• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Well-Being Therapy untuk Meningkatkan Psychological Well-Being pada Penderita Kanker Payudara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penerapan Well-Being Therapy untuk Meningkatkan Psychological Well-Being pada Penderita Kanker Payudara"

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)

PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA

(Application Well-Being Therapy To Improve Psychological Well-Being In

Breast Cancer Survivors)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi dalam Program Pendidikan Magister Psikologi Profesi Universitas Sumatera Utara

OLEH

MAQHFIRAH DR

NIM. 107029006

MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)
(4)

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji hanya milik Allah yang telah berkenan memberikan penulis kesehatan, kesempatan, dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini. Tidak ada yang dapat mengubah takdir jika tidak berusaha dan tidak ada usaha yang

tidak berhasil jika tidak dengan do‟a sebab do‟a merupakan kekuatan yang luar biasa

dari seorang hamba. Teriring shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW yang menjadi teladan bagi setiap umatnya.

Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tesis ini. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada:

1. Kedua orangtuaku Darwin, SH dan Rahmiyaty, SH yang dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang memberi semangat, nasehat, dan do‟a tiada henti kepada penulis. Tiada kata yang dapat mewakili rasa syukur dan bangga menjadi putri kalian.

2. Arliza Juairiani Lubis, M.Si. psikolog selaku Pembimbing dan Penguji I yang telah bersedia dengan sabar membimbing penulis. Terima kasih atas waktu, saran, dukungan, canda dan pengertian dan juga nasehat yang kakak berikan. Semoga Allah membalas ketulusan dan kebaikan hati kakak. Amin.

3. Rodiatul Hasanah Siregar, M.Si, psikolog selaku Penguji II dan Ketua Kekhususan Klinis Dewasa Magister Psikologi Profesi Universitas Sumatera Utara yang telah bersedia menjadi penguji dalam Tesis ini. Terima kasih juga kepada ibu atas keluangan waktu yang diberikan, kesempatan, saran, nasehat dan dukungan, serta tawanya dalam membimbing perbaikan Tesis penulis. Semoga Allah membalas ketulusan dan kebaikan hati ibu. Amin.

4. Josetta M.R. Tuapattinaja, M.Si, psikolog, Juliana Irma Saragih, M.Psi, psikolog, dan Rahma Fauzia, M.Psi, psikolog selaku dosen di Kekhususan Klinis Dewasa dan seluruh dosen di program pendidikan Magister Psikologi Profesi Universitas Sumatera Utara yang telah berkenan memberikan ilmu kepada penulis selama ini. 5. Seluruh staf tata usaha program pendidikan Magister Psikologi Profesi Universitas

(5)

dan Muhammad Rusydy DR yang tiada lelah berdo‟a dan memberi dukungan kepada penulis. Semoga kita berempat menjadi kebanggaan bagi orang tua.

7. Untuk Ama Zuhri, Bunda Ami, Encu Ani, dan Pakcik Mufti, terima kasih untuk

do‟a dan semangat yang diberikan kepada penulis.

8. Terima kasih untuk canda tawa dan do‟a dari adik-adik kecilku, Ihya, Himam, Ihza, Alfin, Salsabila Azzura, Ifta, dan Almh.Wardatina.

9. Untuk Fahri, terima kasih atas keluangan waktu, dukungan, dan do‟a yang diberikan kepada penulis.

10.Keluarga istimewaku di tanah rantau, bunda Farida, ayah Bambang, Aci, Lira, Jehan, kak Reni, Lia, Icha, Laisa, Shinta, Linda, Risma, Amel, Ade, Ami, dan Ela. Terima kasih untuk kebaikan hati kalian

11.Untuk Aulia dan Rheina yang menjadi partisipan dalam penelitian ini. Terima kasih untuk kebaikan hati kalian untuk berbagi dengan penulis.

12.Kelima sahabatku Sry, Titin, Rahmi, Vrista dan Sisca, terima kasih atas persahabatannya selama ini. Tiada persahabatan yang lebih indah dan seistimewa persahabatan kita.

13.Untuk do‟a dan dukungan dari Ibunda Suryani Hardjo, S.Psi, MA, Kiki, Ayu, Hafiz, Ali, Dila, Fitri, dan teman-teman yang ada di Lembaga Psikologi Terapan Prima Personality yang selalu menanyakan kabar Tesis penulis.

14.Untuk Ernida, Elna, Kak Mayke, dan seluruh teman-teman angkatan V Magister Psikologi Profesi Universitas Sumatera Utara yang selalu berbagi ilmu, kisah suka dan duka di tengah perkuliahan yang akan selalu penulis ingat.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut membantu dalam proses penulisan Tesis ini yang tidak dapat penulis sertakan namanya satu persatu. Semoga Allah membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Amin.

Medan, April 2013 Penulis

(6)

2013

Maqhfirah DR : 107029006

Penerapan Well-Being Therapy Untuk Meningkatkan Psychological Well-Being pada Penderita Kanker Payudara

(xvii + 163 halaman + 31 tabel + 6 lampiran) Daftar bacaan : 48 (1989-2011)

Penyakit kanker payudara berkaitan dengan kualitas hidup penderitanya. Salah satu bentuk penurunan kualitas hidup yang banyak dialami penderita kanker payudara adalah penurunan kesejahteraan psikologis (psychological well-being). Psychological

well-being merupakan gambaran kesehatan psikologis individu berdasarkan pemenuhan

enam dimensi dari kriteria fungsi psikologis positif, yakni penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi. Untuk meningkatkan level psychological well-being pada penderita kanker payudara, dilakukan well being therapy. Partisipan penelitian terdiri dari dua orang wanita penderita kanker payudara post mastectomy, mengalami metastase setahun terakhir, dan sedang menjalani pengobatan medis berupa kemoterapi. Well-being therapy dilakukan selama satu bulan, dengan lima kali sesi pertemuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa well-being therapy dapat meningkatkan psychological well-being pada kedua partisipan. Penerapan well-being therapy telah mengubah psychological well-being mereka menjadi lebih baik dari sebelumnya. Mereka sudah lebih bisa menerima kondisi kesehatan mereka dan sudah lebih baik dalam hubungan dengan orang-orang di sekitar mereka. Keberhasilan well-being therapy dalam penelitian ini dipengaruhi oleh motivasi yang dimiliki oleh kedua partisipan, dukungan dari orang-orang terdekat selama proses terapi dan pemanfaatan aspek religiusitas sebagai salah satu cara dalam pendekatan eudomanic pada well-being therapy. Selain itu, rapport yang terjalin antara peneliti dan kedua partisipan tergolong baik sehingga menunjung keberhasilan terapi.

(7)

2013

Maqhfirah DR : 107029006

Application Well-Being Therapy To Improve Psychological Well-Being In Breast Cancer Survivors

(xvii + 163 halaman + 31 tabel + 6 lampiran) Daftar bacaan : 48 (1989-2011)

Breast cancer related quality of life of sufferers. One form of decreased quality of life experienced by many survivors with breast cancer is decreased psychological well-being. Psychological well-being is a picture of the psychological health of individuals based on the fulfillment of the six dimensions of positive psychological functioning criteria, ie, self-acceptance, positive relations with others, autonomy, environmental mastery, purpose in life and personal growth. To increase the level of psychological well-being in survivors with breast cancer, was well being therapy. Study participants consisted of two women with post-mastectomy breast cancer, metastases experienced last year, and is undergoing medical treatment such as chemotherapy. Well-being therapy performed during the month, with five sessions. Results of this study indicate that well-being therapy can improve psychological well-being in both participants. Application of being therapy has changed their psychological well-being to be better than ever. They were more accepting of their health condition and have better relationships with the people around them. The success of well-being therapy in this study is influenced by motivation owned by both participants, the support from the people closest to during the process of therapy and the utilization of aspects of religiosity as one way in eudomanic approach to well-being therapy. In addition, the rapport that exists between researchers and participants both quite good to supported therapeutic efficacy.

