• Tidak ada hasil yang ditemukan

Psychological Well Being Pada Penderita Kanker Serviks yang Melakukan Histerektomi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Psychological Well Being Pada Penderita Kanker Serviks yang Melakukan Histerektomi"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Psychological Well Being Pada Penderita Kanker Serviks yang Melakukan

Histerektomi

Devy Sofyanty AMIK BSI Bekasi Email: devy.dyy@bsi.ac.id

Abstrak – Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well being pada penderita kanker serviks yang telah melakukan histerektomi. Psychological well being adalah suatu kondisi dimana individu memiliki perasaan puas, bahagia dan dapat menerima segala aspek positif dan negatif dalam dirinya. Penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif studi kasus. Subjek penelitian adalah 3 orang penderita kanker serviks yang telah melakukan histerektomi di Departemen Obstetrik dan Ginekologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui wawancara dan observasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis tematik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga subjek memiliki psychological well being yang tergolong baik, hal ini ditandai dengan penerimaan diri kedua subjek yang tergolong baik, mampu untuk menjaga hubungan yang baik dan hangat dengan orang lain, mandiri serta mampu untuk mengelola dan menguasai lingkungan secara efektif sesuai dengan kebutuhan dan nilai yang dianut oleh kedua subjek. Setelah histerektomi ketiga subjek juga mampu untuk mengembangkan potensi diri dengan baik serta memiliki keinginan untuk mencapai tujuan hidup ke arah yang lebih baik.

Kata Kunci: Psychological Well Being, Histerektomi, Kanker Serviks

I. PENDAHULUAN

Psychological well being menggambarkan sejauh mana individu merasa nyaman, damai, dan bahagia berdasarkan pengalaman subjektif mereka serta bagaimana mereka memandang pencapaian potensi-potensi mereka sendiri. Seseorang yang memiliki psychological well being yang baik akan merasa nyaman dan bahagia serta dapat menjalankan fungsinya sebagai manusia secara positif. Psychological Well Being ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak ada gejala-gejala depresi.

Kanker serviks merupakan salah satu keganasan yang sering terjadi pada wanita dan merupakan salah satu penyebab kematian terbesar pada wanita. Diperkirakan kematian akibat kanker serviks akan meningkat 25% dalam kurun waktu 10 tahun mendatang, jika tidak dilakukan pencegahan dan penatalaksanaan yang adekuat. (Rasjidi, 2010). Sementara itu menurut data Yayasan Kanker Indonesia (YKI), penyakit ini telah merenggut lebih dari 250.000 perempuan di dunia dan terdapat lebih 15.000 kasus kanker serviks baru, yang kurang lebih merenggut 8.000 kematian di Indonesia setiap tahunnya. (Diananda, 2009)

Histerektomi adalah pengangkatan uterus dengan cara pembedahan, menjalani histerektomi bukanlah hal yang mudah diterima oleh seorang wanita meskipun dalam rangka tindakan pengobatan medis bagi penderita kanker serviks. Beberapa wanita pengangkatan uterus dapat memperbaiki kualitas hidupnya namun histerektomi sering menjadi kekhawatiran tersendiri bagi kaum hawa. Selain

berdampak tidak dapat lagi memiliki anak, kehilangan gairah dan kenikmatan seksual serta kurang dapat memuaskan pasangan merupakan beban psikologis tersendiri bagi mereka.

II. LANDASAN TEORI

Kanker adalah suatu keadaan dimana sel mengalami perubahan dalam unit penyusunannya yang disebut DNA (Deoxyribonucleic Acid) sehingga sel tersebut dapat keluar dari siklus hidup yang sudah diatur. (Dizon, 2011). Kanker serviks adalah salah satu jenis keganasan atau neoplasma yang lokasinya terletak di daerah serviks, daerah leher rahim atau mulut rahim. (Rasjidi, 2010)

Leher rahim adalah bagian dari sistem reproduksi perempuan yang terletak di bagian bawah yang sempit dari rahim (uterus atau womb). Sementara rahim adalah suatu organ berongga yang berbentuk buah pear pada perut bagian bawah. Penghubung rahim menuju vagina adalah mulut rahim (serviks). Kanker leher rahim muncul karena adanya pertumbuhan sel yang tidak normal sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan pada leher rahim atau menghalangi leher rahim. (Maharani, 2009)

Faktor resiko terjadinya kanker serviks menurut (Diananda, 2009), adalah:

1. Melakukan hubungan seksual pada usia muda (kurang dari 16 tahun)

2. Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti pasangan.

