasi dan disiplin partai mendorong lahirnya
party bosses dan party caucauses. Para wakil dalam lembaga perwakilan menjadi wakil dari organisasi /partai politik yang bersangkutan.
Gilbert Abcarian menyodorkan 4 (empat) macam tipe menyangkut hubungan
antara si wakil dengan yang diwakilinya, yaitu :
a. Si wakil bertindak sebagai ‘wali’ (trustee), diartikan bahwa si wakil bebas bertindak atau mengambil keputusan menurut pertimbangannya sendiri
b. Si wakil bertindak sebagai ‘utusan’ (delegate). Dalam hal ini si wakil sebagai utusan atau duta dari yang diwakilinya. Si wakil dalam melakukan
tugasnya selalu mengikuti instruksi dan petunjuk dari yang diwakilinya.
c. Si wakil bertindak sebagai ‘politico’, menurut tipe ini si wakil kadang-kadang bertindak sebagai wali (trustee) dan ada kalanya bertindak sebagai utusan (delegate). Tindakannya tergantung pada issue (materi) yang dibahas.
d. Si wakil bertindak sebagai ‘partisan’. Dalam tipe ini si wakil bertindak
sesuai dengan keinginan atau program partai (organisasi) si wakil setelah
si wakil dipilih oleh pemilihnya (yang diwakilinya), maka lepaslah
hubungan dengan pemilih dan mulailah hubungannya dengan partai
(organisasi) yang mencalonkannya dalam pemilu.
Konsep perwakilan pun dapat dilihat dari sudut pandang hubungan antara
wakil dan yang diwakili. Berdasarkan sudut pandang ini, dikenal ada empat teori
perwakilan, yaitu :
a. Teori Mandat
Teori mandat yang sering disebut dengan functional representation, pertama kali dikenalkan oleh J.J. Rousseau. Wakil dilihat sebagai penerima mandat dimana
ia harus merealisasikan kekuasaan pihak yang diwakilinya dalam proses
kehidupan politik. Atau dengan kata lain, teori ini pada dasarnya berasumsi bahwa
oleh orang-orang yang memberikan mandat. Hal demikian mengharuskan segala
tindakat, bahkan termasuk sikap dan perilaku dari wakil harus senantiasa
bersesuaian dengan kehendak dari orang-orang yang memberikan mandat. Sesuai
dengan perkembangan dari teori mandat ini, berkembang atas dasar asumsi
tentang kualitas mandat yang menjadi dasar hubungan antara seorang wakil
dengan orang-orang yang diwakilinya. Bila terjadi perbedaan pandangan, sikap
dan tindakan antara wakil dengan fihak yang diwakili, dapat berakibat turunnya
reputasi para wakil.
Beberapa variasi di dalam teori mandat ini terdiri dari :
1. Mandat imperatif, berarti bahwa hubungan antara wakil dengan orang
yang diwakili itu terbatas pada instruksi yang disampaikan oleh
orang-orang yang mewakilinya itu. Wakil tidak diperbolehkan bertindak
melampui mandat yang telah diberikan dengan konsekuensi bahwa jika
hal itu dilakukan oleh wakil, maka hal demikian tidak berada pada
hubungan yang benar antara wakil dan orang yang memberikan
perwakilannya.
2. Mandat bebas, yang menyatakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai
seorang wakil maka semua tindakan yang dilakukan dipandang berada
pada bingkai mandat yang diberikan. Seluruh aspek yang secara logis
menjadi dasar dari mandat yang diberikan kepada seorang wakil
dengan demikian wakil bebas bertindak sesuai dengan batasan umum
yang dimandatkan kepada dirinya.
3. Mandat representatif, merupakan perkembangan kualitas mandat yang
bersifat umum. Dalam teori mandat representatif, duduknya seseorang di
dalam lembaga perwakilan dipandang mewakili keseluruhan kehendak
atau aspirasi orang yang memberikan mandat. Sebagai ciri khas dari
mandat ini, bahwa seorang wakil memberikan mandat kepada dirinya.