(8)

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

LEMBAR PERNYATAAN... iii

UCAPAN TERIMA KASIH... iv

ABSTRAK... vi

ABSTRACT………. vii

DAFTAR ISI………. viii

DAFTRA TABEL………... xi

DAFTAR LAMPIRAN………. xiii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah………. 1

B. Identifikasi Masalah………. 8

C. Tujuan Penelitian………... 8

D. Manfaat Penelitian……… 8

1. Manfaat Teoritis………. 9

2. Manfaat Praktis………. 9

E. Sistematika Penulisan……….. 10

BAB II. TINJAUAN TEORITIS……… 12

A. Kanker Payudara……….. 12

1. Definisi Kanker Payudara……….. 12

2. Penyebab Kanker Payudara……… 13

3. Gejala dan Stadium Kanker Payudara……… 15

4. Penanganan dan Pengobatan Kanker Payudara………. 17

5. Dampak Psikologis Individu dengan Kanker Payudara……… 24

B. Psychological Well-Being……...………... 26

1. Definisi Psychological Well-Being……….. 26

2. Dimensi Psychological Well-Being………. 27

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-Being….. 29

C. Well-Being Therapy………………. 30

1. Definisi Well-Being Therapy……… 30

2. Struktur Well-Being Therapy……….. 31

(9)

Kanker Payudara……… 39

D. Paradigma Penelitian……… 41

BAB III. METODE PENELITIAN……… 42

A. Pendekatan Penelitian………..………. 42

B. Partisipan Penelitian………... 43

C. Metode Pengimpulan Data……… 44

D. Instrumen Penelitian……….. 45

E. Prosedur Penelitian………. 46

1. Tahap Persiapan Penelitian………. 46

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian……… 49

3. Tahap Evaluasi Data Penelitian……….……… 50

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 52

A. Hasil ……….……… 52

1. Partisipan I………... 52

a. Identitas Diri……….. 52

b. Fase Baseline………. 52

c. Fase Pelaksanaan WBT……… 56

d. Follow-Up………. 83

e. Kredibilitas Data………. 85

f. Analisa dan Interpretasi Data Hasil Pelaksanaan WBT…… 86

2. Partisipan II……… 87

a. Identitas Diri……….. 87

b. Fase Baseline………. 88

c. Fase Pelaksanaan WBT……… 92

d. Follow-Up……… 119

e. Kredibilitas Data……….. 121

f. Analisa dan Interpretasi Data Hasil Pelaksanaan WBT…… 123

3. Analisa dan Interpretasi Data Hasil Pelaksanaan WBT pada Partisipan I dan II……….. 125

(10)

B. Saran………. 133

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Self Observation of Episodes of Well-Being... 32

Tabel 2.2 Modifikasi Enam Dimensi dari Psychological Well-Being……. 37

Tabel 3.1 Modul/Rancangan Pelaksanaan Well-Being Therapy…………. 48

Tabel 3.2 Waktu Pelaksanaan Well Being Therapy………. 50

Tabel 4.1 Identitas Diri Partisipan I………. 52

Tabel 4.2 Contoh Episodes of Well BeingPartisipan I……… 59

Tabel 4.3 Hasil Observasi Diri Partisipan I………. 62

Tabel 4.4 Contoh Isian Lembar Potensiku Partisipan I……… 65

Tabel 4.5 Hasil Lembar Potensiku Partisipan I……… 67

Tabel 4.6 Contoh Isian Lembar Caraku Bersyukur Partisipan I………….. 69

Tabel 4.7 Hasil Lembar Caraku Bersyukur Partisipan I………... 71

Tabel 4.8 Contoh Isian Lembar Saling Memberi dan Menerima Partisipan I………….……….. 74

Tabel 4.9 Hasil Lembar Saling Memberi dan Menerima Partisipan I…….. 76

Tabel 4.10 Hasil Evaluasi Diri Partisipan I……… 77

Tabel 4.11 Rekapitulasi Hasil Pelaksanaan WBT Partisipan I……….. 79

Tabel 4.12 Hasi Follow-upI Partisipan I………. 83

Tabel 4.13 Analisis dan Interpretasi Data Penerapan WBT Partisipan I…… 86

Tabel 4.14 Identitas Diri Partisipan II……… 87

Tabel 4.15 Contoh Episodes of Well BeingPartisipan II……… 95

Tabel 4.16 Hasil Observasi Diri Partisipan II………. 98

Tabel 4.17 Contoh Isian Lembar Potensiku Partisipan II………... 100

Tabel 4.18 Hasil Lembar Potensiku Partisipan II………... 103

Tabel 4.19 Contoh Isian Lembar Caraku Bersyukur Partisipan II………….. 105

Tabel 4.20 Hasil Lembar Caraku Bersyukur Partisipan II………... 108

Tabel 4.21 Contoh Isian Lembar Saling Memberi dan Menerima Partisipan II………….……….. 110

Tabel 4.22 Hasil Lembar Saling Memberi dan Menerima Partisipan II…….. 112

Tabel 4.23 Hasil Evaluasi Diri Partisipan II……… 114

(12)
(13)

Lampiran I Data Resume Partisipan I... 135

Lampiran II Data Resume Partisipan II……… 142

Lampiran III Modul/Rancangan Well-Being Therapy………. 150

Lampiran IV Pedoman Wawancara………... 158

Lampiran V Informed ConsentPartisipan I………. 160

(14)

2013

Maqhfirah DR : 107029006

Penerapan Well-Being Therapy Untuk Meningkatkan Psychological Well-Being pada Penderita Kanker Payudara

(xvii + 163 halaman + 31 tabel + 6 lampiran) Daftar bacaan : 48 (1989-2011)

Penyakit kanker payudara berkaitan dengan kualitas hidup penderitanya. Salah satu bentuk penurunan kualitas hidup yang banyak dialami penderita kanker payudara adalah penurunan kesejahteraan psikologis (psychological well-being). Psychological

well-being merupakan gambaran kesehatan psikologis individu berdasarkan pemenuhan

enam dimensi dari kriteria fungsi psikologis positif, yakni penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi. Untuk meningkatkan level psychological well-being pada penderita kanker payudara, dilakukan well being therapy. Partisipan penelitian terdiri dari dua orang wanita penderita kanker payudara post mastectomy, mengalami metastase setahun terakhir, dan sedang menjalani pengobatan medis berupa kemoterapi. Well-being therapy dilakukan selama satu bulan, dengan lima kali sesi pertemuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa well-being therapy dapat meningkatkan psychological well-being pada kedua partisipan. Penerapan well-being therapy telah mengubah psychological well-being mereka menjadi lebih baik dari sebelumnya. Mereka sudah lebih bisa menerima kondisi kesehatan mereka dan sudah lebih baik dalam hubungan dengan orang-orang di sekitar mereka. Keberhasilan well-being therapy dalam penelitian ini dipengaruhi oleh motivasi yang dimiliki oleh kedua partisipan, dukungan dari orang-orang terdekat selama proses terapi dan pemanfaatan aspek religiusitas sebagai salah satu cara dalam pendekatan eudomanic pada well-being therapy. Selain itu, rapport yang terjalin antara peneliti dan kedua partisipan tergolong baik sehingga menunjung keberhasilan terapi.

(15)

2013

Maqhfirah DR : 107029006

Application Well-Being Therapy To Improve Psychological Well-Being In Breast Cancer Survivors

(xvii + 163 halaman + 31 tabel + 6 lampiran) Daftar bacaan : 48 (1989-2011)

Breast cancer related quality of life of sufferers. One form of decreased quality of life experienced by many survivors with breast cancer is decreased psychological well-being. Psychological well-being is a picture of the psychological health of individuals based on the fulfillment of the six dimensions of positive psychological functioning criteria, ie, self-acceptance, positive relations with others, autonomy, environmental mastery, purpose in life and personal growth. To increase the level of psychological well-being in survivors with breast cancer, was well being therapy. Study participants consisted of two women with post-mastectomy breast cancer, metastases experienced last year, and is undergoing medical treatment such as chemotherapy. Well-being therapy performed during the month, with five sessions. Results of this study indicate that well-being therapy can improve psychological well-being in both participants. Application of being therapy has changed their psychological well-being to be better than ever. They were more accepting of their health condition and have better relationships with the people around them. The success of well-being therapy in this study is influenced by motivation owned by both participants, the support from the people closest to during the process of therapy and the utilization of aspects of religiosity as one way in eudomanic approach to well-being therapy. In addition, the rapport that exists between researchers and participants both quite good to supported therapeutic efficacy.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyakit kronis yang cukup sering terjadi pada saat ini adalah kanker. Menurut WHO (World Health Organization), kanker merupakan masalah penyakit utama di dunia (WHO, 2008). Ada banyak jenis kanker yang diderita orang-orang di seluruh belahan dunia, salah satunya adalah kanker payudara. Kanker payudara dapat ditemukan baik pada wanita maupun pria, frekuensi bertambah terutama pada usia 30-35 tahun dan meningkat pada usia 30-50 tahun (dalam Cancer Statistics, 2003). Kanker payudara merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting, karena mortalitas dan morbiditasnya yang tinggi. Insidensi berdasarkan Age Standardized Ratio (ASR) tahun 2000 kanker payudara sebesar 20,6 (20,6/100.000 penduduk) dan mortality (ASR) tahun 2000 akibat kanker payudara di Indonesia sebesar 10,1 (10,1/100.000 penduduk) dengan jumlah kematian akibat kanker payudara sebesar 10.753 orang. Tahun 2005 diperkirakan mortality (ASR) sebesar 10,9/100.000 penduduk dengan jumlah kematian akibat kanker payudara sebanyak 12.352 orang. Jumlah kasus kanker payudara di dunia menduduki peringkat kedua setelah kanker serviks, disamping itu kanker payudara menjadi salah satu pembunuh utama wanita di dunia dan adanya kecenderungan peningkatan kasus baik di dunia maupun di Indonesia (Ramli, 2003).