3. Kebersihan genitalia yang buruk. 4. Wanita yang merokok.

(2)

5. Riwayat penyakit kelamin seperti herpes dan kutil genitalia.

6. Semakin tinggi resiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu dekat.

7. Defisiensi zat gizi. Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan retinol (vitamin A)

8. Trauma kronis pada serviks seperti persalinan, infeksi dan iritasi menahun.

Gejala dan tanda-tanda klinis terjadinya kanker leher rahim menurut (Diananda, 2009), adalah sebagai berikut:

1. Keputihan, yang makin lama makin berbau busuk.

2. Pendarahan setelah melakukan hubungan seksual, yang lama kelamaan dapat terjadi pendarahan spontan (walaupun tidak melakukan hubungan seksual)

3. Berat badan yang terus menurun.

4. Timbulnya pendarahan setelah masa menopause.

5. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat bercampur dengan darah.

6. Anemia (kurang darah) karena perdarahan yang sering timbul.

7. Rasa nyeri disekitar genitalia.

8. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Selain itu, bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya.

9. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum), terbentuknya fistel vesikovaginal dan rektovagmal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.

Operasi adalah salah satu jenis perawatan kanker serviks serta area yang berdekatan dengan kanker tersebut. Kebanyakan penderita kanker serviks awal akan menjalani histerektomi, yaitu operasi untuk mengangkat leher rahim dan kandungan. (Saraswati, 2010).

Menurut (Rasjidi I. , 2008), ada beberapa tipe histerektomi yaitu : TAH, SVH, dan radical hysterectomy. Total Abdominal Hysterectomy (TAH) adalah teknik pembedahan dengan mengangkat seluruh uterus termasuk serviks, korpus dan fundus uteri. Supra Vaginal

Hysterectomy (SVH) jika pembedahan mengangkat uterus tetapi meninggalkan serviks, sedangkan radical hysterectomy jika pembedahan dengan mengangkat uterus, serviks, bagian atas vagina dan jaringan sekitarnya. Pada prosedur pembedahan tersebut dapat dikerjakan juga pengangkatan kedua ovarium dan Tuba Fallopi, yang disebut sebagai Total Abdominal Hysterectomy Bilateral Salphingo – Ooforectomy (TAH – BSO)

Setelah histerektomi perempuan tidak lagi mempunyai periode menstrual, mereka tidak dapat hamil. Ketika indung telur diangkat menopause terjadi dengan segera, rasa panas (hawa panas) dan gejala-gejala menopause lainnya yang disebabkan oleh operasi atau mungkin lebih parah daripada yang disebabkan oleh menopause secara alamiah. Setelah operasi, beberapa perempuan mungkin khawatir tentang keintiman seksual. (Maharani, 2009)

Psychological well being adalah hal yang sangat penting di dalam kehidupan. Seseorang yang memiliki psychological well being yang baik akan merasa nyaman dan bahagia serta dapat menjalankan fungsinya sebagai manusia secara positif. Psychological well being ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak adanya gejala-gejala depresi. Menurut Ryff dalam (Papalia, 2009), psychological well being merupakan konsep kriteria kesehatan mental. Individu yang dapat mencapai psychological well being ditandai dengan adanya sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain, membuat keputusan sendiri dan mengatur perilaku sendiri, memilih atau membentuk lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan, memiliki banyak tujuan yang dapat membuat hidup menjadi bermakna, serta berjuang untuk menjelajahi dan mengembangkan diri secara optimal.