Mandat diberikan secara umum di dalam sistem tertentu yang kemudian
dikenal melalui Pemilu.
b. Teori Organ
Ajaran ini lahir di Prancis sebagai rasa ketidakpuasan terhadap ajaran teori
mandat. Para sarjana mencari dan membuat ajaran/teori baru dalam hal hubungan
antara wakil dengan yang diwakilinya. Teori Organ diungkapkan oleh Von Gierke
(Jerman), bahwa negara merupakan satu organisme yang mempunyai alat-alat
perlengkapannya seperti : eksekutif, parlemen dan rakyat, yang semuanya itu
mempunyai fungsinya sendiri-sendiri namun antara satu dengan lainnya saling
berkepentingan. Dengan demikian maka setelah rakyat memilih lembaga
perwakilan mereka tidak perlu lagi mencampuri lembaga perwakilan tersebut dan
lembaga ini bebas menjalankan fungsinya sesuai dengan kewenangan yang
c. Teori sosiologi
Ajaran ini menganggap bahwa lembaga perwakilan bukan merupakan
bangunan politis, akan tetapi merupakan bangunan masyarakat (sosial). Para
pemilih akan memilih wakil-wakilnya yang dianggap benar-benar ahli dalam
bidang kenegaraan yang akan bersungguh-sungguh membela kepentingan para
pemilih. Sehingga lembaga perwakilan yang terbentuk itu terdiri dari
golongan-golongan dan kepentingan yang ada dalam masyarakat. Artinya bahwa lembaga
perwakilan itu tercermin dari lapisan masyarakat yang ada. Yang membahas teori
ini dipelopori oleh Rieker.
d. Teori hukum obyektif
Leon Duguit mengatakan bahwa hubungan antara rakyat dan parlemen
dasarnya adalah solidaritas. Wakil-wakil rakyat dapat melaksanakan dan
menjalankan tugas kenegaraannya hanya atas nama rakyat. Sebaliknya rakyat
tidak akan dapat melaksanakan tugas kenegaraannya tanpa memberikan dukungan
kepada wakil-wakilnya dalam menentukan wewenang pemerintah. Dengan
demikian ada pembagian kerja antara rakyat dan parlemen (Badan Perwakilan
Rakyat). Keinginan untuk berkelompok yang disebut solidaritas adalah
merupakan dasar dari hukum dan bukan hak-hak yang diberikan kepada
1.5.2 Teori Komunikasi Politik
Secara sederhana bisa disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses
pertukaran pesan antara komunikator kepada komunikan dimana proses itu
merupakan cara dasar untuk mempengaruhi perubahan perilaku dan yang
mempersatukan proses psikologi seperti persepsi, pemahaman dan motivasi untuk
memperoleh kesamaan makna. Seseorang dapat merubah sikap, pendapat dan
perilaku orang lain apabila komunikasi atau pesan yang disampaikannya
komunikatif atau komunikasinya efektif. Sedangkan komunikasi politik
merupakan segala bentuk komunikasi yang terjadi dalam suatu sistem politik dan
antar sistem tersebut dengan lingkungannya, yang mencakup jaringan komunikasi
(organisasi, kelompok, media massa dan saluransaluran khusus) dan determinan
sosial ekonomi dari pola-pola komunikasi yang ada pada sistem tersebut. Atau
dengan kata lain komunikasi politik adalah komunikasi yang melibatkan
pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan,
pemerintahan, dan kebijakan pemerintah.