(17)

terapi lokal diantaranya bedah konservatif, mastektomi radikal yang dimodifikasi, dan mastektomi radikal yang direkonstruksi, serta terapi sistemik diantaranya kemoterapi, terapi hormonal dan penggantian sumsum tulang (Smeltzer & Bare, 2002). Beberapa alternatif cara yang dapat dilakukan diantaranya mastektomi saja, mastektomi dengan radioterapi, kemoterapi atau terapi hormon, mastektomi dengan kombinasi dari radioterapi, kemoterapi dan terapi hormone, dan radioterapi atau kemoterapi tanpa mastektomi. Kanker payudara beserta pengobatannya, memiliki dampak fisik maupun psikologis. Dampak fisik berupa mual, kerontokan rambut akibat kemoterapi, kerusakan jaringan lain akibat terapi radiasi, limfedema dan nyeri pada bahu dan lengan setelah operasi. Sedangkan dampak psikologis berupa ancaman dan gangguan terhadap body image, seksualitas, intimasi dari hubungan, konflik dalam pengambilan keputusan terkait pilihan pengobatan yang dipilih, ketakutan pada kematian, cemas dan depresi (Osborn, Kathleen, Wraa, & Watson, 2010; Reich, Lesur, & Chevallier, 2008).

(18)

Penerimaan diri merupakan ciri utama dari konsep psychological well-being, yang ditandai dengan kemampuan menerima diri apa adanya dari segi positif maupun negatif dan memiliki pandangan positif terhadap masa lalu (Ryff, 1989; Ryff dan Keyes, 1995 dalam Keyes, Smothkin dan Ryff, 2002). Pada penderita kanker payudara yang diketahui sejak dini, maka pembedahan (mastectomy) adalah tindakan yang tepat. Dokter akan mengangkat benjolan serta area kecil sekitarnya yang lalu menggantikannya dengan jaringan otot lain. Pembedahan dilakukan berdasarkan ukuran kanker, letak kanker dan penyebarannya (Ogden, 2004). Masalah yang sering dihadapi setelah proses pembedahan adalah perubahan cara berpikir tentang tubuh dan efeknya terhadap perasaan dan aktivitas seksual. Kebanyakan wanita melihat payudaranya sebagai bagian yang penting dari feminitas dan identitas seksual (Ogden, 2004). Apalagi di kebanyakan budaya, terdapat stereotip seksual yang kuat dimana payudara dianggap secara simbolik berkaitan dengan kehangatan, keibuan, dan kasih sayang. Jika bagian tubuh terpenting yang tampak diamputasi atau dimutilasi, hal ini kemudian menjadi sebuah alasan bahwa body image akan ikut terpengaruh. Oleh karena itu, sulit bagi wanita untuk menerima bahwa pengobatan diartikan sebagai mutilasi atau kehilangan sesuatu yang sangat terkait dengan seksualitas mereka. Kehilangan dari satu atau keduanya akan menambah beban akan fakta bahwa mereka terkena kanker (Ogden, 2004).

(19)

atau menjadi phobia sosial dan menarik diri dari interaksi dengan orang lain (Tavistock & Routledge, 2002). Kehilangan payudara pada akhirnya dapat menciptakan disfungsi seksual yang parah sebagai bentuk hilangnya self-image, rendahnya self-esteem, hilangnya perceived atrractiveness, rasa malu, dan kehilangan gairah (Tavistock & Routledge, 2002).

Selanjutnya Ryff, dkk (1989; 1995; 2002) juga menjelaskan mengenai kemandirian sebagai penentuan diri (self-determination), pengendalian perilaku dalam diri, dan pengunaan locus of control yang bersifat internal dalam mengevaluasi diri. Pada sejumlah pasien kanker payudara melaporkan masalah-masalah yang timbul setelah dilakukannya pembedahan. Mulai dari rasa ketidaknyamanan segera setelah pembedahan sampai dengan masalah-masalah kronik seperti kaku, mati rasa, bengkak, dan lelah yang dapat dirasakan selama berminggu-minggu sampai bertahun-tahun. Efek samping lainnya yang juga muncul dari pembedahan lumpectomy ataupun mastectomy adalah terjadinya infeksi dan munculnya sejumlah cairan pada luka bekas pembedahan (Ricks, 2005). Dalam jangka panjang, terdapat risiko komplikasi yang besar, kondisi ini dinamakan lymphedema dimana lengan akan membengkak yang meskipun dapat diatasi namun tidak dapat disembuhkan (Ogden, 2004). Selain itu, permasalahan mendasar lainnya adalah tingkat kekambuhan walaupun telah dioperasi. Bahkan sekitar 90% penderita yang sembuh setelah dioperasi ternyata masih memiliki resiko kekambuhan. Individu yang pernah menderita kanker payudara beresiko tinggi terkena lagi karena faktor DNA (Jemal, 2003). Kondisi ini tentu saja mengganggu dan menghambat kemandirian mereka dalam menjalankan peran dan aktivitas sehari-hari.

(20)

dkk, 1989; 1995; 2002 ). Pada penderita kanker payudara, vonis dan segala tindakan medis yang dilakukan membuat mereka tidak nyaman di lingkungan, yang muncul dari respon psikologis terkait dengan persepsi mereka tentang ancaman dan stres yang disebabkan oleh penyakit yang diderita meliputi cemas, depresi, menurunnya harga diri, permusuhan dan mudah marah. Hal ini juga termasuk dalam efek sosiologis, yaitu berkurangnya interaksi dengan keluarga dan teman-teman, serta dapat mengurangi partisipasi mereka dalam kegiatan sehari-hari (Baradero, 2007).

(21)

berakhir, dan kemungkinan dari kambuhnya penyakit tersebut (Bargai, 2009). Pengobatan yang dijalani bukan hanya tidak menyenangkan, akan tetapi juga kompleks dan mengandung tuntutan.

Adanya pengaruh faktor psikologis terhadap kualitas hidup pasien kanker payudara menunjukkan perlunya suatu penanganan yang komprehensif antara medis dan psikologis. Peranan bidang psikologi lebih ditekankan dalam upaya membantu penderita kanker payudara dalam strategi penanganan stres yang dialaminya, untuk membantunya meningkatkan kesejahteraan psikologis (psychological well-being). Strategi penanganan stres (stress coping) adalah kemampuan individu untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi yang menekan (Smet, 1994). Dalam hal ini wanita tidak harus selalu memandang suatu penyakit sebagai sebuah masalah yang harus diubah atau diselesaikan. Dalam Drageset, Lindstrom dan Underlid (2010), disebutkan bahwa pengalihan pikiran melalui berbagai aktivitas seperti melakukan hobi, melakukan kegiatan sehari-hari dan menikmati hidup dapat membangun emosi yang positif.

(22)

adalah ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki hubungan positif dengan orang lain, mampu mengarahkan tingkah lakunya sendiri, mampu mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan, mampu mengatur lingkungan, dan memiliki tujuan dalam hidupnya.

