• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Partisipan I

a. Identitas Diri

Tabel 4.1 Identitas Diri Partisipan I

IDENTITAS DIRI KETERANGAN

Nama Alamat Usia Suku Agama

Urutan dalam keluarga Status Jumlah anak Pendidikan terakhir Pekerjaan Aulia* Medan 49 tahun Jawa Islam 4 dari 8 bersaudara Menikah 1 orang SMK Karyawati *) bukan nama sebenarnya

b. Fase Baseline

1. Data Observasi

Aulia terkesan kaku dan cenderung tertutup mengenai kondisi kesehatannya. Hal tersebut terlihat dari sikapnya saat ia sedang bersama kenalan, baik keluarga, teman, maupun orang yang baru ia kenal. Ia hanya akan bercerita kepada orang-orang yang ia anggap dekat atau kepada orang-orang yang ia percaya. Ia juga butuh waktu, kedekatan dan kenyamanan untuk bercerita kepada orang yang baru ia kenal. Aulia berusaha keras menyembunyikan permasalahan yang tengah ia hadapi walaupun ekspresi wajah dan gerakan tubuhnya tidak cukup berhasil menyembunyikan kondisinya tersebut. Ia tidak

cukup tenang, terlihat gelisah, murung, takut, sedih, dan kecewa ketika bercerita mengenai hal yang berkaitan dengan kondisi kesehatannya. Ia sering terlihat tidak nyaman dengan bagian bentuk payudara dan kepalanya yang botak meski telah tertutup oleh jilbab dan pakaian yang longgar. Selain itu, tangan sebelah kirinya yang bengkak, tegang dan kaku, membuatnya terbatas melakukan gerakan maupun aktivitas yang menggunakan kedua tangannya.

2. Data Wawancara

a) Data Autoanamnesa

Aulia merasa kecewa dengan kondisi diri dan kesehatannya, ia merasa takut, cemas dan gelisah setiap kali membayangkan vonis, segala tindakan medis dan pengobatan yang harus ia lakukan demi memulihkan kondisi kesehatannya. Ia merasa bahwa kanker payudaranya tidak akan mungkin pulih dengan segera meski ia rutin melakukan pengobatan, sehingga hanya akan memperjelas statusnya sebagai wanita yang tidak sempurna, yakni wanita sekarat yang hanya memiliki satu payudara dan keterbatasan perannya sebagai istri, ibu dan wanita yang bekerja. Kondisi tersebut diperparah ketika ia merasa diperlakukan „istimewa‟ oleh orang-orang yang ada di sekitarnya, yang membuatnya merasa sedih, marah, dan kecewa pada diri sendiri. Ia merasa tidak nyaman dengan bantuan orang lain, ia tidak ingin dianggap lemah dan dianggap tidak berdaya dengan kondisi kesehatannya. Ia tidak ingin orang-orang yang ada di sekitarnya memberikan label dan penilaian buruk pada dirinya terkait kondisi kesehatannya yang ia rasa semakin hari semakin memburuk.

b) Data Alloanamnesa

Diperoleh dari : Sheira* (47 tahun, perempuan) Hubungan dengan Aulia : Sahabat dan rekan kerja

Menurut Sheira, semenjak didiagnosa kanker payudara oleh dokter, dan disarankan untuk mengikuti serangkaian tindakan medis banyak hal yang berubah dari Aulia. Ia jarang aktif dalam berbagai pertemuan informal, bersikap tertutup dan menghindari pembicaraan yang mengarah pada kondisi kesehatannya. Perubahan tersebut semakin bertambah ketika dokter mendiagnosa kankernya kembali tumbuh dan disarankan untuk kembali menjalani beberapa tindakan medis, diantaranya kemoterapi. Aulia pernah mengatakan bahwa ia kecewa dan putus asa dengan pengobatan yang tidak berhasil membuat kondisi kesehatannya membaik. Ia takut ke depan kondisi kesehatannya semakin memburuk, dengan diagnosa baru dan kembali menjalani pengobatan medis. Semenjak itu, ia semakin jarang aktif dalam berbagai kegiatan informal, dan menghindari pertanyaan serta pembicaraan seputar kesehatannya. Sebagai tim kerja, para rekan kerja biasa membantu satu sama lain, namun ia merespon bantuan dari rekan kerjanya sebagai

perlakuan „istimewa‟ yang merendahkannya sebagai karyawan dengan status kesehatannya.