Berdasarkan pandangan politik (klasik, kekuasaan, kelembagaan,
fungsionalis, atau konflik) komunikasi politik adalah proses komunikasi yang
menyangkut interaksi pemerintah pemerintah dan masyarakat, dalam rangka
proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan
bersama bagi masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu. Menurut
Michael Rush dan Philip Althoff komunikasi politik adalah merupakan proses
individu-individu yang satu dengan kelompok-kelompoknya pada semua tingkat
masyarakat.13 Sementara itu, Karl W. Deutsch mendefinisikan bahwa komunikasi
politik adalah transmisi informasi yang relevan secara politis dari satu bagian
sistem politik kepada sistem politik yang lain, dan antara sistem sosial dan sistem
politik yang merupakan unsur dinamis dari suatu sistem politik, sehingga hasil
yang dicapai dapat mempengaruhi pembahasan suatu kebijaksanaan yang
ditujukan untuk kepentingan umum.14
Istilah dan proses dari komunikasi politik itu sendiri adalah sebagai berikut :
1. Komunikator/Sender (Pengirim pesan)
2. Encoding (Proses penyusunan ide menjadi simbol/pesan)
3. Message (Pesan)
4. Media (Saluran)
5. Decoding (proses pemecahan/ penerjemahan simbol-simbol)
6. Komunikan/Receiver (Penerima pesan)
7. Feed Back (Umpan balik, respon)
A. Fungsi Komunikasi Politik
Fungsi komunikasi politik mempunyai makna dan arti yang sangat penting
dalam setiap proses politik dalam sebuah sistem politik baik itu oleh infra maupun
supra struktur politik. Sudijono Sastroadmodjo menyatakan bahwa :
13
Michael Rush Dan Philip Althoff. 2002. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta. Rajawali Press. Hlm 23
14
“fungsi komunikasi politik itu adalah fungsi struktur politik menyerap berbagai aspirasi, pandangan-pandangan dan gagasan-gagasan yang berkembang dalam masyarakat dan menyalurkan sebagai bahan dalam penentuan kebijaksanaan.Selain itu, fungsi komunikasi politik juga merupakan fungsi penyebarluasan rencana-rencana atau kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah kepada rakyat.Dengan demikian fungsi ini membawakan arus informasi timbal balik dari rakyat kepada pemerintah dan dari pemerintah kepada rakyat”. 15
Komunikasi politik juga memiliki fungsi-fungsi tertentu dalam setiap sistem
sosial. Menurut A.W. Widjaja16
a. Informasi : pengumpulan, penyimpanan, pemprosesan, penyebaran berita,
data, gambar, fakta dan pesan opini dan komentar yang dibutuhkan agar
dapat dimengerti dan bereaksi secara jelas terhadap kondisi lingkungan
dan orang lain agar dapat mengambil keputusan yang tepat.
fungsi komunikasi politik dalam setiap sistem
sosial meliputi beberapa hal berikut :
b. Sosialisasi (pemasyarakatan) : penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang
memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat
yang efektif sehingga ia sadar akan fungsi sosialnya sehingga ia dapat aktif
di dalam masyarakat.
c. Motivasi : menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek maupun
jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihannya dan
keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan
tujuan bersama yang akan dikejar.
15
Sudijono Sastroadmodjo. 1995. Perilaku Politik. Semarang : IKIP Semarang Press. Hlm 123. 16
d. Perdebatan dan diskusi : menyediakan dan saling menukar fakta yang
diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan
perbedaan pendapat mengenai masalah publik.
B. Paradigma Komunikasi Politik
Komunikasi politik mendapat sejumlah keuntungan dan sekaligus
mengalami banyak kesulitan karena fenomena komunikasi politik itu menjadi
luas, ganda dan multi paradigma. Komunikasi politik dapat diterangkan
berdasarkan empat perspektif atau paradigma yaitu meliputi paradigma
mekanistis, paradigma psikologis, paradigma interaksional dan paradigma
pragmatis.
1. Paradigma Mekanistis
Paradigma mekanistis dalam komunikasi politik adalah model yang paling
lama dan paling banyak dianut sampai sekarang. Berdasarkan doktrin ini
komunikasi dikonseptualisasikan sebagai proses yang mekanis di antara manusia.
Dalam komunikasi politik paradigma mekanistis banyak didominasi pada studi
mengenai pendapat umum, propaganda, perang urat saraf, kampanye, pengaruh
media massa terhadap sosialisasi politik dan peranan komunikasi terhadap
partisipasi politik, dan hal ini masih dominan dan populer di Indonesia. Paradigma
mekanistik adalah paradigma yang paling tua dan tunduk pada dominasi ilmu
2. Paradigma Psikologis
Konseptual paradigma psikologis dapat digambarkan sebagai sikap,
keyakinan, motif, dorongan, citra, konsep diri, tanggapan dan persepsi yang dapat
menjadi penangkal atau sebaliknya dari rangsangan yang menyentuh individu.
Komunikasi dalam model paradigma psikologis merupakan masukan dan luaran
stimuli yang ditambahkan dan diseleksi dari stimuli yang terdapat dalam
lingkungan informasi. Dasar konseptual model ini, ialah bahwa penerima adalah
penyandi yang aktif atas stimuli terstruktur yang mempengaruhi pesan dan
salurannya.
3. Paradigma Interaksional
Paradigma komunikasi politik perspektif ini merupakan reaksi atas
paradigma mekanistis dan psikologis. Paradigma komunikasi jenis ini
dikonseptualisasikan sebagai interaksi manusiawi pada masingmasing individu.