Salah satu terapi yang bertujuan untuk mengoptimalkan psychological well-being ini adalah well-being therapy (Linley & Joseph, 2004). Terapi ini berupa meningkatkan enam dimensi dari psychological well-being yang dikemukakan Ryff (1989), yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi. Terapi well-being memiliki dua sudut pandang, yaitu hedonic dan eudomanic (Ryan & Deci, 2001). Pendekatan hedonic memandang well-being dalam konteks kebahagiaan (happiness) yang dialami oleh individu. Pendekatan ini mendefinisikan well-being therapy sebagai suatu pencapaian kesenangan (pleasure) dan terhindar dari penderitaan (pain). Sementara itu pendekatan eudomanic berfokus pada makna hidup dan realisasi diri (self-realization). Defenisi well-being menurut pendekatan ini adalah derajat seberapa jauh individu dapat berfungsi secara optimal.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada sebagian penderita kanker payudara yang dalam kondisi setelah mastectomy dan munculnya kembali kanker payudara di tubuh mereka, memicu masalah emosi yang muncul dari tidak optimalnya dimensi-dimensi psychological well being yang terganggu berkaitan dengan kondisi kesehatan mereka. Nuansa emosi yang mereka miliki cenderung negatif, sehingga perlu upaya untuk membantu mereka memiliki emosi yang positif dengan meningkatkan emosi-emosi positif dan meminimalkan emosi-emosi-emosi-emosi negatif dalam diri mereka. Emosi-emosi-emosi positif nantinya akan membuat mereka lebih mudah untuk menyelesaikan masalah berkaitan dengan kondisi kesehatan mereka. Untuk itu, peneliti tertarik untuk menerapkan

(23)

pandang eudomanic, yaitu agar mereka memiliki pemaknaan diri berkaitan dengan kondisi kesehatan mereka dengan membantu mereka untuk memiliki emosi-emosi yang lebih positif dalam diri mereka. Dengan menggunakan sudut pandang eudomanic, diharapkan wanita penderita kanker payudara dapat fokus pada makna dan realisasi diri untuk kemudian dapat berfungsi secara optimal dalam kondisi sakit mereka.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pemaparan di atas, maka identifikasi masalah pada penelitian ini adalah mengetahui bagaimana well-being therapy dapat digunakan untuk meningkatkan psychological well-being pada wanita yang menderita kanker payudara. Dalam hal ini well-being therapy yang diterapkan menggunakan sudut pandang eudomanic, yaitu agar wanita penderita kanker payudara memiliki emosi-emosi yang lebih positif untuk dapat berfungsi secara optimal dalam kondisi sakit mereka dengan fokus terhadap makna dan realisasi diri yang mereka miliki.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran proses penerapan well-being therapy untuk meningkatkan psychological well-being pada wanita penderita kanker payudara.

D. Manfaat Penelitian

(24)

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai wujud nyata hasil pembelajaran selama perkuliahan yang telah diikuti oleh peneliti di Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, untuk meningkatkan pengetahuan yang telah diterima dalam pelaksanaan secara nyata.

b. Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi literatur, menambah dan memperluas wawasan dalam pengetahuan dan pengembangan aplikasi psikologi khususnya psikologi klinis dewasa, tentang penggunaan well-being therapy pada wanita penderita kanker payudara untuk meningkatkan psychological well-being mereka. 2. Manfaat Praktis

a. Pada partisipan penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan psychological well-being para partisipan.

b. Pada terapis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau bahan pertimbangan bagi para terapis yang akan menangani masalah yang berkaitan dengan wanita penderita kanker payudara.

c. Pada profesi lain di bidang kesehatan

(25)

d. Pada masyarakat dan penderita lain yang memiliki masalah yang sama dengan partisipan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para penderita dan juga anggota keluarga wanita penderita kanker payudara serta masyarakat luas tentang penerapan well-being therapy sebagai salah satu intervensi yang dapat meningkatkan psychological well-being pada wanita penderita kanker payudara.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah: Bab I : Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Tinjauan teoritis

(26)

termasuk di dalamnya definisi well-being therapy, struktur well-being therapy, konsep utama well-being therapy, teknik-teknik well-being therapy, dan penerapan well-being therapy terhadap individu dengan kanker payudara. Dalam bab ini juga akan dijelaskan tentang hipotesa penelitian.

Bab III : Metode penelitian

Bab ini berisi penjelasan mengenai metode eksperimen yang digunakan menyangkut identifikasi variabel dalam penelitian, partisipan penelitian, instrumen penelitian, rancangan yang digunakan dalam penelitian validitas serta prosedur penelitian.

Bab IV : Hasil penelitian dan pembahasan

Bab ini berisi mengenai data hasil penelitian dan pembahasan data hasil penelitian dengan teori yang relevan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah ditentukan sebelumnya.

Bab V : Kesimpulan, diskusi, dan saran

(27)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Kanker Payudara

1. Definisi Kanker Payudara

Kanker adalah istilah umum untuk pertumbuhan sel tidak normal yaitu tumbuh sangat cepat dan tidak terkontrol yang dapat menyusup ke jaringan tubuh normal dan menekan jaringan tubuh normal sehingga mempengaruhi fungsi tubuh (dalam Diananda, 2009). Kanker adalah kelompok penyakit, dimana sel tubuh berkembang, berubah, dan menduplikasikan diri diluar kendali. Biasanya, nama kanker diberikan berdasarkan bagian tubuh dimana kanker pertama kali tumbuh. Jadi, kanker payudara adalah tumor ganas yang telah berkembang dari sel-sel yang ada di dalam payudara. Kanker payudara merujuk pada pertumbuhan serta perkembangbiakan sel abnormal yang muncul pada jaringan payudara (dalam Chyntia, 2009). Kanker payudara adalah suatu penyakit dimana terjadi pertumbuhan berlebihan atau perkembangan tidak terkontrol dari sel-sel (jaringan) payudara. Kanker bisa mulai tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak maupun jaringan ikat pada payudara (dalam Rahayu, 1991).

(28)

2. Penyebab Kanker Payudara

Penyebab spesifik kanker payudara masih belum diketahui, tetapi menurut Moningkey dan Kodim (dalam Chyntia, 2009) terdapat banyak faktor risiko yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kanker payudara, diantaranya: a. Faktor reproduksi

Karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko terjadinya kanker payudara adalah nuliparitas, menarche pada umur muda, menopause pada umur lebih tua, dan kehamilan pertama pada umur tua. Risiko utama kanker payudara adalah bertambahnya umur. Diperkirakan, periode antara terjadinya haid pertama dengan umur saat kehamilan pertama merupakan window of initiation perkembangan kanker payudara. Secara anatomi dan fungsional, payudara akan mengalami atrofi dengan bertambahnya umur. Kurang dari 25% terjadi pada masa sebelum menopause sehingga diperkirakan awal terjadinya tumor terjadi jauh sebelum terjadinya perubahan klinis. b. Penggunaan hormon

Hormon estrogen berhubungan dengan terjadinya kanker payudara. Laporan dari Harvard School of Public Health menyatakan bahwa terdapat peningkatan kanker payudara yang bermakna pada para pengguna terapi estrogen replacement. Suatu metaanalisis menyatakan bahwa walaupun tidak terdapat risiko kanker payudara pada pengguna kontrasepsi oral, wanita yang menggunakan obat ini untuk waktu yang lama mempunyai risiko tinggi untuk mengalami kanker ini sebelum menopause.

c. Obesitas

(29)

d. Konsumsi lemak

Studi prospektif selama 8 tahun tentang konsumsi lemak dan serat dalam hubungannya dengan risiko kanker payudara pada wanita umur 34 sampai 59 tahun, ditemukan bahwa konsumsi lemak diperkirakan sebagai suatu faktor risiko terjadinya kanker payudara.

e. Radiasi

Eksposur radiasi ionisasi selama atau sesudah pubertas meningkatkan terjadinya risiko kanker payudara. Dari beberapa penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa risiko kanker dan radiasi berhubungan secara linier dengan dosis dan umur saat terjadinya eksposur.

f. Riwayat keluarga dan faktor genetik

Riwayat keluarga merupakan komponen yang penting dalam riwayat penderita yang akan dilaksanakan screening untuk kanker payudara. Terdapat peningkatan risiko keganasan ini pada wanita yang keluarganya menderita kanker payudara. Pada studi genetik ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen tertentu. Apabila terdapat BRCA 1, yaitu suatu gen suseptibilitas kanker payudara, probabilitas untuk terjadi kanker payudara sebesar 60% pada umur 50 tahun dan sebesar 85% pada umur 70 tahun.

Sementara beberapa faktor lain yang menunjukkan kemungkinan seorang wanita dapat menderita kanker payudara adalah sebagai berikut (dalam Dixon & Leonard, 2002): a. Menunda kehamilan

(30)

b. Menyusui

Seorang wanita yang telah menyusui satu anak atau lebih memiliki risiko lebih rendah daripada wanita yang tidak pernah menyusui.

c. Sel-sel payudara yang abnormal

Beberapa wanita yang pada kondisi non-kanker ditemukan menderita ketidaknormalan pada sel-sel payudara tertentu nantinya bisa menjadi kanker. Seorang wanita dengan masalah ini, dikenal sebagai hyperplasia tidak normal, membutuhkan check-up teratur. d. Minum alkohol dan merokok

Beberapa studi menunjukkan wanita yang minum banyak alkohol memiliki risiko lebih tinggi daripada mereka yang tidak minum alkohol. Merokok tidak dihubungkan secara langsung dengan risiko kanker payudara, tetapi berhubungan dengan penyakit lain dan kesehatan secara menyeluruh.

e. Mengkonsumsi pil KB

Ada sedikit peningkatkan risiko pada wanita yang mengkonsumsi pil KB. Risiko ini bersifat sementara dan hilang setelah 10 tahun berhenti mengkonsumsi pil KB. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor risiko kanker payudara adalah faktor reproduksi, penggunaan hormon, obesitas, konsumsi lemak, radiasi, riwayat keluarga dan faktor genetik, penundaan kehamilan, tidak menyusui, sel-sel payudara yang abnormal, minum alkohol dan merokok, serta mengkonsumsi pil KB. 3. Gejala dan Stadium Kanker Payudara