Diperoleh dari : Nina* (29 tahun, perempuan) Hubungan dengan Aulia : Orang yang bekerja di rumah

Menurut Nina, semenjak diagnosa dan pengobatan medis yang terakhir, Aulia lebih sering menghabiskan waktunya di rumah. Ia sering menghindari tamu yang datang ke rumah baik itu keluarga maupun teman kerja. Hal tersebut terjadi jika suasana hatinya sedang buruk karena ketakutannya akan diagnosa dan pengobatan medis selanjutnya untuk kondisi kesehatannya yang memburuk. Aulia juga terkadang keberatan dan merasa tidak nyaman dengan pekerjaan-pekerjaan rumah yang dikerjakan sehingga memilih untuk

mengerjakannya sendiri, meski setelah itu ia butuh istirahat lebih lama untuk memulihkan kondisi fisiknya.

3. Data Hasil Tes Psikologi

Aulia memiliki daya ingat jangka pendek yang cenderung kurang baik, ia kurang dapat berkonsentrasi dan mempertahankan perhatian, terkadang mudah terdistraksi atau mengalami gangguan rentang perhatian, dan visual motorik yang kurang baik. Kondisi ini membuatnya sulit berkonsentrasi dan beradaptasi terhadap hal-hal baru terkait kondisi kesehatannya, sehingga membuatnya rentan mengalami kecemasan. Selain itu, konsep diri yang dimilikinya cenderung negatif. Ia mudah cemas, lelah dan bosan dalam menghadapi tuntutan dalam hidupnya. Tuntutan tersebut berkaitan dengan kondisi kesehatannya, yang ia yakini dipengaruhi oleh kemampuan, minat, usaha dan dukungan dari orang-orang di sekitarnya. Ia merasa kurang mampu, dan butuh waktu serta kenyamanan dalam menghadapi permasalahan yang yang terjadi. Ia juga butuh perhatian, kepedulian dan dukungan untuk membantunya terlepas dari permasalahan yang ada.

4. Kesimpulan

Aulia memandang dirinya negatif sejak kondisi kesehatannya memburuk, sehingga membuatnya pesimis dalam menjalani harinya. Sikap pesimis Aulia tersebut mempengaruhi hubungan/interaksinya dengan orang lain. Hal tersebut ditunjukkan dengan perilakunya yang belum bisa menerima kondisi kesehatan yang membuatnya sedih dan kecewa dengan keterbatasannya, membuatnya tidak nyaman dan khawatir bahwa kondisi kesehatannya semakin memburuk, sikapnya yang tertutup dan membatasi diri untuk berbicara mengenai segala hal yang berkaitan dengan kondisi kesehatannya, dan menjadi lebih sensitif dengan merespon negatif perlakuan dari orang-orang di sekitarnya yang memperlakukannya sama seperti ketika ia belum bermasalah dengan kondisi kesehatannya.

Kondisi di atas menunjukkan bahwa kondisi Aulia setelah mastectomy dan munculnya kembali kanker payudara (metastase) dalam tubuhnya telah memicu emosi-emosi negatif dalam dirinya, yang kemudian mempengaruhi dimensi-dimensi psychological well-being yang dimilikinya. Dalam hal ini dimensi yang menjadi fokus penelitian adalah dimensi self acceptance dan dimensi positive relations with others. Kedua dimensi ini merupakan masalah utama pada Aulia yang memicu munculnya masalah emosi, yang kemudian mempengaruhi dimensi-dimensi yang lain, sehingga psychological well-being yang ia miliki tidak optimal. Dimensi-dimensi tersebut diantaranya adalah dimensi autonomy, yakni Aulia merasa terhambat untuk menyesuaikan diri dengan tekanan sosial terkait dukungan dan penilaian dari lingkungan sekitarnya, dimensi environmental mastery, yakni mengalami hambatan untuk menciptakan situasi yang nyaman bagi dirinya di lingkungan, dimensi purpose in life, yakni Aulia merasa tidak memiliki arah dan tujuan dalam hidupnya, yang dipengaruhi oleh ketidakpastian kondisi kesehatannya, dan dimensi personal growth, yakni Aulia merasa bosan dengan hidupnya yang terkait vonis dan tindakan medis yang harus ia jalani, dan merasa tidak mampu mengambil serta mengembangkan sikap atas kondisi yang terjadi.