Karakteristik utama dari paradigma interaksional, adalah penonjolan nilai
karakteristik individu di atas segala pengaruh yang lain karena manusia dalam
dirinya memiliki esensi kebudayaan, saling berhubungan, masyarakat dan buah
pikiran. Setiap bentuk interaksi sosial dimulai dengan mempertimbangkan diri
manusia. Sehingga paradigma ini dianggap paling manusiawi di antara semua
paradigma komunikasi yang ada.
4. Paradigma Pragmatis
Perspektif ini relatif baru dan masih dalam proses perkembangan, hal ini
tindakan yang diamati, yaitu tindakan atau perilaku yang berurutan dalam konteks
waktu dalam sebuah sistem sosial. Perspektif pragmatis, tindakan dan perilaku
bukan hasil atau efek dari proses komunikasi melainkan tindakan atau perilaku itu
sendiri sama dengan komunikasi. Dalam pragmatis berkomunikasi dan
berperilaku adalah sama-sama komunikasi, sehingga berperilaku secara politik
maka sama dengan tindakan komunikasi politik. Dalam perspektif pragmatis
sesungguhnya yang terjadi adalah komunikasi (tindakan atau perilaku). Dalam
komunikasi politik paradigma pragmatis adalah sebuah bentuk komunikasi politik
yang penting.
C. Bentuk Komunikasi Politik
Komunikasi Politik merupakan hubungan dua arah antara wakil dan
konstituennya dengan melakukan kontak politik. Kontak politik antara wakil dan
konstituennya biasanya memperlihatkan bentuk-bentuk tertentu.17
A.W Widjaja membagi bentuk-bentuk komunikasi politik ke dalam tiga
kelompok, yaitu :
a. Komunikasi personal, yaitu komunikasi yang ditujukan kepada sasaran
yang tunggal, bentuknya dapat berupa tukar pikiran dan sebagainya.
Komunikasi personal efektifitasnya paling tinggi karena komunikasinya
timbal balikmdan terkonsentrasi.
17
b. Komunikasi kelompok, yaitu komunikasi yang ditujukan kepada kelompok
yang tertentu. Kelompok adalah suatu kumpulan manusia yang
mempunyai antar hubungan sosial yang nyata dan memperlihatkan struktur
yang nyata pula. Bentuk komunikasi ini adalah : ceramah, briefing,
indoktrinasi, penyuluhan dan sebagainya.
c. Komunikasi massa, yaitu komunikasi yang ditujukan kepada massa atau
komunikasi yang menggunakan media massa. Massa disini adalah
kumpulan orang-orang yang hubungan antar sosial tidak jelas dan tidak
mempunyai struktur tertentu.
1.6 Metodologi Penelitian
1.6.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menerapkan metode kualitatif deskriptif yang bersifat analisis
terhadap suatu gejala atau fenomena yang kemudian disinkronkan dengan teori
yang digunakan dalam penelitian. Pendekatan Kualitatif diartikan sebagai
pendekatan yang menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dari
yang diamati.18
1.6.2 Lokasi Penelitian
Dengan demikian penelitian ini akan memberikan analisa dan
gambaran yang lebih riil atau detail mengenai suatu gejala atau fenomena tersebut
yaitu, masa reses anggota DPRD Taput di Dapil I.
Lokasi penelitian ini dilakukan pada lembaga DPRD di Kabupaten Tapanuli
Utara Provinsi Sumatera Utara yang beralamat di Jln. Sisingamangaraja No.194
18
Tarutung Sumatera Utara. Selain itu, untuk mengakuratkan analisis peneliti
dilakukan juga penelitian ke Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara yang mencakup 7
kecamatan, yakni Kecamatan Adiankoting, Pahae Jae, Pahae Julu, Purba Tua,
Siatas Barita, Simangumban, dan Tarutung.