(31)

a. Ada benjolan pada payudara bila diraba dengan tangan

b. Bentuk dan ukuran payudara berubah, berbeda dari sebelumnya

c. Luka pada payudara yang sudah lama, dan tidak sembuh dengan pengobatan

d. Eksim pada puting susu dan sekitarnya yang sudah lama, dan tidak sembuh dengan pengobatan

e. Keluar darah, nanah, atau cairan encer dari puting susu atau keluar air susu pada wanita yang sedang tidak hamil atau tidak sedang menyusui

f. Puting susu tertarik ke dalam

g. Kulit payudara mengerut seperti kulit jeruk (Peaud de orange)

Menurut Djindarbumi (dalam Ramli, 2003), pembagian stadium kanker payudara yang disesuaikan dengan aplikasi klinis dibagi ke dalam 4 stadium berikut:

Stadium I : Tumor terbatas dalam payudara, bebas dari jaringan sekitarnya, tidak ada fiksasi/infiltrasi ke kulit dan jaringan yang di bawahnya (otot). Besar tumor 1-2 cm, dan kelenjar getah bening regional belum teraba.

Stadium II : Sama seperti stadium I, hanya saja besar tumor 2,5-5 cm, dan sudah ada satu atau beberapa kelenjar getah bening aksila yang masih bebas dengan diameter kurang dari 2 cm.

Stadium III, dibagi dalam:

Stadium IIIA : Tumor sudah meluas dalam payudara (5-10 cm) tapi masih bebas di jaringan sekitarnya, dan kelenjar getah bening aksila masih bebas satu sama lain.

(32)

bening aksila melekat satu sama lain atau terhadap jaringan sekitarnya. Diameter lebih dari 2,5 cm, belum ada metastase jauh.

Stadium IV : Tumor seperti pada yang lain (stadium I, II, dan III), tetapi sudah disertai dengan kelenjar getah bening aksila supra-klavkula dan metastase jauh lainnya.

4. Penanganan dan Pengobatan Medis Kanker Payudara

Penanganan dan pengobatan penyakit kanker payudara tergantung dari tipe dan stadium yang dialami penderita. Umumnya seseorang baru diketahui menderita penyakit kanker payudara setelah menginjak stadiun lanjut yang cukup parah. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan atau rasa malu sehingga terlambat untuk diperiksakan ke dokter atas kelainan yang dihadapinya. Pengobatan kanker payudara dibagi menjadi dua jenis, yaitu pengobatan lokal dan sistemik. Pembedahan dan radioterapi (terapi radiasi) merupakan pengobatan lokal yang digunakan untuk mengangkat, merusak, atau mengontrol sel kanker pada area spesifik. Sedangkan kemoterapi merupakan pengobatan sistemik yang digunakan untuk merusak atau mengontrol sel kanker melalui seluruh tubuh (Odgen, 2004). Pembedahan merupakan pengobatan primer kanker payudara. Selain pembedahan, terdapat pengobatan yang dinamakan adjuvant therapy yaitu pengobatan yang diberikan untuk melengkapi pengobatan primer agar meningkatkan kesempatan penyembuhan yang terdiri dari kemoterapi dan radiasi (Odgen, 2004). Di bawah ini merupakan penjelasan tiga tipe dasar dari pengobatan kanker, yaitu pembedahan, radiasi, dan kemoterapi, beserta dampaknya.

a. Pembedahan

(33)

berdasarkan ukuran kanker, letak kanker dan penyebarannya (dalam Odgen, 2004). Secara garis besar, ada 3 tindakan pembedahan atau operasi kanker payudara diantaranya:

1) Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan sebagian dari payudara

(lumpectomy). Operasi ini selalu diikuti dengan pemberian radioterapi. Biasanya

lumpectomy direkomendasikan pada penderita yang besar tumornya kurang dari 2 cm

dan letaknya di pinggir payudara.

2) Total Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara saja, tetapi bukan kelenjar di ketiak.

3) Modified Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara, jaringan payudara di tulang dada, tulang selangka dan tulang iga, serta benjolan di sekitar ketiak.

(34)

dimutilasi, hal ini kemudian menjadi sebuah alasan bahwa body image akan ikut terpengaruh.

Perubahan body image ini akan berdampak pada fungsi psikologis dan seksual pada seorang wanita. Wanita tersebut dapat mengalami distress karena hal tersebut sehingga biasanya mereka akan mulai memakai baju yang sangat longgar untuk menyamarkan bentuk payudara mereka atau menjadi pobia sosial dan menarik diri dari interaksi dengan orang lain (dalam Tavistock dan Routledge, 2002). Oleh karena itu, sulit bagi mereka untuk menerima bahwa pengobatan diartikan sebagai mutilasi atau kehilangan sesuatu yang sangat terkait dengan seksualitas mereka. Kehilangan dari satu atau keduanya akan menambah beban akan fakta bahwa mereka terkena kanker (dalam Odgen, 2004). Kehilangan payudara pada akhirnya dapat menciptakan disfungsi seksual yang parah sebagai bentuk hilangnya self-image, rendahnya self-esteem, hilangnya perceived atrractiveness, rasa malu, dan kehilangan gairah (dalam Tavistock dan Routledge, 2002).

(35)

dan puas hanya dengan memakai prosthesis (benda berbentuk seperti payudara) di dalam bra mereka (dalam Odgen, 2004).

b. Radiasi

Terapi radiasi merupakan pengobatan kanker yang menggunakan X-ray berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker atau menahannya agar tidak berkembang. Keputusan tentang seberapa banyak kadar dan seberapa lama radiasi diberikan tergantung dari kadar, tipe, dan tahap kanker. Terdapat dua tipe dari terapi radiasi yaitu terapi radiasi internal dan terapi radiasi eksternal. Terapi radiasi internal menggunakan substansi radioaktif melalui suntik, kawat atau pipa yang ditempatkan langsung di dalam atau di dekat kanker. Sedangkan terapi radiasi eksternal menggunakan mesin di luar tubuh untuk mengirimkan radiasi ke arah kanker. Cara terapi radiasi diberikan tergantung pada tipe dan tahap kanker yang sedang diobati (dalam Bellenir, 2009).

(36)

Efek samping radiasi yang dapat dirasakan adalah mual dan muntah, penurunan jumlah sel darah putih, infeksi/peradangan, reaksi pada kulit seperti terbakar sinar matahari, rasa lelah, sakit pada mulut dan tenggorokan, diare dan kebotakan (dalam Chyntia, 2009). Terapi radiasi dapat menyebabkan luka kecil pada paru-paru, sehingga mengakibatkan iritasi dan batuk, atau terkadang sulit bernapas (dalam Dixon dan Leonard, 2002). Beberapa pasien kehilangan selera makannya dan mengalami kesulitan pada sistem pencernaan mereka selama pengobatan (Odgen, 2004).

Efek samping tersebut bersifat kumulatif, beberapa pasien semakin merasa buruk pada akhir rangkaian pengobatan daripada awal pengobatan. Pada sebuah studi, hampir sepertiga dari pasien masih mengeluh akan rasa lelah yang berlebihan setelah terapi radiasi dan masih dirasakan setahun setelah pengobatan berakhir (Fallowfield, dalam Tavistock & Routledge, 2002). Lucas (dalam Tavistock & Routledge, 2002) menemukan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara jumlah terapi radiasi yang diberikan, reaksi yang tidak menyenangkan, dan berikutnya psychiatric morbidity, akan tetapi terkadang pikiran-pikiran akan pengobatan saja pun cukup untuk menciptakan kecemasan. Tidak disangkal bahwa beberapa kecemasan dan depresi tersebut berkaitan dengan adanya diagnosa kanker payudara, sehingga penyakit ini membuat wanita khawatir bahkan meskipun mereka memulai terapi radiasi dengan pikiran positif dan optimis.

c. Kemoterapi

(37)

perkembangannya, atau mengurangi gejala-gejala), tipe kemoterapi, dan bagaimana tubuh bereaksi terhadap kemoterapi (dalam Bellenir, 2009).