c. Fase Pelaksanaan Terapi

Sesi 1 : Pembukaan dan Identifikasi Masalah

Tujuan : Aulia mendapatkan insight mengenai pikiran dan keyakinan (interupsi premature) yang menghambatnya memperoleh well being yang optimal

Lokasi : Rumah Aulia Tanggal : 3 November 2012 Waktu : 120 menit

1) Observasi

Sesaat sebelum terapi, terapis dan Aulia melakukan perbincangan ringan seputar keseharian dan kondisi kesehatan Aulia. Dalam perbincangan tersebut, Aulia terlihat murung, sedih dan kecewa ketika memperlihatkan tangan kirinya yang tidak kunjung membaik, dan kondisi fisiknya yang semakin hari semakin terbatas melakukan aktivitas yang ia kehendaki. Untuk beberapa waktu, Aulia sempat terlihat melamun sambil meraba payudara kirinya. Perbincangan tersebut selesai ketika Aulia tersadar dari lamunannya, dan untuk sesaat telah mengabaikan terapis. Ketika kemudian terapis memintanya untuk

bercerita mengenai lembar “Suasana Hati” yang berisi perasaan-perasaan positif dan negatif yang telah selesai ia tuliskan, ia terlihat lebih antusias ketika mengungkapkan perasaan-perasaan negatifnya, bahkan perasaan-perasaan positif pun terkesan terabaikan dengan perasaan-perasaan negatifnya yang dominan. Hal tersebut membuatnya murung, dan membuat senyum di wajahnya memudar. Ekspresi wajahnya berubah ceria ketika mendengarkan terapis menyampaikan tentang kegiatan terapi, dan segala hal yang berkaitan dengan terapi yang akan dilakukan selama beberapa waktu ke depan. Hal yang disampaikan terapis membuat Aulia antusias dan bersemangat ketika memulai dan mengikuti kegiatan-kegiatan terapi. Tidak ada kendala yang berarti selama sesi pertama dilakukan. Ia juga tidak mengalami kesulitan untuk memahami instruksi mengenai pengisian lembar observasi diri yang diberikan terapis.

2) Hasil terapi Kegiatan I

Berdasarkan hasil dari pengisian dan cerita yang diutarakan Aulia dari lembar

“Suasana Hati” miliknya, diperoleh data bahwa perasaan-perasaan negatifnya lebih banyak dibandingkan emosi-emosi positifnya. Emosi-emosi negatif tersebut diantaranya adalah emosi marah, sedih, kecewa, kesal, takut, khawatir dan gelisah yang mempengaruhi

cara pandangnya terhadap diri dan kondisi kesehatannya. Ketika kemudian terapis menyampaikan informasi dan pemahaman pada Aulia mengenai segala hal yang berkaitan dengan terapi yang akan dilakukan, Aulia menerimanya dengan baik. Informasi pertama yang diberikan terapi adalah mengenai alasan dilakukannya terapi. Terapis menyampaikan bahwa kondisi kesehatan Aulia saat ini mempengaruhi cara pandangnya akan diri dan kemampuannya sehingga hal tersebut membuatnya tidak sejahtera secara psikologis. Ketidaksejahteraan secara psikologis tersebut dapat terlihat dari emosi-emosi negatif yang lebih dominan dibandingkan emosi-emosi positif yang dimilikinya, sehingga hal tersebut juga mempengaruhi kondisi kesehatannya.

Selanjutnya terapis memberikan informasi yang kedua mengenai tujuan dari kegiatan terapi. Terapis menyampaikan bahwa tujuan kegiatan terapi adalah membantu Aulia untuk merasa sejahtera secara psikologis dengan meminimalisir emosi-emosi negatifnya dan meningkatkan emosi-emosi positif yang dimilikinya. Untuk hal tersebut perlu adanya kerja sama dari Aulia dan terapis dalam melakukan serangkaian kegiatan selama proses terapi hingga selesai, yakni selama lima sesi pertemuan dalam kurun waktu lima minggu. Kerja sama tersebut terkait dengan peran yang akan dilakukan masing-masing pihak, yakni peneliti yang juga sebagai terapis, dan Aulia sebagai partisipan dalam penelitian yang akan diberikan terapi. Informasi tersebut merupakan informasi ketiga, keempat, dan kelima yang diberikan oleh terapis. Ketika terapis selesai menyampaikan informasi tersebut, Aulia berkomentar seperti di bawah ini:

“Kamu benar Ver, saya merasa diri saya buruk dan selalu saja menilai diri

saya negatif. Tapi…meskipun saya sadar itu semua, saya tetap saja nggak

bisa berhenti berpikir dan perasaan saya ini selalu saja negatif. Saya

tahu…manusia sebagai makhluk ciptaanNya, tidak boleh kufur akan

nikmat Allah. Saya bersyukur ketemu kamu, dan saya ingin dibantu untuk menjadi lebih baik. Untuk bisa buat saya tidak terus menerus berpikir tentang penyakit saya, dan untuk membuat saya sejahtera dengan

Kegiatan II

Pada kegiatan kedua, terapis menjelaskan mengenai episodes of well-being pada Aulia. Penjelasan tersebut adalah bahwa episodes of well-being merupakan saat-saat ketika individu merasa sejahtera, memiliki pandangan dan pikiran yang positif, meski dalam

situasi dan kondisi yang sulit sekali pun. Kata “sejahtera” yang diungkapkan terapis, menarik perhatian Aulia, seperti yang diungkapkannya di bawah ini:

“Saya senang waktu kamu bilang kata „sejahtera‟. Kata itu buat hati saya

nyaman, apalagi waktu diujungnya kamu bilang berpikir positif dalam situasi sulit. Kata itu unik bagi saya, tapi saya senang. Seperti ada

harapan” (Wawancara personal, 3 November 2012).

Terapis kemudian meminta Aulia untuk memberikan beberapa contoh melalui pengalaman yang terjadi dalam hidupnya. Pengalaman tersebut merupakan bagian dari observasi diri yang selanjutnya dijelaskan oleh terapis. Dalam penjelasan tersebut, Aulia diminta untuk menulis pengalamannya dalam kolom situasi, pikiran dan perasaan yang muncul pada situasi tersebut, dan kemudian mengkategorikannya. Kategori yang diberikan berdasarkan intensitas dari sangat buruk, buruk, cukup, baik, sangat baik. Hal tersebut terangkum dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.2 Contoh Episodes of Well-Being

NO. SITUASI PIKIRAN/PERASAAN KATEGORI

1. Pergi sendiri ke dokter untuk memeriksakan benjolan yang ada di payudara

Saya optimis bisa menyelesaikan masalah kesehatan saya sendiri, tapi kenyataannya saya terpuruk

Buruk

2. Suami mendesak saya mengikuti saran dokter untuk operasi pembedahan

Suami menunjukkan kepedulian terhadap saya, tapi membuat saya semakin sedih dengan penyakit saya

Buruk

3. Kehadiran anak di saat saya memiliki peluang sangat kecil untuk memiliki keturunan

Saya bisa menjadi ibu meski saya sakit, namun saya tetap merasa tidak sempurna

Cukup

4. Saya dapat kembali bekerja setelah vonis pertama

Saya merasa bahagia masih dapat

bekerja, namun saya memiliki

keterbatasan 5. Vonis kanker tumbuh

kembali

Orang-orang terdekat

menyemangati saya, tapi saya

merasa kecewa, khawatir, dan pesimis untuk masa depan

Buruk

*) tulisan bercetak miring merupakan peranan well-being

Diskusi dilakukan pada setiap pengalaman yang disampaikan Aulia untuk kemudian membuatnya paham mengenai episodes of well-being dengan menekankan peranan well-being pada setiap pengalamannya. Dalam diskusi tersebut, perasaan-perasaan negatif Aulia masih mendominasi sehingga membuatnya butuh waktu untuk memahami peranan well-being yang ia miliki. Terapis kemudian memanfaatkan kata “sejahtera” yang

menarik perhatian Aulia di awal dengan mengatakan:

“Setiap pengalaman yang situasinya baik atau buruk, pasti ada saat ketika

kita merasa sejahtera. Seperti tadi yang ibu bilang, merasa sejahtera membuat kita punya harapan. Sejahtera itu ada, ketika kita berpikir

positif” (Wawancara personal, 3 November 2012)

Aulia kemudian tersenyum dan berkata:

“Iya ya Ver, sepertinya ketutup karena udah mikir negatif duluan. Jadinya

nggak sejahtera dong, nggak ada harapan juga kalau gitu. Ayuk kita coba

lagi ya Ver” (Wawancara personal, 3 November 2012).