1.6.3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian, data sangat dibutuhkan sebagai acuan dan
untuk menjamin keakuratan analisis penelitian tersebut. Maka peneliti dalam hal
ini melakukan teknik pengumpulan data dengan cara pengumpulan data primer
dan data sekunder.19
1. Data Primer
Berikut akan diuraikan maksud dari pengumpulan data
tersebut :
Pengumpulan data primer dalam penelitian ini adalah melalui wawancara
(interview). Wawancara dilakukan dengan bertanya langsung kepada informan ataupun narasumber yang dianggap sesuai dengan objek penelitian, serta
melakukan tanya jawab secara mendalam terkait permasalahan yang ingin diteliti
kepada informan atau narasumber dalam objek penelitian ini. Dalam hal ini,
peneliti mengambil informan yaitu anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara
yang menjadi wakil rakyat pada daerah pemilihan I Tapanuli Utara dan beberapa
masyarakat dari daerah-daerah pemilihan tersebut. Selain itu, peneliti juga
19
mengambil data primer melalui data-data yang dimiliki oleh lembaga DPRD
Taput terkait program masa reses pada tahun 2013.
2. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini adalah mencari data dan
informasi melalui buku, internet, jurnal dan lainnya yang berkaitan dengan
masalah penelitian. Data-data tersebut hanya sebagai acuan untuk penulis
memiliki gambaran terhadap konsep yang akan dituliskan dalam penelitian ilmiah
ini. Selain itu, penulis juga mencari informasi dan referensi tambahan melalui
buku-buku terkait lembaga Legislatif (DPRD), seperti tata tertib lembaga
Legislatif, masa reses DPRD, maupun artikel-artikel dari majalah atau koran, dan
sebagainya yang bisa membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
1.6.4 Teknik Analisa Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang
lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan guna mencari makna dan implikasi
yang lebih luas dari hasil-hasil penelitian. Sesuai dengan jenis penelitian yang
menggunakan metode kualitatif, maka penelitian ini menggunakan beberapa
tahapan sebagai proses analisis untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Tahapan pertama adalah data-data dikumpulkan dari lembaga terkait baik itu yang
masih mentah ataupun sudah disusun secara formal. Kemudian data-data tersebut
dianalisis sesuai dengan permasalahan yang ingin dianalisis oleh peneliti. Selain
peneliti untuk menganalisis yang akan dilakukan perbandingan terhadap konsep
yang ada pada data tertulis yang didapatkan sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk
menguatkan argumen dari hasil analisisnya.
1.7 Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dari penelitian ini, maka penulisan
dilakukan secara terperinci dan sistematis sebagai salah satu syarat penelitian
ilmiah. Penelitian ini terdiri atas 4 bab, yaitu :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II : PROFIL DPRD KABUPATEN TAPANULI UTARA DAN DAPIL I
KABUPATEN TAPANULI UTARA
Bab ini akan menguraikan profil dari lembaga DPRD Kabupaten Taput
dengan menyertakan struktur organisasinya. Selain itu akan dijelaskan juga profil
dari dapil I yang menjadi fokus penelitian terhadap masa reses yang dilakukan
oleh anggota DPRD Taput.
BAB III: HUBUNGAN ANGGOTA DPRD KABUPATEN TAPANULI UTARA
Dalam bab ini akan dilakukan analisis terhadap hubungan anggota DPRD
Kabupaten Taput dengan konstituennya pada masa reses 2013 di Dapil I.
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini akan dipaparkan kesimpulan dan saran yang diperoleh dari
BAB II
PROFIL DPRD KABUPATEN TAPANULI UTARA DAN DAPIL I
2.1 Profil DPRD Kabupaten Tapanuli Utara
DPRD Kabupaten Tapanuli Utara merupakan lembaga perwakilan rakyat
daerah yang berkedudukan sebagai penyelenggara pemerintahan daerah
bersama-sama pemerintah daerah Kabupaten Tapanuli Utara. DPRD Kabupaten Tapanuli
Utara terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih
berdasarkan pemilihan umum.20
Sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang nomor 27 tahun 2009
tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, dan peraturan pemerintah nomor 16 tahun
2010 tentang pedoman penyusunan peraturan DPRD tentang tata tertib serta
peraturan DPRD Kabupaten Tapanuli Utara nomor 01 tahun 2010 tentang tata
tertib DPRD Kabupaten Tapanuli Utara Pasal 35 Ayat (1) menyebutkan bahwa
DPRD terdiri atas :
a. Fraksi-fraksi
b. Alat kelengkapan
c. Sekretariat
2.1.1 Fraksi-fraksi
Fraksi di lembaga DPRD Tapanuli Utara bertugas21
20
Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 01 tahun 2010 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tapanuli Utara, Pasal 2.