Kemoterapi dibagi atas dua jenis yaitu kemoterapi sistemik dan kemoterapi regional. Kemoterapi sistemik adalah kemoterapi yang diberikan melalui mulut atau disuntik melalui pembuluh darah vena atau otot, sehingga obat-obatan masuk ke aliran arah dan dapat mencapai sel kanker melalui tubuh. Sedangkan kemoterapi regional adalah kemoterapi yang ditempatkan langsung ke dalam lajur spinal, organ, atau rongga tubuh, seperti daerah perut, sehingga obat-obatan akan mempengaruhi sel kanker di area tersebut. Prinsip kerja pengobatan ini adalah dengan meracuni atau membunuh sel-sel kanker, mengontrol pertumbuhan sel kanker, dan menghentikan pertumbuhannya agar tidak menyebar atau untuk mengurangi gejala-gejala yang disebabkan oleh kanker (dalam Chyntia, 2009). Sayangnya, obat-obatan anti kanker tidak dapat mengenali sel-sel kanker secara spesifik, dan akan membunuh sel-sel lain yang membelah secara aktif seperti sel-sel darah atau sumsum tulang (dan rambut) (dalam Dixon dan Leonard, 2002).

Kemoterapi mempengaruhi orang dengan cara yang berbeda. Bagaimana efek fisik yang dirasakan tergantung dari seberapa sehat seseorang sebelum pengobatan, tipe kanker, seberapa parah kanker tersebut, jenis kemoterapi yang didapatkan, dan dosisnya. Beberapa efek samping yang umum terjadi akibat kemoterapi adalah rasa sakit, nyeri dan luka pada mulut (dalam Bellenir, 2009). Pasien yang menerima kemoterapi akan mengalami peningkatan risiko terkena infeksi, dimana hal ini menandakan bahwa mereka membutuhkan perawatan ekstra untuk menghindari situasi yang berisiko. Depresi dan rasa lelah akan membuat keadaan tersebut semakin memburuk (dalam Odgen, 2004).

(38)

penampilan. Pada beberapa budaya, rambut juga merupakan lambang dari kesuburan atau status, sehingga kerontokan rambut dapat menjadi pengalaman yang begitu sulit (dalam Odgen, 2004). Kebanyakan efek samping mereda setelah kemoterapi berakhir. Tetapi terkadang efek tersebut dapat berlangsung berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Kemoterapi juga dapat menyebabkan efek samping jangka panjang yang tidak kunjung reda seperti kerusakan hati, paru-paru, ginjal, saraf, atau organ reproduksi. Beberapa tipe kemoterapi bahkan dapat menyebabkan kanker tambahan beberapa tahun kemudian (dalam Bellenir, 2009).

(39)

5. Dampak Psikologis Individu dengan Kanker Payudara

Bellenir (2009) mengatakan ada beberapa dampak pada penderita kanker payudara atas penyakitnya yaitu:

a. Perilaku dan emosi penderita

Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda, tergantung pada sumber penyakit reaksi orang lain terhadap penyakit yang dideritanya, dan lain-lain. Penyakit berat, apalagi jika mengancam kehidupannya, dapat menimbulkan perubahan emosi dan perilaku yang lebih luas, seperti: anxiety, shock, penolakan, marah, dan menarik diri.

b. Peran keluarga.

Setiap orang memiliki peran dalam kehidupannya, seperti pencari nafkah, seorang profesional, atau sebagai orang tua. Saat mengalami penyakit, peran-peran klien tersebut dapat mengalami perubahan. Perubahan tersebut mungkin tidak terlihat dan berlangsung singkat atau terlihat secara drastis dan berlangsung lama.

c. Citra tubuh.

(40)

d. Konsep diri.

Konsep diri adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup bagaimana mereka melihat kekuatan dan kelemahan pada seluruh aspek kepribadiannya. Konsep diri tidak hanya bergantung pada gambaran tubuh dan peran yang dimilikinya, tetapi juga bergantung pada aspek psikologis dan spiritual diri. Konsep diri berperan penting dalam hubungan seseorang dengan anggota keluarganya yang lain. Klien yang mengalami perubahan konsep diri karena sakitnya mungkin tidak mampu lagi memenuhi harapan keluarganya, yang akhirnya menimbulkan ketegangan dan konflik. Akibatnya, anggota keluarga akan merubah interaksi mereka dengan klien. Sutherland dan Orbach (Hawari, 2004) juga mengemukakan bahwa setiap organ mempunyai arti psikologis tersendiri bagi masing-masing individu, oleh karena itu suatu tindakan operatif yang radikal yang mengakibatkan hilangnya bagian tubuh, mempunyai nilai psikologis, sehingga tidak dapat dihindarkan terjadi pula perubahan-perubahan terhadap citra tubuh dan konsep diri pada individu yang bersangkutan.

e. Dinamika keluarga.

Dinamika keluarga merupakan proses dimana keluarga melakukan fungsi, mengambil keputusan, memberi dukungan kepada anggota keluarganya, dan melakukan

coping terhadap perubahan dan tantangan hidup sehari-hari. Jika penyakitnya

berkepanjangan, seringkali keluarga harus membuat pola fungsi yang baru sehingga dapat menimbulkan stres emosional.

(41)

dorongan biologis karena ketidakmampuan yang diakibatkan penyakit kanker payudara, atau efek-efek dari pengobatan kanker payudara. Respon penderita terhadap ketiga hal tersebut meliputi cemas, depresi, menurunnya harga diri, permusuhan dan mudah marah. Termasuk dalam efek sosiologis, yaitu berkurangnya interaksi dengan keluarga dan teman-teman, serta dapat mengurangi partisipasi dalam kegiatan sehari-hari.

B. Psychological Well-Being

1. Definisi Psychological Well-Being

Psychological well-being (kesejahteraan psikologis) merupakan gambaran

kesehatan psikologis individu berdasarkan pemenuhan fungsi psikologi positif (Ryff, dalam Papalia, Old, & Feldman 2001). Psychological well-being seringkali dimaknai sebagai bagaimana seorang individu mengevaluasi dirinya. Adapun evaluasi tersebut memiliki dua bentuk, yaitu:

a. Evaluasi yang bersifat kognitif seperti: penilaian umum (kepuasan hidupnya/life satisfaction), dan kepuasan spesifik/domain specifik (kepuasan kerja, kepuasan perkawinan)

b. Evaluasi yang bersifat afektif, berupa frekuensi dalam mengalami emosi yang menyenangkan (misalnya: menikmati) dan mengalami emosi yang tidak menyenangkan (misalnya: depresi)

(42)

sekedar terbebas dari rasa cemas melainkan lebih menekankan pada keberfungsian positif serta bagaimana pandangan individu terhadap potensi-potensi positif dalam dirinya.

Menurut Ryff (1989), yang dimaksud dengan psychological well-being adalah kondisi optimalnya fungsi individu sebagai perwujudan segala potensinya. Individu dikatakan sejahtera jika ia tidak mengalami disfungsi psikologis seperti kecemasan, depresi, dan bentuk-bentuk gejala psikologis lainnya. Individu yang berada dalam kondisi psychological well-being yang optimal adalah individu yang dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki hubungan positif dengan orang lain, mampu mengarahkan tingkah lakunya sendiri, mampu mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan, mampu mengatur lingkungan, dan memiliki tujuan dalam hidupnya.

2. Dimensi Psychological Well-Being

Konsep psychological well-being memiliki enam dimensi pendukung, yang masing-masingnya menjelaskan tantangan-tantangan yang berbeda yang dihadapi oleh individu untuk berfungsi secara penuh dan positif (Ryff, 1989; Ryff dan Keyes, 1995 dalam Keyes, Smothkin dan Ryff, 2002). Enam dimensi tersebut diantaranya adalah: a. Penerimaan diri (self acceptance)

Penerimaan diri merupakan ciri utama dari konsep psychological well-being dan juga sebagai karakteristik utama dalam aktualisasi diri, berfungsi optimal, dan kematangan. Penerimaan diri yang baik ditandai dengan kemampuan menerima diri seperti apa adanya dari segi positif maupun negatif dan memiliki pandangan positif terhadap masa lalu.

b. Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others)

(43)

hubungan interpersonal yang hangat dan saling percaya. Ia juga mempunyai rasa afeksi dan empati yang kuat terhadap orang lain.

c. Otonomi (autonomy)

Dalam dimensi otonomi dijelaskan mengenai penentuan diri (self determination), kemandirian, pengendalian perilaku dalam diri, dan penggunaan locus of control yang bersifat internal dalam mengevaluasi diri.

d. Penguasaan lingkungan (environmental mastery)

Secara umum dapat dikatakan bahwa dimensi ini melihat kemampuan individu dalam menghadapi berbagai kejadian di luar dirinya dan mengatur sesuai keadaan dirinya sendiri. Individu dapat memilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan keadaan dirinya sendiri. Individu dapat memilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisinya, berpartisipasi dengan lingkungan luar, mengendalikan dan memanipulasi lingkungan dan kemampuan untuk memanfaatkan peluang dalam lingkungan.

e. Tujuan hidup (purpose in life)