Setelah Aulia memberikan dan menyelesaikan dengan benar contoh-contoh episodes well-being, dan mulai memahami peranan well-being untuk membantunya, ia kemudian ditugaskan oleh terapis untuk mengisi lembar “Observasi Diri”, yang akan

didiskusikan pada pertemuan selanjutnya. 3) Kesimpulan

Pada sesi pertama ini Aulia mulai dapat secara terbuka mengemukakan perasaan-perasaan negatif dan perasaan-perasaan-perasaan-perasaan positif mengenai diri dan kesehatannya. Ia cukup mudah untuk memahami segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan terapi dan

dianggap cukup berhasil meski sedikit butuh waktu untuk mendapatkan insight guna meminimalisir pikiran dan keyakinan (interupsi premature) yang menghambatnya memperoleh well being yang optimal.

Sesi II : Cognitive Restructuring: Self Acceptance I

Tujuan : Aulia mendapatkan insight untuk memiliki sikap positif terhadap dirinya, dan merasa positif dengan hal yang terjadi.

Lokasi : Rumah Aulia Tanggal : 9 November 2012 Waktu : 120 menit

1) Observasi

Pada sesi ini Aulia banyak bercerita mengenai perasaan-perasaan negatifnya yang muncul ketika mengingat vonis pertama mengenai kondisi kesehatannya yang membuat ia kehilangan sebelah payudaranya, dan juga vonis kedua yang membuat perasaan-perasaan negatifnya tidak kunjung berkurang. Aulia terlihat murung dan dengan seketika ia menangis sambil mengelus-elus dadanya. Ia kemudian terlihat kesal dan menepuk-nepuk ringan tangan kirinya yang bengkak dan kaku sambil terus menangis, dan berbicara cepat mengenai kegelisahannya, ketakutannya dan keterbatasannya di masa depan. Terapis mencoba menenangkannya, memberinya tissue dan air mineral untuk ia minum.

Ketika suasana menjadi lebih tenang, dan Aulia pun sudah kembali ceria, sesi terapi dilanjutkan dengan diskusi dan evaluasi lembar isian “Observasi Diri” yang telah

diselesaikan Aulia. Ia terlihat antusias dan bersemangat mengemukakan kemajuannya untuk melihat episodes well-being dari kejadian-kejadian yang ia alami. Antusias dan semangatnya juga masih terlihat ketika ia diminta untuk bercerita mengenai hal-hal yang ia lakukan dalam menghadapi situasi-situasi berkaitan dengan kondisi kesehatannya.

Untuk beberapa bagian cerita, nada suara Aulia mendadak menjadi rendah dan pelan, terutama pada bagian cerita saat ia merasa pesimis dalam menghadapi penyakitnya. Setelah Aulia selesai bercerita, peneliti menuntunnya untuk belajar menggunakan lembar

“Potensiku”. Seluruh kegiatan di sesi kedua terapi ini berjalan lancar, Aulia cukup terbuka,

terlihat antusias, dan cukup mudah mengerti instruksi yang disampaikan terapis. 2) Hasil terapi

Kegiatan I

Aulia menunjukkan hasil isian lembar “Observasi Diri” yang telah ia buat kepada terapis. Hasil isian tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.3 Hasil Lembar Observasi Diri

NO. SITUASI PIKIRAN/PERASAAN KATEGORI

1. Tangan kiri terasa lebih kaku dari hari biasanya, membuat aktivitas terbatas meski bisa diselesaikan dengan bantuan orang-orang sekitar

Gembira ada yang membantu dan peduli, meski perasaan hati tidak nyaman karena merepotkan orang dan khawatir tangan akan semakin sulit digerakkan/kaku

Buruk

2. Mendengarkan ceramah di

pengajian tentang “Demi Masa”

Senang bertambah ilmu, meski

hati sedih karena saat ini diberi ujian yang saya anggap berat bagi hidup saya

Cukup

3. Aktivitas harian berjalan lancar, tugas kantor dan tugas rumah bisa diselesaikan tanpa bantuan orang lain dan tanpa dihalangi penyakit

Saya merasa hidup saya berarti,

merasa sehat, meski saya

sebenarnya sakit parah

Baik

4. Penyakit dan keterbatasan fisik (mudah lelah) dalam menyiapkan acara ulang tahun anak

Merasa tidak mampu, antara optimis dan pesimis, namun saya berhasil menyiapkannya membuat saya merasa berarti bagi anak saya

Baik

5. Pagi yang cerah dan pekerjaan di kantor tidak terlalu diburu sehingga bisa menghadiri acara ulang

Saya merasa gembira, merasa berarti, merasa berhasil untuk sehari merayakan ulang tahun anak, meski saya sadar anak

tahun anak di sekolah membutuhkan ibu yang selalu sehat untuk merayakan setiap ulang tahunnya