untuk :
21
1. Menentukan dan mengatur segala sesuatu yang menyangkut urusan fraksi
masing-masing
2. Meningkatkan kualitas, kemampuan, disiplin, daya guna dan hasil guna
para anggotanya dalam melaksanakan tugas yang tercermin dalam setiap
kegiatan DPRD
3. Menyampaikan pandangan umum dan kata akhir pada setiap pembahasan
rancangan peraturan daerah, APBD, dan LKPJ Kepala Daerah Kabupaten
Tapanuli Utara
4. Menerima, menyalurkan dan memperjuangkan aspirasi masyarakat.
Jumlah fraksi di lembaga DPRD Kabupaten Tapanuli Utara adalah tujuh
fraksi. Dengan melalui beberapa kali penyempurnaan kepengurusan fraksi-fraksi
selama periode 2009-2014, pada tahun 2013 ditetapkan kepengurusan fraksi-fraksi
sebagai berikut :
• Fraksi Partai Golkar
- Ketua : Ir. Reguel Simanjuntak
- Sekretaris : Sobar Sipahutar
- Anggota : 1. Bangun Lumbantobing
2. Mangisi Hasibuan, SE
• Fraksi Demokrat
- Ketua : Dapot Hutabarat, SE
- Wakil ketua : Roy Sahat Siregar
- Anggota : 1. Helman Silitonga
2. Jonson Siregar
• Fraksi PDI Perjuangan
- Ketua : Tiur Kalima Purba
- Sekretaris : Ir. Poltak Pakpahan
- Anggota : Ir. Ottoniyer MP. Simanjuntak
• Fraksi Hanura
- Ketua : Maulana Lumbangaol
- Sekretaris : Sihar Tambunan, SE
- Anggota : Betti N. Sidabutar, SE
• Fraksi Kebangkitan Bangsa
- Ketua : Ir. Tigor Lumbantoruan
- Sekretaris : Toman Balige Silitonga
- Anggota : 1. Renold Tampubolon, SE
• Fraksi Gerhana
- Ketua : Jonggi Lumbantobing
- Sekretaris : Joni Tombang Marbun
- Anggota : 1. David Hutabarat PPH. Hutabarat, ST
2. Sahat Sibarani, SE
3. Mosir Simbolon
• Fraksi Patriot Peduli, Rakyat/Buruh
- Ketua : Sanggam Lumbantobing
- W. Ketua : Saut Matondang, SH
- Sekretaris : Alamsa Sihombing, SE
- Anggota : 1. Parpunguan Sianturi, SE
2. Dorgis Hutagalung
3. Lancer Sianturi, SE
2.1.2 Alat Kelengkapan DPRD
Alat Kelengkapan DPRD berdasarkan Tata Tertib DPRD Kabupaten
Tapanuli Utara22
1. Pimpinan DPRD
adalah sebagai berikut :
Pimpinan DPRD adalah Ketua dan Wakil-wakil Ketua DPRD Kabupaten
Tapanuli Utara. Berikut adalah komposisi personalia pimpinan DPRD :
- Ketua : FL. Fernando Simanjuntak, SH, MH
- Wakil Ketua I : Ir. Ottoniyer MP.Simanjuntak
- Wakil Ketua II : Helman Silitonga
Pimpinan DPRD mempunyai Tugas23
22
Ibid..Pasal 3
sebagai berikut :
23
a. Memimpin sidang-sidang dan menyimpulkan hasil sidang untuk
diambil keputusan.
b. Menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara
Ketua dan wakil ketua
c. Melakukan Koordinasi dalam upaya menyinergikan pelaksanaan
agenda dan materi kegiatan dari Alat Kelemkapan DPRD.
d. Menjadi juru bicara DPRD
e. Melaksanakan dan memasyarakatkan Keputusan DPRD
f. Mewakili DPRD dalam berhubungan dengan Lembaga/Instansi
lainnya
g. Mengadakan Konsultasi dengan Kepala Daerah dan Instansi
Pemerintah lainnya sesuai dengan Keputusan DPRD
h. Mewakili DPRD dan/atau Alat kelengkapan DPRD di pengadilan
i. [Melaksanakan Keputusan DPRD berkenan dengan penetapan
Sanksi atau Rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
j. Menyusun rencana Anggaran DPRD bersama Sekretariat DPRD
yang pengesahannya dilakukan dalam rapat Paripurna; dan
k. Menyampaikan laporan kinerja Pimpinan DPRD dalam rapat