Menurut dimensi ini orang harus memiliki tujuan dan arah dalam hidupnya, ia juga merasa bahwa kehidupan di masa lalu dan masa sekarang dapat memberikan makna dalam hidupnya, memiliki keyakinan yang dapat memberikan tujuan dalam hidupnya, dan memiliki target yang ingin dicapai dalam menjalani hidupnya.

f. Pertumbuhan pribadi (personal growth)

(44)

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Psychological Well-Being

Menurut Ryff (1989), psychological well-being dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:

a. Usia

Semakin bertambah usia seseorang ia semakin mengetahui kondisi yang terbaik bagi dirinya. Dalam dimensi penguasaan lingkungan terlihat profil meningkat seiring dengan pertumbuhan usia. Oleh karenanya, individu tersebut semakin dapat pula mengatur lingkungannya menjadi yang terbaik sesuai dengan keadaan dirinya. Individu yang berada dalam usia dewasa akhir memiliki skor psychological well-being yang lebih rendah dalam dimensi tujuan hidup dan pertumbuhan diri, individu yang berada pada usia dewasa madya memiliki skor psychological well-being yang lebih tinggi dalam dimensi penguasaan lingkungan, individu yang berada dalam usia dewasa awal memiliki skor yang lebih rendah dalam dimensi otonomi dan penguasaan lingkungan dan memiliki skor psychological well-being yang lebih tinggi dalam dimensi pertumbuhan diri. Dimensi pertumbuhan diri merupakan satu-satunya dimensi yang tidak memperlihatkan adanya perbedaan seiring dengan pertumbuhan usia. b. Jenis Kelamin

(45)

c. Status sosial

Status sosial ekonomi berhubungan dengan dimensi penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan dan pertumbuhan diri. Individu yang memiliki status sosial- ekonomi yang rendah cenderung membandingkan dirinya dengan orang lain yang memiliki status sosial-ekonomi yang lebih baik dari dirinya. Menurut Davis (dalam Andrews & Robinson, 1991), individu dengan tingkat penghasilan tinggi, status menikah dan mempunyai dukungan sosial tinggi akan memiliki psychological well- being yang lebih tinggi.

d. Budaya

Sistem nilai yang bersifat individualis dapat memberi dampak terhadap psychological well-being yang dimiliki suatu masyarakat. Budaya barat memiliki skor yang tinggi dalam dimensi penerimaan diri dan dimensi otonomi, sedangkan budaya timur yang menjunjung tinggi kolektivitas memiliki skor lebih tinggi pada hubungan positif dengan orang lain.

C. Well-Being Therapy

1. Pengertian Well-Being Therapy

(46)

Tujuan well-being therapy adalah untuk meningkatkan level psychological well-being pada individu, sesuai dengan enam dimensi yang dikemukakan oleh Ryff (1989). Ini didukung oleh Linley & Joseph (2004) yang mengatakan bahwa implikasi teoritis dari well-being therapy adalah bahwa kesejahteraan (wellness) dan hidup yang sehat dapat dicapai dengan membantu individu menyadari potensi diri yang sesungguhnya, memiliki keterlibatan secara penuh dengan orang lain, dan meraih fungsi yang optimal. Dikatakan juga bahwa distres psikologis dapat diatasi dan bahkan dicegah dengan cara meningkatkan level well-being.

2. Struktur Well-Being Therapy

Well-being therapy memiliki sesi yang waktunya dapat berkisar antara 30-50 menit. Teknik ini menekankan pada pemikiran dan kepercayaan yang mengarah pada interupsi prematur. Alat bantu yang digunakan adalah self observation dengan penggunaan buku harian yang berstrukstur serta interaksi antara pasien dan terapis. Well-being therapy dilandasi oleh model kognitif dari psychological well-being yang dikemukakan oleh Ryff (1989).

Adapun urutan sesi-sesi pada well-being therapy adalah sebagai berikut: a. Initial sessions

(47)

meyakinkan individu bahwa saat-saat tersebut sebenarnya terjadi namun terlewatkan tanpa diperhatikan. Karena itu, individu harus memonitornya dengan baik. Fase awal ini umumnya meluas menjadi lebih dari beberapa sesi.

Table 2.1 Self observation of episodes of well being

Situasi Peranan Well-Being Intensitas (0-100) Saya pergi mengunjungi

keponakan-keponakan saya dan mereka

menyambut saya dengan antusias dan gembira

Mereka suka dan peduli sama saya

40

b. Intermediate sessions

Setelah contoh dari well-being telah diidentifikasi dengan benar, individu didorong untuk mengenali pemikiran dan kepercayaan yang mengarah pada interupsi prematur terhadap well-being. Misalnya, pada contoh di table 1, individu menambahkan “itu hanya karena aku membawa 2 hadiah”. Pemicu self-observation yang digunakan,

(48)

c. Final sessions

Mendiskusikan hal-hal yang diperoleh individu selama menjalani terapi berhubungan dengan psychological well-being yang ia miliki. Dimensi psychological well-being yang dikemukakan oleh Ryff diperkenalkan pada individu secara progresif, selama material yang dicatat mengarah kepada hal tersebut. Misalnya, terapis dapat menjelaskan bahwa autonomy terdiri dari adanya locus of control internal, kemandirian dan self-determination, atau bahwa personal growth terdiri dari keterbukaan terhadap pengalaman baru dan menganggap self berkembang sepanjang waktu, jika pasien tersebut menunjukkan gangguan pada area spesifik ini. Gangguan dalam berpikir dan interpretasi alternatif kemudian didiskusikan.

3. Konsep Utama dari Well-Being Therapy

Ryff (dalam Fava, 2003), mengemukakan konsep cognitive restructuring pada well-being therapy. Tujuan dari terapi yang dilakukan adalah untuk membimbing individu dari level impaired menuju level yang lebih optimal dalam enam dimensi dari psychological well-being untuk mencapai kesenangan dan kebahagiaan dalam menjalani kehidupan.

a. Penerimaan diri (self acceptance)

(49)

b. Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others)

Hubungan interpersonal bisa dipengaruhi oleh sikap yang dipegang terlalu kuat yang tidak didasari oleh individu dan bisa bersifat disfungsional. Misalnya, seorang perempuan muda yang baru menikah mungkin menetapkan suatu standar yang tidak realistis akan hubungan pernikahannya dan kemudian seringkali mengalami kekecewaan. Pada saat yang bersamaan dia mungkin menghindari membuat perencanaan sosial yang melibatkan orang lain dan kekurangan sumber daya pembanding. Kerusakan (impairment) pada penerimaan diri (dengan hasil berupa kepercayaan akan penolakan dan ketidaklayakan untuk dicintai) juga dapat menjadi masalah hubungan dengan orang lain.

c. Otonomi (autonomy)

(50)

d. Penguasaan lingkungan (environmental mastery)

Biasanya ini terbentuk dari adanya pemikiran bahwa individu tidak pernah mendapatkan atau meraih sesuatu yang sifatnya positif dalam keseharian dan kehidupannya secara umum. Ini adalah salah satu bentuk permasalahan yang sering terjadi, dan dapat dinilai dari keluhan individu. Misalnya anggapan bahwa dirinya hanya beruntung dan tidak peduli pada seberapa besar harapan untuk meraihnya menjadikan ia menganggap dirinya adalah seorang yang gagal.

e. Tujuan hidup (purpose in life)

Pada kasus terapi yang menekankan pada self-help, misalnya pada cognitive behavioral, terapi itu sendiri memiliki nuansa arah (direction) dan karenanya memiliki tujuan yang bersifat jangka pendek (short-term goal). Walau demikian, ini tidak bergantung saat gejala akut menurun dan/atau fungsi sebelumnya telah mendekati optimal (suboptimal). Individu mungkin mengalami kurangnya sense akan arah dan akan meniadakan fungsi mereka dalam hidup. Ini muncul jika environmental mastery dan personal growth mengalami kerusakan atau bermasalah.

f. Pertumbuhan pribadi (personal growth)

(51)

lalui dengan yang akan dihadapi berikutnya menunjukkan gangguan pada penguasaan lingkungan dan pertumbuhan pribadi.

Table 2.2 Modifikasi enam dimensi dari psychological well-being menurut Ryff

Dimensi Impaired Level Optimal Level

Self-acceptance Subjek merasa tidak puas

dengan dirinya; merasa kecewa dengan apa yang terjadi di masa lalu; terganggu dengan kualitas pribadi tertentu; berharap dirinya berbeda dari apa merasa positif dengan kehidupan masa lalu.

Positive relations with

others

Subjek memiliki hanya sedikit hubungan yang dekat dan dapat dipercaya dengan orang lain; kesulitan dalam membuka diri dan terisolasi, serta mengalami frustasi dalam hubungan interpersonal, tidak mau melakukan kompromi demi mempertahankan hubungan dengan orang lain.