Psychological Well Being merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kesehatan psikologis individu berdasarkan pemenuhan kriteria fungsi psikologi positif

(positive psychological functioning). Menurut Ryff

dalam (Papalia, 2009), aspek psychological well being antara lain:

1. Penerimaan diri (Self Acceptance)

Seseorang yang psychological well being nya tinggi memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek positif dan negatif dalam dirinya, dan perasaan positif tentang kehidupan masa lalu, dapat mengaktualisasikan diri, berfungsi optimal dan bersikap positif terhadap kehidupan yang dijalaninya. Sebaliknya, individu yang menilai negatif diri sendiri menunjukkan adanya ketidakpuasan terhadap kondisi dirinya, merasa kecewa dengan apa yang telah terjadi pada kehidupan masa lalu, bermasalah dengan kualitas personalnya dan ingin menjadi orang yang berbeda dari diri sendiri atau tidak menerima diri apa

(3)

adanya.

2. Hubungan positif dengan orang lain (Positive

Relations with others)

Banyak teori yang menekankan pentingnya hubungan interpersonal yang hangat dan saling mempercayai dengan orang lain, selain itu individu tersebut juga memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain, dapat menunjukkan empati, afeksi, serta memahami prinsip memberi dan menerima dalam hubungan antar pribadi. Kemampuan untuk mencintai dipandang sebagai komponen utama kesehatan mental. Psychological well being seseorang itu tinggi jika mampu bersikap hangat dan percaya dalam hubungan dengan orang lain, memiliki empati, afeksi, dan keintiman yang kuat, memahami pemberian dan penerimaan dalam suatu hubungan.

3. Kemandirian (Autonomy)

Merupakan kemampuan individu dalam mengambil keputusan sendiri dan mandiri, mampu melawan tekanan sosial untuk berpikir dan bersikap dengan cara yang benar, berperilaku sesuai dengan standar nilai individu itu sendiri, dan mengevaluasi diri sendiri dengan standar personal. Individu yang memiliki otonomi yang tinggi ditandai dengan bebas, mampu untuk menentukan nasib sendiri dan mengatur perilaku sendiri serta mampu mengambil keputusan tanpa campur tangan orang lain.

4. Penguasaan lingkungan (Environmental mastery)

Mampu dan berkompetensi mengatur lingkungan, menyusun kontrol yang kompleks terhadap aktivitas eksternal menggunakan secara efektif kesempatan dalam lingkungan, mampu memilih dan menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai individu itu sendiri. Individu yang tinggi dalam dimensi penguasaan lingkungan memiliki keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan, ia dapat mengendalikan aktivitas ekternal yang berada di lingkungannya termasuk mengatur dan mengendalikan situasi kehidupan sehari-hari, memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan, serta mampu memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan pribadi. 5. Tujuan hidup (Purpose in life)

Individu yang memiliki pemahaman yang jelas akan tujuan dan arah hidupnya, memegang keyakinan bahwa individu mampu mencapai tujuan dalam hidupnya, dan merasa bahwa pengalaman hidup di masa lampau dan masa sekarang memiliki makna. Individu yang tinggi dalam dimensi ini adalah individu yang memiliki tujuan dan arah hidup, merasakan arti dalam hidup masa kini maupun yang telah dijalaninya, memiliki keyakinan yang memberikan tujuan hidup serta memiliki tujuan dan sasaran hidup.

6. Pengembangan pribadi (Personal growth) Merupakan perasaan mampu dalam melalui tahap-tahap perkembangan, terbuka pada pengalaman baru, menyadari potensi yang ada dalam dirinya, melakukan perbaikan dalam hidupnya setiap waktu. Individu yang tinggi dalam dimensi peengembangan pribadi ditandai dengan adanya perasaan mengenai

pertumbuhan yang berkesinambungan dalam dirinya, memandang diri sebagai individu yang selalu tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, memiliki kemampuan dalam menyadari potensi diri yang dimiliki, dapat merasakan peningkatan yang terjadi pada diri dan tingkah lakunya setiap waktu serta dapat berubah menjadi pribadi yang lebih efektif dan memiliki pengetahuan yang bertambah.