6. Melanjutkan pekerjaan kantor, namun menjadi terhambat karena data-data yang diperlukan belum semuanya disediakan

Saya merasa senang dapat

kembali bekerja, merasa sehat dengan melakukan rutinitas di kantor, tapi kadang-kadang merasa jenuh dengan data yang belum sampai

Cukup

7. Banyak aktivitas di luar sehingga badan terasa capek dan mudah jatuh sakit

Merasa senang dapat melakukan banyak aktivitas, tapi fisik saya yang tidak seperti dulu membuat saya sedih, kecewa dan perasaan khawatir saya meningkat kalau sudah sakit

Buruk

8. Kenalan yang memiliki penyakit yang sama meninggal dunia

Saya sedih, berduka, dan saya semakin gelisah akan kondisi penyakit saya, meski kemudian saya bersyukur karena saya masih diberi kesempatan untuk tetap hidup sampai detik ini

Buruk

9. Mengurungkan niat untuk check up dan fisioterapi yang disarankan oleh orang-orang terdekat

Bahagia dengan kepedulian

orang-orang sekitar terhadap

saya, tapi saya merasa check up dan fisioterapi tidak akan menyembuhkan saya dan tidak akan membuat saya merasa lebih baik

Cukup

10. Berserah kepada Allah ketika harus istirahat total selama 3 hari karena sakit, tangan membengkang, terasa kaku, dan sulit bernafas, namun tidak ingin memeriksakan diri ke dokter

Khawatir, takut, dan pikiran tidak tenang jika bertemu dokter hanya untuk mendengarkan kabar buruk tentang penyakit saya, sehingga

menyerahkan semuanya pada

Allah yang membuat saya lebih tenang

Buruk

11. Mendengarkan ceramah di acara kantor tentang

“Hakikat Ujian”

Saya senang bertambah ilmu dan memiliki semangat untuk tetap sabar dalam ujian penyakit dari Allah, meski di depan saya belum bisa memastikan apakah saya bisa mempertahankan semangat saya

Baik

12. Bertemu dan berdiskusi dengan kenalan yang keluarganya memiliki penyakit yang sama

Saya merasa senang dapat

berbagi pengalaman dan ilmu,

tapi tidak banyak mengurangi perasaan khawatir saya akan penyakit saya yang buat saya sulit fokus

13. Pergi makan bersama keluarga besar

Saya gembira dan bahagia bisa berkumpul dan melakukan makan bersama orang-orang yang saya sayang, tapi saya takut jika hal ini merupakan yang terakhir dalam hidup saya

Cukup

*) tulisan bercetak miring merupakan peranan well-being

Terapis meminta Aulia untuk menyampaikan peranan well-being pada setiap pengalaman yang telah ia tulis. Pada beberapa pengalaman, Aulia sudah cukup baik dan sudah cukup mengerti mengenai peranan well-being dari pengalamannya, dan untuk beberapa pengalaman yang lain terapis menuntunnya dan kemudian mendiskusikannya bersama. Dalam diskusi tersebut, Aulia mengaku perasaannya menjadi lebih positif. Ia merasa sangat terbantu untuk melihat dan memandang dirinya lebih positif dalam melihat situasi yang berkaitan dengan kondisi kesehatannya.

Kegiatan II

Setelah kegiatan evaluasi lembar isian “Observasi Diri” selesai dilakukan, maka selanjutnya terapis meminta Aulia untuk menceritakan bagaimana ia mengatasi situasi-situasi dimana ia merasa kurang beruntung dengan penyakit yang ia derita. Pada kegiatan ini Aulia sangat terbuka untuk menceritakan setiap situasi yang ia hadapi dengan diagnosa penyakit dan segala pengobatan baik medis dan alternatif yang harus ia lakukan, dan bagaimana ia menghadapinya. Dari cerita yang disampaikan Aulia, terdapat beberapa hal positif yang ia miliki, dintaranya: sikap pantang menyerah, sikap ingin tahu, mandiri, dan rasa religiusitas yang tinggi pada Allah. Akan tetapi, ada juga hal negatif yang ia miliki di suatu waktu yang tentu saja hal tersebut mengganggu dirinya untuk bersikap positif, diantaranya: keras kepala, sensitif, dan perasaan khawatir dan takut yang sulit ia

Dokumen terkait