Subjek memiliki hubungan yang hangat dan dapat dipercaya dengan orang lain; peduli akan kesejahteraan orang lain; mampu merasakan empati serta keintiman yang kuat; paham akan memberi dan menerima dalam hubungan sesama manusia.

Autonomy Subjek terlalu peduli akan

harapan dan evaluasi dari orang lain; tergantung pada penilaian orang lain dalam mengambil keputusan yang penting; menyesuaikan diri dengan tekanan social dalam berpikir dan bertingkah laku.

Subjek dapat menentukan sesuatu sendiri dan mandiri; dapat bertahan terhadap tekanan social; mengatur tingkah laku dari dalam dirinya; mengevaluasi diri dengan standar pribadi.

Enviromental mastery Subjek mengalami atau

merasakan kesulitan dalam mengatur masalah sehari-sekitarnya; kurang sadar akan kendali atas dunia luar.

(52)

kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai pribadi.

Purpose in life Subjek kurang menyadari

makna dari hidup; memiliki hanya sedikit tujuan, kurang sadar akan arah, tidak dapat melihat tujuan dari kehidupan di masa lalu; tidak memiliki keyakinan yang dapat memberi makna dalam hidup.

Subjek memiliki tujuan dan arah dalam hidup; merasakan adanya makna dari kehidupan di masa kini dan masa lalu; memiliki keyakinan yang dapat memberikan tujuan hidup; memiliki tujuan untuk kehidupan.

Personal growth Subjek mengalami

kebuntuan pribadi; kurang kesadaran akan pengembangan dan perluasan dari waktu ke waktu; merasa bosan dan tidak tertarik dengan kehidupan; merasa tdak mampu mengembangkan dirinya sebagai sesuatu yang bertumbuh dan berkembang; terbuka terhadap pengalaman yang baru; sadar akan potensi dirinya; dapat melihat perkembangan dalam diri dan tingkah laku dari waktu ke waktu.

4. Teknik-teknik Well-Being Therapy

Teknik yang dapat digunakan dalam mengatasi gangguan pada psychological well-being ini dapat terdiri dari cognitive restructuring, scheduling of activities, assertive training, dan problem solving. Yang menjadi tujuan terapi adalah membimbing pasien melalui transisi yang ditunjukkan oleh table 2.2. Kemajuan yang terjadi dan insight terhadap masalah hanya bisa dilihat melalui tingkah lakunya.

(53)

konteks rendahnya penerimaan diri (self-acceptance), individu menekankan bahwa ini adalah dirinya apa adanya namun pada saat bersamaan merasa tidak puas akan dirinya dan mengalami kemarahan secara kronis. Saat ia belajar untuk berkata tidak pada rekan kerjanya (assertive training), dan secara terus menerus menguatkan sikap ini, terjadi tingkat distress yang signifikan, akibat adanya ketidaksukaan dari orang lain. Walau demikian, seiring waktu, toleransinya terhadap ketidaksukaan diri (self disapproval) perlahan lahan meningkat dan dalam akhir sesi ia dapat membuat pernyataan bahwa ia dapat melindungi dirinya sendiri.

Menurut Fava (2003) gambaran klinis di atas mengilustrasikan bagaimana perasaan awal dari well-being (dapat membantu orang lain) yang diidentifikasi dalam buku harian, ternyata mengarahkan pada distres. Pencapaian dan perubahan yang terjadi pada tingkah laku biasanya mengarahkan pada distres yang lebih besar lagi sebelum kemudian berkurang dan terjadi suatu penerimaan (menyerah).

Selanjutnya Fava (2003) menjelaskan, format standar yang dibuat melibatkan 8 sesi: tetapi jumlah sesi dapat bervariasi, tergantung pada kebutuhan individu dan kolaborasinya dengan terapi. Pada kasus-kasus tertentu, bahkan dibutuhkan 12-16 sesi; pada kasus yang lainnya (misalnya jika pasien telah menjalani terapi CBT yaitu yang mengorientasikan pada gejala, maka pasien sudah mengenal tugas-tugas dan buku harian) jumlah sesinya bisa lebih sedikit lagi.

(54)

meningkatkan psychological well-being berdasarkan dimensi Ryff (1989). Karena keduanya berbagi teknik dan komponen terapeutik yang serupa, well-being therapy dapat dikonseptualisasikan sebagai strategi spesifik dalam spectrum yang luas pada self-therapies (Fava, 2000).

Perbedaan yang terakhir adalah fakta bahwa well-being therapy menghindari penjelasan akan masalah individu serta strateginya dan menekankan pada perkembangan pencapaian self yang positif. Misalnya pada pasien yang mengalami kecemasan, dapat dibantu untuk melihat bahwa kecemasan adalah sesuatu yang tidak terhindarkan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat diatasi dengan peningkatan akan penguasaan lingkungan dan penerimaan diri. Well-being therapy tidak harus digunakan secara tersendiri namun dapat juga menjadi bagian dari strategi cognitive behavioral yang lebih kompleks. Dengan menambahkan episodes of well-being, maka akan meliputi interupsi prematur dan skema disfungsional yang lebih menyeluruh (Fava, 2003).

5. Penerapan Well-Being Therapy pada Individu dengan Kanker Payudara

(55)

(1989), yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi.

(56)

D. Paradigma Penelitian

WANITA PENDERITA KANKER PAYUDARA

PENGOBATAN MEDIS a. Tahap awal

b. Tahap lanjut dan kambuh

POST MASTECTOMY

PSYCHOLOGICAL WELL-BEING (Ryff, 1989)

a. Acceptance

b. Positive relational with others

c. Autonomy

d. Environmental mastery

e. Purpose in life

f. Personal growth

WELL BEING

THERAPY

PEMBEDAHAN

(MASTECTOMY)

KOMBINASI (Kombinasi dari mastectomy, radiasi,

dan kemoterapi) KEMOTERAPI

(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Mengacu pada permasalahan yang diidentifikasi pada penelitian ini, yaitu bagaimana gambaran penerapan well-being therapy pada wanita penderita kanker payudara, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini bermaksud untuk memperoleh gambaran tentang proses penerapan terapi yang berdinamika dan bukan yang bersifat statis atau kaku. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan dalam upaya memperoleh gambaran tersebut adalah melalui pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh partisipan dalam penelitian secara utuh (holistik), memungkinkan peneliti mempelajari isu-isu tertentu secara mendalam dan mendetail, mengingat pengumpulan data tidak dibatasi pada kategori-kategori tertentu saja (Poerwandari, 2007). Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2000), mengatakan salah satu kekuatan dari pendekatan kualitatif adalah dapat memahami gejala sebagaimana individu mengalaminya, sehingga dapat diperoleh gambaran yang sesuai dengan diri individu dan bukan semata-mata penarikan kesimpulan sebab-akibat yang dipaksakan. Melalui pendekatan kualitatif ini, peneliti dapat memperoleh data yang bersifat deskriptif, menyeluruh, mendalam, dan detail tentang penerapan terapi pada partisipan.

Gambar

Table 2.1 Self observation of episodes of well being
Table 2.2 Modifikasi enam dimensi dari psychological well-being menurut Ryff
Tabel 3.1 Modul/Rancangan Terapi
Tabel 3.2 Waktu Pelaksanaan Terapi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Judul : Psychological Well-Being Pada Single Parent Mother yang Ditinggal Oleh Suaminya Meninggal Dunia.. Menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri

Penelitian yang dilakukan oleh Hadjam (2000) terhadap pasien kanker menemukan bahwa pasien yang mengalami kanker memperlihatkan adanya stress dan depresi yang

Pada awalnya penderita kanker serviks, tidak mau menerima dirinya, merasa hidup itu tidak adil karena orang lain bebas kemana-mana sedangkan dirinya hanya didalam rumah

Salah satu intervensi yang dapat diberikan kepada remaja dari keluarga bercerai untuk meningkatkan psychological well-being mereka adalah problem- solving

Salah satu intervensi yang dapat diberikan kepada remaja dari keluarga bercerai untuk meningkatkan psychological well-being mereka adalah problem- solving

Penelitian ini bertujuan untuk menguji bagaimana pengaruh problem- solving therapy dalam meningkatkan psychological well-being pada dimensi penerimaan diri

Dengan kata lain, tujuan dari pemberian problem-solving therapy adalah untuk mengurangi dan/atau mencegah gejala psikopatologis dan meningkatkan kesejahteraan

Fakultas Psikologi, Program Pendidikan Psikologi Profesi Jenjang Magister Universitas Sumatera Utara, Tugas Akhir: Tidak Diterbitkan.. Jakarta: Pustaka Populer