III. METODE PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif, yaitu menggambarkan psychological well being pada penderita kanker serviks yang melakukan histerektomi. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus intrinsik, yaitu penelitian yang dilakukan karena ketertarikan atau kepedulian pada suatu kasus khusus. Penelitian dilakukan untuk memahami secara utuh kasus tersebut, tanpa harus dimaksudkan untuk menghasilkan konsep-konsep ataupun upaya menggeneralisasi. (Poerwandari, 2007). Alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dalam bentuk studi kasus dalam pnelitian ini adalah karena peneliti ingin mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai Psychological Well Being pada penderita kanker serviks yang telah melakukan histerektomi.

Subjek dalam penelitian ini adalah penderita kanker serviks yang telah melakukan histerektomi di Departemen Obstetrik dan Ginekologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Sebanyak 3 orang subjek dengan rentang usia 30 – 40 tahun. Kriteria inklusi responden adalah para responden yang masih aktif secara seksual, memiliki pasangan dan bersedia mengikuti penelitian dan dimintai kesediaannya untuk sukarela berpartisipasi. Pada penelitian ini teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam atau deepth interview. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis tematik dengan melakukan koding pada transkrip wawancara. Teknik pemantapan kredibilitas dalam penelitian ini dengan model triangulasi dengan menggunakan variasi sumber data yang berbeda seperti data yang berasal dari subjek, significant others serta dokumen rekam medis responden.

Adapun perbedaan penelitian-penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah pada pokok pembahasannya, yaitu dalam penelitian ini lebih difokuskan pada psychological well being pada penderita kanker serviks yang melakukan histerektomi. Pada penderita kanker ginekologik perlu digaris bawahi makna dan peran dari organ genital dalam fungsi seksual dan reproduksi yang merupakan identitas sekaligus citra diri seorang wanita. Kelainan organ genitalia menimbulkan akibat psikologis yang lebih nyata bagi seorang wanita, terutama bila kelainan tersebut mengakibatkan mutilasi organ genitalia.

(4)

IV. PEMBAHASAN

Subjek NM, DA, dan IS memenuhi seluruh karakteristik (dimensi) psychological well being. Pada dimensi penerimaan diri (self acceptance), subjek IS lebih mampu untuk menerima dan menghargai dirinya secara positif saat mengetahui dirinya menderita kanker serviks dan menjalani histrektomi dibandingkan dengan subjek NM dan DA. Karakter subjek IS tersebut dalam teori big five termasuk dalam karakteristik low neuroticism, yaitu subjek mampu untuk merasakan puas dan perasaan yang senang dan bahagia terhadap apa yang telah dijalaninya dalam hidup. Ketiga orang subjek mengetahui dampak dari histerektomi setelah mendapatkan keterangan dari dokter dan menandatangani surat persetujuan untuk melakukan histerektomi. Subjek NM sempat merasa khawatir histerektomi membuatnya tidak dapat hamil padahal sebenarnya subjek NM masih menginginkan untuk memiliki anak, berhubung saat ini NM baru dikaruniai seorang anak berusia empat tahun. Tidak berbeda jauh dengan subjek DA yang merasa ketakutan efek kegagalan dari operasi yang dapat menyebabkan kematian, stigma tentang kanker serviks berdasarkan informasi yang didapat dari media, membuat subjek DA merasa malu dengan kondisinya. Namun perlahan kedua subjek dapat menerima keadaan dirinya. Subjek NM berniat untuk mengadopsi seorang anak sedangkan subjek DA mengijinkan suaminya untuk menikah lagi asalkan tetap memperhatikan kedua orang anaknya yang beranjak remaja. Karakteristik subjek NM dan DA tergolong high neuroticism, yaitu perasaan khawatir atau perasaan tidak nyaman dengan kondisinya.

Subjek NM, DA, dan IS sama-sama menonjol pada dimensi hubungan positif dengan orang lain (positive relation with others). Subjek DA menonjol dalam kemampuan menjaga hubungan yang baik dan hangat dengan orang lain karean faktor kelekatan dan relasinya dengan keluarga dan orang-orang yang ada disekitarnya yang terbina dengan baik sejak DA masih remaja, hal tersebut juga didukung dengan kepribadian DA yang ramah, supel, ringan tangan. Sementara pada subjek NM dan IS dimensi hubungan positif dengan orang lain ini menonjol karena adanya kebutuhan untuk berelasi (need of relatedness). Subjek DA lebih baik dalam dimensi otonomi (kemandirian) daripada subjek NM dan IS. Subjek DA terlatih mandiri sejak kecil, oleh karenanya subjek DA mampu untuk mengatur dan mengambil segala keputusan dalam hidupnya sendiri, termasuk dalam menandatangani surat persetujuan tindakan operasi. Kebutuhan akan otonomi (need of autonomy) subjek dapat terpenuhi dan hubungan subjek dengan suami maupun keluarganya tetap dapat terjalin dengan baik meskipun subjek memutuskan segala keputusan tentang hidupnya sendiri. Sedangkan pada subjek NM dan IS, keduanya masih perlu berunding dengan suami atau keluarga terdekat

untuk menentukan sebuah keputusan dalam hidupnya.

Pada dimensi penguasaan lingkungan (environmental mastery) subjek DA sangat kuat dibandingkan dengan subjek NM dan IS. Ketiganya memiliki keinginan untuk mampu menciptakan lingkungan sekitarnya untuk dapat memuaskan dirinya. Pada dimensi tujuan hidup (purpose in life), ketiga subjek memiliki tujuan hidup jangka panjang. Subjek DA memiliki keyakinan bahwa hidupnya harus selalu bermakna dan bermanfaat untuk orang lain. Hal tersebut juga dilakukan oleh subjek NM dan IS yang mempunyai tujuan hidup menjadi pribadi lebih baik dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Subjek DA dapat mengambil makna hidup dari masa lalunya sebagai pelajaran yang sangat berharga bagi dirinya, anak-anaknya serta wanita lainnya agar tidak mengalami kejadian serupa dengan dirinya. Untuk itu DA tidak keberatan jika dirinya menjadi salah satu kader untuk mengkampanyekan bahaya kanker serviks. Dimensi pengembangan pribadi (personal

growth) merupakan kemampuan dalam melalui

tahap-tahap perkembangan, terbuka pada pengalaman baru, menyadari potensi yang dimilikinya serta mampu memperbaiki diri secara berkesinambungan. Subjek DA tergolong individu yang ekstrovert dan mempunyai ketertarikan lebih terhadap hal-hal yang baru, yakni dalam bidang tata busana seperti menjahit, bordir, payet, dll. Sementara itu subjek NM dan IS tidak dapat mengoptimalkan potensinya karena lebih memilih untuk fokus kepada keluarganya sehingga proses aktualisasi diri menjadi terhambat. Perasaan untuk berkembang lebih kuat terjadi pada diri DA, subjek DA memiliki keleluasaan waktu untuk mengikuti berbagai kegiatan guna menambah pengalaman dan wawasan yang dimilikinya. V. KESIMPULAN

Psychological well being yang telah melakukan histerektomi dilihat dari berbagai domain. Domain hubungan dengan orang lain dapat mempengaruhi para subjek dalam menerima keadaan dirinya. Banyaknya dukungan sosial yang diberikan khususnya dari keluarga membuat subjek menerima dirinya dan mampu untuk terbuka dengan orang lain tentang penyakit dan operasi pengangkatan rahim yang dialaminya sehingga tidak ada hal-hal negatif yang mempengaruhi domain penerimaan diri, hubungan sosial, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi yang tergolong baik. Namun dari segi domain otonomi, subjek NM cenderung rendah karena masih membutuhkan bantuan dari pihak keluarga untuk mengurus rumah tangganya.

Ketiga subjek menonjol pada dimensi hubungan positif dengan orang lain (positive

relation with others) dan dimensi penguasaan

(5)

memiliki kemampuan yang tergolong baik dalam membina hubungan yang hangat dan saling percaya dengan orang lain. Subjek IS lebih kuat dalam hal menerima diri sebagai aspek yang positif saat akan menjalani histerektomi dibandingkan dengan subjek NM.

Ketiga subjek mempunyai kemampuan yang baik dalam pengembangan diri (personal growth) yang baik. Ketiga subjek dapat terbuka terhadap pengalaman baru dan mengembangkan potensi yang dimilikinya sehingga dapat mengaktualisasikan dirinya dengan baik. Ketiga subjek sama-sama memiliki tujuan hidup (purpose in life) dengan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dan memberi manfaat untuk orang banyak

Saran yang dapat diberikan terutama untuk pencegahan kanker serviks adalah pemeriksaan rutin IVA atau Pap Smear, terutama mereka yang rutin melakukan aktivitas seksual. Kesembuhan akan semakin mudah dicapai apabila penyakit terdeteksi sedini mungkin. Jika sudah terdiagnosa, maka yang dapat dilakukan adalah mencari informasi yang valid tentang pengobatan dan perawatan dari dokter atau para medis.

Edukasi konseling termasuk mempersiapkan mental pasien dan keluarga terhadap dampak psikologis dan seksual baik sebelum maupun setelah operasi. Setelah histerektomi sangat penting bagi wanita untuk mencurahkan kecemasan-kecemasannya, terutama bagi wanita yang mempunyai resiko tinggi mengalami gangguan emosi setelah operasi. Pasien dapat meminta penjelasan dan informasi selengkapnya dari dokter atau para medis. Jika pasien mengalami permasalahan-permasalahan psikologis maupun seksual, paramedis perlu memberikan konseling atau bila perlu dapat dirujuk ke psikolog untuk psikoterapi.

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melanjutkan penelitian dengan metode kualitatif atau kuantitatif dengan menambahkan variabel lain seperti emotional intelligence, kepribadian, kontrol diri, religiusitas, persepsi terhadap penyakit, komunikasi, kepercayaan diri, konsep diri, dukungan sosial, mekanisme coping stres dan lebih memperkaya data wawancara secara mendalam lagi.

REFERENSI

Diananda, R. (2009). Mengenal Seluk Beluk Kanker. Yogyakarta: Katahati.

Dizon, D. K. (2011). 100 Tanya Jawab Mengenai

Kanker Serviks. Jakarta: Index.

Friedman, M. M. (2010). Buku Ajar Keperawatan

Keluarga: Riset, Teori dan Praktek. Jakarta:

EGC.

Maharani, S. (2009). Kanker: Mengenal 13 Jenis

Kanker dan Pengobatan. Yogyakarta: Katahati.

Papalia, O. &. (2009). Human Development. New York: Mc Graw- Hill.

Poerwandari, K. .. (2007). Pendekatan Kualitatif

Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta:

Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Universitas Indonesia.

Rasjidi, I. (2010). 100 Questions & Answer Kanker

Pada Wanita. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Saraswati, S. (2010). 52 Penyakit Perempuan:

Mencegah dan Mengobati 52 Penyakit Yang Sering Diderita Perempuan. . Yogyakarta:

Referensi

Dokumen terkait

(1) wajib Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi tidak dapat membayar Retribusi sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Wajib

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Dusun Ngrawing bahwasanya nenek dalam menanamkan akhlak anak itu sudah baik agar nantinya anak akan terbiasa dengan apa

Pada kondisi salah satu fasa terbuka pada rangkaian seimbang tiga fasa maka akan terjadi ketidakseimbangan dan arus tidak simetris mengalir. Demikian pula jenis

Penelitian dengan metode survai dilakukan di lokasi pengembangan Kambing Saburai di Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus pada 2016 dengan tujuan untuk mengetahui pejantan

Berikut ini adalah hasil dari eksperimen yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan CLSC pada data uji ketiga dengan menggunakan algoritma Simulated Annealing

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukan berbagai macam hasil yang berbeda mengenai berbagai faktor yang mempengaruhi kebijakan

Isu-isu seperti “adab” dan etika perlu terus menjadi teras kepada usaha yang dilakukan di universiti (untuk memastikan manusia yang terhasil dari sistem universiti tidak

Populasi adalah keseluruhan obyek atau individu yang akan diteliti, memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap.Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih